TUGAS MANAJEMEN FARMASI DAN KOMUNITAS PENGADAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN DI APOTEK Dosen pembimbing: Dra. Azizahwati, M Si., Apt
Disusun oleh :
KELOMPOK 7 Baskoro Surya Narendra
1306343422
Daisy Natalia
1306434143
Dina Haryanti
1306343492
Mastin Sibarani
1306343826
Sumayyah
1306344261
Ummi Erlina
1306434244
Vhony Purnamasari Purnamasari H
1306344040
PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN 78 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam upaya memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien di rumah sakit, dalam waktu, jumlah serta mutu yang tepat, maka diperlukan suatu manajemen yang meliputi proses kegiatan perencanaan, pengadaan, pembelian dan pendistribusian. Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang serta untuk meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi secara efektif dan efisien. Pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama terhadap tersedianya obat dan total biaya kesehatan. Proses pengadaan yang efektif adalah faktor yang sangat menentukan dalam menjamin adanya ketersediaan obat yang diperlukan dalam jumlah yang sesuai, dengan harga yang rasional dan tentunya dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang jelas. Oleh karena itu, pengadaan perbekalan farmasi harus dapat diterapkan sebaik mungkin sehingga pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu obat dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga pasien merasa terpuaskan dengan servis rumah sakit yang bersangkutan. Apotek selain sebagai pusat pelayanan obat juga merupakan tempat bisnis dan investasi. Sebagai aset bisnis apotek harus dikelola dengan manajemen yang baik. Salah satu obyek manajemen di apotek adalah manajemen pengadaan dan persediaan obat. Demi menyediakan pelayanan yang maksimal di apotek, maka harus ditunjang dengan adanya kelengkapan barang yang dijual. Hal ini juga sebagai salah satu cara memberi kepercayaan kepada pelanggan bahwa apotek yang dituju selalu akan menyediakan segala kebutuhan obatobatannnya. Jika salah satu barang tidak tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi akan berdampak buruk pada citra apotek dari segi kelengkapan barangnya dimata konsumen. Meskipun dampak dari keadaan tersebut tidak
langsung terasa saat itu juga, namun perluasan pelanggan baru akan terhambat dan berefek pada kelambatan perkembangan apotek tersebut.
1.2 Tujuan
Memaparkan penerapan pengadaan dan pengendalian persedian di apotek sebaik mungkin sehingga pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu obat dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga pasien merasa terpuaskan dengan pela yanan dari apotek.
BAB 2 PENGADAAN DAN PERSEDIAAN
2.1 Definisi
Pengadaan merupakan kegiatan pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhan
proses
penjualan.
Manajemen
pengadaan
diperlukan
untuk
meningkatkan laba apotek dan memuaskan konsumen dengan memenuhi kebutuhannya. Titik awal dari proses pengadaan adalah melakukan pembelian.
2.2 Prinsip
Pengadaan harus disesuaikan dengan hasil penjualan sehingga ada keseimbangan antara penjualan dan pembelian.
2.3 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama terhadap tersedianya obat dan total biaya kesehatan. Proses pengadaan yang efektif adalah faktor yang sangat menentukan dalam menjamin adanya ketersediaan obat yang diperlukan dalam jumlah yang sesuai, dengan harga yang rasional dan tentunya dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang jelas. Oleh karena itu, pengadaan perbekalan
farmasi
harus
dapat
diterapkan
sebaik
mungkin
sehingga
pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu obat dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga pasien merasa terpuaskan dengan servis pelayanan yang diberikan. Apotek selain sebagai pusat pelayanan obat juga merupakan tempat bisnis dan investasi. Sebagai aset bisnis apotek harus dikelola dengan manajemen yang baik. Salah satu obyek manajemen di apotek adalah manajemen pengadaan dan persediaan obat. Demi menyediakan pelayanan yang maksimal di apotek, maka harus ditunjang dengan adanya kelengkapan barang yang dijual. Hal ini juga sebagai salah satu cara memberi kepercayaan kepada pelanggan bahwa apotek yang dituju selalu akan menyediakan segala kebutuhan obat-obatannnya. Jika salah satu barang tidak tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi akan berdampak buruk pada citra apotek dari segi kelengkapan barangnya dimata konsumen. Meskipun dampak
dari keadaan tersebut tidak langsung terasa saat itu juga, namun perluasan pelanggan baru akan terhambat dan berefek pada kelambatan perkembangan apotek tersebut. Pengendalian persediaan sangat penting baik untuk apotek besar maupun kecil. Persediaan obat merupakan harta paling besar dari sebuah apotek. Karena begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan, pengendalian persediaan obat yang tepat memliki pengaruh kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek. Pengendalian yang efektif berakibat pada investasi yang lebih kecil. Untuk suat laba tertentu, pengendalian stok obat mengarah pada perolehan yang lebih besar atas investasi. Bila APA dapat menurunkan persediaan dengan menjual lebih sedikit obat atau dengan menyingkirkan barang/ obat yang tidak mudah dijual dan bila pengurangan ini digunakan untuk menurunkan modal sendiri, amak perolehan kembali atas modal sendiri akan meningkat. Sebaliknya bila investasi/ penanaman modal atas persediaan obat/ barang dagangan dinaikkan, peroleh atas modal dengan sendirinya akan menurunn. Untuk itu perlu ditetapkan kebijaksanaan yang berkenaan dengan persediaan yang optimum: -
untuk pemesanan: perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, berapa jumlah yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan pemesanan dapat dilakukan.
-
Untuk penyimpanan: perlu ditentukan berapa besarnya cadangan yang merupakan persediaan minimum, besarnya persediaan pada waktu pemesanan kembali dan besarnya persediaan maksimum.
Adapun tujuh dasar pengetahuan yang perlu diperhatikan dalam mernacang sistem pengelolaan persediaan yang baik adalah: 1. adanya pemahaman di mana sistem pengelolaan sama dengan manajemen dan keduanya harus berfungsi. 2. penentian tipe pencatatan persediaan dana laporan persediaan dibutuhkan. 3. seleksi barang-barang yang disediakan. 4. pemeliharaan keseimbangan yang sesuai antara tingkat pelayanan dan penyediaan.
5. pengambilan model untuk frekuensi pemesanan kembali. 6. pelaksanaan perumusan pemesanan kembali. 7. identifikasi dan pengaturan dari harga-harga manajemen yang bervariasi.
2.4 Fungsi pengadaan di apotek meliputi
1. Fungsi biaya Menaikan keuntungan dengan menurunkan biaya pengadaan melalui :
Pengaturan sediaan optimal
Pengaturan system sediaan optimal (Administrasi, distribusi, penjadwalan dll)
Penanganan barang “slow moving” , rusak, dll
2. Fungsi Perolehan Mengadakan pengadaan untuk kebutuhan penjualan dengan menetapkan
Kapan barang diperoleh
Bagaimana cara memperoleh
Siapa pemasoknya
Bagaimana memasoknya keunit/lini penjualan
Sistem pengadaan barang dikatakan baik bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
Terjadi kesetimbangan komposisi , misalnya barang fast moving lebih diprioritaskan dari pada yang slow moving
Mampu melayani produk yang diperlukan konsumen
Terjadi
kesetimbangan
antara
persediaan
dengan
seluruh
permintaan (keseimbangan total)
Tidak terjadi kelebihan persediaan yang dapat merugikan apotek yang disebabkan oleh barang yang belum/tidak laku dan sudah kadaluarsa
2.5 Arus Barang
Setiap hari dilakukan pengecekan barang dengan menghitung stok persediaan obat-obatan baik narkotika, psikotropika, obat keras dan obata bebas yang terpakai hari sebelumnya dengan mencatatnya dikartu stok harian. Jika jumlah persediaan obat tidak mencukupi atau habis maka dilakukan pemesanan yang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan dicatat dibuku pemesanan barang. Setiap kejadian penjualan berarti pengeluaran barang dari apotek dan barang yang keluar tersebut harus diisi kembali sehingga jumlah barang itu tetap. Namun keseimbangan tidak mungkin dapat dilakukan setiap hari untuk setiap produk karena frekuensi pembelian akan menjadi sangat tinggi dan berakibat volume pekerjaan menjadi sangat besar. Untuk itu perlu dicari waktu yang baik untuk pembelian produk, sehingga ada keseimbangan antara beban dan kemampuan memenuhi permintaan dalam penjualan. Tiga jenis kegiatan yang terlibat dalam arus barang: 1. Pengadaan barang (pembelian) 2. Penyimpanan di gudang 3. Penyerahan barang (penjualan)
PBF
GUDANG APOTEK
PEMBELIAN PENYIMPANAN
RUANG RACIK
PASIEN
PENYERAHAN
Barang dipesan berdasarkan kepada jenis barang yang sudah habis pada hari sebelumnya atau persediaan barang di ruang peracikan tinggal sedikit. Dalam pengadaan perbekalan farmasi penting dipertimbangkan sifat barang, apakah fast moving atau slow moving , pemilihan distributor meliputi legalitas, harga yang kompetitif, pelayanan yang cepat, potongan harga yang diberikan, tenggang waktu pembayaran yang ditawarkan serta dapat membeli dalam jumlah sedikit. Pemesanan barang dilakukan dengan cara menghubungi pemasok melalui penjualnya atau melalui telepon dengan menggunakan Surat Pesanan. Khusus
narkotika, pemesanan dilakukan kepada PBF Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika rangkap 5 yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, untuk psikotropika digunakan Surat Pesanan Psikotropika. Selain itu pemesanan barang ke PBF dibuat dalam satu surat pemesanan yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung jawab Apotek yang didalamnya harus terdapat nomor Surat Izin Kerja. Pemesanan barang di apotek harus memperhatikan beberapa hal berikut: 1. Persediaan minimum dan maksimum 2. Reorder point (titik pesanan) terutama untuk obat yang laku keras 3. Memperhatikan buffer stock
Sistem pemesanan barang dapat dikatakan baik jika pembeliannya memenuhiketentuan sebagai berikut : 1. Komposisi produk sesuai kebutuhan 2. Mampu melayani jenis produk yang diperlukan pasien 3. Jumlah
pembelian
keperluan
rutin
sebulan
telah
menunjukkan
keseimbangan dengan penjualan secara proporsional. 2.6 Faktor-faktor pemesanan/pembelian
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih sumber pemesanan atau pemberlian barang yaitu : 1. Harga beli yang kompetitif 2. Pelayanan yang cepat dari PBF yang bersangkutan 3. Pemberian kredit yang menguntungkan dengan tingkat harga yang kompetitif 4. Kondisi keuangan. Semakin besar omset atau modal apotek semakin besar dana yang dapat dikeluarkan untuk pembelian barang 5. Waktu pembelian (kapan barang tersebut harus dibeli). 6. Jarak apotek dengan pemasok. Semakin jauh jaraknya semakin lama lead time. Oleh karena itu perlu menetapkan persediaan barang yang aman (safety stock) agar jangan sampai kehabisan barang sebelum barang yang dipesan datang.
7. Frekuensi dan volume pembelian. Semakin kecil volume pembelian semakin besar frekuensi order. Frekuensi pembelian yang tinggi berakibat kepada : biaya pemesanan meningkat (biaya telepon,administrasi dsb.)
meningkatnya beban pekerjaan untuk penerimaan, pemeriksaan
dan pencatatan barang yang dating,dll Sebaliknya jika volume pembelian besar akan menurunkan frekuensi pembelian, namun akan mengakibatkan : Besarnya biaya penyimpanan karena membutuhkan ruangan yang
besar
Meningkatnya resiko barang tidak laku karena rusak atau kedaluarsa
Membutuhkan modal yang besar
8. Jenis barang yang akan dibeli didasarkan atas kebutuhan barang
persediaan
diapotek (berdasarkan buku defekta), penjualan sebelumnya
(perputaran dan kecepatan gerak barang), kebutuhan konsumen dan ramalan permintaan dalam waktu dekat. Data obat etikal dapat dilihat berdasarkan resep, sedangkan obat OTC dapat dilihat berdasarkan kebutuhan penduduk sekitar, musim dan iklan dari media massa. 9. Tanggal Daluarsa. Batas tanggal daluarsa yang pendek (<1 tahun) memiliki resiko kerugian barang rusak yang tinggi. Oleh sebab itu harus ada garansi dari supplier tentang batas maksimal (paling lambat) daluarsa, misalnya paling lambat 6 bulan sebelum batas tanggal daluarsa, dapat ditukar dengan obat yang baru. Pembelian barang harus disesuaikan dengan kondisi apotek, biasanya berdasarkan analisa kebutuhan, jenis kebutuhan, pola penyakit didaerah lokasi apotek, jumlah kebutuhan stok, ruang penyimpanan yang tersedia dan tentu saja kondisi keuangan.
2.7 Prosedur dan cara pembelian
Prosedur pembelian dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Persiapan Mengumpulkan data obat yang akan dipesan dari buku defekta peracikan dan gudang, termasuk obat obat baru yang ditawarkan oleh supplier 2. Pemesanan Menyiapkan surat pesanan (SP) sebanyak minimal 2 rangkap (1 untuk supplier 1 untuk apotek saat menerima barang yang dipesan) 3. Penerimaan Cocokkan barang dan faktur dengan SP kita. Periksa merk, jumlah, harga satuan barang, diskon dan perhitungannya. Catat tanggal kadaluarsa obat dalam buku tersendiri sesuiai urutan tanggal. 4. Penyimpanan: Simpan barang yang datang berdasarkan pengelompokan yang kita buat. Arus barang yang keluar dan masuk sebaiknya mengikuti aturan :
FIFO (first in first out) : barang yang lebih dulu dating lebih dulu keluar
FEFO (first expired first out) : barang yang lebih dulu expired lebih dulu dikeluarkan atau dijual
5. Pencatatan Dilakukan dengan menyalin dari faktur atau daftar obat kedalam buku penerimaan barang, dimana ditulis selain nama supplier, nama obat, jumlah obat, harga satuan, diskon, jumlah harga, nomor urut,tanggal. Tiap hari dijumlah sehingga diketahui berapa banyak hutang tiap harinya kemudian faktur-faktur diserahkan pada tata usaha untuk diperiksa sekali lagi, lalu dibundel dalam map tunggu, menunggu jatuh waktu untuk dilunasi. 6. Pembayaran Bila sudah jatuh tempo, kumpulkan faktur serahkan pada kasir untuk dibayarkan pada supplier.
Pembelian dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : a. Pembelian dalam jumlah terbatas pembelian dilakukan sesuai kebutuhan jangka waktu pendek, misalnya 1 mingu. Pembelian ini dilakukan jika modal terbatas dan PBF berlokasi dekat dengan apotik, misalnya 1 kota dan dapat segera melayani seta obat dapat segera diminum. b. Pembelian secara spekulasi Pembelian dilakukan dalam jumlah lebih besar dari kebutuhan dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon. Cara ini mengandung resiko. c. Pembelian berencana Dilakukan dengan melihat pada kartu stock.sehingga dapat diketahui obat mana yang laku keras dan mana yang lambat, selanjutnya dapat dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan barang item. d. Cara pembelian lebih ekonomis Adalah jumlah/kuantitas barang yang dapat diperole h dengan biaya yang minimal atau sering disebut sebagai jumlah pembelian yang optimal.
2.8 Aspek-aspek penilaian terhadap supplier :
Kemampuan menyediakan
barang sesuai dengan jenis barang dan
jumlah yang dipesan
Kemampuan
supplier
menyerahkan
barang
sesuai
jadwal
yang
ditentukan
Kondisi kualitas barang
Harga dan diskon
Syarat dan waktu pembayaran
Tingkat kerja sama yang diberikan dalam mengatasi permasalahan => permasalahan yang terjadi seperti : penanganan barang rusak, tidak laku atau yang dipesan mendadak.
Kondisi perusahan supplier : status, lokasi, struktur organisasi perusahaan, nilai asset perusahaan, system pengendalian kualitas perusahaan atau apotek lain yang menjadi pelanggan dll.
2.9
Aliran barang keluar :
Adanya permintaan barang keluar disebabkan adanya penjualan baik dengan resep maupun tanpa resep, penjualan bebas kontan atau kredit. Setiap barang keluar harus dicatat dalam kartu stock, untuk keperluan itu disediakan “buku permintaan barang” yang ditulis asisten apoteker dari ruang peracikan. Buku tersebut memuat kolom nama barang, jumlah yang diminta, jumlah yang diberikan, sisa persediaan, dan keterangan.
BAB 3 PERSEDIAAN
3.1 Definisi
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Setiap perusahaan jasa maupun manufaktur selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaanya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan para pelanggannya. Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat.Salah satu kunci sukses pengelolaan persediaan barang di sebuah apotek adalah apotek mampu memenuhi semua permintaan akan obat (baik resep maupun
non
resep),
menjamin hal tersebut
sehingga diperlukan
ratio
penolakannya
perencanaan
yang
0%. sangat
Untuk matang
dapat ada
penumpukan barang (over stock ) atau persediaan habis (out of stock ). Tujuannya adalah supaya perputaran persediaan akan maksimal, resiko over stock dan outof stock diminimalisir sehingga kepuasan pelanggan karena permintaan akan obat selalu terpenuhi. Kepuasan pelanggan akan berimbas kepada loyalitas pelanggan dan juga menambah pelanggan-pelanggan baru. Bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan
untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses
produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang.
3.2 Fungsi persediaan
Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman barang (obat) yang dibutuhkan).
Menghilangkan resiko jika barang yang dipesan tidak baik dan harus dikembalikan.
Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang (inflasi).
Menyimpan barang yang dihasilkan secara musiman atau tidak diproduksi untuk sementara.
Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan kuantitas.
Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang diperlukan.
Mengantisipasi kelonjakan permintaan yang dapat diramalkan.
3.3 Pengendalian Persediaan (Seto, Soerjono., Nita, Yunita., dan Triana, Lily,
2004) Pengendalian persediaan sangat penting bagi apotek, baik besar maupun kecil, karena persediaan obat merupakan harta terbesar dari sebuah apotek. Pengendalian persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh besar terhadap perolehan kembali investasi apotek karena jumlah yang diinvestasikan untuk persediaan obat sangatlah besar. Pengendalian yang efektif dapat memperkecil investasi dari suatu apotek. Pengendalian persediaan obat juga berdampak pada perolehan yang lebih besar atas investasi (untuk suatu laba tertentu). Bila APA dapat menurunkan jumlah persediaan dengan menjual lebih sedikit obat atau dengan menyingkirkan barang/ obat yang tidak mudah dijual, maka akan terjadi juga penurunan modal sendiri dan perolehan kembali atas modal sendiri pun akan meningkat. Sebaliknya bila investasi/ penanaman modal atas persediaan obat/ barang dagangan dinaikkan, peroleh atas modal dengan juga akan menurun. Pengendalian persediaan obat juga penting dalam pelayanan pasien di apotek, di mana suatu apotek harus mempunyai stok yang benar agar dapat melayani pasien atau memenuhi kebutuhan pasien akan obat dengan baik. Apotek harus mempunyai jenis produk yang dibutuhkan pasien dalam jumlah yang dibutuhkan pasien. Bila sebuah apotek umum tidak memiliki persediaan obat yang dibutuhkan pasiennya pada waktu mereka memerlukan, maka apotek tersebut akan kehilangan penjualan. Bila hal seperti ini sering terjadi, maka apotek akan kehilangan pasiennya. Oleh sebab itu, pengendalian persediaan yang efektif adalah suatu pengendalian persediaan yang dapat mengoptimalkan dua tujuan, yakni :
- Memperkecil total investasi pada persediaan obat. - Menjual berbagai produk yang tepat untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan pasien. Tiga pertanyaan yang menjadi dasar pengendalian atau pengawasan terhadap persediaan yakni : - Berapa banyak suatu item obat yang akan dipesan pada suatu waktu tertentu ? - Kapan dilakukan pesanan ulang terhadap item tersebut (terkait dengan frekuensi pesanan ulang) ? - Yang mana dari item-item tersebut yang perlu dilakukan pengawasan atau pengendalian ? Dalam hal ini dilakukan pengendalian jumlah stok untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang paling ekonomis. Bila stok terlalu kecil, maka : - Permintaan pasien sering kali tidak terpenuhi sehingga pasien menjadi tidak puas, hal ini dapat menghilangkan kesematan untuk memperoleh keuntungan. - Untuk tetap dapat memuaskan pasien akan diperlukan tambahan biaya untuk mendapatkan bahan obat dalam waktu yang cepat. Sedangkan bila stok terlalu besar, maka akan terjadi : - Peningkatan biaya penyimpanan - Kemungkinan obat menjadi rusak atau kadaluarsa - Ada risiko bila sewaktu-waktu harga obat atau bahan obat turun.
Parameter – Parameter Pengendalian Persediaan a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering disebut juga permintaan (demand ). Konsumsi rata-rata merupakan jumlah barang yang dipakai (dibeli) dalam satu waktu tertentu Perkiraan konsumsi rata-rata/ permintaan untuk pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan.Walaupun banyaknya permintaan mendatang dapat diprediksi dengan akurat, namun barang yang stockout tetap dapat terjadi apabila salah memperkirakan lead time dari barang tersebut.
b. L ead Ti me
Lead time merupakan rentang waktu yang dibutuhan mulai dari pemesanan sampai dengan penerimaan barang di gudang dari suplier tertentu. Setiap supplier akan memiliki lead time yang berbeda-beda, sehingga harus juga diperhatikan rata-rata lead time untuk masing-masing supplier berdasarkan performance supplier sebelumnya. Yang perlu diukur dalam Lead Time adalah jumlah produk yang disediakan. Lead Time dapat diukur dengan: LT = Konsumsi rata-rata x Waktu tunggu
c. Safety Stock
Safety stock merupakan persediaan obat yang dicadangkan sebagai pengaman untuk memenuhi kebutuhan pasien untuk mencegah terjadinya stockout . .Safety stock ini menjadi sangat penting ketika lead time maupun jumlah permintaan tidak dapat diprediksi atau nilainya berubah-ubah, seperti dalam kasus keterlambatan barang pesanan atau terjadi perubahan jumlah permintaan karena terjadi suatu wabah penyakit tertentu. Untuk barang-barang yang fast moving , safety stock biasanya dihitung dari 20% dari jumlah konsumsi rata-rata, sedangkan untuk barang-barang slow moving , nilai safety stock diperoleh dari 10% dari konsumsi rata-rata.
d. Level persediaan minimum (Reorder level)
Merupakan jumlah sisa persediaan terendah yang masih tersedia yang merupakan penanda perlunya pemesanan ulang. Persediaan minimum ini penting ditentukan agar kontinuitas usaha (pemenuhan kebutuhan pasien akan obat) dapat tetap terjaga. Jika barang yang tersedia kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stockout . Reorder level ini dapat dihitung dengan mengalikan rata-rata lead time dengan rata-rata jumlah konsumsi selama waktu lead time. Stock Min = (LT x C A) + SS
e. Level persediaan maksimum
Merupakan jumlah persediaan yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan hingga pemesanan berikutnya atau dapat juga disebut dengan target stock level . Jika telah mencapai nilai persediaan maksimum ini maka tidak lagi diperlukan pemesanan (selama periode tertentu) untuk menghindari terjadinya stockout . Stock Max = (S Min + (PPxCA) LT = L ead tim e CA = Rata-rata konsumsi perbulan SS = Safety stock PP = Periode pengadaan
f. Posisi persediaan
Merupakan jumlah antara persediaan yang masih tersedia dengan persediaan yang sedang dipesan, dikurangi dengan persediaan yang telah dipesan oleh fasilitas kesehatan lain atau oleh pasien. Posisi persediaan dapat terjadi overstock ataupun stockout .
g. Periode pengadaan
Periode pengadaan ini meliputi waktu antara pemesanan awal hingga waktu pemesanan berikutnya yang telah dijadwalkan. Hal yang harus diperhatikan adalah jumlah yang dipesan ditambah jumlah safety stock harus dapat memenuhi kebutuhan selama periode pengadaan ditambah dengan lead time.
Selain itu perlu juga dihitung: 1. EOQ ( Economic Order Quantity) Yakni suatu perhitungan untuk menentukan jumlah pesanan persediaan yang dapat meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. EOQ dapat dihitung dengan rumus : EOQ =
√
Keterangan : D = permintaan dalam periode waktu tertentu (unit/tahun) S = biaya pemesanan setiap kali pesan (Rp/pesan) H = biaya penyimpanan per unit barang per tahun (Rp/unit.tahun)
TC = H + S TC = Biaya Persediaan
= Persediaan rata-rata = Jumlah (berapa kali) pesanan per periode waktu (jumlah pesanan/tahun) 2. Re Order Point ( ROP / Titik pemesanan) Merupakan suatu titik dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu. Reorder point ini dapat dihitung apabila lead time dan permintaan atau rata-rata konsumsi diketahui dan konstan. ROP = (LT x d) + SS Keterangan : ROP = Reoder point LT = Lead Time d = demand (konsumsi rata-rata) SS = Safety Stock
3. Rasio perputaran sediaan Rasio perputaran (turnover ratio) merupakan ukuran efisiensi suatu apotek dalam mengelola asetnya. Rasio perputaran juga disebut sebagai rasio efisiensi (efficiency ratio) atau rasio penggunaan aset (asset utilizatio ratios). Persamaan yang paling sering digunakan adalah rasio perputaran sediaan (inventory turnover ratio / ITOR) Rasio perputaran sediaan merupakan suatu ukuran yang menilai seberapa cepat sediaan suatu apotek terjual. Rumus untuk rasio perputaran sediaan adalah sebagai berikut:
Harga barang terjual (cost of goods sold) diperoleh dari laporan laba-rugi (income statement ) dan data biaya persediaan rata-rata (average inventory at cost ) didapatkan dari neraca keuangan (balance sheet). Contohnya jika harga barang terjual adalah Rp.120.000.000 per tahun dan biaya persediaan rata-rata selama satu bulan adalah Rp.10.000.000, maka rasio perputaran sediaannya adalah 12.0. dengan kata lain, apotek mampu menjual dan mengganti persediaannya satu bulan sekali. Rasio perputaran sediaan yang rendah (dibawah 6.0) menandakan bahwa persediaan apotek terlalu besar dibandingkan aktifitasnya dan uang tunai yang dapat dimanfaatkan terikat dalam bentuk barang. Rasio perputaraan sediaan yang tinggi biasanya diinginkan karena menandakan bahwa apotek mampu menjual dan mengganti persediaannya dengan efisiensi yang tinggi dan dengan demikian menghasilkan lebih banyak pemasukan dan keuntungan. Walaupun nilai rasio yang tinggi tersebut diinginkan, apoteker harus menjaga agar nilai ITOR tidak terlalu tinggi. Jika nilai ITOR terlalu tinggi (salah satunya akibat biaya persediaan rata-rata terlalu rendah), maka jumlah persediaan barang yang akan dijual di apotek terlalu sedikit dan berisiko terjadinya ketidakmampuan dalam memenuhi permintaan pelanggan.
3.4 Metode Analisis
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan, dan idealnya diikuti dengan evaluasi. Cara atau teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Analisa nilai ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi b. Pertimbangan atau kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik atau terapi c. Kombinasi ABC dan VEN d. Revisi daftar perbekalan farmasi
A. Analisa ABC Alokasi anggaran ternyata didominasi hanya oleh sebagian kecil atau beberapa jenis perbekalan farmasi saja. Suatu jenis perbekalan farmasi dapat memakan anggaran besar karena penggunaannya banyak, atau harganya mahal. Dengan analisis ABC, jenis-jenis perbekalan farmasi ini dapat diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini misalnya dengan mengoreksi kembali apakah penggunaannya memang banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain yang lebih efisiensi biaya, misalnya merek dagang lain, bentuk sediaan lain dan sebagainya. Evaluasi terhadap jenis-jenis perbekalan farmasi yang menyerap biaya terbanyak juga lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap perbekalan farmasi yang relatif memerlukan anggaran sedikit. ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang menunjukkan peringkat atau ranking di mana urutan dimulai dengan terbaik atau terbanyak.
Prosedur: Prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran atau rupiah terbanyak. Urutan langkah sebagai berikut: a) Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan ke dalam jenis-jenis atau kategori, dan jumlahkan biaya per jenis atau kategori perbekalan farmasi. b) Jumlahkan
anggaran
total,
hitung
masing-masing
persentase
jenis
perbekalan farmasi terhadap anggaran total. c) Urutkan kembali jenis-jenis perbekalan farmasi di atas, dimulai dengan jenis yang memakan persentase biaya terbanyak. d) Hitung persentase kumulatif, dimulai dengan urutan pertama dan seterusnya. e) Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70% anggaran total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja). 1.
Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
2.
Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%
3.
Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
Contoh: a) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan jumlah obat dengan harga obat b) Tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil c) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan d) Hitung kumulasi persennya e) Perbekalan Farmasi kategori A termasuk dalam kumulasi 70% f) Perbekalan Farmasi kategori B termasuk dalam kumulasi 71-90% g) Perbekalan Farmasi kategori C termasuk dalam kumulasi 90-100%
B. Analisa VEN Berbeda dengan istilah ABC yang menunjukkan urutan, VEN adalah singkatan dari V = vital, E = esensial, dan N = non-esensial. Jadi melakukan analisis VEN artinya menentukan prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi termasuk vital (harus tersedia), esensial (perlu tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk disediakan). Kriteria VEN yang umum adalah perbekalan farmasi dikelompokkan sebagai berikut: (a)
Kelompok V : Adalah kelompok obat-obatan yang harus tersedia (Vital) karena
dipakai untuk tindakan penyelamatan hidup manusia, atau untuk pengobatan penyakit yang menyebabkan kematian.Obat yang termasuk dalam kelompok ini antara lain, life saving drugs, obat untuk pelayanan kesehatan dasar, dan obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar. (b)
Kelompok E : Adalah kelompok obat-obatan esensial yang banyak digunakan dalam
tindakan atau dipakai diseluruh unit di Rumah Sakit, biasanya merupakan obat yang
bekerja
secara
penyebabpenyakit.
kausal
atau
obat
yang
bekerja
pada
sumber
(c)
Kelompok N : Merupakan obat-obatan penunjang atau pelengkap yaitu obat yang
kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
C. Analisa Kombinasi ABC dan VEN Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat di mana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan. Analisis VEN ABC menggabungkan analisis ABC (PARETO) dan VEN dalam suatu matrik sehingga analisa menjadi lebih tajam. Matrik dapat dibuat sebagai berikut : V
E
N
A
VA
EA
NA
B
VB
EB
NB
C
VC
EC
NC
Barang yang termasuk kategori VA memiliki total nilai yang paling besar dalam penjualan dan sifatnya sangat dibutuhkan oleh pelanggan. Tetapi jika apotik memiliki pelanggan tetap yang membeli obat dalam kategori ini, maka sebaiknya penyediaan sesuai kebutuhan, jika tidak ada pelanggan maka persediaan dalam jumlah yang seminimal mungkin. Untuk VB dan VC juga memiliki nilai kebutuhan yang tinggi, tetapi untuk mengaturnya VC lebih diutamakan lalu VB baru kemudian VA. Selanjutnya obat yang termasuk kategori EA menjadi prioritas pertama untuk penyediaan kemudian EB dan EC. Bila dana masih cukup maka obat yang termasuk kategori NC menjadi prioritas pertama dalam persediaan, selanjutnya NB dan yang paling terakhir dalam prioritas persediaan adalah NA.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., Manajemen Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2001.
Desselle, Shane. 2009. Pharmacy Management: Essentials for All Practice Setting. New York: McGraw-Hill
Quick, Jonathan D. (1997). Managing drug supply : the selection, procurement, distribution, and use of pharmaceuticals. 2 nd ed. Connecticut: Kumarian Press. Hlm.629-639.
Umar, M., Manajemen Apotek Praktis. Jakarta : Kimia Farma. 2005