KAJIAN KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN SEJARAH UJIAN AKHIR SEMESTER
MA K A L AH PE N D I D I K A N
URGENSITAS DAN PROBLEMATIKA BUKU TEKS SEJARAH DALAM KURIKULUM NASIONAL INDONESIA
Diampu oleh: Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, MA
oleh Paskasius Fajar Sunandar NIM 1604783
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2016 1
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas berkat serta karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Urgensitas dan Problematika Buku Teks Sejarah dalam Kurikulum Nasional Indonesia”. Indonesia ”. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas akhir mata kuliah Kajian Kurikulum dalam Pendidikan Sejarah di Program Pasca Sarjana Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia. Makalah ini merupakan pemaparan mengenai perkembangan buku teks sejarah di Indonesia dalam kaitannya dengan kurikulum nasional Indonesia. Kemudian penulis juga memaparkan mengenai problematika/permasalahan yang dihadapi oleh buku teks dalam perkembangan kurikulum Indonesia. Terakhir penulis menjelaskan mengenai urgesitas buku teks dalam kurikulum 2013. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis merasa perlu meminta maaf atas segala kekurangan dalam penulisan makalah ini dan sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan memperkaya khazanah pengetahuan tentang pendidikan sejarah demi meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan sejarah.
Bandung, Januari 2017 Penulis
Paskasius Fajar Sunandar
2
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2 DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 4 B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 8
A. Perkembangan Buku Teks Sejarah di Indonesia ............................................. 8 B. Permasalahan Buku Teks Sejarah dalam Kurikulum Nasional ..................... 14 C. Urgensitas Buku Teks Sejarah dewasa ini terkait diter apkannya Kurikulum Nasional (K13) ............................................................................. 16 BAB III PENUTUP…………….. ....................................................................... 20
5.1
Simpulan ................................................................................................ 20
5.2
Saran ....................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21
3
URGENSITAS DAN PROBLEMATIKA BUKU TEKS SEJARAH DALAM KURIKULUM NASIONAL INDONESIA Oleh: Pakasius Fajar S (1604783) BAB I PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia diantaranya masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya. Menurut Hamid Hasan dalam Alfian (2007) bahwa kenyataan yang ada sekarang, pembelajaran sejarah jauh dari harapan untuk memungkinkan anak melihat relevansinya dengan kehidupan masa kini dan masa depan. Mulai dari jenjang SD hingga SMA, pembelajaran sejarah cenderung hanya memanfaatkan fakta sejarah sebagai materi utama. Tidak aneh bila pendidikan sejarah terasa kering, tidak menarik, dan tidak memberi kesempatan kepada anak didik untuk belajar menggali makna dari sebuah peristiwa sejarah. Taufik Abdullah memberi penilaian, bahwa strategi pedagogis sejarah Indonesia sangat lemah. Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada pendekatan chronicle dan cenderung menuntut anak agar menghafal suatu peristiwa (Abdullah dalam Alfian, 2007, hlm.2). Siswa tidak dibiasakan untuk mengartikan suatu peris tiwa guna memahami dinamika suatu perubahan. Hal ini juga didasarkan kepada salah satu aspek penting dalam pembelajaran sejarah yaitu sumber sejarah yang diwakilkan oleh buku teks sejarah. Walaupun pada kenyataannya buku teks sejarah tidak terlepas dari perkembangan kurikulum di Indonesia. Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis dan dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai komponen, seperti, tujuan, konten dan organisasi konten, proses yang menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asessmen hasil belajar. Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau program. Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum dan mata pelajaran sejarah berada didalamnya. Akan tetapi materi-materi yang diberikan
4
dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari mas yarakat maupun para pemerhati sejarah baik dari pemilihannya, teori pengembangannya dan implimentasinya yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan (Alfian, 2007 hlm. 3). Ketika Orde Baru bermaksud menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk mendukung maksut tersebut. Tentu saja kurikulum sekolahan dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 1986 yang berlaku pada awal masa Orde Baru kemudian mengalami pergantian menjadi kurikulum 1975, kurikulum sejarah juga mengalami penyempurnaan. Demikian seterusnya terjadi beberapa perubahan kurikulum menjadi kurikulum 1984, 1994 dan 2004 (Umasih dalam Alfian, 2007 hlm. 3). Kurikulum yang dipakai arahannya kurang jelas dan sangat berbau politis, artinya kurikulum yang digunakan tidak lepas dari adanya kepentingan-kepentinagn dari rezim yang berkuasa. Sejarah dijadikan alat untuk membangun paradigma berfikir masyarakat mengenai perjalanan sejarah bangsa dengan mengagung-agungkan rezim yang mempunyai kekuasaan. Sistem pembelajaran yang diterapkan tidak mengarahkan siswa untuk berfikir kritis mengenai suatu peristiwa sejarah, sehingga siswa seakan-akan dibohongi oleh pelajaran tentang masa lalu (Anggara, 2007 hlm. 103). Kurikulum dengan buku teks memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam kaitannya dengan kurikulum nasional khususnya kurikulum nasional Indonesia peran buku teks dalam membantu mewujudkan tujuan kurikulum sangat dibutuhkan. Selain berhubungan juga dengan pendekatan yang digunakan oleh kuriulum tersebut. Buku teks sebagai salah satu penunjang keberhasilan kurkulum terkadang memiliki banyak polemik terutama yang sedang kita bahas yaitu buku teks sejarah. Polemik tersebut terkadang dianggap sebagai masalah yang muncul dari buku teks. Menurut Lerissa (dalam Alfian, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada sejak sistem pendidikan nasional mulai diterapkan di Indonesia tahun 1946. Saat buku ajar yang dipakai sebagai bahan ajar sejarah adalah karangan Sanusi Pane yang berjudul Sejarah Indonesia (4 J ilid) yang ditulis atas permintaan pihak Jepang pada tahun 1943-1944, yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1946 dan 1950. Pada tahun 1957 Anwar Sanusi menulis buku sejarah Indonesia untuk sekolah menengah (3 Jilid). Setelah itu kemudian muncul berbagai buku ajar laniya yang ditulis oleh berbagai pihak, terutama oleh guru, salah satunya buku yang dikarang oleh Subantardjo. Pada tahun 1970, para ahli sejarah yang terhimpun dalam Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) mengadakan “Seminar Sejarah II” di Jogjakarta dan 5
menghasilkan sebuah keputusan untuk menulis buku sejarah untuk keperluan perguruan tinggi dan bisa dijadikan sumber buku ajar di SMP dan SMA. Buku yang terdiri dari 6 jilid itu, kemudian juga tidak luput dari permasalahannya dan sempat memunculkan pertentangan. Tidak semua penulis menggunakan metodo;logi yang sama yang telah ditentukan oleh editor umum, Prof. sartono Kartodirdjo (pendekatan structural); masing-masing penulis membawa tradisi ilmiah yang telah melekat pada dirinya (i structural atau naratif/kisah). Pada masa itu perbedaan antara pendekatan structural dan pendekatan naratif secara metodologis tidak bisa dijembatani sama sekali. Masingmasing mempunyai domain sendiri-sendiri. Konflik yang berkepanjangan ini menyebabkan Sartono mengundurkan diri dan diikuti oleh penulis-penulis lainnya. Setelah buku tersebut dicetak ulang (1983-1984) sebagi editor umum hanya tercantum nama Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Marwati Djoned Poesponegoro (Alfian, 2007 hlm. 5). Tahun 1993 sempat dilakukan revisi oleh RZ Lerissa dan Anhar Gonggong dan kawan-kawan, namun entah kenapa kabarnya buku itu tidak diedarkan (Purwanto dan Adam, 2005 hlm. 105). Penjelasan singkat mengenai perkembangan sejarah buku teks sejarah di Indoensia di atas setidaknya memberikan gambaran bahwa buku teks sangat dibutuhkan dalam pendidikan ataupun kurikulum pendidikan di Indonesia khususnya. Di luar masalah yang membelit buku teks sampai saat ini ternyata perannya masih sangat vital bagi kelancaran pendidikan di Indonesia. Dalam makalah yang berjudul “Urgensitas dan Problematika Buku Teks Sejarah dalam Kurikulum Nasional Indonesia ” akan dipaparkan bagaimana posisi buku teks dan apa saja permasalahan buku teks berkaitan dengan kurikulum yang berlangsung di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah untuk makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan buku teks sejarah di Indonesia? 2. Apa yang menjadi permasalahan buku teks sejarah dalam kurikulum nasional Indonesia dewasa ini? 3. Bagaimana urgensitas buku teks sejarah dewasa ini terkait diterapkannya kurikulum nasional / K13?
6
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas maka disusunlah tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan perkembangan buku teks sejarah di Indonesia. 2. Menjelaskan permasalahan buku teks sejarah dalam kurikulum nasional Indonesia dewasa ini. 3. Menjelaskan urgensitas buku teks sejarah terkait diterapkannya kurikulum nasional / K13.
7
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Buku Teks Sejarah di Indonesia
Buku teks sejarah merupakan salah satu implementasi kebijakan dan “cerminan” dari orde/rezim pemerintahan yang sedang berkuasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran serta penguasa dalam menentukan arah pendidikan terutama pendidikan sejarah sangat besar. Buku teks pelajaran sejarah pun disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku. Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia sejak awal kemerdekaan yaitu Kurikulum 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 atau dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum 2006 atau dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan yang terbaru adalah Kurikulum 2013 (Kurikulum Nasional) yang sedang diterapkan sekarang. Konsep kurikulum merujuk pada suatu rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan, sebagai suatu rencana pengajaran (Sukmadinata, 1997 hlm. 27). Buku teks merupakan salah satu bagian dari sumber belajar dengan demikian buku teks juga merupakan bagian penting dari pelaksanaan kurikulum. Penyusunan suatu kurikulum dilandasi oleh dua landasan yaitu landasan filosofis dan landasan politis. Landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan teori atau ilmu tentang kurikulum. Sedangkan landasan politis berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan (Hasan, 1996 hlm. 56-63). Dengan demikian kurikulum merupakan bagian dari kebij akan pendidikan pemerintah. Kurikulum sebagai suatu kebijakan pemerintah sudah barang tentu merupakan bagian dari kebiajakan politik pemerintah terutama berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan. Implementasi
kurikulum
sebagai
bagian
dari
pelaksanaan
pendidikan
yaitu
implementasi mata pelajaran. Mata pelajaran yang diberikan di sekolah merujuk pada kurikulum yang berlaku begitu pula hal buku teks yang digunakan. Buku teks yang digunakan harus merujuk pada tujuan dari mata pelajaran itu sendiri dan secara vertikal ke atas harus juga merujuk pada tujuan pendidikan secara nasional. Undang-Undang Pendidikan pertama kali berlaku sejak awal kemerdekaan yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1950. Hal terpenting dari Undang-Undang yang
8
bersifat ideologis mengenai landasan. Landasan pendidikan dan pengajaran adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan kebudayaan bangsa Indonesia. Walaupun belum dirumuskan atau dihasilkan sebagai suatu produk hukum, kurikulum yang digunakan pada awal kemerdekaan ini lebih diarahkan pada upaya pembangunan nasionalisme Indonesia, sehingga bahasa yang digunakan di sekolahsekolah adalah penggunaan Bahasa Indonesia ditentukan oleh UU No. 4 tahun 1950 (Sjamsuddin, 1993 hlm. 17-46). Buku-buku sumber atau buku teks yang digunakan pada tahun 1950-an masih banyak menggunakan buku-buku terjemahan dari bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diberlakukan sejak zaman Pendudukan Jepang. Begitu pula halnya buku sejarah, masih menggunakan terjemahan dari buku-buku yang berbahasa Belanda, sehingga uraian dari buku ini masih bersifat neerlandosentris, walaupun sudah memiliki semangat indonesiasentris karena saat itu Inonesia berada pada fase pergerakan kebangsaan (Mulyana, 2009 hlm. 39-49). Semangat ideologi yang memberikan warna terhadap kurikulum pada tahun 1950-an adalah nasionalisme sebagai suatu ideologi yang kontraproduktif terhadap kolonialisme, karena bangsa Indonesia pada saat itu baru lepas dari penjajahan. Kemudian pada fase selanjutnya suasana politik yang berlangsung pada tahun 1960-an berpengaruh terhadap kurikulum yang berlangsung saat itu. Kebijakan politi k yang sangat berpengaruh pada saat itu adalah lahirnya MANIPOL USDEK (Manifesto Politik , UUD’1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia) yang dijadikan sebagai GBHN dengan tujuan untuk mengembalikan Revolusi Indonesia pada garis Revolusi 17 Agustus 1945. Pendidikan merupakan alat revolusi. Susana politik pada masa Orde Lama memberikan warna secara ideologis terhadap kurikulum 1964. Ketegangan politik yang terjadi antara kekuatan pro komunis dan anti komunis memberikan pengaruh terhadap rumusan kurikulum secara ideologis. Jargon tentang sosialis Indonesia memberikan cerminan betapa ideologi komunis sebagai bentuk dari ideologi sosialis turut mewarnai terhadap landasan Kurikulum tahun 1964. Penulisan buku sejarah di Indonesia pada fase ini sangat kental dengan ideologi sosialis yang memang saat itu sedang berkembang pesat di dunia. Dapat dilihat pada buku karangan Soendhoro yang berjudul Sejarah Indonesia SMA (Soendhoro, 1973). Sebenarnya buku Soendhoro terbit pada tahun 1964 dalam rangka perwujudan dari kurikulum Gaya Baru tahun 1964. Dia menulis buku sebanyak 3 jilid denga periodisasi 9
sebagai berikut: pertama, zaman pra-sejarah; kedua, zaman sejarah yang terbagi ke dalam beberapa sub bahasan yaitu masa kejayaan nasional (400-1600 M), masa penindasan kolonial dan penghisapan feodal (1600-1908 M), dan ketiga, masa menuju sosialisme Indonesia (1908-sekarang/ordelama). Pada jilid 1 Soendhoro membagi periodesasi sejarah Indonesia yaitu : 1. Zaman Pra-Sejarah (dari perpindahan bangsa Indonesia sampai kurang lebi h th. 1400). 2. Zaman Sejarah :1.Masa kejayaan nasional (kurang lebih 400 sampai kurang lebih 1600). 3. Masa penindasan kolonial dan penghisapan feodal (kurang lebih 1600 sampai 1908), Zaman Amanat Penderitaan Rakyat. 1. Masa menuju ke sosialisme Indonesia. (1908 sampai sekarang). a) Zaman Perintis (1908 – 1927). b) Zaman Penegas (1927). c) Zaman Pancaroba (1938- 1942). d) Zaman Pelaksana (1945 – sekarang).
Istilah yang digunakan dalam periodesasi Indonesia sebagaimana yang ditulis oleh Soendhoro nampak sekali pengaruh ideologi sosialis, yatu istilah penindasan kolonial dan penghapusan feodal dan masa menuju ke sosialisme Indonesia. Feodalisme dan kolonialisme disandingkan sama sebagai institusi yang menindas. Padahal feodalisme lebih mencerminkan perilaku kaum elite pribumi, sedangkan kolonialisme lebih mencerminkan perilaku orang asing yaitu penjajah. Akhir sejarah Indonesia menuju kepada terciptanya masyarakat yang sosialis yang dimulai dengan periode pergerakan kebangsaan. Akhir dari gerak sejarah dan tujuan perjuangan bangsa Indonesia yaitu terbentuknya masyarakat yang sosialis. Pergantian pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru memberikan warna baru secara ideologis terhadap kurikulum. Pada masa Orde Baru, berlaku beberapa kurikulum yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, dan Kurikulum 1994. Orde Baru lahir sebagai akibat ketegangan politik yang terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya. Kebijakan utama politik yang dilakukan oleh Orde Baru 10
yaitu ingin menempatkan Pancasila sebagai ideologi negara dan Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Setelah peristiwa G 30 S/PKI berakhir yang menimbulkan kekacauan dalam politik dan pemerintahan maka gerakan anti PKI menjadi kebijakan politik penting yang dilakukan oleh Orde Baru dan gerakan ini dijadikan sebagai suatu gerakan dalam upaya menyelamatkan Pancasila sebagai ideologi negara. Kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap kurikulum yang berlaku pada masa Orde Baru. Khusus untuk mata pelajaran sejarah Orde Baru melakukan tafsir tunggal dengan versi Orde Baru terhadap beberapa peristiwa sejarah yang dianggap penting bagi eksistensi dan kesinambungan Orde Baru. Salah satu kebijakan penting Orde Baru dalam kaitannya dengan buku sejarah yaitu diterbitkannya buku Sejarah Nasional Indonesia yang diterbitkan untuk SMP dan SMA atau lebih dikenal dengan sebutan Buku Paket. Buku ini diterbitkan bersumber dari Sejarah Nasional Indonesia yang 6 jilid. Salah satu tafsir tunggal yang dilakukan terhadap buku teks itu adalah membuat formulasi Nilai-Nilai 1945. Nilai-nilai ini dianggap sebagai patokan kebenaran dalam menilai peristiwa sejarah di Indonesia. Pada buku Sejarah Nasional SMA jilid 3 terdapat judul yaitu “Mengingkari Nilai- Nilai 1945” dan “menyelewengkan Cita-Cita 1945. Formulasi nilai ini ditafsirkan pada sub judul tentang “Percobaan Politik Liberal” dan “Sistem Ekonomi liberal”. Sub judul ini ditafisrkan sebagai “Mengingkari Nilai- Nilai 1945”, dan “menyelewengkan Cita-Cita 1945” ditafsirkan pada sub judul “Sistem Ekonomi Terpimpin” dan “Politik Luar Negeri Nefo-Oldefo” (Mulyana, 2009 hlm. 93-94). Ideologisasi terhadap kurikulum dan pendidikan sejarah pada masa Orde Baru nampak sekali ketika lahirnya Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). PSPB dalam kurikulum kedudukannya sebagai mata pelajaran tersendiri dan terintegrasi dengan pendidikan Pancasila. Warna ideologi nampak sekali dalam PSPB (Kepmendikbud, No. 0264/U/1985) jika dilihat dalam tujuannya yaitu : 1.Mempertebal semangat dan kebangsaan dan cinta tanah air. 2.Meningkatkan pendidikan Pancasila. 3.Meneruskan dan mengembangkan jiwa, semangat dan nilai -nilai 1945. Pelaksanaan PSPB merupakan bentuk dari mereduksi sejarah pada nilai-nilai yang ditafsirkan oleh penguasa (Orde Baru). Sejarah diformulasi hanya dalam batas sejarah perjuangan dengan materinya mengambil dari Sejarah Nasional Indonesia, sehingga dalam pelaksanaannya banyak mengalami tumpang tindih dengan mata pelajaran sejarah. Peristiwa G 30 S/PKI menjadi topik yang melecut semangat 11
nasionalisme saat itu. Penayangan film-film tentng pembantaian 7 jenderal oleh PKI menjadi santapan bagi rakyat saat itu. Dalam interpretasi sejarah Orde Baru peristiwa ini didalangi oleh PKI, sehingga dalam historiografi buku-buku pelajaran sejarah di sekolah dan sebagaimana tercantum dalam Kurikulumnya ditulis menjadi G.30.S/PKI. Dengan demikian gerakan anti dan pemusnahan PKI dilakukan pula melalui mata pelajaran Sejarah. Pada masa Orde Baru ini juga terdapat buku lain yang ditulis oleh Z.H. Idris. Buku ini merupakan buku sumber yang digunakan dalam penulisan kurikulum 1975. Pada awal pembahasannya dia mulai dari menjelaskan perbedaan pengertian dari zaman pra sejarah dan sejarah. Menurut Idris bangsa Indonesia sudah ada dari sejak zaman pra sejarah dan memiliki 10 unsur pokok kebudayaan diantaranya: bercocok tanam padi, pertunjukan wayang, seni gamelan, membatik, membuat barang barang dari logam, pola “macapat”, alat tukar dalam perdagangan, pelayaran, astronomi, dan susunan masyarakat yang teratur (Mulyana dan Darmiasti, 2009 hlm. 62). Dominasi Orde Baru dalam penafsiran sejarah khususnya pada mata pelajaran sejarah di sekolah memberikan reaksi yang cukup keras ketika berakhirnya pemerintahan Orde Baru dan beralih ke Pemerintahan Reformasi. Kurikulum yang pertama berlaku pada masa awal pemerintahan Reformasi yaitu Kurikulum 2004 atau yang dikenal dengan istilah Kurikulum Berbasis Kompetensi. Semangat reformasi terjadi pula dalam penyusunan Kurikulum Sejarah tahun 2004. Reformasi dilakukan terutama pada isu-isu sejarah yang menjadi kontraversial di masyarakat. Isu kontraversial tersebut adalah peristiwa G.30.S/PKI dan peran Suharto dalam beberapa peristiwa penting seperti Serangan Umum 1 Maret dan Surat Perintah Sebelas Maret. Dalam merivisi materi G.30.S/PKI disebutnya sebagai tragedi nasional dan kata PKI tidak dicantumkan lagi. Dalang Gerakan 30 September diuraikan tidak hanya PKI saja, tetapi disebutkan pula pihak-pihak lannya. Ada beberapa tafsiran mengenai s iapa yang menjadi dalang peristiwa Gestapu, jadi PKI bukan satu-satunya dalang Gestapu. Sedang uraian mengenai peran Suharto hanya dikurangi dan tidak t erlalu ditonjolkan perannya. Dengan demikian buku-buku teks pelajaran sejarah yang disusun berdasarkan Kurikulum tahun 2004 tidak lagi mencantumkan PKI dalam penulisan G.30.S/PKI dengan alasan PKI bukan satu-satunya dalang Gerakan 30 September. Uraian seperti ini berlaku pula pada buku-buku teks pelajaran sejarah yang disusun pada Kurikulum tahun 2006 atau disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
12
Tidak dicantumkannya PKI pada buku-buku pelajaran sejarah Kurikulum t ahun 2004 ternyata menimbulkan reaksi yang keras di masyarakat. Gejolak terjadi yang menghendaki agar PKI dituliskan kembali pada tulisan G.30.S/PKI. Mereka meminta agar disebutkan bahwa dalang peristiwa Gerakan 30 September adal ah PKI. Gejolak ini menjadi masalah nasional dan menjadi perhatian serius bagi Departemen Pendidikan Nasional sebagai departemen yang mengeluarkan kurikulum. Untuk menyelesaikan masalah tersebut akhirnya pemerintah membentuk suatu ti m yang terdiri dari para pakar sejarah dan pendidikan sejarah untuk merevisi Kurikulum Sejarah tahun 2004. Salah satu revisi penting dari tim ini adalah dicantumkan kembali kata PKI pada sebutan G.30.S atau menjadi G.30.S/PKI. Buku-buku yang disusun berdasarkan Kurikulum 2006 harus mencantumkan kembali kata PKI. Perubahan kurikulum dari 2004 ke 2006 tidak lah terlalu banyak dan fundamental, sehingga walau yang sudah berlaku Kurikulum 2006, akan tetapi masih banyak buku-buku yang beredar merujuk pada Kurikulum 2004. Buku-buku yang berdasar pada Kurikulum 2004 masih banyak tidak mencantumkan PKI sebagai satusatunya dalam G.30.S. Hal ini kemudian menjadi masalah yang cukup serius bagi pemerintah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan meminta kepada Kejaksaan Agung untuk meneliti buku-buku pelajaran sejarah. Kejaksaan Agung akhirnya mengeluarkan Instruksi Nomor 003/A-JA/03/2007 tertanggal 3 Maret 2007 yang berisi tentang tindakan penarikan buku sejarah 2004. Tindakan yang dilakukan dari instruksi surat Kejaksaan Agung tersebut adalah melakukan pemusnahan dan pembakaran terhadap buku-buku sejarah yang tidak mencantumkan PKI pada kalimat G.30.S/PKI (http://www.korantempo...721, 25.id.html/30/12/2016). Sejak tanggal 5 Maret 2007 Kejaksaan Agung melarang 13 judul buku dari 10 penerbit. Alasan pel arangan tersebut antara lain buku-buku tersebut tidak menyebutkan pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 dan hanya menulis keterlibatan G.30.S tanpa menyebut PKI pada tahun 1965 (http:/
www.unisosdem.
org/kliping_
detail.php?aid=
7759&coid=
1&caid=34/30/12/2016). Kasus buku-buku sejarah yang berdasarkan Kurikulum 2004 mencerminkan intervensi politik pada historiografi buku teks begitu kuat. Kurikulum menjadi dasar ideologisasi yang bersifat politik pada penulisan buku-buku teks pelajaran sejarah di sekolah. Interpretasi sejarah pada buku teks lebih bersifat tunggal, dan menafikan interpretasi-interpretasi lainnya, walaupun interpretasi yang lainnya tersebut memiliki argumen yang rasional karena berdasarkan hasil penelitian. Kurikulum sejarah menjadi 13
suatu kebijakan politik yang tidak dapat memberikan ruang gerak bebas bagi penafsiran sejarah. Sedangkan pada kurikulum terbaru yang sekarang sedang diterapkan yaitu kurikulum 2013 atau ada juga yang menyebut sebagai kurikulum nasional banyak terjadi perubahan. Perubahan terjadi secara mendasar dalam beberapa aspek/bagian terutama dalam aspek evaluasi /penilaian. Sejarah sendiri dalam kurikulum yang baru ini merupakan mata pelajaran yang menjadi proyeksi pengembangan kurikulum ke depannya. Di mana sejarah yang dipandang sebelah mata pada kurikulum 2006, pada kurikulum baru ini sejarah diberikan porsi yang lebih banyak. Mata pelajaran sejarah untuk SMA menjadi dua kategori yaitu sejarah wajib (Sejarah Indonesia) dan sejarah peminatan (sejarah dunia). Jumlah jamnya pun menjadi bertambah dengan sejarah wajib untuk semua jurusan sebanyak 2 jam seminggu, dan sejarah peminatan untuk jurusan IPS sebanyak 3 jam untuk kelas X, 4 jam untuk kelas XI dan XII. Hal ini juga berdampak pada penggunaan buku teks (paket) yang masing-masing kategori memiliki 1 buku paket terbitan pemerintah.
B. Permasalahan Buku Teks Sejarah dalam Kurikulum Nasional Buku teks sejarah merupakan salah satu alat pendukung yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi sejarah. Dikategorikan sebagai salah satu sumber belajar buku teks diharapkan dapat membantu anak untuk menggali informasi yang lebih bukan hanya sekedar menerima informasi yang disajikan oleh buku teks. Kedudukan buku teks dalam pendidikan khususnya sejarah sangat besar. Namun, faktanya di lapangan ternyata terdapat berbagai permasalahan yang terjadi. Permasalahan yang terjadi pada buku teks ini merupakan sal ah satu permasalahan juga yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah. Hampir seluruh buku ajar, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun pemerintah sebenarnya tidak layak untuk dijadikan sebagai sebuah referensi. Hampir seluruh penulis buku hanya membaca dokumen kurikulum secara harfiah dan tidak mampu memahami jiwa kurikulum dengan baik. Sebagian besar penulis buku juga tidak paham sejarah sebagi ilmu, historiografi, dan tertinggal sangat jauh dalam referensi mutahkir penulisan (Purwanto, 2006 hlm. 268). Buku teks yang baik seharusnya dapat meningkatkan minat baca peserta didik sehingga peserta didik mampu memahami materi-materi pelajaran. Namun, yang terjadi di lapangan kebanyakan buku teks sejarah membuat minat baca siswa justru 14
menurun. Memang yang diharapkan siswa tidak hanya membaca dari buku teks yang disediakan tapi dari buku teks tersebut dia bisa melakukan analisis terhadap informasi yang diperoleh. Buku teks hanya digunakan ketika siswa akan menghadapi ulangan/ujian atau ketika guru memberikan tugas. Menurut Hamid Hasan (2000 hlm. 26-27) permasalahan dalam buku teks sejarah adalah buku pelajaran sejar ah selama ini terlalu sarat dengan muatan fakta, menggambarkan apa yang terjadi seperti s esuatu yag bersifat kerangka karena buku terebut peuh dengan angka tahun, nama pelaku, tempat kejadian dan jalannya peristiwa. Penggambaran hal-hal tersebut pun terkesan sangat kering sehingga membuat siswa terbenam dalam lautan fakta dan memberikan kesan kuat bahwa yang tertulis bukanlah merupakan suatu hasil rekonstruksi yang bermakna untuk dikaji. Pernyataan di atas memiliki maksud bahwa siswa terlalu fokus terhadap hafalan sehingga mereka tidak bisa menemukan esensi atau makna dari pembelajaran sejarah tersebut. Hal ini merupakan suatu problematika yang besar karena tujuan pembelajaran sejarah yang sebenarnya bukanlah dalam bentuk hafalan tapi lebih mengenai sasaran pada perubahan prilaku siswa agar lebih menumbuhkan jiwa nasionalisnya. Selain itu juga jika ingin agar ungkapan peristiwa tersebut lebih bermakna maka dalam penjabarannya harus memerlukan uraian yang lebih luas dan kritis sehingga buku teks yag mengungkapkan peristiwa lebih bermakna cenderung sangat mahal karena uraiannya pun akan banyak dan meghabiskan banyak biaya produsi. Namun, kenyataannya saat ini, buku yang tebal telah memiliki fenomena tersendiri yakni peserta didik kadang enggan dan malas untuk membaca buku yang tebal. Apabila buku sejarah dibuat setebal mungkin seperti misalnya di Amerika yang tebalnya bisa ratusan bahkan ribuan halaman maka kemampuan daya beli masyarakat Indonesia tidak bisa sampai ke sana kecuali menggunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Walaupun buku sejarah yang tebal mungkin sarat akan ilmu dan pengetahuan tapi hal tersebut akan sulit untuk diserap dan dipahami oleh pembaca. Selain itu juga permasalahan lain yang muncul dilapangan adalah ketika materi yang disampaikan oleh guru ternyata sama dengan materi yang ada di buku paket. Hal ini berdampak pada judgment peserta didik bahwa pelajaran sejarah tidak menyenangkan. Masalah lain yang biasa dijumpai dalam buku teks sejarah adalah masih banyaknya keterbatasan informasi dan terkadang antara buku satu penerbit satu dengan yang lain memiliki muatan konten fakta yang berbeda. Kemudian buku teks yang digunakan sekarang ini juga tergolong lambat dalam mengikuti arus sejarah. Banyak hal-hal yang terkait fakta 15
sejarah yang mungkin sudah direvisi dan sebagainya namun informasi pada buku teks belum menyampaikan hal terebut. Contohnya adalah mengenai kemunculan Islam di Indonesia yang sampai sekarang masih disepakati abad ke-11 atau ketika kerajaan Samudra Pasai, sedangan sudah ada bukti baru bahwa ada perkamungan Islam di Pantai Barat Sumatera bernama Barus pada abad 7 M. Selain tidak mengikuti perkembangan arus sejarah buku teks sejarah saat ini pun tidak merekam semua peristiwa penting dalam sejarah contohnya pertempuran pertempuran di Bandung pada pasca Kemerdekaan. Kemudian buku teks pun tidak menyampaikan ungkapan perasaan pelaku sejarah yang terkadang seorang pelaku sejarah yang ada di buku teks terkesan kaku dan hanya sebagai simbol. Apabila seorang pelaku sejarah bisa menyampaikan perasaannya dalam buku teks tentunya akan banyak nilai-nilai luhur yang diambil oleh siswa dalam pembelajaran. Terakhir yang terpenting yang menjadi masalah dalam buku teks sejarah sekarang adalah bahwa buku teks sejarah hanya menjadi sumber informasi bagi siswa tidak menjadi sumber kajian. Seharusnya buku teks harus menjadi sumber kajian bagi sis wa untuk mengembangkan pengetahuannya tentang sejarah. Inkuiri learning yang menjadi salah satu model pembelajaran sejarah harus diterapkan dalam hal ini.
C. Urgensitas Buku Teks Sejarah Dewasa ini Terkait diterapkannya Kurikulum Nasional (K13)
Dalam kurikulun 2013 atau kurikulum nasional yang baru, sejarah memiliki peran yang strategis dalam pengertian porsi untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan lebih mudah dan leluasa. Sampai sekarang kurikulum pendidikan di Indonesia masih dalam tahapan penyempurnaan. Tidak ada kurikulum yang buruk melainkan kurikulum itu cocok atau tidak untuk diterapkan. Kurikulum yang baik untuk kelas tertentu adalah yang cocok, terencana dengan baik, sesuai, menyajikan pemikiran yang bijaksana dan sistematis. Tujuan kurikulum adalah membuka peluang melalui perencanaan yang bijaksana bagi tumbuhkembangnya mata pelajaran dan para siswanya (Hariyono, 1995 hlm. 172 ; Kochar, 2008 hlm. 68). Hal di atas tidak akan terlaksana tanpa peran serta buku teks sebagai sumber belajar yang bukan hanya sebagai bacaaan yang kaku melainkan sebagai bacaan yang hidup untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan penanaman karakter kebangsaan pada siswa. Posisi materi sejarah lokal dalam kurikulum dianggap penting karena pendidikan harus dimulai dari lingkungan terdekat dan peserta didik harus menjadi 16
dirinya sebagai anggota masyarakat terdekat (Hasan, 2007 hlm. 8-13). Kurikulum sejarah tersebut harus mampu mengembangkan kualitas manusia Indonesia masa mendatang, yaitu (1) semangat yang kuat, (2) kemampuan berpikir baik yang bersifat proaktif maupun reaktif (3) memiliki kemampuan mencari, memilih, menerima, mengolah dan memanfaatkan informasi melalui berbagai media (4) mengambil inisiati f (5) tingkat kreativitas yang tinggi dan (6) kerjasama yang tinggi (Musnir dalam Gunawan (ed), 1998:130). Dari segi lain bisa saja uraian materi dalam buku teks pelajaran sejarah harus ditempatkan sebagai bagian dari historiografi. Historiografi yang ditekankan pada buku teks pelajaran sejarah adalah untuk kepentingan pendidikan sejarah di sekolah. Ada dua hal utama yang harus ditekankan dalam kaitan kepentingan pendidikan sejarah yaitu menanamkan nilai-nilai kesejarahan dan berfikir kritis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang diuraikan dalam buku teks. Penanaman nilai-nilai kesejarah dapat berangkat dari ideologi yang dimiliki oleh negara, dalam hal ini Pancasila. Penanaman nilai merupakan fungsi edukatif dari sejarah. Walaupun dalam beberapa kasus ideologi sebagai dasar nilai dari pendidikan sejarah ditafsirkan tunggal oleh pemerintah, seperti halnya pada masa pemerintahan Orde Baru. Muara nilai dalam pendidikan sejarah adalah tumbuhnya rasa nasionalisme pada diri siswa. Berfikir kritis merupakan bagian dari keterampilan berfikir pada level tertinggi. Beberapa keterampilan yang ada dalam berfikir kritis dalam sejarah yaitu keterampilan mengobservasi, menginterpretasi, analisis, mengevaluasi, dan mengeksplanasi dan membuat meta kognisi (http: //en. wikipedia. org/wiki/Critical_thinking/30/12/2016). Buku teks pelajaran sejarah pada kurikulum 2013 sekarang sehrusnya mengandung dua unsur kepentingan yaitu pertama kepentingan ideologis dan kedua kepentingan yang bersifat studi kritis. Dua kepentingan ini harus terpadu dan terkandung dalam konstruksi tulisan buku teks pelajaran buku sejarah. Ideologis adalah kepentingan yang bersifat penanaman nilai-nilai, sedangkan kajian kritis lebih pada mengembangkan kebenaran yang berangkat dari daya nalar siswa ketika membaca perjalanan sejarah bangsanya. Ideologi tertanam dalam diri siswa ketika membaca buku teks pelajaran sejarah secara kritis, bukan
penanaman ideologi yang bersifat
indoktrinasi. Dengan demikian nilai yang bersifat ideologis harus mampu membangun kesadaran siswa terhadap masa lalu bangsanya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan buku teks pelajaran sejarah dalam memadukan antara kepentingan ideologi dan studi kritis Menurut Mulyana (2013, dalam web 17
http://kembalikefitrah.blogspot.co.id/2014/01/historiografi-buku-teks pelajaran_9756.html /30/12/2016: pertama, Berpijak dari realitas yang objektif. Fakta atau sumber sejarah yang digunakan dalam buku teks pelajaran sejarah hendaknya menggunakan sumber primer atau berdasarkan hasil-hasil penelitian yang teruji. Indikator yang digunakan dalam menilai objektifitas mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dalam penelitian sejarah. Objektifitas kebenaran ilmiah ini akan melatih siswa untuk mengenal, memahami dan bahkan menguji terhadap sebuah kebenaran yang bersifat ilmiah. Kedua, Mengembangkan Interpretasi yang beragam. Untuk mengembangkan interpretasi yang beragam dapat dilakukan dua cara yaitu pertama mengubah isi kurikulumnya yang memuat materi sejarah yang beragam interpretasi tentang suatu peristiwa. Kedua memberikan otoritas penulis sejarah untuk mengembangkan informasi tentang ada beberapa kasus peristiwa sejarah dengan interpretasi yang beragam misalnya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Pengembangan interpretasi yang beragam diharapkan agar siswa mampu menanamkan berfikir analisis dan sintesis. Selain itu nilai yang dapat dikembangkan adalah menanamkan sikap untuk menerima perbedaan agar dalam diri siswa tertanam sikap toleransi dan menghindari sikap fanatik serta ingin menang sendiri. Ketiga, Integrasi bangsa dalam proporsi materi. Buku teks pelajaran sejarah yang ada saat ini belum memberikan suatu porsi yang adil terhadap semua wilayah di Indonesia dalam peranan sejarah perjuangan bangsa. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi baik pada masa penjahan hingga revolusi lebih banyak menceritakan yang terjadi di Jawa. Oleh sebab itu dalam historigrafi buku teks pelajaran sejarah perlu adanya revisi dengan menambah peristiwa-peristi yang terjadi di daerah lainnya yang sangat berperan dalam sejarah perjuangan bangsa.Untuk menulis hal yang demikian, penulis buku teks pelajaran sejarah perlu membaca hasil-hasil penelitian sejarah lokal daerahdaerah. Hasil-hasil penelitian ini sudah banyak dilakukan baik dalam bentuk skripsi, tesis hingga disertasi. Seperti pergolakan-pergolakan pada masa Revolusi, terjadi tidak hanya di Jawa saja, tetapi terjadi pula di daerah lainnya. Keempat, Pendekatan Tematik dan Struktural. Struktur penulisan buku teks pelajaran sejarah yang ada sekarang pada umumnya lebih menguraikan sejarah sebagai peristiwa dan bersifat kronologis. Selain itu, tema yang banyak diuraikan lebih banyak tema politik. Penulisan sejarah yang baik yaitu adanya keseimbangan antara naratif dan analisis, dan antara satu pendekatan kronologis dengan topik atau tema (Mar wick, 1992 18
hlm. 242). Sejarah naratif merupakan model penulisan yang lama dan lebih banyak menulis peristiwa-peristiwa.Penulisan yang kritis adalah tulisan orientasinya pada problema dan struktur. Historiografi buku teks pelajaran sejarah hendaknya mengembangkan pula dengan pendekatan tematik dan struktural. Pendekatan tematik yang dimaksud di sini adalah dalam pembahasan materi sejarah pada suatu periode tertentu, diuraikan pula aspek-aspek selain politik, misalnya aspek ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Uraian tentang tematik sangat berkaitan pula dengan pendekatan struktural. Pendekatan struktural dalam sejarah merupakan pengaruh dari konsep struktur yang ada dalam ilmu sosial. Pendapat lain mengatakan tentang urgensitas buku teks sejarah dalam penerapannya di kurikulum 2013 adalah terkait persyaratan buku teks yang baik. Salah satu kriteria buku cetak yang baik menurut Kochar (2008) adalah buku cetak harus bersih dari indoktrinasi. Buku cetak harus menyajikan pandangan yang adil tentang berbagai macam ide yang disampaikan pada fase kehidupan tertentu. Buku ini harus tidak mengandung sekumpulan pendapat yang sempit, tidak mengandung terlalu banyak nasionalisme hingga cenderung membelenggu, kaku, dan resmi. Buku ini harus tidak menanamkan kebiasaan memberikan tanggapan secara spontan tanpa berpikir terlebih dahulu, penilaian yang menyakitkan dan tanggapan yang emosional. Pandangan yang bias dan prasangka penulis harus tidak tercermin didalam lembaran buku cetak. Buku cetak yang dipergunakan siswa harus mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, dan tidak ada yang lain selain kebenaran.
19
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Buku teks merupakan salah satu bagian dari sumber belajar dengan demikian buku teks juga merupakan bagian penting dari pelaksanaan kurikulum. Penyusunan suatu kurikulum dilandasi oleh dua landasan yaitu landasan filosofis dan landasan politis. Landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan teori atau ilmu tentang kurikulum. Sedangkan landasan politis berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan. Sama halnya dengan buku teks sejarah yang juga memiliki peran besar dalam kurikulum nasional Indonesia dari sejak z aman penjajahan/ Jepang sampai sekarang. Perkembangan buku teks sejarah yang ada di Indonesia ini sendiri tidak terlepas dari rezim dan kebijakan kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah atau secara personal penguasa itu sendiri. Banyak hal yang tidak dapat dipisahkan antara sejarah buku teks sejarah, dan kurikulum pendidikan. Selain itu juga buku teks sejarah sel ama beberapa dekade menjadi bagian penting dalam mewujudkan tujuan kurikulum tidak luput dari masalah-masalah seperti konten materi buku teks, fungsinya yang sekedar hanya sumber informasi, dan juga belum berhasilnya penyampaian nilai-nilai baik karakter maupun nilai kearifan luhur yang lainnya. Namun, menghadapi kurikulum yang baru tahun 2013 (K13), buku teks harus berkembang sesuai dengan tuntutan saat ini. Ada beberapa hal yang harus ada dalam buku teks sejarah yaitu Berpijak dari realitas yang objektif, Mengembangkan Interpretasi yang beragam, , Integrasi bangsa dalam proporsi materi, dan Pendekatan Tematik dan Struktural.
B. Saran
Buku teks sejarah merupakan bagian yang sangat penting dalam kurikulum nasional di Indonesia. Diharapkan dalam menghadapi perkembangan zaman dan kemajuan pendidikan buku teks mampu berkembang lebih baik dan menyesuaikan dengan tuntutan kurikulum nasional. Bukan hanya bersifat teoritis saja melainkan juga aspek nilai, psikomotor, dan ideologis harus ada dalam buku teks.
20
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Magdalia. (2007). Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah SeIndonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri Semarang, Semarang, 16 April 2007. Anggara, Boyi. (2007). Pembelajaran Sejarah yang Berorientasi pada Masalah- Masalah Sosial Kontemporer . Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri Semarang, Semarang, 16 April 2007. Darmiasti. (2002). Penulisan Buku Pelajaran Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas 1964-1984; Sejarah Demi Kekuasaan. [Tesis]. Tidak diterbitkan oleh UI Jakarta. Gunawan, Restu (ed). (1998). Simposium Pengajaran Sejarah (kumpulan makalah diskusi). Jakarta : Depdikbud Hariyono. (1995 ). Mempelajari Sejarah Secara Efektif . Jakarta : Pustaka Jaya Hasan, S. Hamid. (2007). ‘ Kurikulum Pendidikan Sejarah Berbasis Kompetensi’. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah SeIndonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri Semarang, Semarang, 16 April 2007 Hasan, S. Hamid. (2000). Kurikulum dan Buku Teks Sejarah. Historia: Jurnal Pendidikan Sejarah 1(1), hlm. 13 & 26-27. Hasan,
S.
Hamid. Problematika
Pembelajaran
Sejarah.
[Online].
Tersedia
di:
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR_PEND_SEJARAH/194403101967101SAID _HAMID_HASAN/Makalah/Beberapa_Problematik__Dalam_Pendidikan_Sejarah.p df . Hasan, S. Hamid. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kepmendikbud, No. 0264/U/1985 Kochar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah. Jakarta : Grasindo Marwick, Athur. (1992). The Nature of History. London : Macmillan.
21
Mulyana, Agus & Darmiasti . (2009). Historiografi Buku Teks dari Religio Magis Hingga Struktur is. Bandung : Refika Aditama Purwanto, B. (2006). Gagalnya Historiografi Indonesiasentris?!. Yogyakarta : Ombak Purwanto, B dan Adam AW. (2005). Menggugat Historiografi Indonesia. Yogyakarta. Ombak Sjamsuddin, H. (2000) Penulisan Buku Teks Sejarah: Kriteria dan Permasalahannya. Historia: Jurnal Pendidikan Sejarah, 1 (1), hlm. 7. Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek . Bandung : Remaja Rosdakarya.
22