BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam hidup sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk lainnya baik hewan, tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti debu, tungau, serbuk bunga sampai berbagai makanan yang kita konsumsi sehari-hari seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat asing. Zat asing yang dinamakan alergen tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga. Alergen juga dapat masuk melalui saluran percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Di samping itu juga dikenal alergen kontak yang menempel pada kulit seperti komestik dan perhiasan penyebab gatal-gatal karena Alergi.
Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E (IgE). Imunoglobulin E (IgE) tersebut kemudian menempel pada sel mast (mast cell). Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E (IgE) yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi.
Gejala reaksi alergi tergantung pada lokasi di mana reaksi allergen-antibodi berlangsung, misalnya di hidung (rhinitis allergica), di kulit (eksim, urticaria = biduran, kaligata), mukosa mata (conjunctivitis) atau di bronchi (serangan asam). Gejala tersebut juga dapat timbul bersamaan waktu dipelbagai tempat, misalnya pada asma, demam meriang (hay fever, pollinosis) dan eksim.
Dalam keadaan gawat dapat timbul suatu reaksi anafilaksis. Anafilaksis ini menurut bahasa Yunani diartikan dari kata ana berarti tanpa dan phylaxis berarti perlindungan. Pada shock anafilaksis, masuknya antigen pertama membuat tubuh tanpa perlindungan terhadap pemasukan antigen berikutnya. Kadar histamine dapat meningkat dengan drastis, seperti, pada peristiwa kecelakaan dengan banyak kehilangan darah atau cidera bakar hebat. Pada kelompok orang tertentu yang telah disensibilisasi terhadap satu atau beberapa jenis allergen dapat timbul suatu reaksi anafilaksis hebat. Misalnya, allergen dalam makanan (kacang-kacangan, buah kiwi, arbai, dll) atau obat-obat seperti kelompok penisillin.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dapat dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin. Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak menyembuhkan alergi. Jika penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi akan muncul kembali. Oleh karena itu, yang terbaik untuk mengatasi alergi adalah dengan menghindari kontak dengan alergen, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menjauhi stress. (http://dokumen.tips/documents/makalah-histamin-fix.html)
B. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai obat antihistamin terutama dalam membuat dan menggunakan brosur serta cara memasarkan produk antihistamin dengan merek dagang TELFAST, selain itu juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Pemasaran.
C. MANFAAT
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa/i untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai obat antihistamin. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa/i mengenai obat antihistamin terutama dalam membuat dan menggunakan brosur erta cara memasarkan produk antihistamin dengan merek dagang TELFAST.
D. RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan histamin?
Apa yang dimaksud dengan antihistamin?
Bagaimana Strategi Pemsaran produk TELFAST?
Bagaiman kalimat detailing yang disampaikan oleh MED REP tentang produk TELFAST?
Apa sajakah isi dari brosur produk TELFAST?
BAB II
ISI
A. HISTAMIN
Histamin adalah suatu senyawa amina nabati yang disebut juga bioamin yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich pada tahun 1878 dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatis. Asam amino ini masuk ke dalam tubuh terutama dalam daging (protein) yang kemudian di jaringan (juga di usus halus) diubah secara enzimatis menjadi histamine.
Pada awalnya histamin beserta asetilkolin memiliki persamaan dalam sejarahnya, yaitu disintesis secara kimia sebelum diketahui sifat biologiknya, keduanya disintesa dari ekstraksi ergot. Histamin dibangun dari substansi kimia asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase. Sebagai tanggapan tubuh terhadap patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut. Beberapa fungsi pengaturan di dalam tubuh juga telah ditemukan berkaitan erat dengan kehadiran histamin.
Hampir semua organ dan jaringan memiliki histamine dalam keadaan terikat dan inaktif, yang terutama terdapat dalam sel-sel tertentu. Mast cells menyerupai bola-bola kecil berisi gelembung yang penuh dengan histamine dan zat-zat mediator lain. Sel-sel ini banyak ditemukan dibagian tubuh yang bersentuhan dengan dunia luar, yakni dikulit, mukosa dari mata, hidung, saluran napas (bronchia, paru-paru) dan usus, juga dalam leukosit basofil darah. Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak, di mana histamine bekerja sebagai neurotransmitter. Di luar tubuh manusia histamine terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat) dan makanan (keju).
Histamine memegang peran utama pada proses peradangan dan pada system daya tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor, yakni reseptor-H1, reseptor-H2, dan reseptor-H3. Reseptor-H1 secara selektif diblok oleh antihistaminika (H1-blockers), reseptor-H2 oleh penghambat asam lambung (H2-blockers). Reseptor-H3 memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus.
Aktivitas terpenting histamine adalah:
Kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim;
Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah;
Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat udema dan pengembangan mukosa;
Hipersekresi air mata, ludah, dahak dan asam lambung;
Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal.
B ANTIHISTAMIN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor-histamin (penghambat saingan). Sehingga histamin tidak bisa bekerja untuk menyebabkan reaksi alergi. Obat ini hanya bisa menyembuhkan gejala alergi, tetapi tidak bisa menyembuhkan alergi. Artinya, walaupun antihistamin dapat menghilang gatal akibat alergi, namun jika suatu terjadi kontak lagi dengan alergen, maka reaksi alergi tersebut akan muncul kembali. Antihistamin dalam dosis terapi, efektif untuk mengobati edema, eritem dan prutus, tetapi tidak dapat melwan efek hipersekresi asam lambung akibat histamine. Pada awalnya hanya dikenal satu tipe anti-histaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara farmakologis reseptor histamine dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu reseptor-H1 dan reseptor –H2.
Macam-macam obat antihistamin
Sejak histamin ditemukan sebagai suatu zat kimia yang mempengaruhi banyak proses faali dan patologik dalam tubuh, maka dicari obat yang
dapat melawan khasiat histamin. Epinefrin merupakan antagonis faali yang pertama kali digunakan, efeknya lebih cepat dan lebih efektif daripada AH1.
Antihistamin generasi pertama
Sejak tahun 1937-1972, ditemukan beratus- ratus antihistamin dan digunakan dalam terapi, namun khasiatnya tidak banyak berbeda. AH1 ini dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan bersin, rinore, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada seasonal hay fever, tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. AH1 efektif untuk mengatasiurtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronikhasilnya kurang baik. Mekanisme kerja antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala alergi berlangsung melalui kompetisi dalam berikatan dengan reseptor H1di organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor H1. Antihistamin tersebut digolongkan dalam antihistamin generasi pertama. Kelas ini mencakup klorfeniramine, difenhidramine, prometazin, hidroksisin dan lain-lain.
Pada umumnya obat antihistamin generasi pertama ini mempunyai efektifitas yang serupa bila digunakan menurut dosis yang dianjurkan dan dapat dibedakan satu sama lain menurut gambaran efek sampingnya. Namun, efek yang tidak diinginkan obat ini adalah menimbulkan rasa mengantuk sehingga mengganggu aktifitas dalam pekerjaan, harus berhati-hati waktu mengendarai kendaraan, mengemudikan pesawat terbang dan mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek sedative ini diakibatkan oleh karena antihistamin generasi pertama ini memiliki sifat lipofilik yang dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya histamin yang menempel pada reseptor H1sel otak, kewaspadaan menurun dan timbul rasa mengantuk. Selain itu, efek sedative diperberat pada pemakaian alkohol dan obat antidepresan. Karena itu, pengguna obat ini harus berhati-hati. Di samping itu, beberapa antihistamin mempunyai efek samping antikolinergik seperti mulut menjadi kering, dilatasi pupil, penglihatan berkabut, retensi urin, konstipasi dan impotensia.
Antihistamin generasi kedua
Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamin yaitu burinamid, metilamid dan simetidin. Ternyata antihistamin
generasi kedua ini memberi harapan untuk pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau duodenitis. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus sawar darah otak. Reseptor H1sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek samping yang ditimbulkan agak kurang tanpa efek mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat diberikan dengan dosis yang tinggi untuk
meringankan gejala alergi sepanjang hari,terutama untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti urtikaria dan asma bronkial. Peranan histamin pada asma masih belum sepenuhnya diketahui. Pada dosis yang dapat mencegah bronkokonstriksi karena histamin, antihistamin dapat meredakan gejala ringan asma kronik dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada
penderita dengan hiperreaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai efek terbatas dan terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat, sehingga antihistamin generasi
kedua diragukan untuk terapi asma kronik. Yang digolongkan dalam antihistamin generasi kedua yaitu terfenadin, astemizol, loratadin dan cetirizin. Terfenadin diperkenalkan di Eropa pada tahun 1981 dan merupakan antihistamin pertama yang tidak mempunyai efek sedasi dan diijinkan beredar di Amerika Serikat pada tahun 1985. Namun, pada tahun 1986 pada keadaan tertentu dilaporkan terjadinya aritmia ventrikel, gangguan ritme jantung yang berbahaya, dapat
menyebabkan pingsan dan kematian mendadak. Beberapa faktor seperti hipokalemia, hipomagnesemia, bradikardia, sirosis atau kelainan hati lainnya atau pemberian bersamaan dengan juice anggur, antibiotika makrolid (misalnya eritromisin), obat anti jamur (misalnya itraconazole atau ketoconazole) berbahaya karena dapat memperpanjang interval QT.
Pada tahun 1997 FDA menarik terfenadin dari pasaran karena telah ditemukannya obat sejenis dan lebih aman. Astemizol (Hismanal) merupakan antihistamin kedua yang tidak menyebabkan sedasi diperbolehkan beredar di Amerika Serikat (Desember 1988). Obat ini secara cepat dan sempurna diabsorpsi setelah pemberian secara oral, tetapi astemizol dan metabolitnya sangat banyak distribusinya dan mengalami metabolism sangat lambat. Namun, karena kasus aritmia jantung dan kematian mendadak telah diamati setelah penggunaan astemizol pada keadaan yang serupa dengan terfenadin, maka pada astemizole diberikan tanda peringatan dalam kotak hitam. Loratadin (Claritin )
Mempunyai farmakokinetik serupa dengan terfenadin, dalam hal mulai bekerjanya dan lamanya. Seperti halnya terfenadin dan astemizol, obat ini mula-mula mengalami metabolisme menjadi metabolit aktif deskarboetoksi loratadin (DCL) dan selanjutnya mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi dengan baik, tanpa efek sedasi, serta tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf pusat dan tidak pernah dilaporkan terjadinya
kematian mendadak sejak obat ini diperbolehkan beredar pada tahun 1993.
Antihistamin generasi ketiga
Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin, norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan mengembangkan antihistamin generasi
ketiga adalah untuk menyederhanakan farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya.
Feksofenadin (Telfast ®) merupakan metabolit karboksilat dari antihistamin generasi kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan oleh FDA pada Juli 1996. Setelah diketahui bahwa feksofenadin tidak berpengaruh buruk terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai efektivitas sama seperti terfenadin maka feksofenadin menggantikan terfenadin dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang Telfast ( di Amerika : Allegra ®).
Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara oral cepat diabsorpsi, hanya sekitar 5% mengalami metabolisme, sisanya diekskresi dalam urin dan feses tanpa mengalami perubahan. Hasil ini tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan pada fungsi hati atau ginjal. Pada penderita usia lanjut atau penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kadar feksofenadine dalam plasma darah dapat meningkat 2 kali dari pada normal. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena indeks terapi obat ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak berpengaruh pada interval QT pada percobaan binatang atau pada manusia yang diberi 10 kali lipat dosis standar 60 mg 2 kali sehari. Feksofenadin tidak menembus sawar darah otak sehingga tidak mempunyai efek samping terhadap susunan saraf pusat. Penelitian yang dilakukan oleh Meltzer dkk. pada 826 penderita rinitis allergika kronik karena musim, dari usia 12 hingga 65 tahun dengan pemberian feksofenadin 60 mg ternyata dapat meningkatkan kualitas hidup, tidak mengganggu aktifitas dan produksi kerja. Penggunaan antihistamin untuk penderita lanjut usia harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan interaksi obat serta kondisi organ tubuh yang biasanya telah mengalami penurunan. Feksofenadin merupakan antihistamin non-sedatif, yang sama dengan terfenadin tetapi tidak bersifat kardiotoksik. Pada penderita penyakit hati tidak diperlukan penyesuaian dosis, demikian juga untuk penderita gangguan fungsi ginjal dosis yang dianjurkan adalah dosis tunggal 60 mg/ hari. Norastemizole
mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan astemizole, dan menurut McCullogh dkk norastemizole menghambat reseptor H1 13 sampai 16 kali lebih
kuat. Pada percobaan dengan binatang, konstriksi bronkus akibat histamin juga dihambat 20 sampai 40 kali lebih kuat dibanding astemizole. Mulai kerja norastemizole lebih cepat disbanding astemizole. Norastemizole tidak mengalami metabolisme, diekskresi dalam urin dalam bentuk tidak berubah, waktu paruh plasma sekitar satu minggu, jadi setengah dari pada waktu paruh
astemizole. Dalam percobaan pada tikus, obat ini tidak menaikkan berat badan. Terhadap jantung, pengaruhnya relatif lebih aman meskipun dalam kombinasi dengan obat lainnya, tidak meningkatkan interval QT setelah pemberian per os dengan dosis tunggal 100 mg. Obat ini belum dipasarkan di Indonesia.DCL
(diproduksi oleh Schering Plough) lebih kuat dari pada loratadin terhadap reseptor H1. Juga diketahui bahwa obat ini menghambat reseptor muskarinik M
1dan M3sehingga meningkatkan efek dalam pengobatan asma bronkiale. DCL mula kerjanya sedikit lebih lambat dan mempunyai waktu paruh dalam plasma
lebih panjang dibandingkan dengan loratadine .
Dalam percobaan binatang dengan dosis yang tinggi ternyata tidak berpengaruh terhadap interval QT dan denyut jantung meskipun dengan dosis
sampai 100 mg/ kg BB. Pada kombinasi dengan eritromisin, kadar DCL dalam plasma sedikit menurun. Efek samping obat antihistamin Antihistamin yang dibagi dalam antihistamin generasi pertama dan antihistamin generasi kedua,
pada dasarnya mempunyai daya penyembuh yang sama terhadap gejala-gejala alergi. Yang berbeda adalah antihistamin klasik mempunyai efek samping sedatif. Efek sedatif ini diakibatkan oleh karena antihistamin klasik dapat menembus sawar darah otak (blood brain barrier) sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya histamin yang menempel di reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun sehingga timbul rasa mengantuk. Sebaliknya, antihistamin generasi kedua sulit menembus sawar darah otak sehingga reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek sedatif tidak terjadi. Oleh karena itulah antihistamin generasi kedua disebut juga antihistamin non-sedatif. Badan yang mengawasi peredaran obat di Amerika (FDA) pada tahun 1997 mencabut peredaran terfenadine karena timbulnya
aritmia, takikardia ventrikular, pemanjangan interval QT. Aritmia ini dapat menimbulkan pingsan dan kematian mendadak karena gangguan jantung. Pemilihan obat antihistamin yang ideal harus memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu keamanan, kualitas hidup, pemberian mudah dengan absorpsi cepat, kerja cepat tanpa efek samping dan mempunyai aktifitas antialergi.
C. INFORMASI PRODUK ANTIHISTAMIN TELFAST
Nama Produk : TELFAST PLUS®
Nama Pabrik : Sanofi Aventis
Komposisi : Fexofenadine HCL 60 mg, Pseudoephedrine HCL 120 mg
Indikasi : Meredakan gejala rhinitis alergi, termasuk bersin-bersin, rinorea, hidung terasa gatal atau palatum dan atau tenggorokan, mata terasa gatal atau berair atau merah dan hidung tersumbat.
Aturan Pakai : Dewasa dan anak-anak 12 tahun 1 tablet 2 kali sehari.
Kontra Indikasi : Sedang terapi MAOI, glaucoma sudut sempit, retensi urin, hipertensi berat, penyakit arteri koroner berat.
Perhatian : Diabetes Mellitus, hipertensi, penyakit jantung iskemik, peningkatan TIO, hipertiroidisme, gangguan ginjal atau hipertrofi prostat. Hamil, laktasi. Usia lanjut.
Efek Samping : Sakit kepala, nyeri punggung, mual,miosis (pinpoint) pupil, mulut kering, insomnia, dyspepsia, iritasi tenggorokan, pusing, agitasi, nyeri tulang belakang, palpitasi, rasa gugup, ansietas, infeksi saluran napas atas, nyeri abdomen.
Waktu paruh obat ini lebih pendek dari ceftirizine, sehingga membutuhkan pemberian 2 kali dalam sehari (meskipun kadang pada label,menyebutkan dosis hanya diberikan sekali sehari). Dibandingkan ceftirizine , fexofenadine kurang menyebabkan kantuk.
Overdosis : Profil keamanan fexofenadine cukup baik oleh karena tidak ada efek kardiovaskular dan sedatif meski dikonsumsi hingga 10 kali lipat dari dosis normal. Penelitian pada manusia dengan pemberian dosis tunggal 800 mg atau 690 mg 2x/hari selama sebulan, tidak menunjukkan efek samping yang berbahaya bila dibandingkan plasebo. Tidak ditemukan kematian saat dilakukan uji pada tikus pada dengan 5000 mg/kg berat badan, dimana sekitar 110 x dosis normal untuk manusia dewasa. Bila terjadi overdosis, gejala yang mungkin muncul meliputi pusing, mulut kering, mengantuk.
Mekanisme kerja : Fexofenadine merupakan blocker H1 selektif. Mencegah aktivasi histamin pada reseptor H1, sehingga mencegah gejala yang muncul terkait alergi. Fexofenadine tidak menunjukkan efek antikolinergik, alpha-1-adrenergik dan blok reseptor beta adrenergik.
Interaksi Obat : MAOI, antihipertensi, simpatomimetik amin lainnya, metildopa, mekamilamin, reserpin, digitalis, antacid, β-bloker.
Farmakokinetik : Absorpsi : Pasca pemberian oral, konsentrasi maksimum plasma dicapai adalah 2-3 jam. Fexofenadine jangan diberi bersama makanan tinggi lemak, oleh karena akan menurunkan kadar fexofenadine dalam darah hingga 20-60 %, tergantung jenis sediaan obat (tablet, ODT atau suspensi)
Distribusi : Fexofenadine 60-70% terikat dengan plasma protein, sebagian besar adalah albumin.
Metabolisme : Hanya 5 % yang dimetabolisme di hati.
Eliminasi : sebagian besar substansi dieliminasi tanpa dirubah bentuknya melalui feces (80%) dan urin (12%).
Populasi : khusus Fexofenadine tergolong dalam kategori kehamilan C, hanya diberikan bila manfaat lebih besar dibandingkan risiko Tidak ada studi yang meneliti fexofenadine diekskresikan dalam air susu ibu, namun wanita yang menyusui tetap dianjurkan untuk berhati-hati mengkonsumsi obat ini. Tidak ada penelitian yang memadai dilakukan terhadap kelompok usia lebih dari 65 tahun. Sehingga pemberian pada kelompok usia ini harus dengan perhatian lebih, terutama bila ada yang menderita gangguan ginjal.
D. STRATEGI PEMASARAN
Segmentasi Pasar : Kelas menengah ?
Target dokter : - dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD)
- dokter spesialis kulit dan kelamin (Sp.KK)
- ?
Positioning : - Telfast merupakan antihistamin generasi ke-2 dan satu- satunya antihistamin non sedatif. ?
Telfast merupakan antihistamin dengan kerja cepat, non sedative menghilangkan gejala alergi selama 24 jam. ?
E. DETAILING
TELFAST adalah antihistamin dengan kandungan zat aktif berupa fexofenadine HCL. Telfast merupakan antihistamin generasi ke-2 yang mempunyai efek antihistamin cukup kuat, dengan kerja cepat dan menghilangkan gejala alergi selama 24 jam tanpa menimbulkan efek sedative. ?
F. DATA KLINIS
DAFTAR PUSTAKA
Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana. Obat-Obat Penting Edisi keenam. Jakarta: PT. ELEX MEDIA KOMPUTINDO
Tim Editor. 2010/2011. MIMS PETUNJUK KONSULTASI Edisi ke-10. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer