APLIKASI KONSEP ASKEP PERNAPSAN : PNEUMONIA PADA LANSIA
MAKALAH
oleh : Kelompok 5
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2017
APLIKASI KONSEP ASKEP PERNAPSAN : PNEUMONIA PADA LANSIA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Ge rontik dengan dosen pengampu Ns. Kholid Rosidi Rosidi MN, S.Kep., MS.
Oleh Ayunda Hardiyanti
142310101015 142310101015
Novika Putri Dwi Cahyani
142310101045 142310101045
Ivatul Laili Khoirunnisa
142310101051 142310101051
Fajar Kharisma
142310101060
Diana Risqiyawati
142310101070 142310101070
Linda Ayu Agustin
142310101097 142310101097
Suswita Ismail
142310101127 142310101127
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2017
ii
APLIKASI KONSEP ASKEP PERNAPSAN : PNEUMONIA PADA LANSIA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Ge rontik dengan dosen pengampu Ns. Kholid Rosidi Rosidi MN, S.Kep., MS.
Oleh Ayunda Hardiyanti
142310101015 142310101015
Novika Putri Dwi Cahyani
142310101045 142310101045
Ivatul Laili Khoirunnisa
142310101051 142310101051
Fajar Kharisma
142310101060
Diana Risqiyawati
142310101070 142310101070
Linda Ayu Agustin
142310101097 142310101097
Suswita Ismail
142310101127 142310101127
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aplikasi “Aplikasi konsep askep pernapsan : pneumonia pada lansia”. lansia ”. Pembuatan makalah ini disusun untuk memnuhi tugas matakuliah Keperawatan Penyakit Global. Dalam penulisan makalah ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Kholid Rosidi MN, S.Kep., MS . selaku dosen mata kuliah Keperawatan GERONTIK yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah i ni 2. Teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember yang telah membantu
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dan pembaca menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca.
Jember, 23 23 April 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.2
Tujuan ................................................................................................................ 2
1.3
Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB 2. PEMBAHASAN ................................................................................................. 4 2.1 Konsep Dasar Masalah Keperawatan ..................................................................... 4 2.1 Fisioterapi Dada ...................................................................................................... 7 BAB 3. APLIKASI KASUS........................................................................................... 12 3.1 Kasus ..................................................................................................................... 12 3.2 Pengkajian ............................................................................................................ 12 3.3 Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 20 3.4 Intervensi ............................................................................................................. 20 3.5 Evaluasi ................................................................................................................ 27 BAB 4. PENUTUP ......................................................................................................... 30 3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 30 3.2 Saran ..................................................................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 31
iv
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Proses penuaan akan berdampak pada aspek kehidupan, yaitu sosial, ekonomi, dan kesehatan. Aspek kesehatan lansia lebih rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit (Kemenkes RI, 2014). Pneumonia dapat menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada lansia. Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit), tidak termasuk Mycobacterium tuberculosis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Karakteristik dominan pneumonia pada pasien lansia adalah presentasi klinisnya yang khas. Pada pasien lansia terjadi banyak perubahan akibat proses penuaan dan faktor komorbid. Perubahan tersebut terdiri dari perubahan anatomi, fisiologi dan imunologi (Putri & Helmia, 2014). Kejadian pneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu sekitar 15% - 20% (Dahlan, 2014 dalam Ranny, 2016). Pada usia lanjut angka kejadian pneumonia mencapai 25 - 44 kasus per 1000 penduduk setiap tahun. Insiden pneumonia komunitas akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan 81,2% kasus terjadi pada usia lanjut (Fung et al., 2010 dalam Ranny, 2016). Penderita pneumonia komunitas usia lanjut memiliki kemungkinan lima kali lebih banyak untuk rawat inap dibandingkan dengan penderita pneumonia komunitas usia dewasa (Stupka et al., 2009 dalam Ranny, 2016). Pneumonia merupakan penyebab kematian nomor lima pada usia lanjut. Di Indonesia, prevalensi kejadian pneumonia pada tahun 2013 sebesar 4,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Selain itu, pneumonia merupakan salah satu dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit, dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan. Proses penuaan sistem organ (di antaranya sistem respirasi, sistem imun, sistem pencernaan) dan faktor komorbid banyak berperan pada peningkatan frekuensi dan keparahan pneumonia pasien geriatri. Salah satu terapi untuk penyembuhan pneumonia pada lansia adalah dengan menggunakan fisioterapi dada. Menurut Helmi (2005) dalam Marini (2015), fisioterapi dada merupakan salah satu teknik dari fisioterapi yang sangat
1
berguna bagi penderita penyakit respirasi baik bersifat akut maupun kronis, sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien yang fungsi parunya terganggu. 1.1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan pendahuluan ini sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep dasar masalah keperawatan pada klien pneumonia? 2. Bagaimana konsep dasar terapi modalitas keperawatan pada klien pneumonia? 3. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien lansia dengan pneumonia? 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien lansia dengan pneumonia. 1.2.2
Tujuan Khusus
1.
Menambah pengetahuan konsep dasar masalah keperawatan pada klien lansia dengan pneumonia.
2.
Menambah pengetahuan konsep dasar terapi modalitas keperawatan pada klien lansia dengan pneumonia.
3.
Menambah pengetahuan proses asuhan keperawatan pada klien lansia dengan pneumonia.
1.3 Manfaat 1.3.1 Bagi institusi Keperawatan
Manfaat bagi institusi pendidikan dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terkait konsep dasar asuhan keperawatan pada klien lansia dengan pneumonia. 1.3.2 Bagi Mahasiswa
Manfaat yang dapat diperoleh mahasiswa utamanya mahasiswa keperawatan adalah laporan pendahuluan ini dapat memberikan informasi pada mahasiswa keperawatan tentang konsep dasar masalah keperawatan,
2
konsep dasar terapi modalitas dan konsep dasar asuhan keperawatan pada klien lansia dengan pneumonia.
3
BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Masalah Keperawatan
2.1.1 Konsep Dasar Pneumonia Menurut Bruner dan Sudarth (2003) Pneumonia adalah proses inflamasi dari parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh preparat infeksius. Menurut Murwani A (2011) Pneumonia adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh karena infeksi atau iritasi bahan kimia sehingga alveolli terisi oleh eksudat peradangan. Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis dan epidemiologis, yaitu: No. Klasifikasi
Keterangan
1.
Penumonia komunitas
Sporadis, muda atau tua, di dapat sebelum adanya perawatan dari rumah sakit
2.
Pneumonia nosokomial
Di dapat dengan di dahului perawatan dirumah sakit
3.
Peneumonia pada gangguan imun
Pada pasien keganasan, HIV/AIDS
4.
Pneumonia aspirasi
Sering pada pasien alkoholik dan lanjut usia
2.1.2 Etiologi Bermacam - macam mikroorganisme patogen dapat menyebabkan pneumonia,
antara lain: bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pada pasien dewasa, penyebab pneumonia komunitas yang sering ditemukan adalah bakteri golongan gram positif, yaitu Streptococcus pneumonia, bersama dengan Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza merupakan bakteri patogen golongan tipikal. Legionella, Chlamydophila, M.pneumoniae merupakan bakteri patogen golongan atipikal. Virus dapat menyebabkan pneumonia, dan Respiratory Syncytial Virus merupakan etiologi virus yang sering ditemukan. Pada beberapa kasus juga dapat ditemukan virus influenza tipe A atau tipe B. Pada pasien dengan kondisi imun yang buruk dapat terjadi pneumonia akibat infeksi jamur. Pada kasus yang jarang, pneumonia dapat disebabkan oleh aspirasi objek atau substansi yang mengakibatkan iritasi dari paru - paru. Tabel 3 Patogen penyebab yang sering ditemukan
4
Rawat jalan Streptococcus pneumonia
Penyebab yang sering terjadi Rawat inap Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Mycoplasma pneumonia
ICU Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Haemophilus influenza
Haemophilus influenza
Legionella species
Chlamydophila pnuemoniae
Chlamydophila pnuemoniae
Kuman negatif
Virus pernapasan
Legionella species
Haemophilus influenza
batang
gram
Virus pernapasan Penyebab pneumonia komunitas berdasarkan prevalensi kejadian menurut North American Study (NAS) dan British Thoracic Society (BTS) seperti berikut: Tabel 4 Penyebab pneumonia komunitas menurut NAS dan BTS Penyebab
Prevalensi NAS
BTS
Kuman tipikal Streptoccoccus pneumonia
20-60
60-75
Haemophilus infuenzae
3-10
4-5
Staphylococcus aureus
3-5
1-5
Basil gram negatif
3-10
Jarang
Lainnya
3-5
-
Kuman atipikal Legionella
10-20 2-8
2-5
Mycoplasma pneumoniae
1-6
5-18
Clamydia pneumonia
4-6
-
Virus Aspirasi
2-15 6-10
8-16 -
2.1.3 Faktor Resiko Pneumonia komunitas merupakan kondisi medis yang akut dan tersebar di
seluruh belahan dunia. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka
5
rawat inap di rumah sakit dan mortalitas di negara berkembang. Faktor - faktor resiko terjadinya pneumonia komunitas, yaitu sebagai berikut: 1) Usia lanjut lebih dari 65 tahun 2) Merokok 3) Riwayat penyakit saluran pernapasan 4) Memiliki penyakit komorbiditas, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit ginjal. 5) Gangguan neurologis, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan atau kesadaran yang menurun 6) Imunitas yang memburuk 7) Alkoholisme 8) Penggunaan antibiotik dan obat suntik intravena 9) Riwayat pembedahan atau trauma
2.1.4 Komplikasi Menurut Suyono (2003) komplikasi pneumonia antara lain:
Efusi pleura dan emfisema terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi para pneumonik gram negatif sebesar 60%, staplilococus aureus 50%, S. Pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedang pada mycoplasma pneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan sterill, komplikasi sistemik, dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa menungitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningkatan ureum dan enzim hati, Hipoksemia akibat gangguan difusi, Pneumonia kronis yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob s. Aureus dan kuman gram (-), bronkietaksis. Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anakanak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkolosis, atau pneumonia nekrotikans. 2.1.5 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pneumionia dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan Pengobatan suportif / simptomatik 1. Istirahat di tempat tidur 2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
6
3. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas 4. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik 1. Pemberian terapi oksigen 2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit 3. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif Pengobatan suportif / simptomatik 1. Pemberian terapi oksigen 2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik (sesuai bagan) kurang dari 8 jam bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik. Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif. 2.1 Fisioterapi Dada
Menurut Helmi (2005) dalam Marini (2015), fisioterapi dada merupakan salah satu teknik dari fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik bersifat akut maupun kronis, sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien yang fungsi parunya terganggu. Selain itu, tujuan dari fisioterapi dada ini adalah jalan nafas bersih, mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan, mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret (Potter dan Perry, 2006). Teknik yang digunakan dalam fisioterapi dada terdiri dari teknik yang bersifat pasif dam aktif. Teknik yang bersifat pasif seperti penyinaran, relaksasi, postural drainase, perkusi, dan vibrasi. Sedangkan yang bersifat aktif seperti latihan/pengendahan batuk, latihan bernafas dan korelasi sikap. Kontra indikasi pelaksanaan fisioterapi ini ada yang bersifat mutlak seperti gagal jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif,
7
sedangkan kontraindikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang. Teknik fisioterapi dada yang bersifat pasif dan sering digunakan yaitu postural drainase, perkusi dan vibrasi, dijabarkan sebagai berikut : 1. Postural Drainase : Posisi untuk Postural Drainase - Bronkus Apikal Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas Minta klien duduk di kursi, bersandar pada bantal (Gbr. 135 dan 136).
-
Bronkus Apikal Lobus Posterior Kanan dan Kiri Atas Minta klien duduk di kursi, menyandar ke depan pada bantal atau meja (Gbr. 137 dan
-
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Atas Minta klien berbaring datar dengan bantal kecil di bawah lutut (Gbr. 139 dan 140).
138).
-
Bronkus Lobus Lingual Kiri Atas Minta klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala pada posisi Trandelenburg, dengan kaki tempat tidur ditinggikan 30 cm (12 inci). Letakkari bantal
8
di belakang punggung, dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas bantal (Gbr. 141 dan 142).
-
Bronkus Lobus Kanan Tengah Minta klien berbaring miring ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm (12 inci). Letakkan bantal di belakang punggung dan gulingkan klien seperempat putaran ke atas bantal (Gbr. 143 dan 144).
-
Bronkus Lobus Anterior Kanan dan Kiri Bawah Minta klien berbaring terlentang dengan posisi Trandelenburg, kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci). Biarkan lutut menekuk di atas bantal (Gbr. 145 dan 146).
-
Bronkus Lobus Lateral Kanan Bawah Minta klien berbaring miring ke kiri pada posisi Trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci) (Gbr 147 dan 148).
9
- Bronkus Lobus Lateral Kiri Bawah Minta klien berbaring miring ke kanan pada posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci) (Gbr. 149 dan 150).
- Bronkus Lobus Superior Kanan dan Kiri Bawah Minta klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung (Gbr. 151 dan 152).
- Bronkus Basalis Posterior Kanan dan Kiri Minta klien berbaring tengkurap dalam posisi Trendelenberg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (18 sampai 20 inci) (Gbr. 153 dan 154).
2. Prosedur perkusi dan vibrasi :
a. Melakukan perkusi pada dinding rongga dada selarna 1-2 menit
Kosta paling bawah sampai ke bahu pada bagian belakang
Kosta paling bawah sampai ke kosta atas pada bagian depan
Jangan melakukan perkusi di atas tulang belakang, ginjal, hepar, limpa, dan skapula atau sternum
b. Menganjurkan klien menarik napas dalam perlahan-lahan, lalu lakukan vibrasi sambil klien mengeluarkan napas perlahan-lahan dengan bibir dirapatkan
10
c. Meletakkan 1 tangan pada area yang ingin divibrasi dan letakkan tangan yang lain di atasnya. d. Menegangkan otot-otot tangan dan lengan sambil melakukan tekanan sedang dan vibrasi tangan dan lengan. e. Mengangkat tekanan pada dada ketika klien menarik napas. f. Menganjurkan klien batuk dengan menggunakan otot abdominalis setelah 34 vibrasi. g. Memberi klien istirahat beberapa menit. h. Mengauskultasi adanya perubahan pada bunyi napas i. Mengulangi perkusi dan vibrasi secara bergantian sesuai kondisi klien, biasanya 15-20 menit
11
BAB 3. APLIKASI KASUS 3.1 Kasus
Tn. W 65 tahun seorang petani tembakau MRS 3 hari yang lalu dengan keluhan batuk berdahak dan dadanya terasa sesak. Perawat memeriksa tanda-tanda vital Tn.W hingga didapatkan data sebagai berikut: a. Suhu : 39º C b. Tekanan darah : 100/70 mmHg c. Nadi : 90 x/menit d. RR : 26 x/menit e. GCS : 456 Composmentis f.
Sputum Purulen
Tn. W terlihat menggunakan otot bantu pernafasan, tampak lelah dan sianosis. Setiap harinya Tn.W bisa menghabiskan 8 putung rokok. Nafsu makan Tn. W menurun karena adanya rasa mual dan muntah. Aktivitas sehari harinya pun juga ikut terganggu karena sesak. Tn. W juga mengatakan memiliki riwayat penyakit pneumonia sejak 1 tahun yang lalu. 3.2 Pengkajian 3.2.1.
1.
Pengkajian Fisik
Identitas Klien meliputi: Nama klien, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, no RM, diagnosa medis, tanggal / jam MRS
2.
Keluhan utama: biasanya klien sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada, adanya keluhan sulit untuk bernafas
3.
Riwayat kesehatan: a) Riwayat kesehatan sekarang Klien dengan mengeluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak. Kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti peningkatan suhu tubuh, penggunaan otot bantu pernafasan, kelelahan, sianosis, dan perubahan tekanan darah. b) Riwayat kesehatan dahulu
12
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernafasan atas, TB, kebiasan merokok (bukan penyakit namun pola hidup yang kurang baik). c) Riwayat kesehatan keluarga Pada klien dengan pneumonia yang perlu dikaji tentang riwayat penyakit keluarga apakah ada yang menderi TB. 4.
Pengkajian Pola Gordon 1) Pola persepsi dan kesehatan Pada klien dengan pneumonia pola kesehatannya kurang baik seperti kebiasaan merokok. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Gejala
: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Tanda
: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi). 3) Pola aktivitas dan latihan Gejala
: Keletihan, kelemahan, ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari karena sesak, dipsnea
Tanda
: Letargi, keletihan, gelisah, kelemahan umum
4) Pola eleminasi Nafsu makan klien menurun, sulit BAB, memiliki resiko konstipasi. 5) Pola istirahat dan tidur Klien mengalami insomnia atau sulit tidur karena mengalami sesak nafas dan sering batuk. 6) Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) apakah terdapat gangguan ataupun tidak ada gangguan. 7) Pola persepsi dan konsep diri Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya 8) Pola seksualitas dan reproduksi
13
Adanya penurunan libido (hasrat emosional atau energi yang berkaitan dengan nafsu seksual, energi naluri kehidupan, keinginan untuk hubungan dan kenikmatan seksual) akibat dari kelemahan. 9) Pola hubungan dan peran Gejala sesak sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai anggota keluarga. Klien perlu menyesuaikan diri kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja. 10) Pola manajemen koping Stress dan ketegangan emosional akan terjadi karena proses penyembuhan yang membutuhkan waktu lama. Oleh karena itu perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serat cara penangulangan terhadap stressor 11) Sistem keyakinan nilai dan keyakinan Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya didunia dipercaya dapat meningkatakan kekuatan jiwa klien. 5.
Pemeriksaan fisik 1)
Keadaan Umum
: pasien biasanya terlihat lemah akibat sesak yang
dirasakan 2)
Pengukuran TTV Tekanan Darah
: menurun atau tinggi (Normal : 120/80mmHg)
Pernafasan (RR) : abnormal <20 x / menit (Normal : 16-20x/menit) Denyut nadi (HR): takikardi < 100 x/menit (Normal : 60-100x/menit) Suhu tubuh
: kadang normal atau tinggi (Normal: 36,5 - 37,5 ˚C)
3)
Kesadaran Kesadaran
4)
Pemeriksaan Head To Toe a. Kepala
: Compos Mentis GCS 456
: bentuk kepala mesocepal, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada luka, rambut / kulit kepala bersih atau kotor b. Mata
: Sklera ikterik atau tidak, konjungtiva anemis
c. Hidung
: polip (+/-), ada sekret apa tidak
d. Telinga
: nyeri tekan (+/-), ada tanda infeksi apa tidak
14
e. Mulut
: amati keadaan bibir, apakah terdapat stomatitis/pecah-
pecah, lidah bersih/kotor, tonsil membesar/tidak. f.
Leher
: Ada pembesaran kelenjar thyroid/tidak, kelenjar getah
bening membesar/tidak g. Thoraks 1) Paru-Paru Inspeksi
: Bentuk simetris, menggunakan otot bantu nafas, pernapasan cepat, RR 26x/menit, dispnea
Palpasi
: tidak ada jejas , vocal fremitus simetris
Perkusi
: redup
Auskultasi
: terdengar suara ronki pada lapang paru atau cracles (seperti suara gesekan rambut)
2) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal batas jantung kanan: Linea Sternalis Dextra batas jantung kiri:Linea Midclavicularis Sinistra Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, bunyi tambahan (-) h. Abdomen
i.
Inspeksi
: abdomen kanan sama dengan kiri
Auskultasi
: peristaltik usus 12x/menit
Palpasi
: hepar tidak teraba
Perkusi
: terdengar bunyi timpani
Ekstremitas Pergerakan
: terbatas
Kulit
: pucat, terasa dingin
Ektrimitas atas
: dextra terpasang infus PZ 12 tpm
Ekstremitas bawah : teraba dingin Tonus otot
: ekstrimitas atas dan bawah L 5/ R5, bawah L 5/ R 5, tidak terdapat edema
15
j.
Genetalia Tidak terdapat gangguan
k. Kulit Warna kulit
: Normal
Warna rambut
: Hitam
Kuku
: Bersih
Turgor kulit
: kering, turgor buruk
3.2.2. Pertanyaan untuk mengidentifikasi faktor
resiko dari gangguan
respirasi
1) Apakah anda mempunyai masalah pernafasan seperti asma, penyakit paru paru kronik, pneumonia, atau penyakit lainnya? Saya memiliki riwayat penyakit pneumonia 2) Apakah anda memiliki riwayat keluarga dengan penyakit paru-paru kronik? Dahulu bapak saya meninggal karena sakit TBC 3) Apakah anda pernah mengalami tuberkolosis? tidak 4) Apakah anda pernah bekerja pada suatu pekerjaan yang menyebabkan anda mengalami kontak langsung dengan debu, uap, asap, atau polusi udara yang lainnya misalnya pada proses penambangan, perkebunan, atau pekerjaan yang lainnya? iya 5) Apakah anda tinggal berdekatan dengan tempat yang yang memiliki banyak polusi dari lalu lintas atau pabrik-pabrik?Apakah anda merokok sekarang atau apakah anda pernah merokok? saya perokok 6) Apakah anda telah terpapar sebagai perokok pasif di rumah, tempat kerja, atau lingkungan sosial? 3.2.3 Pertanyaan untuk mengidentifikasi kesempatan untuk melakukan edukasi tentang pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
1) Apakah anda pernah mendapatkan vaksinasi pneumonia? (jika iya, tanyakan tentang kapan vaksinasi di berikan dan apakah dorongan yang pernah diberikan) tidak 2) Apakah anda mendapatkan vaksinasi influenza tahunan? Tidak
16
17
3.2.4 Pertanyaan untuk mengkaji fungsi respirasi keseluruhan
1) Apakah anda memiliki masalah pernafasan? iya 2)
Apakah anda memiliki sesak? iya
3) Apakah anda mengalami batuk? Jika
iya: Kapan batuk tersebut
berlangsung? [sering] Berapa lama batuk tersebut berlangsung? [tidak tahu] Apakah yang menyebabkan batuk? [rokok] Apakah anda mengalami batuk berdahak atau batuk kering? [berdahak] Apakah lendir berasal dari tenggorokan atau paru-paru? [tidak tahu] Bagaimanakah karakteristik lendir tersebut?4) Apakah anda pernah mengalami masalah untuk mendapatkan udara yang cukup untuk bernafas ketika anda melakukan aktifitas tertentu atau ketika ada berbaring di malam hari? pernah 5) Apakah anda menghentikan aktifitas tertentu karena masalah pernafasan? Sebagai contoh, apakah anda pernah berhenti ketika naik atau menuruni tangga, atau apakah anda membatasi aktifitas berjalan anda? (untuk individu dengan keterbatasan mobilitas, pertanyaan ini mungkin tidak relevan). 6) Apakah anda pernah mengalami nyeri dada tau merasa berat dan sesak di dada anda? iya 7) Apakah anda menggunakan lebih dari satu bantal pada malam hari, atau membuat pengaturan lainnya karena ada masalah dengan pernapasan? Kadang-kadang 8) Apakah anda bangun di malam hari karena batuk atau kesulitan bernafas? iya 9) Apakah anda pernah merasa seperti tidak dapat bernafas? iya 10) Apakah anda memiliki masalah pernafasan ketika udara terasa panas, dingin, atau lembap?11) Apakah anda mudah lelah? iya
18
3.2.5 Status Indeks Katz Nama Pasien: Tn. W
Tanggal: 24 April 2017
KATZ ACTIVITIES OF DAILY LIVING AKTIFITAS
MANDI Poin: 0
BERPAKAIAN Poin: 1
TOILETING Poin: 1
BERPINDAH Poin: 1
KONTINEN Poin: 1
MAKAN Poin: 1
TOTAL POIN= 2
INDEPENDEN (1 poin) Tidak memerlukan pengawasan, arahan atau bantuan pribadi
(1 POIN) Mampu mandi secara mandiri atau memerlukan bantuan dalam mandi hanya pada satu bagian tubuh seperti misalnya punggung, area genital, atau ekstremitas yang tidak mampu dijangkau.
DEPENDEN (0 poin) memerlukan pengawasan, arahan, bantuan pribadi, atau bantuan secara menyeluruh
(0 POIN) Memerlukan bantuan saat mandi pada lebih dari satu bagian tubuh. Memerlukan bantuan total.
(1 POIN) Mampu mengambil (0 POIN) Memerlukan bantuan baju dan berpakaian dengan saat berpakaian atau cepat. Mungkin memerlukan memerlukan bantuan total. bantuan saat mengikat sepatu. (1 POIN) Mampu pergi ke (0 POIN) Memerlukan bantuan toilet, membersihkan area untuk pergi ke toilet dan genital, menyusun pakaian, serta membersihkan diri. bangkit dan pergi tanpa bantuan. (1 POIN) Mampu bangkit dari tempat tidur atau kursi tanpa bantuan.
(0 POIN) Memerlukan bantuan untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi atau memerlukan bantuan berpindah secara total.
(1 POIN) Memiliki kontrol diri (0 POIN) Mengalami secara penuh dalam buang air inkontinentas bowel atau besar dan buang air kecil. bladder secara sebagian atau total. (1 POIN) Mampu makan secara (0 POIN) Membutuhkan mandiri. bantuan secara sebagian atau total saat makan. 6 = High(patient independent)
0
=
Low
(patient
very
19
dependent) Tn W memiliki total indeks katz sebanyak 6 point, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tn W menunjukkan fungsi penuh atau normal. 3.3 Diagnosa Keperawatan
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum di jalan napas
b.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dipsnea
c.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane alveolus, penurunan difusi gas
d.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, defisiensi oksigen
e.
Hipertermi berhubungan dengan inflamasi
f.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia/mual muntah
1.1.1. 3.4 Intervensi
Perencanaan No.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
1.
Bersihan
jalan
Setelah dilakukan
nafas
tidak tindakan
Intervensi 1. Kaji
Rasional fungsi 1. Penurunan bunyi nafas
pernafasan contoh
dapat
atelektasis.
efektif
keperawatan
bunyi
berhubungan
selama 3x24 jam,
kecepatan, irama
mengi
dengan
bersihan
jalan
dan kedalam dan
akumulasi
akumulasi
nafas pada klien
penggunaan otot
ketidakmampuan
aksesori
membersihkan
jalan
pernafasan.
nafas
dapat
sputum di jalan dapat napas
berkurang
atau hilang dengan kriteria hasil, klien
nafas,
mengindikasikan
2. Catat kemampuan
Ronchi, menunjukkan sekret
yang
dan
menimbulkan
akan :
mengeluarkan
penggunaan
1. Mengeluarkan
mukosa/batuk
aksesori pernafasan.
sekret
tanpa
efektif,
catat 2. pengeluaran
otot
sulit
20
bila
bantuan 2. Menunjukkan perilaku
untuk
memperbaiki
karakter
jumlah
sekret sangat tebal (mis.,
sputum,
adanya
efek infeksi dan atau
hemoptisis.
hidrasi
3. Bantu dan ajarkan untuk
tidak
adekuat)
sputum berdarah kental
atau
pasien
mempertahanka
batuk
produktif
adekuat)
n bersihan jalan
dan latihan nafas
berdarah
nafas
dalam.
darah cerah diakibatkan
4. Bersihkan sekret dari
mulut
dan
atau
hidrasi
tidak sputum
kental
oleh kerusakan paru atau luka bronkial dan dapat
trakea,
memerlukan
pengisapan sesuai
evaluasi/intervensi
keperluan.
lanjut.
5. Pertahanan masukan sedikitnya
3. ventilasi
maksimal
cairan
membuka
area
2500
atelektasis
dan
ml/ hari kecuali
meningkatkan
kontraindikasi.
sekret
6. Kolaborasi:
gerakan
kedalam
nafas
Pemberian oksigen
jalan
besar
untuk
dikeluarkan. untuk 4. Mencegah
melembabkan
obstruksi/aspirasi.
udara/
Pengisapan
mukosa
hidung 7. Beri sesuai
atau
dapat
diperlukan bila pasien obat-obat indikasi
tak
mampu
mengeluarkan sekret.
(Agen mukolitik
mencegah
pengeringan
dan
membran
bronkodilator)
membantu pengenceran
mukosa,
sekret. 5. Pemasukan tinggi cairan membantu
untuk
21
mengencerkan
sekret,
membuatnya
mudah
dikeluarkan. 6. agen
mukolitik
menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan. 7. Bronkodilator meningkatkan lumen
ukuran
percabangan
trakeobronkial, sehingga menurunkan
tahanan
terhadap aliran udara. 2
Pola napas tidak
Setelah dilakukan
1. Posisikan
semi 1. Mengurangi
efektif
tindakan
berhubungan
keperawatan
dengan dipsnea
selama 3x24 jam
kedalaman
diharapkan
pernafasan
fowler 2. Kaji
pola
sesak
pasien frekuensi, 2. kecepatan
dan
biasanya
meningkat.
Kedalaman
pernafasan
bervariasi
nafas klien efektif
ekspansi
dada.
tergantung pada jumlah
dengan
Catat
upaya
cairan
kriteria
pleura
yang
hasil, klien akan :
pernafasan
menekan paru. Ekspansi
1. Menunjukkan
termasuk
dada
pola nafas yang
penggunaan otot
karena
efektif dengan
bantu pernafasan.
pleuritik.
frekuensi
dan
oleh
nyeri
dada
3. Auskultasi bunyi 3. bunyi nafas menurun/tak
kedalaman
nafas
dalam rentang
adanya
normal.
nafas
dan
2. RR normal 18-
mengi
20 x/menit
4. Anjurkan
3. Tidak
terbatas
catat
ada
bila
bunyi
obstruksi
krekels,
terhadap bekuan.
tidur
miring pada sisi
mengi
jalan
nafas
sekunder cairan
dan
Ronchi
dan
menyertai
obstruksi jalan nafas.
22
menggunakan otot
bantu
pernapasan
yang tidak sakit 5. Kolaborasi
4. tidur miring ke posisi paru yang tidak sakit
pemberian
akan
mengurangi
oksigen tambahan
penekanan
paru
oleh
cairan pleura. 5. memaksimalkan bernafas
dan
menurunkan kerja nafas 3.
Gangguan pertukaran
Setelah dilakukan 1. Kaji gas tindakan
dispnea, 1. Indikasi
takipnea,
tidak
napas
mengalami gangguan yg
berhubungan
keperawatan
normal
dengan
selama 3x24 jam,
menurunnya bunyi
peningkatan
kerusakan
diharapkan
nafas,peningkatan
upanya menangkap O2
membrane
pertukaran
upaya pernafasan,
sehingga terjadi retraksi
alveolus,
pada alveolus klien
terbatasnya
otot pernapasan
penurunan
normal
ekspansi
difusi gas
kriteria hasil, klien
dada
akan :
kelemahan.
gas
dengan
1. Melaporkan tidak dyspnea
perbaikan
O2
dan
kesadaran,
jaringan
dalam
sekret/pengaruh
catat
O2
organ
jalan
vital
perubahan
melawan kulit,
untuk
tahanan udara
termasuk membran
atau penyempitan jalan
mukosa dan kuku.
nafas, sehinggamembantu
GDA
rentang normal - pH
7,35-7,45
mmHg - PaCo2 mmHg
35-45
luar
mencegahkolaps
adekuat dengan 3. Tunjukkan/dorong dalam
dan
jaringan.
dan 3. Membuat
padawarna dan
ada
nafas dapatmengganggu tingkat
sianosis
2. Menunjukkan
berakibat
dinding 2. Akumulasi
2. Evaluasi
adanya
ventilasi
atau
jalan
bernafas
dengan
menyebarkan
bibir
selama
melalui
udara paru
endikasi,khususnya
danmenghilangkan atau
untuk
menurunkan
dengan atau
pasien fibrosis
nafas
pendek.
kerusakan 4. Menurunkan
konsumsi
23
- PaO2
80-95
mmHg
parenkim.
oksigen/kebutuhan
4. Tingkatkan
- Sat. O2 95-99 % - HCO3
22-26
Meq/L
baring
tirah
/
batasi
dari
gejala,
penurunan
pernafasan
dapat
aktivitas
beratnya gejala.
menurunkan
5. Mencegah
keperluan.
pengeringan
membran
distres 5. Kolaborasi
pernafasan.
periode
aktivitas dan bantu
pasiensesuai
3. Bebas
selama
medis
dengan pemberian
mukosa,
membantu pengenceran sekret.
oksigen 4.
Intoleransi
Setelah dilakukan
aktivitas
tindakan
pasien
berhubungan
keperawatan
aktivitas,
dengan
selama 3x24 jam,
laporan
kelemahan,
diharapkan
peningkatan
defisiensi
aktivitas
oksigen
normal
kembali dengan
1. Kaji
respon 1. menetapkan kemampuan terhadap catat dispnea,
kebutuhan
pasien
memudahkan
pilihan
intervensi 2. mengurangi
kelemahan/kelela
dan
han
istirahat
dan
kebisingan
meningkatkan
kriteria hasil, klien
perubahan
akan :
vital selama dan
dipertahankan
1. Melaporkan/me
setelah aktivitas.
fase
nunjukkan
tanda 3. tirah
2. Berikan
baring selama
akut
untuk
menurunkan kebutuhan
peningkatan
lingkungan
metabolik
toleransi
tenang dan batasi
eneri
terhadap
pengunjung
penyembuhan.
aktivitas
yang
dapat
diukur
dengan
sesuai indikasi
tidakadanya
pentingnya
kelelahan
istirahat
tanda dalam
dan vital
rentang
menghemat untuk
selama fase kaut 4. pasien mungkin nyaman
3. Jelaskan
berlebihan
dan
perlunya
posisi
miring
kearah hemitorak yang sakit. dalam 5. meminimalkan kelelahan
rencana pengobatan
dengan
dan dan
membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
24
normal.
keseimbangan
RR
16-20
x/menit TD
aktivitas
dan
istirahat. 110/90
4. Bantu
pasien
mmHg
untuk
memilih
N 80x/menit
posisi
nyaman
untuk
istirahat
dan tidur. 5. Bantu
aktivitas
perawatan
diri
yang diperlukan, berikan kemajuan aktivitas
selama
fase penyembuhan 5.
Hipertermi
Setelah dilakukan
berhubungan
tindakan
pasien
dengan
keperawatan
dan
inflamasi
selama 3x24 jam,
perhatikan
demam dapat membantu
diharapkan terjadi
menggigil/diafore
dalam
diagnosis;
penurunan
sis.
kurva
demam
tubuh dengan
suhu hilang kriteria
hasil, klien akan : 1. Suhu
tubuh
1. Pantau
suhu 1. suhu (derajat pola),
2. Pantau
suhu
lingkungan
38,90-41,10C
menunjukkan infeksius
akut.
pneumonia
pneumokokal.
kompres/mandi
ruangan
harus
mendekati
penggunaan
mempertahankan
alkohol/air es
mendekati normal.
pasien
tidak
hindari
2. suhu
hangat,
dan
mis: lanjut
turun
normal
Pola
berakhir lebih dari 24 jam
3. Berikan
penyakit
4. Kolaborasi
merasa
pemberian
kedinginan
piretik
S : 36 - 37 ̊ c
aspirin,
diubah
3. dapat anti
misalnya
untuk suhu
membantu
mengurangi
demam.
Catatan: penggunaan air es/alkohol
mungkin
25
asetaminofen.
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu
secara
aktual,
selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit. 4. digunakan
untuk
mengurangi
demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus 6.
Ketidakseimban
Setelah dilakukan
gan
tindakan
nutrisi
keperawatan
pada
saat
atau
kebutuhan
selama 3x24 jam,
penerimaan, catat
dan
tubuh
diharapkan nutrisi
turgor kulit, berat
yang tepat.
berhubungan
pada
badan dan derajat 2. membantu
dengan
seimbang
anoreksia/ mual, muntah
nutrisi
kurang
dari
klien dengan
1. Catat
status 1. berguna pasien
dalam
mendefinisikan luasnya pilihan
dalam
engidentifikasi
kriteria hasil, klien
badan,
kebutuhan/
akan :
mual, muntah.
1. Menunjukkan berat
badan
meningkat 2. Melakukan perubahan pola hidup
pasien
yang
disukai atau tidak disukai
kekuatan Pertimbangan
keinginan individu dapat memperbaiki
masukan
diet. 3. berguna
3. Awasi
untuk
mendukung keefektifan
masukan/pengelu
gizi
meningkatkan
aran
cairan.
dan/
badan
mempertahank
perodik
an berat yang
4. Dorong
tepat.
untuk
2. Pastikan pola diet
khusus.
masalah intervensi
kekurangan berat riwayat
derajat
dan
berat
dan
dukungan
secara 4. memaksimalkan masukan nutrisi tanpa makan
kelemahan
yang
tak
sedikit dan sering
perlu/kebutuhan
dengan makanan
dari
tinggi protein dan
banyak dan menurunkan
karbohidrat.
iritasi gaster.
makan
26
eneri
makanan
5. Dorong terdekat
orang 5. membuat untuk
membawa makanan
sosial
lingkungan lebih
selama dari
membantu
normal
makan
memenuhi
rumah dan untuk
kebutuhan personal dan
membagi dengan
kultural.
pasien
kecuali
kontra indikasi.
3.5 Evaluasi
No
Diagnosa
1.
Bersihan jalan nafas tidak S : pasien mengatakan sudah lebih bisa bernafas efektif
Evaluasi
berhubungan
dengan
lega dan dapat mengeluarkan sekret tanpa
akumulasi bantuan
sputum di jalan napas
O : k/u baik, RR normal (16-20x/menit), tidak menggunakan otot bantu pernafasan, produksi secret purulen berkurang. A : Bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi P : Hentikan intervensi
2.
Pola napas tidak efektif
S : pasien mengatakan sudah tidak merasakan
berhubungan
sesak nafas.
dipsnea
dengan
dan
O: k/u baik, RR normal (16-20x/menit), tidak menggunakan otot bantu pernafasan dan cuping hidung, tidak memerlukan bantuan oksigen tambahan A : Pola napas tidak efektif teratasi P : Hentikan intervensi
27
3.
Gangguan pertukaran gas
S : pasien mengatakan sudah tidak merasakan
berhubungan
sesak nafas.
dengan
kerusakan
membrane
alveolus,
penurunan
difusi gas
O : k/u baik, RR normal (16-20x/menit), tidak ada
tanda
sianosis,
GDA
normal,
tidak
memerlukan bantuan oksigen tambahan A : Gangguan pertukaran gas teratasi P : Hentikan intervensi
4.
Intoleransi
aktivitas S : pasien mengatakan badannya terasa segar
berhubungan kelemahan,
dengan
dan tidak lemah lagi dan mulai bisa bangun dari
defisiensi tempat tidur serta beraktivitas kecil di tempat
oksigen
tidur. O : k/u baik, TD normal (120/80 mmHg), HR normal
(60-100x/menit),
RR
normal
(16-
20x/menit), GDA normal, tidak menggunakan oksigen, klien terlihat dapat berjalan sendiri menuju kamar mandi tanpa bantuan A : Intoleransi aktivitas teratasi P : Hentikan intervensi 5.
Hipertermi berhubungan S : pasien mengatakan panas atau demam mulai dengan inflamasi
menghilang. O : k/u baik, S: 36,5 oC, TD normal (120/80 mmHg),
HR
normal
(60-100x/menit),
RR
normal (16-20x/menit). A : Hipertermi teratasi P : Hentikan intervensi 6.
Ketidakseimbangan
S : pasien mengatakan mual dan muntah sudah
28
nutrisi
kurang
kebutuhan berhubungan
dari tubuh dengan
anoreksia/mual muntah
tidak dirasakan lagi, nafsu makan membaik. O : k/u baik, klien tampak menghabiskan 1 porsi makan yang telah tersedia, BB meningkat. A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi P : Hentikan intervensi
29
BAB 4. PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Proses penuaan akan berdampak pada aspek kehidupan, yaitu sosial, ekonomi, dan kesehatan. Aspek kesehatan lansia lebih rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit (Kemenkes RI, 2014). Pneumonia dapat menjadi salah satu masalah kesehatan utama pada lansia. Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit), tidak termasuk Mycobacterium tuberculosis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). 3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas penulis dapat sedikit memberi saran kepada beberapa pihak untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan utamanya di Indonesia, diantaranya sebagai berikut: a. Keluarga klien atau pasien Keluarga klien atau pasien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya yang menderita Pneumonia. b. Mahasiswa Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep Pneumonia utamanya dalam memberikan asuhan keperawatan dengan intensif pada keluarga dengan pasien Pneumonia. Mahasiswa dapat menjalin kerja sama dengan keluarga dan perawat lainnya, agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara operasional.
30