MAKALAH KEWIRAUSAHAAN
TECHNOPRENEURSHIP
“
”
Oleh : Anadhofa Ainurrohmah 14030194072
Pendidikan Kimia B 2014
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Permasalahan ketenagakerjaan secara langsung maupun tidak langsung salah satunya adalah karena meningkatnya jumlah angkatan kerja dalam waktu yang cepat dan jumlah yang tinggi, sementara kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas akan menyebabkan timbulnya pengangguran. Hal ini akan berkaitan dengan masalah - masalah lainnya seperti ketidakmerataan pendapatan, kemiskinan, perlambatan pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, dan instabilitas politik. Semua ini secara intuitif tampaknya telah dipahami oleh para pengambil kebijakan. Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja untuk mengurangi jumlah pengangguran yang berimplikasi terhadap lambatnya laju pertumbuhan ekonomi, mengingat semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja baru yang memasuki pasar kerja. Penciptaan wirausaha (entrepreneur ) menjadi alternatif solusi atas berbagai masalah di masyarakat seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial, meningkatnya pengangguran usia produktif dan menipisnya cadangan pasokan energi, yang kesemuanya menuntut adanya tindakan kreatif dan inovatif. Jiwa kewirausahaan bukan hanya sebatas kecerdasan akademik dan keterampilan menghasilkan produk tetapi juga jiwa dinamis dalam menangkap tantangan dan resiko kemudian mengubahnya menjadi peluang dan potensi pertumbuhan (Soegoto 2009, dalam
(Moppanga, 2015)). Lebih lanjut
dikemukakan bahwa entrepreneur mulai berkembang bukan hanya berdasarkan pada imitasi belaka, melainkan sudah mengikuti pada tiga tahapan spektrum, yaitu spectrum invensi, inovasi serta imitasi. Spektrum invensi merupakan tataran entrepreneur yang paling tinggi, setelah inovasi dan imitasi dimana pada spectrum imitasi pelaku bisnis hanya mendasarkan pada meniru produk atau bisnis yang sudah ada untuk mendapatkan bagian pasar dari produk tersebut. Sementara spect rum inovasi dimaknai sebagai kegiatan berentrepreneur dengan sentuhan-sentuhan perubahan pada berbagai aspek, sehingga menimbulkan nilai baru. Bahkan pandangan yang dikemukakan Bryd & Brown (2003) bahwa inovasi bisa dilakukan secara incremental maupun radikal. Spektrum akhir adalah invention atau menemukan sesuatu yang baru yang benar-benar belum diketemukan. Suatu bangsa akan maju dan sejahtera bila jumlah entrepreneurnya minimal 2% dari total penduduk. Saat ini, ketika Amerika Serikat sudah memiliki 11,5 hingga 12%, Singapura 7%, serta Cina dan Jepang 10%, maka Indonesia baru mencapai 0,24% dari
total 238 juta jiwa, dan itu berarti masih dibutuhkan sekitar 4 juta wirausaha baru. Padahal Indonesia menghasilkan sekitar 700 ribu orang sarjana baru setiap tahunnya dan memiliki kemampuan untuk melipatgandakan pertumbuhan ekonomi, pendapatan total maupun perkapita, menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan bilamana secara bertahap namun pasti meningkatkan jumlah wirausaha sukses dengan pemanfaatan teknologi yang tumbuh pesat dewasa ini (Ciputra, 2009). Untuk meningkatkan minat berwirausaha/entrepreneur salah satunya adalah dengan meningkatkan pemahaman dan minat masyarakat terhadap bidang wirausaha. Kegiatan wirausaha harus didorong dengan keberanian dan keuletan serta tekad yang kuat, karena berwirausaha pada dasarnya berhimpitan dengan ketidakpastian, dalam hal keberhasilan maupun kegagalan. Karena hanya dengan menggeluti usaha secara penuh keberanian dan beresiko tinggi maka usaha akan tumbuh berkembang. Technopreneur salah satu bagian dari perkembangan berwirausaha (entrepreneur) memberikan gambaran berwirausaha dengan menggunakan inovasi basis technologi. Konsep technopreneur didasarkan pada basis tekhnologi yang dijadikan sebagai alat berwirausaha, misalnya munculnya bisnis aplikasi online, bisnis security system, dsb. 1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud technopreneurship ? 2. Apa saja aspek dalam membangun usaha dari technopreneurship? 1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang technopreneurship 2. Untuk
mengetahui
technopreneurship
aspek
dalam
membangun
usaha
yang
menerapkan
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Technopreneurship
Technopreneurship berasal dari gabungan kata “technology” dan “entrepreneurship” (Depositario, et al ., 2011). Technopreneurship merupakan proses sinergi dari kemampuan yang kuat pada penguasaan teknologi serta pemahaman menyeluruh tentang konsep kewirausahaan (Sosrowinarsidiono, 2010). Sudarsih dalam Prosiding KNIT RAMP-IPB (2013:57) mengemukakan bahwa technopreneurship adalah proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa technopreneurship adalah proses dalam sebuah organisasi yang mengutamakan inovasi dan secara terus menerus menemukan problem utama organisasi, memecahkan
permasalahannya,
dan
mengimplementasikan
cara-cara
pemecahan
masalah dalam rangka meningkatakan daya saing di pasar global (Okorie, 2014). Dari pandangan-pandangan
diatas
maka
technopreneurship
pada
intinya
akan
menggabungkan antara teknologi dan kewirausahaan. Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information and communication technology – ICT ) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana dan prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia. Teknologi telematika dikenal sebagai
konvergensi
dari
teknologi
komunikasi
( communication),
pengolahan
(computing ) dan informasi (information) yang diseminasikan mempergunakan sarana multimedia. Technopreneurship adalah sebuah inkubator bisnis berbasis teknologi, yang memiliki wawasan untuk menumbuh-kembangkan jiwa kewirausahaan di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa sebagai peserta didik dan merupakan salah satu strategi terobosan baru untuk mensiasati masalah pengangguran intelektual yang semakin meningkat ( +/- 45 Juta orang). Dengan menjadi seorang usahawan terdidik, generasi muda, khususnya mahasiswa akan berperan sebagai salah satu motor penggerak perekonomian melalui penciptaan lapangan-lapangan kerja baru. Semoga dengan munculnya generasi technopreneurship dapat memberikan solusi atas permasalahan jumlah pengangguran intelektual yang ada saat ini. Selain itu juga bisa menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global.
Disisi lain bahwa kurikulum Pendidikan yang berbasis Technopreneurship yang diberikan di perguruan tinggi memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Memberikan kontribusi kongkret dalam mensiasati masalah pengangguran intelektual di Indonesia. 2. Mengembangkan spirit kewirausahaan di dunia perguruan tin ggi. 3. Meminimalisir gap antara pemahaman teori dan realita praktek dalam pengelolaan bisnis. Manfaat bagi mahasiswa dalam proses implementasi Technopreneurship Based Curicullum adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh pencerahan mengenai alternatif profesi sebagai wirausaha selain sebagai ekonom, manajer atau akuntan atau profesi lainnya. 2. Memiliki skill-based yang memadai dalam bidang Teknologi Informasi. 3. Mendapatkan pengetahuan dasar dalam bentuk teori maupun praktek magang dalam mengelola suatu bisnis. 4. Memperoleh akses untuk membangun networking dunia bisnis. Sedangkan manfaat bagi Perguruan Tinggi sebagai fasilitator adalah : 1. Menjadi bentuk tanggung jawab sosial sebagai lembaga pendidikan untuk berkontribusi dalam mengatasi masalah pengangguran. 2. Menjadi bagian penting dalam upaya menjembatani gap kurikulum pendidikan antara lembaga pendidikan dan industri pengguna. 3. Menjadi salah satu strategi efektif untuk meningkatkan mutu lulusan. 4. Menjadi wahana interaksi untuk komunitas Perguruan Tinggi yang terdiri dari alumni, mahasiswa, dosen, dan karyawan dengan masyarakat umum. Berdasarkan tujuan tersebut di atas, maka Program Pengembangan Budaya Technopreneurship atau kewirausahaan di Perguruan Tinggi dirancang meliputi 6 (enam) kegiatan yang saling terkait, yaitu: 1. Pelatihan materi ”Techno SKILL BASED” 2. Magang Kewirausahaan 3. Kuliah Kewirausahaan 4. Kuliah Kerja Usaha 5. Karya Alternatif Mahasiswa 6. Konsultasi Bisnis dan Peluang usaha
Salah satu cara untuk mempersiapkan seorang tecnopreneurship ialah dengan memberikan dasar-dasar dalam technopreneur, yakni memberikan bekal dimana salah satunya ialah teknologi komunikasi dan informatika. Dimana teknologi ialah salah satu dasar penting yang harus dimiliki seorang entrepreneur untuk menjadi seorang technopreneur. Salah satu jurusan di perguruan tinggi yang menjalankan program perkuliahan dengan berbasiskan technopreneur adalah jurusan TI. Secara teknis, implementasi pendidikan berbasis Technopreneurship ini, sama saja seperti perkuliahan pada umumnya, hanya saja pada 2 semester pertama secara intensif para mahasiswa diberikan pelatihan (training ) sebagai pondasi awal berupa penguasaan bahasa pemrograman (VB.Net/C#/Java) atau disain grafis 3D, WEB, dan ini disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri TI saat itu. Proses pelatihan diberikan bersamaan dengan perkuliahan reguler, sehingga mereka mendapat pembinaan secara intensif & fokus untuk mempersiapkan Skill Based mereka. Pada saat mereka menginjak semester 3, mereka melakukan proses pemagangan di perusahaan/industri TI, setelah itu diharapkan para mahasiswa sudah bisa bekerja secara part time di beberapa perusahaan, sehingga ketika mereka telah menyelesaikan studinya, mereka memiliki asset berupa knowledge & experince yang cukup untuk menjadi Technopreneur, atau alternatif lainnya mereka tetap bisa bersaing secara kompetitif untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dengan bekal IPTEK yang mereka telah kuasai. Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi akademis & kesehatan jiwa bagi anak bangsa, semoga munculnya generasi technopreneurship dapat memberikan solusi atas permasalahan jumlah pengangguran intelektual yang ada saat ini. Selain itu juga bisa menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal di tengah kompetisi global. Mulailah dari diri sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih baik dan berkualitas, karena ini akan menyangkut masa depan anak-anak kita dan juga Bangsa Indonesia. 2.2 Aspek dalam Menjadi Technopreneur
Berikut adalah beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk menjadi seorang technopreneur selain menyiapkan pengetahuan tentang teknologi :
a. Menggali diri
Kunci untuk mengidentifikasi jiwa pengusaha adalah dengan cara melihat karakter seseorang, khususnya pada hal-hal yang menjadi kebiasaan, alami dan dilakukan dengan baik. Setiap dari kita, memiliki susunan karakter tertentu yang menjadikan kita, apa adanya. Digunakan kata Tema Karakter untuk menggambarkan unsur-unsur
yang
membentuk
susunan
karakter.
Mengetahui Tema
Karakter Seseorang adalah permulaan. Tema Karakter adalah inti, seperti pusat bola salju yang mengumpulkan lebih banyak salju ketika menggelinding menuruni bukit. Ia mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman dalam prosesnya. Tema Karakter membentuk pengetahuan dan pengalaman dalam satu wilayah yang berhubungan. Bila seseorang dengan kreativitas sebagai tema karakter yang dominan, akan memiliki kemampuan lebih untuk mengatasi situasi yang membutuhkan adaptasi dan perubahan dibandingkan dengan yang memiliki tema karakter dengan kreativitas yang lebih rendah. Pengalaman Hidup dapat mengembangkan dan memperkuat tema karakter, tetapi dapat juga menguranginya. Pendidikan dan latihan juga memberikan bentuk dan ukuran bola salju, pentingnya mengetahui tema karakter kita tidak dapat diremehkan
sebaliknya
semakin
cepat
kita
mengetahuinya
akan
lebih
baik. Wirausahawan memiliki enam tema karakter utama yang membentuk akronim:
F ( Focus) untuk fokus,
A ( Advantage) untuk keuntungan,
C (Creativity) untuk kreativitas,
E ( Ego) untuk ego,
T (Team) untuk tim,
S (Social ) untuk sosial.
b. Kemampuan yang Diperlukan
Keterampilan yang dibutuhkan oleh para pengusaha dapat dikelompokkan menjadi tiga area utama: keterampilan teknis seperti menulis, mendengarkan, presentasi lisan, pengorganisasian, pembinaan, bekerja dalam tim, dan teknis tahu bagaimana(know-how),
keterampilan manajemen usaha
termasuk
hal-hal
dalam
memulai, mengembangkan, dan mengelola perusahaan. Keterampilan dalam membuat keputusan, pemasaran, manajemen,
pembiayaan, akuntansi, produksi,
kontrol,
dan negosiasi juga sangat penting dalam membangun dan mengembangkan usaha baru. Keterampilan terakhir melibatkan keterampilan kewirausahaan. Beberapa
keterampilan ini, membedakan pengusaha dari manajer termasuk disiplin, pengambil risiko, inovatif, teguh, kepemimpinan visioner, dan yang berorientasi perubahan. c. Memulai usaha
Ada empat subkategori menjadi wirausahawan: 1. Penemu, mendefinisikan konsep, unik, baru, penemuan atau metodologi 2. Inovator, menerapkan sebuah teknologi baru atau metodologi untuk memecahkan masalah baru. 3. Marketer, mengidentifikasi kebutuhan di pasar dan memenuhinya dengan produk baru atau produk substitusi yang lebih efisien. 4. Oportunis, pada dasarnya sebuah broker, pialang, yang menyesuaikan antara kebutuhan dengan jasa diberikan dan komisi. Langkah-langkah untuk menjadi seorang technopreneur dapat dilihat pada bagan berikut ini :
Pada bagan diatas dapat dilihat bahwa seorang entrepreneur dapat dibentuk menjadi seorang technopreneur dengan menambahkan factor teknologi informasi pada setiap usahanya.
d. Kesalahan umum dan solusi
Berikut
adalah
sepuluh
kesalahan
umum
yang
sering
dilakukan
oleh
mereka
ingin
wirausahawan, saat awal menjalankan bisnisnya : 1. Kesalahan dalam Mengelola 2. Kurangnya Pengalaman Manajer
bisnis
kecil
perlu
memiliki
pengalaman
jika
mengembangkan usahanya. 3. Kontrol Keuangan Kurang Bisnis yang sukses membutuhkan kontrol keuangan yang tepat. 4. Upaya Pemasaran yang Lemah, Membangun
konsumen
untuk
bertambah
secara
berkesinambungan
membutuhkan usaha, pemasaran secara terus-menerus dan kreatif. Slogan, pelanggan secara otomatis akan datang, hampir tidak pernah terjadi. 5. Kegagalan untuk Mengembangkan Rencana Strategis. Gagal dalam merencanakan, berarti gagal untuk bertahan. 6. Pertumbuhan Tidak Terkendali Pertumbuhan adalah hal yang alami, sehat dan diinginkan oleh setiap perusahaan. Namun,
harus
direncanakan
dan
dikendalikan.
Pakar
manajemen Peter
Drucker berkata perusahaan-perusahaan baru lebih baik untuk memperkirakan pertumbuhan modal hanya setiap peningkatan penjualan 40 hingga 50 persen. 7. Lokasi Kurang Strategis Memilih lokasi yang tepat adalah sebagian seni dan sebagian ilmu. Seringkali, lokasi bisnis dipilih tanpa penelitian yang benar, investigasi, dan perencanaan. 8. Kontrol Persediaan yang Barang Buruk Pengendalian persediaan barang adalah salah satu tanggung jawab manajerial yang sering terabaikan. 9. Harga Tidak Tepat Menetapkan harga yang tepat sehingga menghasilkan keuntungan yang diperkirakan menuntut pemilik bisnis mengerti berapa biaya untuk membuat, memaasarkan dan mendistribusikan barang dan jasa. 10. Ketidakmampuan dalam Membuat Transisi Entreprenurial Setelah memulai,akan terjadi pertumbuhan, biasanya membutuhkan gaya manajemen yang sangat berbeda. Pertumbuhan mengharuskan wirausahawan
untuk mendelegasikan wewenangnya dan tidak menangani - kegiatan operasional sehari-hari - sesuatu yang tidak bisa dilakukan olehnya. Berikut adalah solusi untuk mengatasinya: 1. Mengenal bisnis secara mendalam. 2. Mengembangkan rencana bisnis yang matang. 3. Mengelola keuangan. 4. Memahami laporan keuangan. 5. Belajar mengelola manusia secara efektif. 6. Jaga kondisi Anda.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Dari topik pembahasan makalah ini penulis menyimpulkan bahwa perkembangan technopreneurship dapat melahirkan technepreneur-tecnhepreneur yang kreatif dan membuat ide-ide baru. Serta technepreneur akan selalu membuat suatu teknologi memiliki guna lebih dalam suatu bisnis. 3.2 Saran
Technopreneur perlu diberikan pelatihan awal sebagai pondasi awal sehingga para technopreneur memiliki skill based serta knowledge & experince yang cukup untuk menjadi Technopreneur, atau alternatif lainnya mereka tetap bisa bersaing secara kompetitif untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dengan bekal IPTEK yang mereka telah kuasai.
DAFTAR PUSTAKA
Ciputra. 2009. Ciputra Quantum Leap Enterpreneurship: Mengubah Masa Depan Bangsa dan Masa Depan Anda (Edisi ke-4). Jakarta: Elex Media Komputindo. Depositario D. P. T., Aquino N. A., & Feliciano K.C. 2011. Entrepreneurial Skill Development Needs Of Potential Agri-Based Technopreneurs. ISSAAS, 17(1): 106120. Moppanga, H. 2015. Studi Kasus Pengembangan Wirausaha Berbasis Teknologi (Technopreneurship) di Provinsi Gorontalo. Journal Trikonomika, 14(1). Okorie N. N. et al. 2014. Technopreneurship: An Urgent Need in The Material World for Sustainability in Nigeria. European Scientific Journal, 10(30): 1857 -7881. Sosrowinarsidiono.
2010.
Membangun
Sinergi
Teknologi
Dengan
Kemampuan
Kewirausahaan Guna Menunjang Kemandirian Bangsa . Munas Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Informatika. Bandung: Politelkom.