MAKALAH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Disusun Oleh:
LUTHFIYAH SHAFIRA 07031281520157
Dosen Pembimbing :
Febrimarani Melinda, S.Sos, M.A
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016/2017
TUGAS MANDIRI I
FISIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA KAMPUS INDRALAYA
Mata Kuliah : Komunikasi Antar Budaya
Jurusan / Kelas : Ilmu Komunikasi / B
Dosen : Dr. Fauziah Asyiek, M. Si
Febrimarani Malinda, S.Sos, MA
Jenis Tugas : Tugas Mandiri
Metode : Review dan Analisis
Tujuan : Mengembangkan cara belajar dan pemahaman mahasiswa pada tingkat komunikasi antar budaya. Guna mengukur kemampuan dan ketajaman analisis mahasiswa terhadap objek kajian di dalam Komunikasi Antar Budaya.
Rincian Tugas:
Buatlah paper Komunikasi Antar Budaya yang mengandung isi tentang Ruang Lingkup KAB, Paradigma dalam KAB, serta Kajian singkat tentang Bahasa dan Budaya di Indonesia.
Buatlah paper pada kertas A4 dengan aturan penulisan: Huruf Times New Roman, Ukuran Huruf 12, Spasi 1,5
Gunakan 4 buah Buku sebagai bahan refrensi, minimalisir penggunaan artikel di dalam Website, dan sertakan di dalam Daftar Pustaka pada halaman terakhir.
Buatlah paper sebanyak 17 lembar, yang masing-masing terdiri dari : 1 lembar Halaman depan, 1 lembar Halaman Daftar Tugas Mandiri I, 13 lembar Halaman ISI (terdiri atas, 5 lembar Pembahasan tentang Ruang Lingkup KAB, 4 lembar Pembahasan tentang Paradigma dalam KAB, dan 4 lembar Pembahasan tentang Kajian Bahasa dan Budaya di Indonesia), 1 lembar Halaman Kesimpulan, 1 lembar Halaman Daftar Pustaka.
Tugas di serahkan 5 hari setelah tugas di berikan. Paling telat pada pukul 10.30 WIB di Kampus Indralaya.
SELAMAT MENGERJAKAN!!!!!
Palembang, 19 Agustus 2016
DOSEN PENGASUH
FEBRIMARANI MALINDA, S.SOS, MA
RUANG LINGKUP KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
KOMUNIKASI.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah "sama makna". Yang dimaksud "sama makna" adalah tujuan inti dari dibangunnya komunikasi yang baik, yaitu adanya persamaan persepsi (sudut pandang) dan cara berpikir (pemahaman) dalam setiap interaksi sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi.
Carl I. Holand berpendapat bahwa "komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang komunikator menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikati). Sedangkan, Harold Lasswell mengemukakan definisi dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: "who says(siapa yang mengatakan)?, what in (apa yang dikatakan)?, which channel (melalui saluran atau media apa yang digunakan)?, to whom (untuk siapa pesan tersebut disampaikan)?, dan terakhir with what effect (bagaimana pengaruhnya)?" (Deddy Mulyana, 2013:68-69). Dari dua definisi di atas terdapat inti dari definisi komunikasi, yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh sumber kepada penerima harus dapat diterima dengan baik dan dapat memberi pengaruh seperti yang diharapkan agar tidak muncul kesalahpahaman dalam pemahaman makna.
Pada awalnya komunikasi hanya memiliki tiga unsur penting, yaitu sumber, pesan (informasi), dan penerima. Namun, unsur-unsur tersebut berkembang hingga menjadi lebih banyak, antara lain sumber yang juga bisa menjadi penerima (komunikan), pesan atau informasi, penerima sekaligus sumber (komunikator atau komunikati), efek atau pengaruh dari komunikasi, media atau saluran yang digunakan, adanya feedback atau respon yang didapat, adanya gangguan baik dari internal maupun eksternal, dan terakhir lingkungan atau konteks dari komunikasi.
Fungsi komunikasi sendiri dalam komunikasi antar budaya apabila dikaitkan dengan fungsi komunikasi menurut William I. Gorden, yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental (Deddy Mulyana, 2013: 5). Fungsi pertama : komunikasi sosial adalah untuk membangun diri menjadi lebih baik sehingga dapat berhubungan dengan orang lain. Fungsi kedua : komunikasi ekspresif membuat seseorang lebih dapat menyampaikan maksud dari perkataannya melalui ekspresi yang ditunjukkan sehingga mengurangi timbulnya kesalahpahaman. Fungsi ketiga ; komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif lewat tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan. Dan terakhir fungsi keempat : komunikasi instrumental bertujuan untuk menginformasikan, mengubah sikap, dan juga menghibur secara garis besar dimaksudkan untuk membujuk seseorang untuk mengubah sikapnya menjadi lebih baik.
BUDAYA.
Istilah budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya merupakan suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 169), budaya bisa diartikan sebagai; 1) pikiran, akal budi; 2) adat isitiadat; 3) sesuatu mengenai kebudyaan yang sudah berkembang (beradab, maju); dan 4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (Djoko Widagdho, 2010). Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan, adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
Budaya berkenaan dengan kehidupan manusia karena faktor utama yang tanpa disadari telah melekat pada manusia sedari ia lahir. Budaya yang dibawanya sedari ia lahir adalah budaya yang diberikan oleh orang tuanya atau sering dikatakan adalah kebiasaan/cara yang diturunkan dari generasi ke generasi. Seperti yang dikatakan oleh Tubbs, Stewart and Moss, Sylvia (dalam Rini Darmastuti, 2013: 29) bahwa "culture is a way of life developed and shared by a group of people and passed down from generation to generation" yang dapat diartikan menjadi "budaya adalah sebuah cara hidup yang dikembangkan dan diberikan oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi . Budaya yang diwariskan itulah yang mempengaruhi cara hidup manusia dari bagaiamana cara bertahan hidup, cara berinteraksi, cara berkomunikasi, hingga kebiasaan yang dilakukan yang akan bercampur saat ia berinteraksi dengan orang lain yang memiliki budaya yang berbeda.
Budaya memiliki unsur-unsur yang berkaitan secara langsung dengan persepsi kita saat berkomunikasi (Rini Darmastuti, 2013: 33-35), yaitu:
Kepercayaan, nilai, dan sikap. Unsur ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi kita saat berkomunikasi karena dapat menjadi penghalang persamaan persepsi apabila memiliki kepercayaan, nilai, dan sikap yang berbeda dari sumber (komunikator).
Pandangan dunia. Yang dimaksud dalam unsur ini adalah bagaimana persepsi dunia pada suatu hal dapat mempengaruhi kita berkomunikasi.
Organisasi sosial. Organisasi apa yang kita ikuti menjadi tempat atau lingkungan yang dapat mempengaruhi persepsi kita akan suatu hal dan dapat membentuk perilaku maupun persepsi yang baru.
Tabiat manusia. Unsur ini merupakan unsur yang dibawa sedari kecil yang menjadi kebiasaan dan sulit untuk diubah serta, menjadi salah satu faktor utama yang dapat menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi.
Orientasi kegiatan. Kegiatan yang kita lakukan sehari-hari juga dapat memberi pengaruh persepsi kita dalam memandang suatu hal.
Persepsi tentang diri dan orang lain. Unsur ini sangat dipengaruhi dari latar belakang yang kita miliki karena secara tidak langsung menanamkan stereotip dan prasangka yang sedari dulu sudah ada.
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA.
Istilah antar budaya diperkenalkan oleh Edward T. Hall pada tahun 1959 lewat bukunya yang berjudul "The Silent Languange", tetapi Hall tidak menerangkan secara mendalam tentang pengaruh budaya terhadap proses komunikasi antar pribadi. Setelah Hall dilanjutkan oleh ahli lainnya seperti David Berlo yang menulis buku berjudul "The Process of Communication" pada tahun 1960, Berlo dalam bukunya mentikberatkan pada kajian kebudayaan dalam komunikasi antar budaya. (Rini Darmastuti, 2013: 58)
Larry A Samovar, dkk dalam bukunya Communication between Cultures (terjemahan, 2010: 13) mendefinisikan tentang komunikasi antar budaya sebagai satu bentuk komunikasi yang melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi (dalam Rini Darmastuti, 2013: 63). Menurut Stewart(1974), komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, dan kebiasaan (dalam Daryanto, 2016: 207). Jadi, definisi dari komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan komunikator (partisipan) yang memiliki perbedaan budaya baik dari segi bahasa, nilai-nilai, adat maupun kebiasaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara atau bangsa yang sama.
Penekanan pada komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. Unsur-unsur dari komunikasi antar budaya adalah unsur gabungan dari unsur komunikasi dan unsur budaya, yaitu komunikator(partisipan), pesan(informasi yang berupa bahasa verbal dan nonverbal), persepsi (makna), efek(pengaruh), dan budaya (kepercayaan, nilai, sikap, kebiasaan).
Dimensi-dimensi komunikasi antar budaya (Teori Komunikasi, 2016: 209-210) :
Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan. Dimensi ini merujuk pada berbagai tingkat kompleksitas dari organisasi sosial.
Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antar budaya. Dimensi ini merujuk pada latar belakang pengalaman atau kegiatan individu yang berbeda.
Saluran yang dilalui oleh pesan komunikasi anarbudaya. Dimensi ini merujuk pada saluran atau media apa yang digunakan saat berkomunikasi.
Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Karena berjalannya suatu komunikasi yang baik didukung dengan saling mengenal dan memahami budaya yang lain apabila tidak, akan muncul kesalahpahaman dan sebaliknya. Berkembangnya suatu budaya juga didukung melalui komunikasi yang benar agar pesan yang disampaikan melalui budaya (lambang atau simbolik) dapat tersampaikan dengan baik.
PARADIGMA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Sebelum menjelaskan paradigma dari komunikasi antar budaya kita terlebih dahulu harus memahami tentang arti paradigma. Dalam bahasa inggris paradigma disebut paradigm. Paradigma berasal dari bahasa Latin, yaitu para dan deigma. Secara etimologis, para berarti di samping atau di sebelah dan deigma memiliki arti memperlihatkan yang berarti model, contoh, ideal. Tokoh yang mengembangkan istilah paradigma dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas Kuhn dalam bukunya "The Structure of Scientific Revolution". Menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga menjadi sumber hukum, metode, dan penerapan ilmu yang menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Menurut Muhammad Adib, dalam bukunya filsafat ilmu ia mengemukakan bahwa ada empat paradigma ilmu yang dikembangkan untuk ilmu pengetahuan, antara lain.
Paradigma Positivisme (Positivistik). Yaitu aliran yang menyatakan bahwa ilmu alam adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan memandang bahwa suatu pernyataan dikatakan ilmu pengetahuan apabila sebenarnya dapat dibuktikan secara empiris.
Paradigma Post-Positivisme. Yaitu aliran yang memperbaiki kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan pengamatan langsung terhadap objek dan memandang bahwa suatu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti).
Paradigma Critical Theory (Paradigma Teori Kritis). Yaitu aliran yang digunakan untuk mengkritik, mengubah masyarakat keseluruhan, tidak hanya memahami dan menjelaskannya, dan berpengaruh terhadap perubahan sosial dalam mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil.
Paradigma Konstruktivisme. Yaitu aliran yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan kita sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif dengan membuat struktur, kategori, konsep, skema, yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan.
Pada komunikasi antarbudaya, paradigma lahir karena adanya kelemahan dalam penelitian komunikasi antar budaya yang dilakukan. Tulsi B. Saral pada tahun 1979 (dalam Komunikasi Antarbudaya, 1996: 245-246) menyebutkan lima kelemahan penelitian komunikasi antarbudaya saat itu :
Dalam budaya barat, tekanan terlalu banyak pada penggunaan indera visual dan auditif; padahal bangsa-bangsa berbeda dalam mengindera stimuli. Orang Afrika Barat misalnya, kurang begitu mengandalkan indera visual; dan lebih percaya pada indera auditif.
Hampir semua studi komunikasi antarbudaya terbatas pada apa yang dipersepsi atau diekspresikan. Ini terjadi karena car berpikir Barat yang materilistik (ingat klasifikasi Weltanschauung dari Asante) menafsirkan pengalman-pengalaman mistis.
Penelitian juga bertumpu pada pada yang dianggap sebagai objective truth. Pandangan dunia tentang realitas tunggal menguasai asumsi-asumsi penelitian.
Para teorisi Barat cenderung memisahkan jiwa dari tubuh, individu dan lingkungan, kesadaran individu dari kesadaran kosmis.
Kebanyakan studi komunikasi didasarkan pada model linear yang mekanistis. Model ini sangat cocok untuk melukiskan komunikasi antar budaya yang holistik.
Lima kelemahan di atas ditujukan kepada penelitian-penelitian terdahulu yang didominasi oleh paradigma positivistik (positivisme). Oleh karena itu, muncullah paradigma baru yang membantu memperbaiki kelemahan paradigma positivistik, paradigma tersebut adalah paradigma naturalistik.
Paradigma positivistik membentuk kita untuk memahami ilmu pengetahuan hanya pada sesuatu yang dapat diukur berdasarkan bilangan yang nyata. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, paradigma positivistik adalah paradigma yang mengacu pada logika-empiris atau bisa dijelaskan bahwa suatu kajian dipandang sebagai ilmu pengetahuan apabila dapat dibuktikan melalui observasi, nilai kuantifikasi, dan merumuskan generalisasi dan hasil pengamatan secara nyata. Karena konsep ini merujuk kepada konsep sosial maka, peneliti mengambangkan skala-skala pengukuran dengan variabelnya adalah sikap. Untuk komunikasi antar budaya misalnya, kita dapat mengguanakn skala world-minded attitudes dari Sampson dan Smith atau internationalism dari Free dan Cantrill. Dengan mengubah konsep menjadi variabel dijelaskan dalam apa yang lazim disebut operasionalisasi.
Padahal dalam kenyataannya konsep merupakan hal yang tidak dapat diukur dan dinyatakan dengan bilangan. Konsep merupakan suatu pandangan yang hanya bisa dijelaskan dengan kalimat dan ada di pikiran kita. Dengan penjelasan yang sudah ada kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam positivistik sebuah pandangan dinyatakan ilmu pengetahuan (konsep) yang realistis apabila dapat dibuktikan secara kuantitatif dan logika-empiris. Padahal konsep merupakan hal yang tak memiliki batas dan tidak bisa dibatasi karena setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi suatu hal.
Paradigma naturalistik adalah paradigma yang beranggapan bahwa realitas adalah hasil konstruksi kita; karena setiap orang mengkonstruksi realitas kita mengenal banyak realitas (Komunikasi Antarbudaya, 1996: 247). Tujuan penelitian tidak lagi hanya untuk memperoleh pengatahuan nomothetik (hukum-hukum yang dapat digeneralisasikan), tetapi juga mencari dan mengembangkan pengetahuan idiografik (penjelasan tentang kasus-kasus). Pengamat dan objek yang diamaati melakukan hubungan tinbal balik karena saling mempengaruhi. Paradigma naturalistik menjadi lebih relevan untuk melakukan penelitian komunikasi antar budaya karena melihat konsep tidak hanya dari sudut pandang peneliti, tetapi juga dari sudut pandang objek yang diteliti.
Paradigma positivistik hanya melihat pecahan-pecahan realitas tentu saja sulit untuk melihat konteks. Penelitian paradigma naturalistik yang menempatkan proses itu menjadi satu-satunya alternatif. Tetapi dengan bergabungnya metode penelitian paradigma positivistik dan paradigma naturalistik dapat lebih efektif dalam pengujian dan pembuatan konsep melalui verifikasi dan logika-empiris hasil dari observasi yang dilakukan.
Dalam beberapa buku lain paradigma dijelaskan dengan kata lain asumsi dasar. Alo Liliweri (2003: 15) memberikan asumsi-asumsi dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya sebagai berikut.
Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
Dalam komunikasi antar budaya terkandung isi dan relasi antar pribadi.
Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi.
Komunikasi antar budaya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat ketidakpastian.
Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
Efektivitas antar budaya merupakan tujuan komunikasi.
KAJIAN BAHASA DAN BUDAYA DI INDONESIA
BAHASA.
Dalam proses komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur atau komponen utama komunikasi. Pesan adalah rangkaian simbol yang kita gunakan dalam proses penyampaian informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Menurut Rudolph F. Verderber (dalam Rini Darmastuti, 2013: 6), ia berpendapat bahwa pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu atau sebagai perantara penyampaian pesan agar dapat dimengerti komunikan. Simbol dibagi menjadi simbol verbal dan simbol nonverbal. Simbol verbal salah satunya adalah bahasa.
Bahasa hingga kini belum dijelaskan secara eksplisit siapa penemu dan kapan bahasa muncul dan digunakan di bumi ini, tetapi ada teoritikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi dari perilaku sosial (Deddy Mulyana, 2013: 263). Koentjaraningrat dalam bukunya Sosiolinguistik (1985), bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan. Bahasa pada intinya menjadi salah satu hal yang harus dikuasai oleh komunikan apabila ingin melakukan komunikasi agar lebih efektif saat berkomunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa memiliki arti, sebagai berikut. 1) (n) sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2) percakapan (perkataan) yang baik, tingkah laku yang baik, sopan-santun, baik budinya.
Bahasa memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Book mengemukakan bahasa memiliki tiga fungsi intinya, yaitu untuk mengenal dunia dan sekitar kita; untuk berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan koherensi (keterkaitan) dalam kehidupan kita (Deddy Mulyana, 2013: 267). Dari pendapat di atas tentang fungsi bahasa, pada umumnya bahasa berfungsi untuk menjadi alat penyambung komunikasi antar komunikan dengan lingkungan sekitarnya.
Indonesia memiliki 200juta lebih penduduk jiwa yang tinggal di berbagai daerah di Indonesia timur hingga barat yang memiliki kekhasan dan kebudayaan yang berbeda pada setiap daerah. Dari hasil riset badan bahasa Indonesia, ada 700-an lebih bahasa yang digunakan masyarakat Indonesia dan ada beberapa bahasa yang sudah punah. Padahal dengan adanya keberagaman bahasa di Indonesia semakin menambah nilai kekayaan budaya Indonesia. Oleh karena itu, para peneliti terus mengusahakan berbagai upaya agar mengurangi tingkat kepunahan bahasa melalui revitalisasi bahasa. Salah satu bentuk revitalisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pendokumentasian bahasa. Menurut Lewis et al., (2015) berpendapat bahwa ada dua dimensi dalam pencirian keterancaman bahasa, yaitu jumlah penutur yang menggunakan bahasanya semakin sedikit serta, jumlah dan sifat penggunaan atau fungsi penggunaan bahasa.
Menurut Hinton (2011: 291—293), revitalisasi bahasa adalah upaya untuk mengembalikan bahasa yang terancam punah pada tingkat penggunaan yang lebih baik dalam masyarakat setelah mengalami penurunan penggunaan. Hinton mengusulkan enam upaya nyata yang dapat dilakukan dalam mengembalikan penggunaan bahasa yang hampir punah, yaitu belajar beberapa kata (seperti salam dan perkenalan atau percakapan pendek) ; mengumpulkan publikasi linguistik, catatan lapangan dan rekaman suara sebagai bagian dari penciptaan sumber daya berbasis masyarakat dan arsip; mengembangkan sistem tulis dan pembuatan kamus berbasis masyarakat dan tata bahasa pedagogis; membuat rekaman audio atau video dari penutur yang tersisa dengan tujuan mendokumentasikan dan mengarsipkan contoh penggunaan bahasa mereka dengan membuat korpus bahan berbagai jenis; mengikuti kelas bahasa atau kemah bahasa; dan menjalankan sekolah imersi penuh (sekolah yang bahasa pengantarnya adalah bahasa yang terancam punah itu sendiri) untuk anak-anak pada masyarakat yang memiliki sumber daya untuk mendukung mereka.
BUDAYA.
Budaya sebenarnya muncul dari kebiasaan-kebiasaan lama yang terus dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi sebuah tradisi. Menurut Clifford Geerzt (dalam Rini Darmastuti, 2013: 29), mengartikan budaya sebagai pola transmisi sejarah dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya melalui simbol-simbol yang mereka gunakan.
Budaya memiliki karakteristik yang sangat berciri khas dari satu daerah dengan daerah lainnya. Karakteristik-karakteristik budaya tersebut adalah:
Komunikasi dan Bahasa. Komunikasi dan bahasa memiliki jenis dan karakteristik yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya, berupa bahasa verbal atau bahasa nonverbal (gerak tubuh).
Pakaian dan Penampilan. Cara berpakaian dan berpenampilan juga menjadi ciri khas yang berbeda dari masing-masing daerah.
Makanan dan Kebiasaan Makan. Makanan dan kebiasaan makan juga menjadi karakteristik yang berbeda dari daerah-daerah tertentu.
Waktu dan Kesadaran akan Waktu. Cara pandang orang tentang nilai relatif waktu dari masing-masing orang dan daerah.
Budaya juga memiliki fungsi menurut Toomey tahun 1999 (dalam Rini Darmastuti, 2013: 36-37), antara lain.
Budaya dapat memberikan makna terhadap identitas yang dianutnya.
Budaya dianggap mampu menciptakan inklusi sehingga orang-orang dapat membedakan mana in-group dan out-group.
Budaya membentuk sikap seseorang tentang in-group dan out-group berkaitan dengan orang yang secara kultural tidak sama.
Budaya dianggap dapat memfasilitasi proses-proses adaptasi diantar diri, komunikasi kebudayaan, dan lingkungan yang besar.
Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak terpisah karena saling mempengaruhi.
KEBERAGAMAN BAHASA DAN BUDAYA.
Bahasa dan budaya memiliki saling keterkaitan dan menjadi kekayaan dari keberagaman kebudayaan bangsa. Salah satu contoh keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia adalah di Sumatera Selatan dengan Palembang sebagai ibukota provinsi.
Palembang merupakan kota yang bersejarah dan telah berusia lebih dari 1334 tahun. Awal mula sejarah kota Palembang adalah Kerajaan Sriwijaya yang berjaya sejak abad ke-9, menurut beberapa bukti sejarah kota Palembang ada sejak 17 Juni 682 Masehi. Palembang memiliki keberagaman budaya dan bahasa, antara lain.
Rumah adatnya dinamakan Rumah Limas (Rumah Bari).
Pakaian khasnya disebut Kain Songket.
Seni musik khasnya adalah Musik Jidur dan lagunya Gending Sriwijaya.
Seni budaya yang khas adalah dul-muluk dan festival perahu bidar.
Seni tari yang terkenal adalah Tari Tanggai dan Tari Gending Sriwijaya yang biasanya ditampilkan saat acara penyambutan tamu atau acara tertentu (pernikahan)
KESIMPULAN
Komunikasi adalah hubungan timbal balik antarkomunikan yang dilakukan untuk bertukar informasi melalui media tertentu yang diharapakan dapat memberi pengaruh yang diinginkan kepada komunikator partisipan. Budaya adalah tata cara (kebiasaan) yang sudah ada sejak lama yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Budaya mengiringi setiap kebiasaan seseorang dalam berkomunikasi karena budaya menjadi latar belakang yang melekat pada setiap individu yang berbeda. Sedangkan, komunikasi bisa efektif dan berhasil apabila komunikator dapat menyampaikan pesan ataupun informasi dengan baik.
Komunikasi antar budaya sendiri merupakan subilmu dari ilmu sosial-komunikasi yang membedakan komunikasi antar budaya dengan subilmu komunikasi lainnya adalah adanya perbedaan latar belakang (budaya) yang relatif besar mempengaruhi komunikasi para komunikator. Dengan adanya perbedaan yang relatif besar inilah yang dapat menjadi faktor penghalang keberhasilan komunikasi yang berusaha dibangun oleh komunikator apabila komunikator tidak dapat memahami kebudayaan komunikator lain. Jadi, komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang memiliki perbedaan latar belakang kebudayaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara (bangsa).
Dengan keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia menjadi kekayaan yang tak ternilai yang menambah nilai dari bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam nilai non materiil, tetapi juga menambah nilai materiil suatu bangsa karena mengundang keingintahuan orang asing untuk melihat keberagaman dari budaya dan bahasa di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Kepustakaan.
Mulyana, Deddy. 2013. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosda.
Darmastuti, Rini. 2013. Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta : Buku Litera.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 1996. Komunikasi Antarbudaya. Bandung : Rosda.
Daryanto dan Muijo Rahardjo. 2016. Teori Komunikasi. Yogyakarta : Gava Media.
Widagdho, Djoko. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.
Adib, Muhammad. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakata : Pustaka Pelajar.
Prasetya, Joko Tri. 2009. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Rieka Cipta.
Sumber Internet.
http://aqualibra.blogspot.co.id/p/babi-pendahuluan-paradigma-berasal-dari.html?m=1 diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.15
http://akuibe.blogspot.com/2012/06/tugas-makalah-pengantar-filsafat-ilmu.html?m=1 diakses diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.17
http://kbbi4.portalbahasa.com/entri diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.23
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1823 diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.35
http://bimbimelevens.blogspot.co.id/2013/03/keanekaragamanbudayadaerahsumatera_12.html diakses pada tanggal 21 Agustus 2016 pukul 21.48
10 " Page