TUGAS MATA KULIAH ADMISTRASI RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS “QUALITY AND PATIENT SAFETY”
Kelompok 5 IKM-A 2013 1. Fara Lizenda 101311133006 2. Nella Mega 101311133022 3. Elisa Dwi Pertiwi 101311133026 4. Fajar Afrindo 101311133028 5. Nurul Fajriah 101311133039 6. Luluk Mutmainnah 101311133045 7. Dyah Rachma S 101311133175 8. Shinta Arta M 101311133179 9. Khansa Nadra 101311133184 10. Noor Intan R. 101311133186
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1 Latar Belakang...............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2 1.3 Tujuan.............................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4 2.1 Definisi QualityPatient safety........................................................................4 2.2 Konsep Dasar Keselamatan Pasien................................................................5 2.3 Tujuan Keselamatan Pasien............................................................................6 2.4 Dasar Hukum dan Kebijakan.........................................................................6 2.5 Prinsip Keselamatan Pasien...........................................................................7 2.6 Sasaran Dalam Pelaksanaan Keselamatan Pasien..........................................7 2.7 Standart Keselamatan Pasien........................................................................14 2.8 Hambatan Pelaksananan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit....................23 2.9 Upaya peningkatan kualitas dan keselamatan pasien...................................26 2.10 Jenis - jenis Insiden Keselamatan Pasien...................................................30 2.11 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Insiden Keselamatan Pasien...31 2.12 Pelaporan....................................................................................................37 BAB IIIKESIMPULAN.........................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................48
ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan adalah salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit pada pasien. Dalam pengobatan diharapkan pasien dapat sembuh. Upaya yang diberikan meliputi pemeriksaan, diagnose, pemberian obat atau treatment dan pemulihan dari penyakit. Selama dalam masa pengobatan, pasien mendapatkan perawatan dari tenaga kesehatan. Apabila pasien dalam keadaan tidak sadar, perawatan sepenuhnya tergantung pada pihak pemberi. Semua perbuatan pastilah mendatangkan akibat termasuk tindakan pemberian pertolongan di pelayanan kesehatan. Semua bentuk tindakan terhadap pasien pasti memiliki potensi resiko. Contoh dari tindakan yang dilakukan diantaranya pemberian obat, pemasangan alat bantu, pemberian informasi. Banyak faktor yang menyebabkan potensi resiko tersebut terjadi. Kesalahan yang terjadi didalam proses pemberian pelayanan kesehatan ini dapat mengakibatkan cedera atau bahkan kematian. Berdasarkan informasi yang dimuat dalam tempo.com, sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada 182 kasus kelalaian medik yang terbukti dilakukan dokter di seluruh Indonesia. Malpraktek ini terbukti dilakukan dokter setelah melalui sidang yang dilakukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan terhadap pasien terutama tentang keselamatan pasien di rumah sakit kurang mendapatkan kepedulian dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan. Sebagai solusi dari banyaknya kejadian yang tidak diinginkan, setiap rumah sakit harus penerapan standar keselamatan pasien. WHO telah memberikan alternatif bagi masalah keselamatan pasien melalui WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007. Di Indonesia, telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/Viii/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit. Menurut WHO keselamatan pasien adalah suatu upaya pencegahan kesalahan dan efek untuk pasien yang terkait dengan kesehatan yang melibatkan berbagai tindakan perbaikan kinerja, lingkungan keamanan dan manajemen risiko, termasuk pengendalian infeksi, penggunaan obat-obatan,
1
peralatan keselamatan, praktek klinis yang aman dan lingkungan aman perawatan yang aman. Dalam penerapan upaya peningkatan keselamatan pasien pastinya diperlukan dukungan dari berbagai pihak, misalnya pasien tersebut, keluarga, dan tenaga kesehatan di rumah sakit. Apabila ditinjau dari pendekatan sistem, keselamatan pasien adalah suatu sistem. Dalam suatu sistem terdapat subsitem yang saling bekerja sama dan memiliki fungsi yang berbeda. Apabila salah satu tidak menjalankan fungsinya dengan baik maka sistem tersebut akan terganggu. Hal tersebut juga berlaku pada penerapan keselamatan pasien agar efektif.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Quality and Patient Safety? 2. Bagaimana konsep dasar Keselamatan Pasien? 3. Apa tujuan pelaksanaan Keselamatan pasien dalam rumah sakit? 4. Apa dasar hukum yang melandasi Keselamatan pasien di Rumah sakit? 5. Apa prinsip Keselamatan Pasien? 6. Siapa yang menjadi sasaran dalam Keselamatan Pasien? 7. Bagimana standard Keselamatan Pasien? 8. Apa hambatan dalam pelaksanaan keselamatan pasien dalam rumah sakit? 9. Bagaimana upaya peningkatan kualitas dalam keselamatan pasien? 10. Apa jenis-jenis insiden keselamtan pasien dalam rumah sakit? 11. Apa faktor yang berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien? 1.3 Tujuan 1. 2. 3. 4.
Untuk mengetahui pengertian dari quality and patient safety. Untuk mengetahui konsep dasar keselamatan pasien. Untuk mengetahui tujuan pelaksanaan keselamatan pasien. Untuk mengetahui dasar hukum yang melandasi keselamatan pasien di
rumah sakit. 5. Untuk mengetahui prinsip keselamatan pasien. 6. Untuk mengetahui siapa saja yang menjadi sasaran dalam keselamatan pasien. 7. Untuk mengetahui standard keselamatan pasien. 8. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan keselamatan pasien dalam rumah sakit. 9. Untuk mengetahui upaya peningkatan kualitas dalam keselamatan pasien. 10. Untuk mengetahui jenis-jenis insiden keselamatan pasien dalam rumah sakit.
2
11. Untuk mengetahui faktor yanh berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien.
3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Quality And Patient Safety 2.1.1 Quality Menurut Committee on Quality of Health Care in America“ The definition of quality is the degree to which health services for individuals and populations increase the likelihood of desired health outcomes and are consistent with current professional knowledge” Kualitas adalah keseimbangan optimal antara kemungkinan-kemungkinan yang menyadari dan kerangka nilai dan norma-norma." Definisi konseptual ini mencerminkan fakta bahwa kualitas adalah abstraksi dan tidak ada sebagai entitas diskrit. Sebaliknya hal ini dibangun berdasarkan interaksi antara aktor relevan yang setuju tentang standar (norma-norma dan nilai-nilai) dan komponen (kemungkinan). Akreditasi Kanada mendefinisikan kualitas sebagai 'tingkat keunggulan; sejauh mana organisasi memenuhi kebutuhan klien dan melebihi harapan mereka. Kesimpulan
nya
pengertian
kualitas
adalah
upaya
peningktn
dan
pengembangan terkait dengan aspek kemungkinan yang disadari dalam rangka penilaian dan etika, serta sebagai tingkat keunggulan dalam suatu organisasi yang memenuhi kebutuhan klien dan melebihi harapan mereka. 2.1.2 Patient Safety A definition for patient safety has emerged from the health care quality movement that is equally abstract, with various approaches to the more concrete essential components. Patient safety was defined by the IOM as “the prevention of harm to patients.” Emphasis is placed on the system of care delivery that (1) prevents errors; (2) learns from the errors that do occur; and (3) is built on a culture of safety that involves health care professionals, organizations, and patients. The glossary at the AHRQ Patient Safety Network Web site expands upon the definition of prevention of harm: “freedom from accidental or preventable injuries produced by medical care.” 4
The Canadian Patient Safety Dictionary (2003) defines patient safety as “the reduction and mitigation of unsafe acts within the healthcare system, as well as through the use of best practices shown to lead to optimal patient outcomes”. The World Health Organization (WHO) International Classification for Patient Safety defines patient safety as “the reduction of risk of unnecessary harm associated with healthcare to an acceptable minimum. An acceptable minimum refers to the collective notions of given current knowledge, resources available and the context in which care was delivered weighed against the risk of nontreatment”. Patient safety is often considered a component of quality, thus, practices to improve patient safety improve the overall quality of care. The definition of patient safety is The prevention and mitigation of harm caused by errors of omission or commission that are associated with healthcare, and involving the establishment of operational systems and processes that minimize the likelihood of errors and maximize the likelihood of intercepting them when they occur (Angood, 2009). Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1691/MENKES/PER/VIII/2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebakan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Jadi kesimpulan nya keselamatan pasien adalah pencegahan kerugian bagi pasien serta pengurangan dan mitigasi tindakan yang tidak aman dalam sistem kesehatan melalui pelayanan kesehatan yang ditujukkan untuk memberikan hasil secara optimal pada pasien . 2.2 Konsep Dasar Keselamatan Pasien Patientsafety merupakan salah satu upaya yang digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Dimana didalam rumah sakit masih terdapat 3 pondasi pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi :
5
a. Quality Berkaitan dengan kulitas dari pelayanan, tenaga kesehatan (sumber daya manusianya), fasilitas dari perwatan dan peralatan yang ada di rumah sakit. b. Patient safety Merupakan
suatu
sistem
yang
mendorong
rumahsakit
untuk.membuat asuhan pasien yang lebih aman. Dengan adanya patient safety dapat dimaknai bahwa dirumah sakit terdapat sistem
yang
menjamin bahwa asuhan pasien lebih aman. Selain itu patient safety dapat didefinisikan sebagai suatu sistemyang jika diterapkan didalam rumah sakit, diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan dalam melakukan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. c. Legal Adalah segala sesuatu tindakan dan proses yang dilakukan sesuai tatanana aturan yang ada dan berlandaskan hukum yang berlaku. 2.3 Tujuan Keselamatan Pasien Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit (KPRS), tujuan program keselamatan pasien di rumah sakit antara lain : 1. 2. 3. 4.
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
2.4 Dasar Hukum dan Kebijakan Quality and Patient Safety Keselamatan pasien diatur dalam : 1. UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 2. 2. UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 5 ayat (2), Pasal 19, Pasal 54. 3. UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 13 ayat (3), Pasal 32 (e), (n) dan Pasal 43. 4. Permenkes No.1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien. 2.5 Lima Prinsip Keselamatan Pasien
6
Lima Prinsip yang dikemukakan oleh Kohn(2000) dalam rangka merancang safety system di organisasi kesehatan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: 1) Provide Leadership, yaitu: a. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tujuan utama/prioritas b. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tanggung jawab bersama c. Menugaskan seseorang yang bertanggung jawab untuk program keselamatan d. Menyediakan SDM dan dana untuk analisis kesalahan dan redesign system e. Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi “unsafe” dokter 2) Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses, yaitu: a. Merancang pekerjaan untuk keselamatan b. Menyederhanakan proses c. Membyat standar proses 3) Mengembangkan tim yang efektif 4) Antisipasi untuk kejadian tak terduga, yaitu: a. Pendekatan proaktif b. Menyediakan antidotum c. Training simulasi 5) Menciptakan atmosfer “learning” 2.6 Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh KomitE Akreditasi Rumah Sakit. Penyususunan sasaran ini mengacu kepada Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 Tahun 2011 dan Nine Life- Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI) Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/ tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/ tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur/ kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan ketelitian identifikasi pasien. Sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu : 7
1. Untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan. 2. Untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut Petugas harus melakukan identifikasi pasien saat : 1. pemberian obat 2. pemberian darah / produk darah 3. pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis 4. Sebelum memberikan pengobatan 5. Sebelum memberikan tindakan Kebijakan dan prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah. Kebijakan dan prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti : nama pasien, nomor rekam medis dan tanggal lahir gelang identitas pasien. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di rumah sakit, seperti pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat identifikasi. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi efektif yang tepat : waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami oleh pasien , akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan pada saat: 1. Perintah diberikan secara lisan 2. Perintah diberikan melalui telepon
8
3. Saat pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu di Waspadai (high-alert) Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan
terlebih dahulu
sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat – obatan yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan prosedur untuk membuat daftar obat – obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur,Tepat–Pasien Operasi Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim
9
bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak kuat antara anggota tim beda, kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Penandaan lokasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan pada tanda yang mudah dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multiple struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multivel level (tulang belakan). Kebijakan verifikasi praoperatif : 1. Verifikasi lokasi, prosedur,dan pasien yang benar 2. Pastikan bahwa semua dokumen, foto, hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dan dipampang dengan baik 3. Verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan 4. Tahap Time Out (Tahap sebelum insisi): 1. Memungkinkan semua pertanyaan/kekeliruan diselesaikan 2. Dilakukan ditempat tindakan,tepat sebelum dimulai, 3. Melibatkan seluruh tim operasi 5. Pakai surgical safety check-list (WHO . 2009) Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
10
pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum dari WHO Patient Safety. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/ masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Untuk mengurangi risiko parien dari cedera karena jatuh, rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan dengan maksud dan tujuan: 1. Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. 2. Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. 3. Evaluasi : a. Riwayat jatuh, b. Obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol c. Gaya jalan dan keseimbangan d. serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. e. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dll. Langkah - langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh. Langkah - langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak
dari
kejadian
tidak
diharapkan.
Kebijakan
dan/atau
prosedur
dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
11
2.7 Standar Keselamatan Pasien Standar keselamatan pasien sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tahun 2011 meliputi: 1. Hak Pasien Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden. Kriteria dari standar ini meliputi: f. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan. g. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan. h. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden. 2. Mendidik Pasien dan Keluarga Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria dari standar ini adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur. b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan. e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit. f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. 3. Keselamatan Pasien dalam Kesinambungan Pelayanan Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria dari standar ini meliputi:
12
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan,
diagnosis,
perencanaan
pelayanan,
tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit. b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar. c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi
dukungan
keluarga,
pelayanan
keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya. d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif. 4. Penggunaan Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria dari standar ini meliputi: a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan. c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi. d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin. 13
5. Peran Kepemimpinan dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “. b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi c.
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien. d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan e.
keselamatan pasien. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria dari standar ini meliputi: a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien. b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden. c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien. d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan. f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”. g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
14
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut. i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya. 6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas. b. Rumah sakit
menyelenggarakan
pendidikan
dan
pelatihan
yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien. Kriteria dari standar ini meliputi: a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing. b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden. c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. 7. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriteria dari standar ini meliputi: a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien. b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. 15
2.7.1 Standar Keselamatan Pasien Menurut JCI Menurut Joint Commission Internationan Peningkatan Kualitas dan Keselamatan Pasien (Quality Improvement and Patient Safety /QPS) dijabarkan pendekatan menyeluruh terhadap perbaikan mutu dan keselamatan pasien. Untuk memperbaiki mutu secara keseluruhan, perlu secara mengurangi risiko terusmenerus terhadap pasien dan staf. Risiko semacam itu dapat muncul dalam proses klinis maupun lingkungan fisik rumah sakit. Pendekatan ini meliputi: a. Bagaimana memimpin dan merencanakan program perbaikan mutu dan keselamatan pasien b. Bagaimana merancang suatu proses Klinis dan manajerial yang baru dengan baik c. Bagaimana
mengases
seberapa
baiknya
proses
berjalan
melalui
pengumpulan data; d. Bagaimana menganalisis data itu; dan e. Bagaimana menerapkan dan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam proses perbaikan mutu. Program perbaikan mutu dan keselamatan pasien: a. Perlu mendapat dorongan dari pemimpin b. Bertujuan mengubah budaya rumah sakit c. Secara proaktif mengidentifikasi dan mengurangi risiko danvariasinya d. Menggunakan data untuk memfokuskan diri pada masalah-masalah yang menjadi prioritas, dan e. Bertujuan mempertunjukkan terjadinya perbaikan yang berkelanjutan. Mutu dan keselamatan berakar pada pekerjaan sehari-hari setiap profesional perawatan kesehatan dan staf lainnya. Pada saat dokter atau perawat melakukan asesmen tentang kebutuhan pasien dan memberikan perawatan kepadanya, bab ini dapat membantu mereka memahami bagaimana cara membuat perbaikan nyata yang dapat menolong si pasien dan mengurangi risiko yang dihadapi. Demikian pula, para manajer, staf pendukung dan Iain-lain dapat menerapkan standarstandar tersebut dalam pekerjaan sehari-hari untuk memahami bagaimana membuat proses lebih efisien, memanfaatkan sumber daya lebih bijaksana, dan mengurangi risiko-risiko fisik.
16
Ditekankan bahwa upaya terus- menerus merencanakan, merancang, mengukur, menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial harus diatur dengan baik dan membutuhkan kepemimpinan yang jelas agar dicapai hasil maksimal. Pendekatan ini telah memperhitungkan fakta bahwa sebagian besar proses perawatan klinis melibatkan lebih dari satu departemen atau unit dan dapat melibatkan banyak invididu. Pendekatan ini juga memperhitungkan bahwa sebagian besar masalah Klinis dan manajerial itu saling berhubungan. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan proses tersebut harus dipandu dengan kerangka kerja yang menyeluruh baik bagi kegiatan manajemen maupun kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan mutu di rumah sakit; juga dipantau oleh kelompok atau panitia pengawasan perbaikan mutu dan keselamatan pasien. Standar akreditasi internasional ini membahas kegiatan manajerial dan klinis dalam suatu rumah sakit secara mendetail, termasuk kerangka kerja untuk meningkatkan kegiatan tersebut dan mengurangi risiko yang terkait dengan proses-proses yang bervariasi. Dengan demikian, kerangka kerja yang disajikan dalam standar ini tidak hanya sesuai untuk berbagai macam program yang terstruktur tetapi juga sesuai dengan pendekatan terhadap perbaikan mutu dan keselamatan pasien yang sifatnya tidak begitu formal. Kerangka kerja ini juga dapat menggabungkan program pengukuran tradisional, seperti yang berkaitan dengan peristiwa yang tidak terduga (manajemen risiko) dan penggunaan sumber daya (manajemen pemanfaatan). Sejalan dengan waktu, rumah sakit yang mengikuri kerangka kerja tersebut akan dapat a. Mengembangkan dukungan kepemimpinan yang lebih besar untuk program di tingkat rumah sakit b. Melatih dan melibadean lebih banyak staf c. Menetapkan prioritas yang lebih jelas mengenai apa yang harus diukur d. Mengambil keputusan berdasarkan pengukuran data; dan e. Membuat perbaikan atas dasar perbandingan terhadap rumah sakit lain, di tingkat nasional maupun internasional.
17
2.7.2 Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen Penilaian Keselamatan Pasien menurut JCI 1. Mereka yang bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola rumah sakit berpartisipasi
dalam
perencanaan
danpengukuran
program
perbaikan
mutudankeselamatan pasien. a. Pemimpin rumah sakit bekerja sama melaksanakan program perbaikan mutu dan keselamatan pasien. b. Pemimpin menetapkan mana prioritas yang harus diukur dan kegiatan perbaikan serta keselamatan pasien mana yang harus dilaksanakan. c. Pemimpin menyediakan dukungan teknologi dan Iain-lain bagi program perbaikan mutu dan keselamatan pasien. d. Informasi perbaikan mutu dan keselamatan pasien dikomunikasikan kepada staf. e. Staf dilatih untuk berpartisipasi dalam program. Rancangan Proses Klinis dan Manajerial 2. Rumah sakit merancang sistem dan proses, baik yang baru maupun dari hasil modifikasi berdasarkan prinsip-prinsip perbaikan mutu. a. Clinical practice guidelines (pedoman praktik klinis), clinicalpath ways (alur klinis), dan atau protokol klinis digunakan untuk memandu perawatan klinis. Pengumpulan Data untuk Pengukuran Mutu 3. Kepala rumah sakit mengidentifikasi ukuran- ukuran penting dalam struktur, proses, dan hasilkerja rumah sakit untuk digunakan dalam rencana perbaikan mutu dan keselamatan pasien di tingkat keseluruhan organisasi. a) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek penilaian pasien b) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek layanan laboratorium c) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek radiologi dan layanan pencitraan diagnostik d) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek prosedur bedah e) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek antibiotik dan penggunaan obatobatan lainnya f) Pemantauan klinis meliputi pemantauan kesalahan pengobatan dan nyaris celaka. g) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek anestesi dan sedasi yang digunakan
18
h) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek penggunaan darah dan produk darah i) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek ketersediaan, isi, dan penggunaan laporan medis pasien j) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek pengendalian infeksi, pengawasan, dan pelaporan k) Pemantauan klinis meliputi aspek- aspek penelitian klinis l) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek pengadaan persediaan yang rutin diperlukan dan obat- obatan penting untuk memenuhi kebutuhan pasien m) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek pelaporan kegiatan seperti yang diharuskan oleh hukum dan peraturan n) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek manajemen risiko o) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek pemanfaatan manajemen. p) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek harapan dan kepuasan pasien dan keluarganya q) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek harapan dan kepuasan staf r) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek demografi pasien dan diagnosis klinis s) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek manajemen keuangan. t) Pemantauan manajerial meliputi aspek- aspek pencegahan dan pengendalian peristiwa yang membahayakan keselamatan pasien, keluarga, dan staf yang merupakan termasuk tujuan keselamatan pasien internasional. 4. Individu dengan pengalaman yang sesuai, pengetahuan, dan keahlian secara sistematis agregat dan menganalisis data dalam organisasi. a. Frekuensi analisis data sesuai dengan proses yang dipelajari dan memenuhi persyaratan organisasi. b. Proses analisis meliputi perbandingan internal, dengan organisasi lain apabila tersedia, dan dengan standar ilmiah dan praktik yang diinginkan. 5. Organisasi menggunakan proses yang ditetapkan untuk mengidentifikasi dan mengelola kegiatan sentinel. 6. Data dianalisis ketika tren yang tidak diinginkan dan variasi yang jelas dari data. 7. Organisasi menggunakan proses yang ditetapkan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peristiwa yang telah terjadi akhir- akhir ini.
19
8. Meningkatkan
kualitas
dan
keselamatan
yang
akan
dicapai
dan
mempertahankannya. 9. Meningkatkan kegiatan keselamatan yang dilakukan untuk bidang identifikasi yang telah diprioritaskan oleh pemimpin organisasi. 10. Mengidentifikasi sebuah program berkelanjutan dan mengurangi efek samping yang tidak terduga dan risiko keselamatan pasien dan staf yang didefinisikan dan diimplementasikan. 2.8 Hambatan Keselamatan Pasien 2.8.1 Provider dan Manajemen Dalam koridor bisnis maka pelayanan terhadap pasien harus dipilah-pilah, yang manakah pelayanan yang menggambarkan pelayanan dibawah standar, tidak efisien, defektif atau pelayanan yang berlebihan, sehingga pihak manajemen dapat menjalankan program peningkatan kualitas tanpa merugikan rumah sakit, dan tujuan peningkatan kualitas yaitu keselamatan pasien dapat tercapai (Swensen et al. 2013). Dalam hal retorika pihak manajemen berpendapat bahwa peningkatan kualitas harus menjadi prioritas diseluruh sektor layanan kesehatan, tetapi dalam kenyataannya mereka takut bahwa peningkatan kualitas hanyalah akan memberikan pengeluaran biaya yang tidak perlu (Levey et al. 2007). Mereka resisten terhadap perubahan dan masih beranggapan bahwa pelayanan yang saat ini dilakukan adalah sudah aman dan tidak perlu adanya perubahan atau belum perlu peningkatan kualitas layanan. Hambatan lain dari sisi pemimpin dan manajemen adalah tidak adanya SDM yang berkompeten dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan control dari program keselamatan pasien. Peran pemegang program ini penting sebab bertanggungjawab dalam hal upaya peningkatan kualitas layanan secara terus menerus tiap harinya. Ketiadaan atau kurangnya dana sering menjadi penghalang, misalnya dana untuk pelatihan medis ataupun pengenalan teknologi baru, biasanya terjadi pada pelayanan kesehatan kecil dan di pedesaan. Oleh karena itu pemimpin yang diharapkan agar program keselamatan ini berjalan adalah pemimpin yang berwawasan luas dan sangat interes terhadap keselamatan pasien (Akins & Cole 2005).
20
Yang perlu ditekankan bahwa bisnis yang berorientasi pada keselamatan pasien adalah investasi di masa datang dimana rumah sakit akan memiliki ciri khas tersendiri dan mendongkrak reputasi rumah sakit, dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan rumah sakit dalam jangka waktu lama, sehingga sangat mungkin pihak manajemen untuk melaksanakan program ini (Swensen et al. 2013). 2.8.2 Tenaga medis Keterbatasan tenaga medis, baik dalam jumlah dan keahliannya menyebabkan meningkatnya beban kerja dan meningkatkan resiko cedera kepada pasien (Akins & Cole 2005). Kepuasan kerja tenaga medis tergantung dari beberapa variable antara lain 1) kerja yang secara mental menantang. 2) penghargaan atau ganjaran yang pantas. 3) kondisi kerja yang mendukung dan 4) rekan kerja yang mendukung. Semakin puas tenaga kerja maka kualitas pelayanan akan semakin baik (Setyawati & Muchlas 1999). 2.8.3 Pasien Pasien dapat ikut serta dalam upaya peningkatan keselamatan pasien yaitu dengan berperan aktif dalam budaya keselamatan, yaitu dengan cara tahu akan riwayat penyakit dan pengobatan yang mereka terima, mengikuti dan mengontrol proses layanan, identifikasi dan melaporkan komplikasi terapi dan segala yang mereka rasakan yang berhubungan dengan keselamatan jiwa mereka, sehingga dengan begitu angka medical error akan menurun. Partisipasi ini tergantung dari 3 hal yaitu 1) pengetahuan tentang bagaimana cara berpartisipasi, 2) kemampuan berpartisipasi dalam hal ini tergantung dari pengetahuan kognitif pasien, 3) kemauan untuk berpartisipasi. Misalnya kesalahan salah posisi pada operasi, dapat disebabkan oleh karena komunikasi yang gagal antara pasien dan staf medis atau dapat disebabkan kurangnya budaya organisasi (rumah sakit) untuk mendorong keterlibatan pasien dalam pelayanan (Davis et al. 2012). 2.8.4 Pemerintah Pemerintah mempunyai posisi yang unik, yaitu sebagai regulator, provider, pembayar, pendidik, dan sekaligus peneliti dalam upaya penerapan peningkatan kualitas layanan dan keselamatan pasien (Levey et al. 2007). Pemerintah
sebagai regulator sudah mengambil langkah besar dengan
21
mencanangkan akreditasi rumah sakit bahwa sejak 2012 rumah sakit di seluruh Indonesia akan dikreditasi dengan JCI versi KARS, dimana akreditasi ini sangat mengutamakan keselamatan pasien. Kedepan dalam era BPJS pemerintah sebagai pembayar semestinya juga mendukung program ini, masalah-masalah yang mungkin muncul pada era BPJS misalnya adanya pembayaran INA-DRG yang masih jauh dibawah biaya rumah sakit sehingga merugikan rumah sakit semestinya harus dikaji ulang, contoh pada studi kasus RSMH Palembang (Septianis, Misnaniarti & Alwi 2010). 1. Budaya Rumah sakit dimana seluruh staf, pihak pimpinan dan manajemen yang mengerti dan mempunyai persepsi positif terhadap budaya keselamatan pasien rupanya pasien menilai pelayanan mereka lebih baik. Budaya yang harus didukung antara lain komunikasi yang terbuka, adanya feedback dan komunikasi jika ada kesalahan, tidak ada hukuman atau bahkan pemberian hadiah bagi mereka yang melaporkan, budaya pihak manajemen yang selalu mendukung program keselamatan pasien, dan pembelajaran organisasi yang terus menerus (Sorra et al. 2012). Budaya yang sangat kental dan perlu dihilangkan saat ini adalah budaya menyalahkan, menghukum dan mempermalukan orang lain yang mempunyai kesalahan masih merupakan hambatan untuk terciptanya keselamatan pasien. Hal ini berkaitan dengan openes atau keterbukaan melaporkan semua kesalahan yang terjadi. Banyak tenaga kesehatan yang takut akan melaporkan kesalahan sebab takut akan hukuman, misalnya 3 kali melaksanakan kesalahan maka kamu harus keluar, sehingga tidak ada keterbukaan. Suatu kesalahan hendaknya dilihat dari segi sistem, sehingga penanganannya adalah kembali ke sistem dengan cara perbaikan sistem dengan harapan kejadian serupa tidak terulang lagi (Akins & Cole 2005). Sangat banyak sekali hambatan yang akan dilalui oleh program keselamatan pasien untuk berjalan dengan lancar antara lain dari sisi pemilik rumah sakit, pihak direktur dan manajemen, tenaga medis, pasien, dan budaya. Yang harus ditekankan adalah komitmen dari semua stake holder diatas untuk menjalankan program ini, perlu transisi konseptual bahwa peningkatan kualitas
22
layanan dan keselamatan pasien berkorelasi positif terhadap baik pelayanan rumah sakit, kepuasan pasien dan peningkatan pendapatan rumah sakit. Dan berusaha merubah budaya yang tidak sesuai menjadi budaya yang sesuai dengan prinsipprinsip keselamatan pasien. 2.9
Upaya Peningkatan Kualitas dan Keselamatan Pasien
2.9.1 Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus mendesign (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktorfaktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ” Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit” Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut : 1. Bangun Kesadaran akan Nilai Keselamatan Pasien Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah penerapan: A. Bagi Rumah Sakit : a. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang mejabarkan apa yang harus dilakukan staf segera
setelah terjadi insiden, bagaimana
langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dandukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga b. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individualbilamana ada insidenTumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit. c. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien. B. Bagi Unit/Tim : a. Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
23
b. Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka
dan
terjadi
proses
pembelajaran
serta
pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat. 2. Pimpin dan Dukung Staf Anda Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit anda. Langkah penerapan: A. Untuk Rumah Sakit : a. Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien b. Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi ”penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien c. Prioritaskan
Keselamatan
Pasien
dalam
agenda
rapat
Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit d. Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya. B. Untuk Unit/Tim : a. Nominasikan ”penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien b. Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien c. Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden. 3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Langkah penerapan: A. Untuk Rumah Sakit : a. Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan Staf b. Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit c. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien. 24
B. Untuk Unit/Tim : a. Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan
Pasien
guna
memberikan
umpan
balik
kepada
manajemen yang terkait b. Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit c. Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambil lah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut d. Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit. 4. Kembangkan Sistem Pelaporan Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS). Langkah penerapan : A.
Untuk Rumah Sakit : a. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar, yang harusdilaporkan ke KPPRS - PERSI. B. Untuk Unit/Tim : a. Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadidan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yangpenting. 5. Libatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. Langkah penerapan : A. Untuk Rumah Sakit : a. Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya b. Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden c. Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya. B. Untuk Unit/Tim : a. Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden
25
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat c. Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya 6. Belajar dan Berbagi Pengalaman tentang Keselamatan Pasien Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Langkah penerapan: A. Untuk Rumah Sakit : a. Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapatdigunakan untuk mengidentifikasi penyebab b. Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi. B. Untuk Unit/Tim : a. Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden b. Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilahpengalaman tersebut secara lebih luas. 7. Cegah Cedera melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Langkah penerapan: A. Untuk Rumah Sakit : a. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat b. Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien. c. Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS - PERSI e. Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan B. Untuk Unit/Tim :
26
a. Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman. b. Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya. c. Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan. Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumahsakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak.Pilih langkahlangkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda metoda lainnya. 2.10 Jenis – jenis Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Permenkes No. 1691 Tahun 2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, insiden kesalamatan pasien terdiri dari : 1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suau tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian tersebut dapat terjadi di semua tahapan dalam perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan (Reason, 1990 dalam To Err Is Human : Building A Safaer Health System) 2. Kejadian Tidak Cerdera (KTC) Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan cedera. 3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi, staf lain mengetahuii dan membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien. 4. Kejadian Potensial Cedera (KPC)
27
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insisden. Misalnya obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan berdekatan. 5. Kejadian Sentinel Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya amputasi pada kaki yang salah) sehingga pencarian faktafakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prsedur yang berlaku. 2.11 Faktor-faktor yang berpangaruh terhadap insiden Keselamatan Pasien The Institute of Medicine’s (IOM’s), melalui laporannya yang berjudul To Err is Human : Building a Safer Health System yaitu : “Health care is composed of large set of interacting system-paramedic, and emergency, ambulatory, impatient care, and home health care; testing imaging laboratories; pharmacies; and so fort-that are coupled in loosely connected but intricate network of individuals, teams; procedures, regulations, communications, equipment, and devices that function with diffused management in a variable and uncertain environment. Physicians in community practice may be so tenuously connected that they do not even view themselves as part of the system of care” Laporan tersebut menekankan bahwa yang meningkatkan pencegahan terhadap insisden (adverse event) adalah berupa factor yang sistemik, artinya, tidak hanya berasal dari kinerja seorang perawat, dokter, atau tenaga kesehatan lain (Sanders M et al, 1993). Laporan tersebut juga member perhatian pada factor komunitas manusia yang terlibat pada masalah pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan pasien dihasilkan dari interaksi atau kecenderungan dari beberapa faktor yang diperlukan kecuali beberapa fkator yang tidak sesuai. Kekurangan pada faktorfaktor tersebut terlihat paa system, telah lama ada sebelum terjasi suatu insiden. Yang menjadi poin penting adalah pada pemahaman bahwa ada kebutuhan untuk menyadari dan memahami fungsi dari banyaknya sistem yang masing-masing berkaitan 28
dengan setiap penyedia layanan kesehatan dan bagaimana kebijakan serta tindakan yang diambil pada suatu bagian (dalam system tersebut) akan berdampak pada keamanan, kualitas, dan efisiensi pada sistem bagian lainnya. Sebuah istilah yang dikenal dalam bidang keselamatan pasien adalah setiap system secara sempurna dirancang untuk meraih hasil yang didapatkan (Henrisken et al, 2008). Istilah tersebut dipopulerkan oleh seorang dokter. Donald Berwick dari Institut Pengembangan Pelayanan Kesehatan, yang sangat fokus pada dasar system. Dengan perspektif system, fokus adalah pada interkasi dan kebergantungan diantara banyak komponen (yang membentuk sistem) dan tidak berarti hanya komponen di dalam system tersebut saja. Beberapa peneliti telah mengusulkan beberpaa model system dengan faktor. Berikut ini adalah pertandingan elemen-elemen model pada system sosioteknikal. Tabel 2.1 Model Sistem Sosioteknikal Authors Henriksen, Kaye, Morisseau 1993
Vincent, 1998
Carayon, Smith 2000
Elemen model/ Faktor-faktor pada model sistem 1. Karakteristik Individu 2. Sifat Dasar Pekerjaan 3. Interaksi antara sistem dan 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5.
manusia Lingkungan Fisik Lingkungan Sosial/organisasi Manajemen Lingkungan Eksternal Karakteristik Pasien Faktor Pekerjaan Faktor Indvidu Lingkungan Kerja Faktor Manajemen dan Organisasi Manusia Teknologi dan Perangkat Lingkungan Fisik Target Organisasi Proses Pelayanan
Pendekatan sistem memberikan perspektif yang luas dalam mencari solusi dalam lingkungan secara fisik dan budaya. Sebagai contoh yaitu bagaimana pengaturan unit, prosedur pelayanan kesehatan, transfer pengetahuan oleh
29
organisasi (organizational knowledge transfer), kesalahan teknis, kurangnya kebijakan dan prosedur, komunikasi antar tim dan isu dalam ketenagaan mempengaruhi sesorang individu dalam memberikan layanan yang aman dan berkualitas. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka akan menghasilkan error atau kesalahan (Carayon, 2003). Menurut carayon (2003), tipe eror dan bahaya dapat terklarifikasi menurut domain atau kejadian dalam spectrum pelayanan
kesehatan. Akar
permasalahn dari bahaya teridentifikasi menurut definisi berikut yaitu : a. Latent Failure yaitu melibatkan pengambilan keputusan yang mempengaruhi kebijakan, prosedur organisasi dan alokasi sumber daya. b. Active Failure yaitu kontak langsung dengan pasien c. Organizational Failure yaitu kegagalan secara tidak langsung yang melibatkan manajemen, budaya, organisasi, proses/protocol, transfer pengetahuan dan faktor eksternal. d. Technical Failure yaitu kegagalan secara tidak langsung dari fasilitas atau sumber daya eksternal. Depkes (2008) mengungkapkan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien adalah : faktor eksternal/luar rumah sakit, faktor organisasi dan manajemen, faktor lingkungan kerja, faktor tim, faktor petugas dan kinerja, faktro tugas, faktor pasien, dan faktor komunikasi. Sementara itu Agency for Healthcare Research and Quality/AHRQ (2003) mengatakan bahwa faktor yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien adalah : komunikasi, arus informasi yang tidak adekuat, masalah SDM, hal-hal yang berhubungan dengan pasien, transfer pengetahuan di rumah sakit, alur kerja, kegagalan teknis, kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Bagan (gambar 2.1) di bawah ini menunjukkan komponen-komponen atau faktor –faktor yang perlu dipahami tentang dasar terjadinya adverse event atau insiden keselamatan pasien. Bagan tersebut menunjukkan bagaimana setiap faktor berinteraksi satu sama lain. Ketika faktor-faktor tersebut berfungsi secara bersamaan akan terbentuk barrier atau sistem pertahanan terhadap insiden keselamatan pasien yang sebenarnya dapat dicegah. Namun, apabila terdapat kekurangan atau ketidaksesuaian pada komponen tersebut
30
dan satu sama lain bergerak terpisah maka hal itulah yang menjadi kekurangan sistem sehingga adverse event dapat terjadi (Henrisken et al, 2008). Bagan di bawah ini juga menunjukkan akar permasalahan sampai penyebab langsung terjadinya insiden keselamatan pasien. Meski tersusun secara bertingkat, setiap faktor tersebut tetap memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien, seperti terlihat pada gambar 2.1
Kekurangan yang terjadi akibat tidak berfungsinya komponen-komponen sistem pertahanan tersebut menggambarkan “holes” atau “lubang-lubang” pada tiap lapisan pertahanan sehingga kondisi yang demikian membentuk apa yang lebih dikenal sebagai model “Swiss Cheese”
31
Pada pelayanan kesehatan, kesalahan ‘aktif’ dapat disebabkan oleh beberapa pelaku pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, teknisi, dan lain-lain, yang berada pada pelaksanaan atau tindakan, bertanggung jawab pada pasien hingga pada ujung tajam (gambar 2.3) (Cook R et al, 1994). Kondisi laten adalah faktor potensial yang tersembunyi dan tertidur dalam sistem pelayanan kesehatan, faktor potensial ini terdapat atau terjadi pada hulu di tingkatan yang lebih terpencil, jauh dari ujung aktif (Henriksen Kerm et al, 2008)
Kondisi lebih
laten
terorganisir,
semacam
ini
kontekstual, dan
berdifusi pada dasar bagan atau sistem yang terkait dijuluki ujung tumpul. Penampakkan antara kondisi laten dan kesalahan aktif pada gambar diatas menunjukkan bahwa perawat, yang merupakan pemberi layanan kesehatan yang akhir berinteraksi dengan psien, adalah batas terakhir dari pencegah insiden keselamatan pasien (medical error) dan karenanya paling rentan. Dengan demikian, perawat dapat mewarisi kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omssion) oleh orang/petugas lain yang berperan dalam sistem pelayanan kesehatan (Reason J, 1990). Dengan demikian pula, dapat disimpulkan bahwa potensi yang menyebabkan insiden keselamatan pasien sebenarnya sudah ada atau terjadi jauh sebelum dilakukannya pelayanan kesehatan pada pasien dan perawat merupakan barrier terakhir dari terjadinya insiden tersebut pada pasien. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien yang disampaikan oleh Carayon & Smuth (2000), AHRQ (2003), Vincent (1998), dapat disimpulkan meliputi : 1. Karakteristik Individu 2. Sifat Dasar Pekerjaan 3. Faktor Lingkungan Fisik 4. Faktor interaksi antara sistem dan manusia
32
5. 6. 7.
Faktor Organisasi dan Lingkungan Sosial Faktor Manajemen Lingkungan Eksternal
2.12 Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran. Sistem pelaporan insiden dilakukan secara internal di rumah sakit dan eksternal kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sampai terbentuknya Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam Pasal 17 permenkes no 1691 tahun 2011 ayat (1) menyatakan “Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada dan dibentuk oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) masih tetap melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit belum terbentuk” Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden keselamatan pasien eksternal KKP-RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi Potensial cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi pada pasien, dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya. Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu paling lambat 2×24 jam sesuai format laporan. TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit. Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai format laporan yang ditentukan.
33
Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonym (tanpa identitas), tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan yang sampaikan oleh rumah sakit. Empat Prinsip Penting Pelaporan Insiden: 1.
Fungsi utama pelaporan Insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan Pasien melalui pembelajaran dari kegagalan/ kesalahan.
2.
Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor
3.
Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respons yang konstruktif. Minimal memberi umpan balik ttg data KTD & analisisnya. Idealnya, juga menghasilkan rekomendasi utk perubahan proses/SOP dan sistem.
4.
Analisis yang baik & proses pembelajaran yang berharga memerlukan keahlian/keterampilan.
Tim
KPRS
perlu
menyebarkan
informasi,
rekomendasi perubahan, pengembangan solusi. Karakteristik laporan: 1.
Bersifat tidak menghukum: Pelapor bebas dari rasa takut dan pembalasan dendam atau hukuman sebagai akibat laporannya
2.
Rahasia: Identitas pasien, pelapor dan institusi disembunyikan
3.
Independen: sistem pelaporan yang independen bagi pelapor dan organisasi dari hukuman.
4.
Expert analysis: laporan di evaluasi oleh ahli yang menguasai masalah klinis dan telah terlatih untuk mengenal penyebab system yang utama.
5.
Tepat
waktu:
Laporan
dianalisa
segera
dan
rekomendasinya
didesiminasikan secepatnya, khususnya bila terjadi bahaya serius.
34
6.
Orientasi sistem: Rekomendasi lebih berfokus kepada perbaikan dalam system, proses, atau produk daripada terhadap individu
7.
Responsif: Lembaga yang menerima laporan merupakan lembaga yang punya kapasitas memberikan rekomendasi.
35
BAB 3 KESIMPULAN 1.
Keselamatan pasien adalah pencegahan kerugian bagi pasien serta pengurangan dan mitigasi tindakan yang tidak aman dalam sistem kesehatan melalui pelayanan kesehatan yang ditujukkan untuk memberikan hasil secara
optimalpada pasien. 2. Keselamatan pasien adalah pencegahan kerugian bagi pasien serta pengurangan dan mitigasi tindakan yang tidak aman dalam sistem kesehatan melalui pelayanan kesehatan yang ditujukkan untuk memberikan hasil secara optimal pada pasien . 3. Konsep dasar keselamatan pasien meliputi Quality, Patient safety, dan 4.
legal. Tujuan keselamatan pasien adalah terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit, menurunnya KTD di rumah sakit, dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
5.
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan. Dasar Hukum dan Kebijakan Quality and Patient Safety diatur dalam UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 2 ,UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 5 ayat (2), Pasal 19, Pasal 54 , UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 13 ayat (3), Pasal 32 (e), (n) dan Pasal 43 dan
6.
Permenkes No.1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien. Lima prinsip keselamatan pasien yaitu Provide Leadership, memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses, mengembangkan tim yang efektif, antisipasi untuk kejadian tak terduga, dan
7.
menciptakan atmosfer “learning”. Sasaran Keselamatan Pasien meliputi ketepatan identifikasi pasien, peningkatan keamanan obat yang perlu di waspadai (high-alert) , kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat–pasien operasi ,pengurangan risiko infeksi
8.
terkait pelayanan kesehatan , dan pengurangan risiko pasien jatuh. Standart keselamatan pasien dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 tahun 2011 meliputi hak pasien, mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan, penggunaan metode peningkatan
36
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien , peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. 9. Hambatan keselamatan pasien antara lain dari aspek provider dan manajemen, tenaga medis, pasien, dan pemerintah . 10. Upaya peningkatan kualitas dan keselamatan pasien yaitu bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien , pimpin dan dukung staf anda, integrasikan aktivitas pengelolaan risiko , kembangkan sistem pelaporan , libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, serta cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. 11. Jenis – jenis Insiden Keselamatan Pasien menurut Permenkes No. 1691 Tahun 2011 terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) , Kejadian Tidak Cerdera (KTC) , Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera (KPC) , serta Kejadian Sentinel. 12. Faktor-faktor yang berpangaruh terhadap insiden Keselamatan Pasien yang disampaikan oleh Carayon & Smuth (2000), AHRQ (2003), Vincent (1998), meliputi karakteristik individu , sifat dasar pekerjaan, faktor lingkungan fisik , faktor interaksi antara sistem dan manusia , faktor organisasi dan lingkungan sosial , faktor manajemen, lingkungan eksternal. 13. Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran.
37
DAFTAR PUSTAKA
AHRQ. 2009. 10 Patient Safety Tips For Hospital. USA: AHRQ Publications available at www.ahrq.gov/ Diakses pada 30 November 2014 Akins, RB & Cole, BR. 2005. 'Barriers to Implementation of Patient Safety Systems in Healthcare Institutions: Leadership and Policy Implications'. Journal of Patient Safety, vol. 1, no. 1, pp. 9-16. Davis, RE, Sevdalis, N, Jacklin, R & Vincent, CA. 2012. 'An examination of opportunities for the active patient in improving patient safety', J Patient Saf, vol. 8, no. 1, pp. 36-43. Depkes RI. 2006. Panduan Nasional Keselamatan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 2008. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Joint Commission International. 2007. Accreditation Standards For Hospitals Third Edition. Kristiawati. 2011. Management Keselamatan Pasien. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Levey, S, Vaughn, T, Koepke, M, Moore, D, Lehrman, W & Sinha, S. 2007. 'Hospital Leadership and Quality Improvement: Rhetoric Versus Reality', Journal
of
Patient
Safety,
vol.
3,
no.
1,
pp.
9-15
0.1097/PTS.0b013e3180311256. Nursalam. 2010. Patient Safety : Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan. Surabaya : Kencana Pustaka Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Septianis, D, Misnaniarti & Alwi, M. 2010. 'Perbandingan biaya pelayanan tindakan
medikoperatif
terhadap
tarif
INA-DRG
pada
program
38
JAMKESMAS di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang', Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, vol. 13, no. 3, pp. 133-9. Setyawati, RH & Muchlas, M. 1999. 'Hubungan kepuasan kerja, kualitas dan kecenderungan perilaku dokter spesialis merawat pasien di instalasi rawat utama RSUP Fatmawati', Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, vol. 2, no. 3, pp. 135-42. Sorra, J, Khanna, K, Dyer, N, Mardon, R & Famolaro, T. 2012. 'Exploring relationships between patient safety culture and patients' assessments of hospital care', J Patient Saf, vol. 8, no. 3, pp. 131-9. Swensen, SJ, Dilling, JA, Mc Carty, PM, Bolton, JW & Harper, CMJ. 2013. 'The Business Case for Health-Care Quality Improvement', Journal of Patient Safety, vol. 9, no. 1, pp. 44-52 10.1097/PTS.0b013e3182753e33. WHO. 2013. Patient safety, about us World Health Organization. Retrieved 29 Mei 2013, from http://www.who.int/
39