KATA PENGANTAR
Asslamualaikum wr wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Paradima “ Paradima Pendidikan Kewarganegraan ” ini dengan tepat waktunya. Kami mengucapkan mengucapkan terimakasih kepada semua pihak pihak yang yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak kami sebutkan satu per satu. Penulis sudah berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin, akan tetapi penulis penulis menyadari menyadari kesalahan dan kealfaan, makalah ini masih masih jauh jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna membangun demi kesempurnaan penulisan makalah kami selanjutnya.
Pekanbaru,25 september 2017
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan merupakan citizenship education atau education for citizenship, yang mencakup pendidikan kewargangaraan di dalam lembaga pendidikan formal dan di luar sekolah baik yang berupa program penataran atau at au program lainnya lainn ya yang dirancang atau sebagai dampak pengiring dari program lainnya yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warganegara Indonesia yang cerdas dan baik. Pendidikan demokrasi sebagai tatanan konseptual yang menggambarkan keseluruhan upaya sistematis dan sistemik untuk mengembangkan cita-cita, nilai, prinsip, dan pola perilaku demokrasi dalam diri individu warganegara, dalam tatanan iklim yang demokratis, sehingga pada gilirannya kelak secara bersama-sama dapat memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani Indonesia yang demokratis. 1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Paradigma? 2. Apa pengertian dari Pendidikan? 3. Apa pengertian dari kewarganegaraan? 4. Apa pengertian dari Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan? 1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang pengertian dari Kewarganegaraan dan Pendidikan, serta bagaimana perkembangan pendidikan di Negara kita yaitu Negara Indonesia. Selain memperdalam pengertiannya,juga untuk memperluas ilmu pengetahuan
kita dalam dunia Kewarganegaraan dan dunia Pendidikan,bagaimana Pendidikan pada jaman dulu dibandingkan dengan jaman sekarang.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962), dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas re alitas sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Definisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan. Norman K. Denzin membagi paradigma kepada tiga elemen yang meliputi; epistemologi, ontologi, dan metodologi. Epistemologi mempertanyakan tentang bagimana cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan antara peneliti dengan pengetahuan. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan dasar tentang hakikat realitas. Metodologi memfocuskan pada bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan. Dari definisi dan muatan paradigma ini, Zamroni mengungkapkan tentang posisi paradigma sebagai alat bantu bagi ilmuwan untuk merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan; (1) apa yang harus dipelajari; (2) persoalan-persoalan apa yang harus dijawab; (3) bagaimana metode untuk menjawabnya; dan (4) aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh.
2.2 Pengertian Pendidikan
Manusia sejak lahir ke dunia sudah mendapatkan pendidikan hingga ia masuk ke bangku sekolah. kata pendidikan sudah tidak asing lagi ditelinga, karena semua manusia yang hidup pasti membutuhkan pendidikan, agar tujuan
hidupnya tercapai dan dapat menghilangkan menghilangkan kebodohan. Menurut KBBI kata pendidikan secara berasal dari kata “didik” dengan mendapatkan imbuhan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti cara, proses atau perbuatan mendidik.
Kata pendidikan secara bahasa berasal dari kata “pedagogi” yakni “paid” yang berarti anak dan “agogos” yang berarti membimbing, jadi pedagogi adalah ilmu dalam membimbing anak. Sedangkan secara istilah definisi pendidikan ialah suatu proses pengubahan sikap dan prilaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia atau peserta didik melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Adapun pengertian-pengertian atau definisi pendidikan menurut pakar dibidangnya antara lain:
1. Prof. H. Mahmud Yunus: Yang dimaksud pendidikan ialah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan citacitanya yang paling tinggi. Agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.
2. Prof. Dr. John Dewey: Menurutnya pendidikan merupakan suatu proses pengalaman. Karena kehidupan merupakan pertumbuhan, maka pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin manusia tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan adalah proses penyesuaian pada setiap fase dan menambah kecakapan dalam perkembangan seseorang melalui pendidikan.
3. M.J. Langeveld: Pendidikan merupakan upaya dalam membimbing manusia yang belum dewasa kearah kedewasaan. Pendidikan adalah suatu usaha dalam menolong anak untuk melakukan tugas-tugas hidupnya, agar mandiri dan
bertanggung jawab secara susila. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha untuk mencapai penentuan diri dan tanggung jawab.
4. Prof. Herman H. Horn: Beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.
5. Driyarkara: Pendidikan diartikan sebagai suatu upaya dalam memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf yang insani.
6. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Pendidikan yaitu sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. diperolehnya.
7. Ki Hajar Dewantara: Menurutnya pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia
dan
anggota
masyarakat
dapat
mencapai
keselamatan
dan
kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
8. Stella van Petten Henderson: Pendidikan yaitu suatu kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan perkembangan insani dengan warisan sosial.
9. Kohnstamm dan Gunning: Pendidikan merupakan suatu pembentukan hati nurani manusia, yakni pendidikan ialah suatu proses pembentukan dan penentuan diri secara etis yang sesuai dengan hati nurani.
10. Horne: Menyatakan bahwa pendidikan adalah proses yang dilakukan secara terus menerus dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan mentalnya.
11. Frederick J. Mc Donald: mengemukakan pendapatnya bahwa pendidikan ialah suatu proses yang arah tujuannya adalah merubah tabiat manusia atau peserta didik.
12. Ahmad D. Marimba: Mengemukakan bahwa pendidikan ialah suatu proses bimbingan yang dilaksanakan secara sadar oleh pendidik terhadap suatu proses perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, yang tujuannya agar kepribadian peserta didik terbetuk dengan sangat unggul. Kepribadian yang dimaksud ini bermakna cukup dalam yaitu pribadi yang tidak hanya pintar, pandai secara akademis saja, akan tetapi baik juga secara karakter.
13. Carter V. Good: Mengartikan pendidikan sebagai suatu proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakat. Proses dimana seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yang terpimpin khususnya didalam lingkungan sekolah sehingga dapat mencapai kecakapan sosial dan dapat mengembangkan kepribadiannya.
15 Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli
14. Ensiklopedi Pendidikan Indonesia: Menjelaskan mengenai pendidikan, yaitu sebagai proses membimbing manusia atau anak didik dari kegelapan, ketidaktahuan, kebodohan, dan kecerdasan pengetahuan.
15. UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003: Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri,berakhlak mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.
Dari beberapa pengertian tersebut tentang definisi pendidikan, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah bimbingan yang diberikan kepada anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya untuk mencapai tingkat kedewasaan dan bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan, membentuk karakter diri, dan mengarahkan anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai usaha sadar yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik dalam belajar melalui suatu kegiatan pengajaran, bimbingan dan latihan demi peranannya peranannya dimasa yang akan datang.
2.3 Pengertian Kewarganegaraan
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya. dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality).
Yang
membedakan
adalah
hak-hak
untuk
aktif
dalam
perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam
politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.
2.4 Pengertian Paradigma Pendidikan Kewarganegraan
Pendidikan kewarganegaraan ( civic
education )
mengembangkan paradigma
pembelajaran demokratis, yaitu orientasi pembelajaran yang menekankan pada upaya pemberdayaan mahasiswa sebagai bagian warga negara indonesia secara demokratis. Dengan orientasi ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar mengetahui pengetahuan tentang kewarganegaraan tetapi juga mamu mempraktikkan
pengetahuanyang
mereka
peroleh
perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan (civic
selama
education )
mengikuti
dalam kehidupan
sehari – sehari – hari. hari. Secara pedagogis, paradigm tersebut berbeda dengan paradigm feodalistis dengan cirinya yang dogmatic, indoktrinatif, dan bahkan otoriter. Paradigm Demokratis dalam proses pendidikan kewarganegaraan ini dalam implementasinya adalah suatu proses pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subjek daripada objek pembelajaran, sementara pengajar (dosen dan guru) berperan sebagai fasilisator atau mitra belajar peserta didik dalam seluruh proses pembelajaran dikelas. Sejalan dengan aradigma ini, materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan inni disusun berdasarkan pada kebutuhan endasar dan universal warga Negara yang semakin kriti dan saling terkait sama dengan yang lainnya. Diharapkan melalui Penddikan Kewarganegaraan ini pesertadidik dapat menjad warga Negara Indonesia yang tidak hanya baik tetapi juga kritis,aktif, cerdas, solutif dan mempunyai pengetahuan (well informed) kewarganegaraan yang mumpuni. Tujuan
dariparadigma demokratis ini adalah sebagai upaya pembelajran yang diarahkan agar eserta didik tidak hanya mengetahui sesuatu (learning to know), melainkan dapat belajar untuk menjadi (learning to be) manusia yang bertanggung jawab sebagai individu, dan makhluk social serta belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do) yang didasari oleh pengetahuan yang dimilikinya. Melalu pola pembelajaran tersebut diharapkan mahasiswa dapat dan siap untuk belajar hidup bersama (learning to live together) dalam kemajemukan Indonesia dan dunia.
2.5 Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Membentuk masyarakat Indonesia baru yaitu yaitu masyarakat madani Indonesia Indonesia tentunya memerukan berbagai paradigm baru. Paradigma lama tidak memadai lagi.suatu masyarakat yang demokratis tentunya memerlukan bebagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis.
Masyarakat yang tertutup, yang yang sentralistik, yang mematikan
inisiatif berpikir manusia bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan. Pada dasarnya paradigm pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global. Paradigm tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis. Oleh sebab itu, penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik baik didalam manajemen maupun didalam penyusunan kurikulum harus diubah dan disesuaikan kepada tuntutan penddikan yang demokratis. Demikian pula di dalam menghadapi kehidupan global yang kompetitif
dan
inovatif,
maka
proses
pendidikn
haruslah
mampu
mengembangkan kemampuan untuk berkompetisi di dalam kerja sama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas. Demikian pula paradigm pendidikan baru bukanlah mematikan kebhinekaan malahan mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat dan bangsa Indonesia.
Paradigm baru pendidikan nasional haruslah dituangkan dan dijabarkan didalam berbagai program pengembangan penddikan nasional secara bertahap dan berkelanjutan. 2.6 Civic Menjadi PKN, PMP, Kewiraan, PPKn, PKn,dn Kembali PPKn
Civics mulua-mula mulua-mula dipelajari AS n1790. Civics digunakan digunakan oleh bangsa bangsa Amerika Serikat untuk menyatukan bangsa Amerika Serikat yang terdiri dari berbagai suku bangsa (imigran Asia, Eropa, afrika, Australia dll) yang dating, hidup dan menetap di AS. Istilah menyatukan bangsa AS tersebut dikenal dengan istilah “theory of Americanization”. Americanizat ion”. Civics untuk menyatukan bangsa
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pas al 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat: a. Pendidikan Pancasila b. Pendidikan Agama Islam c. Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan diejawantahkan salah satunya melalui mata kuliah Kewiraan yang diimplementasikan sejak UU No. 2/1989 diberlakukan sampai rezim orde baru runtuh.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan politik dari era otoriterian ke era demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan melalui mata kuliah Pendidika Kewiraan dianggap sudah tidak relevan dengan semangat reformasi dan demokratisasi.
PARADIGMA PENDIDIKAN KEWARGAAN (CIVIC EDUCATION)
Paradigma pendidikan dalam konteks suatu bangsa (nation) akan menunjukkan bagaimana proses pendidikan berlangsung dan pada tahap berikutnya akan dapat meramalkan kualitas dan profil lulusan sebagai hasil dari proses pendidikan. Paradigma pendidikan terkait dengan 4 (empat) hal yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan, yaitu peserta didik (mahasiswa),
dosen, materi dan manajemen pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan (praksis), paling tidak terdapat dua kutub paradigma pendidikan yang paradoksal, yaitu: Paradigma Feodalistik Paradigma Feodalistik mempunyai asumsi bahwa lembaga le mbaga pendidikan (Perguruan Tinggi) merupakan tempat melatih dan mempersiapkan peserta untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, peserta didik (siswa dan mahasiswa), ditempatkan sebagai objek semata dalam pembelajaran, sedangkan dosen sebagai satu-satunya sumber ilmu, kebenaran dan informasi, berprilaku otoriter dan birokratis. Materi pembelajarn disusun secara rigid sehingga memasung kreativitas peserta didik (mahasiswa) dan dosen. Sementara itu, manajemen pendidikan termasuk manajemen pembelajaran bersifat sentralistik, birokratis dan monolitik. Dalam penerapan strategi pembelajarannya, sangat dogmatis, indoktrinatif dan otoriter. Paradigma Feodalistik dalam praksis pendidikan telah berlangsung cukup lama dalam dunia pendidikan nasional mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Paradigma Humanistik Paradigma Humanistik mendasarkan pada asumsi bahwa peserta didik adalah manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam pandangan ini peserta didik (mahasiswa) ditempatkan sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran, sementara dosen diposisikan sebagai fasilitator dan mitra dialog dial og peserta didik. Materi pembelajaran yang disusun berdasarkan pada kebutuhan dasar (basic needs) peserta didik, bersifat fleksibel, dinamis dan fenomenologis sehingga materi tersebut bersifat kontekstual dan memiliki relevansi dengan tuntutan dan perubahan perubahan sosial. Model materi pembelajaran tersebut mendorong terciptanya kelas pembelajaran yang hidup (life classroom) yang dalam istilah Ace Suryadi Suryadi disebut dengan global classroom. Begitu juga manajemen pendidikann dan pembelajarannya , menekankan pada dimensi desentralistik, tidak birokratis, mengakui pluralitas dengan penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi dan demokratis. Untuk itu, kelas pembelajaran Pendidikan
Kewargaan, dalam Istilah Udin S. Winataputra, diperlakukan sebagai laboratorium demokrasi dimana semangat kewarganegaraan yang memancar dari cita-cita dan nilai demokrasi diterapkan secara interaktif.
Dalam situasi seperti itu, dosen dan mahasiswa secara bersama-sama mengembangkan dan memelihara iklim demokrasi. Implikasi dari paradigma humanistik tersebut, peserta didik (mahasiswa) dimungkinkan menjadi lulusan yang memiliki kreatifitas tinggi, kemandirian dan sikap toleransi yang tinggi, karena dalam proses pembelajaran telah tumbuh iklim dan kultur yang demokratis. Karenanya, orientasi Pendidikan Kewargaan (Civic Education), mulai dari pendidikan dasar sampai Pendidikan Tinggi, harus lebih menerapkan paradigma humanistic. Dengan paradigma humanistic, pengalaman belajar (learning experience) yang diterima peserta didik menjadi lebih bermakna dan menjadikan pengetahuan yang diperolehnya (learning t o know) tersimpan dalam memori yang sejati dan menjadi pendorong untuk selalu belajar tentang masalah demokrasi, hak asa si manusia dan mayarakat madani (civil society).
BAB III PENUTUP 1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
Berdasarkan pembahasan-pembahasan sebelumnya, akan dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Secara umum disarankan agar lebih memahami tentang Paradigma Pendidikan Demokrasi khususnya di negara kita Indonesia. Saat ini sudah banyak bukti-bukti bahwasanya sistem pendidikan kurang kurang adil dan bijak. 2. Disamping sistem pendidikan yang kurang adil, kita juga harus memperhatikan masyarakat yang kurang memahami tentang pendidikan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/law-and-politics/contemporary-theory/2180236-pengertian paradigma/#ixzz1TH1BRI2J http://aiimeeblogspot.blogspot.com/2011/02/makalah-demokrasi-pendidikan.html http://karyaroolz.blogspot.com/2011/03/perkembangan-pendidikan-demokrasidi.html