21
MAKALAH KOSMETOLOGI
"FORMULASI SEDIAAN DEODORAN ANTIPERSPIRAN BENTUK BATANG (STICK) DENGAN ALUMINIUM KALIUM SULFAT (TAWAS)"
Disusun oleh :
Kelompok 2
Ismah Maziyah ( G1F014033)
Amyda Ayu Dianritami ( G1F014053)
Irenne Agustina Tanto ( G1F014071)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya penggunaan antiperspirant dan deodorant disebabkan pergaulan modern, sehingga dirasa perlu untuk mengurangi atau menghilangkan bau badan, yang disebabkan perubahan kimia keringat oleh bakteri (Gros dan Keith, 2009).
Bau keringat yang menusuk disebabkan hasil peruraian sekresi apokrin oleh bakteri dipermukaan kulit. Bau tidak enak itu dapat dikurangi atau dicegah dengan pemeliharaan hygiene yang baik, misalnya mandi secara teratur, sehingga pertumbuhan bakteri dihambat dan hasil peruraian yang telah terjadi dapat hilang.
Kebersihan badan (personal hygene) adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Seseorang akan mempunyai kepercayaan diri yang lebih tinggi bila badannya berbau harum dan menyegarkan (Hasby, 2001).
Setiap hari badan dibersihkan dengan frekuensi tidak terbatas sesuai kebutuhan. Kosmetika pembersihan dan perawatan badan sehari-hari seperti; body shampoo/sabun, body lotion, body talk, serta deodoran antiperspiran (lotion, spray, stick, talk dan lain-lain) (Anonim, 2014). Bahan pembersih yang paling umum digunakan adalah air. Pembersih dengan air atau bahan dasar air mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah air dapat melunakkan lapisan tanduk sehingga mudah dibersihkan, tidak toksik, tidak menimbulkan efek samping, mudah didapat dan murah harganya. Tetapi dari sudut kosmetik modern, air memiliki kekurangan, tidak mempunyai daya pembasah yang kuat karena ditolak oleh keratin dan sebum yang sedikit menyerap air, tidak dapat membersihkan seluruh kotoran yang melekat pada kulit, tidak membersihkan jasad renik pada permukaan kulit, bukan merupakan pembersih kulit yang baik dan sukar mencapai lekuk dan pori kulit dan kurang efektif mencegah bau badan (Wasitaatmadja, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007).
Menggunakan deodorant / anti-perspirant pada ketiak adalah alternative yang sering digunakan. Dengan deodoran yang mengandung antiseptik yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan anti-perspirant mengandung bahan yang dapat mengurangi keluarnya keringat. Tinggal, untuk deodoran dan anti-perspirant ini, pilih produk yang cocok dan aman untuk kulit. Deodorant, kosmetik yang dibuat untuk menghilangkan bau badan, merupakan jawaban atas kebutuhan tersebut.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud deodoran dan anti-perspirant ?
Bagaimana preformulasi sediaan deodoran?
Apa formulasi deodoran tersebut?
Berapa perhitungan dan penimbangan untuk pembuatan deodoran?
Bagaimana cara pembuatan deodoran?
Bagaimana evaluasi deodoran?
Apa kemasan yang dipakai untuk deodoran?
Tujuan
Mahasiswa mengetahui, mengerti, preformulasi, formulasi, cara pembuatan, evaluasi, dan kemasan deodoran.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendahuluan
Kosmetik paling tua yang dikenal sebagai pembersih badan dan pengharum kulit adalah sabun. Deodoran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena efek sampingnya, penggunaannya dibatasi. Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran yang larut dalam air maupun kotoran yang larut dalam lemak (Wasitaatmadja, 1997).
Deodoran merupakan jawaban atas kebutuhan tersebut, karena dapat mencegah dan menghilangkan bau badan dengan cara menghambat dekomposisi atau penguraian keringat oleh bakteri (Young, 1972). Bau badan biasanya berhubungan erat dengan peningkatan keluarnya keringat (perspirasi) baik kelenjar keringat ekrin maupun apokrin, maka antiperspiran yang menekan perspirasi kulit, dibutuhkan untuk melengkapi kosmetik ini (Wasitaatmadja, 1997).
Bentuk sediaan deodoran antiperspiran dapat berupa bedak, cairan atau losio, krim, stick, spray atau aerosol (Leon dan David, 1954). Dermatitis akibat deodoran antiperspiran biasanya disebabkan oleh senyawa-senyawa aluminium, antiseptik, dan zat pewangi. Iritasi ini dapat berkurang jika penggunaan dikurangi, iritasi terjadi karena pH yang rendah, kandungan klorida yang tinggi dan adanya pelarut alkohol dalam sediaan (Swaile, dkk., 2011). Reaksi yang terjadi biasanya dalam bentuk reaksi iritasi, bukan sensitisasi. Reaksi terjadi di ketiak dan bagian-bagian badan lainnya dimana deodoran dikenakan. Penghentian pemakaian biasanya meredakan reaksi dengan cepat (Tranggono dan Latifah, 2007).
Perbedaan antara antiperspiran dan deodoran; antiperspiran diklasifikasikan sebagai kosmetik medisinal/obat karena mempengaruhi fisiologi tubuh yaitu fungsi kelenjar keringat ekrin dan apokrin dengan mengurangi laju pengeluaran keringat sedangkan deodoran membiarkan pengeluaran keringat, tetapi mengurangi bau badan dengan mencegah penguraian keringat oleh bakteri (efek antibakteri) dan menutupi bau dengan parfum. Penggunaan deodoran bukan hanya pada ketiak saja, tetapi bisa juga pada seluruh bagian tubuh. Deodoran tidak mengontrol termoregulasi, sehingga deodoran digolongkan sebagai sediaan kosmetik (Butler, 2000; Egbuobi, dkk., 2013). Sediaan deodoran bukanlah sediaan antiperspiran tetapi sediaan antiperspiran secara otomatis adalah sediaan deodoran juga. Hal ini karena sediaan antiperspiran dapat mengurangi populasi bakteri ketika pengeluaran keringat dihambat sehingga bau badan berkurang.
Antiperspiran
Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menekan produksi keringat, baik ekrin maupun apokrin (Gros dan Keith, 2009). Mekanisme antiperspiran dapat berupa (Wasitaatmadja, 1997):
Penyumbatan saluran keringat atau muara saluran keringat dengan cara:
Membentuk endapan protein keringat
Membentuk endapan keratin epidermis
Membentuk infiltrat dinding saluran keringat, Contoh: garam-garam aluminium, seperti (Rahayu, dkk., 2009):
Aluminium kalium sulfat (tawas/alum)
Aluminium klorohidrat
Aluminium klorohidrat adalah kelompok garam yang mempunyai rumus umum AlnCl(3n-m)(OH)m, biasanya digunakan dalam deodoran dan antiperspiran serta flokulan pada permunian air. Aluminium klorohidrat digunakan dalam antiperspiran dan pada terapi hiperhidrosis.
Aluminium klorida
Aluminium klorida adalah bahan kimia dengan rumus kimia AlCl3. Aluminium klorida dikenal sebagai astringen dan antiseptik.
Aluminium zirconium tetrachlorohydrex; anhydrous aluminium zirconium tetrachlorohydrex; aluminium zirconium chloride hydroxide; aluminium zirconium tetrachlorohydrate; aluminium zirconium chlorohydrate.
Deodoran
Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan (Rahayu, dkk., 2009). Deodoran dapat juga diaplikasikan pada ketiak, kaki, tangan dan seluruh tubuh biasanya dalam bentuk spray (Egbuobi, dkk., 2013). Bahan aktif yang digunakan dalam deodoran dapat berupa: (Wasitaatmadja, 1997, Butler, 2000).
Pewangi (parfum); untuk menutupi bau badan yang tidak disukai. Dengan adanya pewangi maka deodoran dapat digolongkan dalam kosmetik pewangi (perfumery).
Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada tempat asal bau badan.
Antiseptik: pembunuh kuman apatogen atau patogen, misalnya heksaklorofen, triklosan, triklokarbanilid, amonium kwartener, ion exchange resin. Sirih merupakan antiseptik tradisional yang banyak digunakan.
Antibiotik topikal: pembunuh segala kuman, misalnya neomisin, aureomisin. Pemakaian antibiotik tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan resistensi dan sensitisasi.
Antienzim yang berperan dalam proses pembentukan bau, misalnya asam malonat, metal chelating, klorofil. Dosis yang diperlukan terlalu tinggi sehingga dapat menimbulkan efek samping.
Eliminasi bau (odor eliminator); yang dapat mengikat, menyerap, atau merusak struktur kimia bau menjadi struktur yang tidak bau, misalnya seng risinoleat, sitronelik senesiona, ion exchange resin.
Deodoran antiperspiran stick
Deodoran antiperspiran stick, berbentuk batang padat, mudah dioles dan merata pada kulit, bau sedap, stik transparan atau berwarna. Pembuatannya berbeda dengan pembuatan lipstik karena deodoran ini merupakan gel sabun. Pembuatannya mirip dengan pembuatan emulsi, yaitu suatu fase minyak (fatty acid) diadukkan dalam suatu fase larutan alkali dalam air/alkohol pada suhu sekitar 70oC. Gel panas yang terbentuk diisikan ke dalam cetakan pada suhu sekitar 60 - 65 oC dan dibiarkan memadat (Ditjen POM, 1985; Tranggono dan Latifah, 2007).
Deodoran antiperspiran stick adalah kosmetika yang berbahan dasar; natrium stearat (asam sterat dan natrium hidroksida) dan sebagai pelarut menggunakan propilen glikol atau alkohol (Bulter, 2000). Untuk mencegah kristalisasi garam aluminium maka digunakan gliserin atau propilen glikol dan untuk alasan yang sama maka hanya sejumlah kecil alkohol yang ditambahkan pada formula (Poucher, 1978). Garam kompleks aluminium dibuat dengan penambahan laktat ke dalam aluminium klorhidrat. Garam kompleks natrium aluminium klorhidrosilaktat dapat bercampur dengan natrium stearat atau sabun lain, karena ionisasi aluminium dapat ditekan jika pH larutan meningkat (Ditjen POM, 1985). Pertengahan tahun 1950, diperkenalkan natrium aluminium klorhidrosilaktat kompleks yang stabil di dalam dasar deodoran stik. Sediaan yang mengandung kompleks ini mempunyai aktifitas antibakteri tetapi, efektifitas sebagai antiperspiran menjadi berkurang (Butler, 2000).
Mekanisme Kerja Sediaan Deodoran Antiperspiran
Pada umumnya sediaan deodoran antiperspiran menggunakan bahan aktif aluminium klorohidrat Al2(OH)5Cl. Keringat mengandung air, ketika aluminium klorohidrat bereaksi dengan air (keringat) terjadi reaksi hidrolisis melepaskan ion Al3+ membentuk formasi aluminium hidrat [Al(H2O)6]3+. Suasana menjadi setimbang antara asam/basa karena kehadiran air, reaksi yang terjadi dapat dilihat di bawah ini (Gros dan Keith, 2009):
[Al(H2O)6]3+(aq) + H2O(l) [Al(H2O)5OH]2+(aq) + (H3O)+(aq)
Adanya ion (H3O)+ menyebabkan dua efek penting yaitu: (Gros dan Keith, 2009)
pH area menjadi di bawah 7 (asam), bukan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan bakteri (bakteri lebih banyak pada kondisi basa).
Keringat mengandung protein, pada kondisi normal dapat larut dalam air. Kehadiran ion (H3O)+ menyebabkan struktur protein berubah (denaturasi), sehingga kelarutan berubah. Akibatnya, struktur protein seperti srtuktur gel yang menutupi saluran keringat (Gros dan Keith, 2009; Swaile, dkk., 2011).
Penggunaan garam aluminium dianggap mempunyai efek antibakteri karena menghasilkan pH asam dari proses penguraian oleh air. Kulit dengan pH asam dianggap merupakan pertahanan alamiah terhadap infeksi bakteri dan jamur. Sediaan antiperspiran harus berdasarkan reaksi penguraian garam logam oleh air. Karena mempunyai efek menghambat bakteri kulit (Ditjen POM, 1985). Efek deodoran garam aluminium terjadi dengan dua cara, yaitu:
Aktivitas hambat bakteri yang disebabkan pH yang relatif rendah
Netralisasi bau dengan kombinasi kimia.
Antiperspiran yang mengandung garam aluminium mempunyai aktivitas tidak langsung pada kelenjar keringat tetapi, dengan cara memblokade pori dengan koagulasi protein oleh ion polivalen sehingga mengurangi keluarnya keringat. Disamping itu antiperspiran dapat menyebabkan reaksi inflamasi di sekitar lapisan pembuluh dan lubang keringat, dan adanya kontraksi dapat mengurangi keluarnya keringat ke permukaan kulit (Ditjen POM, 1985; Swaile, dkk., 2011).
Tawas bekerja dengan cara menetralisir bau yang timbul dari pertemuan apokrin dengan kuman. Sehingga tawas dapat menghilangkan bau badan dan menghambat perspirasi kulit (Anonim, 2010).
Preformulasi
Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat deodoran antiperspiran bentuk batang (stick) dengan menggunkan tawas yaitu:
Tawas
Tawas berupa kristal atau pecahan-pecahan kristal, tidak berwarna, atau dapat juga berupa serbuk. Tawas tidak berbau, rasa sedikit manis, dan mempunyai sifat adstringen yang cukup kuat. Larutan tawas bersifat asam jika diuji menggunakan lakmus. Tawas sangat mudah larut dalam air mendidih dan mudah larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, dan larut dalam gliserin (American Pharmaceutical Association, 1970).
Tawas adalah semacam batu putih agak bening yang bisa digunakan untuk membeningkan air dan dapat digunakan untuk menghilangkan bau badan khususnya di daerah ketiak. Tawas merupakan salah satu bahan aktif dari antiperspiran, walaupun demikian awal tahun 2005 FDA (Food and Drug Administration) tidak lagi mengakuinya sebagai pengurang keringat (Rahayu, dkk., 2009). Sediaan antiperspiran dipasaran yang menggunakan tawas dalam bentuk sediaan serbuk dengan konsentrasi tawas 20% (Anonim 2010).
Propilen glikol
Propilen glikol digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut dalam jumlah 15-50%. Propilen glikol adalah pelarut yang lebih baik dari pada gliserin dan dapat melarutkan berbagai macam bahan seperti kortikosteroid, fenol, barbiturat, vitamin (A dan D), dan alkaloid (Rowe, dkk., 2009).
Parfum
Parfum sebaiknya dipilih yang sederhana, lembut, dan menyenangkan, dan banyak disukai dan dapat menutupi bau badan yang mungkin kurang sedap untuk orang lain (Balsam dan Sagarin, 1972).
Asam stearat
Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih kekuningan (Wade dan Weller, 1994). Asam stearat memiliki atom karbon C18 yang merupakan asam lemak jenuh dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997). Asam stearat mempunyai titik lebur pada suhu 69,4 oC (Ketaren, 1986).
Asam laktat
Asam laktat merupakan asam organik. Ditambahkan dalam sediaan antiperspiran stik untuk menekan ionisasi logam aluminium sehingga garam aluminium mudah bercampur dengan sabun (Ditjen POM, 1985).
Natrium hidroksida (NaOH)
NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan lunak. NaOH berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Wade dan Weller, 1994). Ion Na+ bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun (Fessenden dan Fessenden, 1994).
Formulasi
Perhitungan dan Penimbangan
Formulasi A
Tawas 10100 x 100 gram = 10 gram
Asam Laktat 0,5100 x 100 gram = 0,5 gram
Etanol 96% 11,19100 x 100 gram = 11,19 gram
Asam Stearat 11,90100 x 100 gram = 11,90 gram
Natrium Hidroksida 0,728100 x 100 gram = 0,728 gram
Parfum = 2 tetes
Propilen Glikol 100 – 34,318 gram = 65,682 ml
Formulasi B
Tawas 15100 x 100 gram = 15 gram
Asam Laktat 0,75100 x 100 gram = 0,75 gram
Etanol 96% 10,53100 x 100 gram = 10,53 gram
Asam Stearat 11,21100 x 100 gram = 11,21 gram
Natrium Hidroksida 0,68100 x 100 gram = 0,68 gram
Parfum = 2 tetes
Propilen Glikol 100 – 38,17 gram = 61,83 ml
Formulasi C
Tawas 20100 x 100 gram = 20 gram
Asam Laktat 1100 x 100 gram = 1 gram
Etanol 96% 9,88100 x 100 gram = 9,88 gram
Asam Stearat 10,51100 x 100 gram = 10,51gram
Natrium Hidroksida 0,64100 x 100 gram = 0,64 gram
Parfum = 2 tetes
Propilen Glikol 100 – 42,03 gram = 57,97ml
Formulasi D
Tawas 25100 x 100 gram = 25 gram
Asam Laktat 1,25100 x 100 gram = 1,25 gram
Etanol 96% 9,22100 x 100 gram = 9,22 gram
Asam Stearat 9,81100 x 100 gram = 9,81 gram
Natrium Hidroksida 0,6100 x 100 gram = 0,6 gram
Parfum = 2 tetes
Propilen Glikol 100 – 45,88 gram = 54,12 ml
Formulasi E
Tawas 10100 x 100 gram = 30 gram
Asam Laktat 0,5100 x 100 gram = 1,5 gram
Etanol 96% 11,19100 x 100 gram = 8,56 gram
Asam Stearat 11,90100 x 100 gram = 9,11 gram
Natrium Hidroksida 0,728100 x 100 gram = 0,56 gram
Parfum = 2 tetes
Propilen Glikol 100 – 49,73 gram = 50,27 ml
Cara Pembuatan
Cara pembuatan deodoran adalah masing-masing formula sediaan dibuat menjadi 100 gram. Ditimbang semua bahan yang diperlukan. Tawas digerus halus dalam lumpang, kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Tawas dilarutkan dalam propilen glikol dan asam laktat sambil dipanaskan di atas penangas air (larutan tawas). NaOH dilarutkan dalam alkohol dimasukan ke dalam larutan tawas. Asam stearat dilebur di atas penangas air, kemudian dimasukan ke dalam larutan tawas. Diaduk perlahan sambil terus dipanaskan di atas penangas air. Kemudian dimasukkan parfum. Lalu, dimasukkan dalam wadah dan dibiarkan memadat.
Evaluasi Sediaan Kosmetik
Pemeriksaan Mutu Fisik
Pemeriksaan pH
Sediaan Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan antiperspiran yang dibuat memiliki pH rata-rata 3,7. pH ini mendekati pH fisiologis kulit yaitu 3,5 – 5. Dengan demikian formula tersebut dapat digunakan untuk sediaan antiperspiran.
Penggunaan garam aluminium dalam sediaan dianggap mempunyai efek antibakteri karena menghasilkan pH asam dari proses penguraian oleh air (Ditjen POM, 1985). Hal ini disebabkan karena penambahan propilen glikol pada saat pembuatan sediaan, propilen glikol mengabsorpsi air dari udara ke dalam sediaan sehingga kadar air bertambah (Soeratri, dkk., 2004). Selain itu garam aluminium dapat menciutkan pori sehingga dapat mengurangi pengeluaran keringat (Eiri Board of Consultants & Engineers, 2000). Oleh karena itu garam-garam aluminium memiliki efek deodoran dan antiperspiran. Hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah:
Pemeriksaan Homogenitas
Masing-masing sediaan deodoran antiperspiran batang yang dibuat diperiksa homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Ditjen POM, 1979).
Pengamatan sampai pada minggu ke 12 formula A, B, dan C menunjukkan bahwa sediaan tetap tidak memperlihatkan adanya butiran-butiran kasar terbukti pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan menunjukan susunan yang homogen dan pada saat dioleskan di permukaan kulit tidak kasar. Tetapi, formula D dan E sampai pada minggu ke 12 memperlihatkan adanya butiran-butiran kasar, pada saat dioleskan pada kaca transparan menunjukan susunan yang tidak 37 homogen dan terasa kasar pada saat dioleskan di permukaan kulit. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tawas terlalu tinggi sehingga partikel tawas kembali membentuk kristal-kristal kecil (Ditjen POM, 1985; Butler, 2000). Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah:
Pemeriksaan Stabilitas
Pengamatan terhadap adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan deodoran antiperspiran batang dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada minggu ke 2, 4, 6 dan selanjutnya setiap 2 minggu hingga minggu ke-12.
Hasil uji stabilitas sediaan antiperspiran bentuk batang menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu pengamatan. Parameter yang diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan.
Seluruh sediaan antiperspiran yang dibuat memiliki bentuk yang baik berbentuk padat (batangan/stick), tidak keluar minyak dan tidak meleleh pada penyimpanan suhu kamar. Warna sediaan yang dihasilkan tetap sama. Bau sediaan tetap stabil yaitu bau khas dari parfum. Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah:
Uji Iritasi Kulit
Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan yang dibuat dengan maksud untuk mengetahui bahwa deodoran antiperspiran batang yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak (Ditjen POM, 1985).
Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 6 orang sukarelawan menunjukkan bahwa semua sukarelawan tidak menunjukkan reaksi terhadap parameter uji iritasi yang diamati yaitu adanya eritema, papula, dan vesikula. Sehibgga dapat disimpulkan bahwa sediaan antiperspiran yang dibuat tidak mengakibatkan iritasi pada kulit.
Uji Efek pada Kain
Uji efek terhadap kain dilakukan pada kain rayon dan dilihat apakah ada pengaruh konsentrasi tawas terhadap kerusakan kain. Sebanyak 100 mg sediaan dioleskan secara merata pada kain rayon kemudian diletakkan pada ketiak relawan. Percobaan ini dilakukan terhadap 6 orang relawan sehat (pengujian pada 33 kosentrasi tertinggi 30%). Lalu kain dicuci dengan menggunakan air tanpa sabun kemudian kain rayon dikeringkan dilihat kerusakan kainnya, dilakukan hal yang sama selama 6 hari dengan kain yang sama dilihat efeknya terhadap kain. Uji ini dilakukan pada pagi hari setelah relawan mandi, dibiarkan hingga sore hari (Navarre, 1975).
Suatu sediaan deodoran antiperspiran dikatakan tidak merusak kain apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kekuatan kain tidak berubah (kain tidak rapuh) setelah kain diolesi sediaan dan dicuci, kain tetap kuat seperti sebelum kain diolesi sediaan.
Tidak ada noda yang terlihat baik pada kain putih maupun kain yang berwarna setelah diolesi sediaan dan dicuci sebanyak lima kali.
Tidak menghilangkan warna kain ataupun mengubah warna kain (Navarre, 1975).
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan sediaan deodoran antiperspiran yang menggunakan zat aktif garam-garam aluminium adalah kerusakan pada kain dan iritasi pada kulit akibat pH sediaan yang asam (Navarre, 1975). Pengujian selama 6 hari sediaan dengan konsentrasi tawas 10% - 30% tidak merusak kain.
Uji Bau Badan
Pengujian ini dilakukan dengan cara penciuman secara langsung pada kain kasa yang digunakan relawan dan pada kain yang dikenakan oleh relawan. Uji ini dilakukan oleh 6 orang relawan. Sebelum pengujian relawan dianjurkan tidak menggunakan produk deodoran lainnya sehari sebelum pengujian dilakukan (Ditjen POM, 1985).
Pada pengujian ini relawan dianjurkan melakukan aktivitas seperti biasanya. Garam (penggaraman) dapat mencegah pembusukan dengan menghambat pertumbuhan bakteri melalui tekanan osmosis. Pada prinsipnya sifat yang dimiliki garam juga dimiliki oleh tawas.
Pada sediaan dengan konsentrasi tawas 15% - 30% efektif menghilangkan bau badan relawan I - VI selama 9 jam. Sediaan dengan konsentrasi tawas 10% efektif menghilangkan bau badan hanya sampai 3 jam. Pada relawan II disediaan tawas 10% tidak menghasilkan bau badan, karena 42 relawan tersebut tidak mempunyai bau keringat. Hal ini disebabkan karena setiap orang memiliki bau badan yang khas dan berbeda, serta jumlah pengeluaran keringat yang banyak, sedang, dan sedikit bahkan hampir tidak berkeringat. Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah:
Uji Antiperspirant
Penilaian antiperspiran ini menggunakan metode gravitasi. Metode gravitasi adalah metode yang lebih baik untuk mengevaluasi efektifitas antiperspiran. Dalam metode ini bahan absorben yang digunakan adalah kain kasa yang telah ditara, kain kasa yang telah mengabsorbsi keringat kemudian ditimbang (Ditjen POM, 1985).
Sediaan dengan konsentrasi tawas 10% belum mempunyai efek antiperspiran. Efek antiperspiran baru tercapai pada sediaan dengan konsentrasi 15%, 20%, 25%, dan 30%. Selama 6 hari rata-rata efektifitas antiperspiran sediaan 43 dengan konsentrasi 15% dapat mengurangi pengeluaran keringat hingga 2,77%, sediaan dengan konsentrasi 20% dapat mengurangi keringat hingga 9,26%, sediaan dengan konsentrasi 25% dapat mengurangi keringat hingga 14,34%, dan sediaan dengan konsentrasi 30% dapat mengurangi keringat hingga 22,06%. Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah:
Suatu sediaan antiperspiran yang bahan aktifnya adalah garam aluminium dan sejenisnya yang berperan sebagai antiperspiran adalah ion Al3+ . Garam aluminium dapat mengakibatkan keratinisasi abnormal, sehingga terjadi blokade pada muara keringat sehingga aliran keringat terhambat. Garam aluminium mempunyai efek antiperspiran, jika digunakan dalam kadar cukup tinggi, tidak kurang dari 15% (Ditjen POM, 1985). Efek antiperspiran (pengurangan keringat) berbeda-beda setiap variasi konsentrasi, karena jumlah tawas setiap sediaan berbeda-beda. Semakin banyak konsentrasi tawas yang digunakan, efek antiperspiran semakin kuat. Sediaan dengan konsentrasi tawas 10% belum mampu mengurangi keringat.
Kemasan
Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan):
Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan. Misalnya wadah deodorant batang (roll up).
Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton.
Kemasan tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan. Misalnya deodorant yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas.
Informasi dalam Kemasan
Penggunaan setiap habis mandi, oleskan 4-6 kali di bawah lengan setiap kali pakai. Tunggu hingga kering. Jangan digunakan pada kulit luka. Bila terjadi iritasi, hentikan pemakaian.
BAB III
PENUTUP
J. Kesimpulan
Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan
Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menekan produksi keringat, baik ekrin maupun apokrin
Perbedaan antara antiperspiran dan deodoran; antiperspiran diklasifikasikan sebagai kosmetik medisinal/obat karena mempengaruhi fisiologi tubuh yaitu fungsi kelenjar keringat ekrin dan apokrin dengan mengurangi laju pengeluaran keringat sedangkan deodoran membiarkan pengeluaran keringat, tetapi mengurangi bau badan dengan mencegah penguraian keringat oleh bakteri (efek antibakteri) dan menutupi bau dengan parfum.
Evaluasi yang dilakukan pada sediaan ini adalah pemeriksaan mutu fisik yang meliputi pemeriksaan pH sediaan, homogenitas, stabilitas ; uji iritasi kulit ; uji efek pada kain ; uji bau badan ; uji antiperspirant.
Tawas dapat diformulasikan ke dalam sediaan antiperspiran bentuk batang.
Sediaan dengan konsentrasi tawas 20% adalah sediaan yang paling baik, karena sediaan ini tetap homogen selama 12 minggu, stabil secara fisik, tidak menimbulkan iritasi dan tidak menyebabkan kerusakan pada kain, efektif menghilangkan bau badan sampai 9 jam dan mengurangi keringat maksimal sebesar 9,26%.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010). Hiperdrosis. Diunduh dari : http://www.doktersehat.com/2007/-18/13/seputar-keringat-dan-bau-badan-secara-medis. Diakses pada tanggal 4 November 2015.
American Pharmaceutical Association. (1970). The National Formulary Thirteenth Edition. Washington Press: Washington Dc. Hal. 29-30.
Balsam, M.S., dan Sagarin, E. (1972). Cosmetic Science and Technology Volume I. Edisi Kedua. London: John Wiley and Sons. Hal. 63-80.
Butler, H. (ed.). (2000). Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edn. Britain: Kluwer Academic Publishers. Hal. 69-100.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 81.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 83, 85, 106-132.
Egbuobi, R. C., Ojiegbe, G. C., Dike-ndudim, J. N., dan Enwun, P. C. (2013). Antibacterial Activities of different brands of deodorants marketed in owerrri, imo state, Nigeria. African Journal of clinical and experimental microbiologi 14 (1): 14-16.
Eiri board of Consultants & Engineers. (2000). Handbook of Synthetic & Herbal Cosmetic. New Delhi: Engineers India Research Institute. Hal. 88.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. (1994). Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 98.
Gros, L., dan Keith H. (2009). Chemistry Changes Everything-Deodorant and Antiperspirant. Chemsitry Changes Everything-CITiEs. www.cities-eu.org/sites/.../057_Deodorant_antiperspirant.pdf.
Hasby, E. (2001). Keringat dan Bau Badan. www.kompas.com. Diakses : 4 November 2015.
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press: Jakarta.
Leon, A. G., dan David L. (1954). Handbook of Cosmetic Materials-The Properties, Uses and Toxic and Dermatologic Actions. Interscience Publishes Inc.: New York.
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Elsevier: Amsterdam.
Navarre, M. G. (1975). The Chemistry and Manufacture of Cosmetic. Second Edition. Volume III. Florida: The Continental Press. Hal. 211-213.
Poucher, W. A. (1978). Perfumes Cosmetics and Soap. Volume III. Florida: The Continental Press. Hal. 11-25.
Rahayu, S., Sherley, dan Indrawati S. (2009). Deodoran-antiperspirant. Naturakos IV(12). BPOM RI (online). http://perpustakaan.pom.go.id/koleksilainnya/buletinnaturakos/0309.
Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, E.Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi Keenam. London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. Hal. 75, 442, 742.
Soeratri, W., Rosita N., dan Himawati E.R. (2004). Pengaruh jenis humektan terhadap pelepasan asam sitrat dari basis gel secara in vitro. http://www.wikipedia.org.
Swaile, D. F., Elstun L. T., and Benzing K. W. (2011). Clinical Studies Of sweat rate reduction by an over-the-counter soft-solid antiperspirant and comparison with a prescription antiperspirant product in male panelists. British Journal of Dermatology. British Association of Dermatologist. 166(1): 22-26.
Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi Ketiga. Salemba Medika: Jakarta.
Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 49, 188.
Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press. Hal. 3-5, 144-147.
Wade, A., and Weller P. J. (1994). Handbook of Pharmaceutical Expient. 2nd Edition. The Pharmaceutical Press: London.
Young, A. (1974). Practical Cosmetic Sciense. Mills dan Boon Limited: London. Hal. 69.