BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari adat ataupun masyarakat itu sendiri. bagian terkecil dari pemerintahan di Indonesia merupakan desa atau kelurahan yang tersebar pada setiap pulau yang dikenal pemerintahan daerah. Pengaturan mengenai pemerintahan daerah atau yang lebih spesifik lagi mengenai desa dan kelurahan diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945) pada Pasal 18 mengenai pemerintah daerah. Pengaturan pada UUD 1945 Pasal 18 tersebut mencakup rumusan susunanan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah yang didalamnya didalamnya mengatur mengenai pembagian atas daerah-daerah provinsi dan daerah. provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah.
Pengaturan mengenai desa dan kelurahan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut dengan UU No. 23 Tahun 2014) mencakup banyak hal, misalnya saja pengertian desa dan kelurahan serta ruang lingkupnya yang tercantum pada Pasal 1, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan di hormati dalam sistem
2
1
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1
Pengaturan secara
mendalam mengenai desa dan kelurahan telah tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor
73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (selanjutnya disebut dengan PP No. 73 Tahun 2005).
Peraturan Pemerintah tersebut lebih jelas mengatur mengenai kewenangan desa dan kelurahan, sampai ke struktur organisasi, selain itu pula terdapat pembahasan pada Bab 2 PP No. 72 Tahun 2005 mengenai pembentukan dan perubahan status desa. Perubahan dari desa menjadi kelurahan maka tidak dapat dipungkiri lagi akan terjadi perubahan struktur, keuangan, kekayaan, kewenangan, dan birokrat publik. Sehingga pengaturan kembali (rearrangement ) susunan pemerintahan terutama birokrasi publik desa. Tidak pelik lagi bahwa permasalahan birokrasi publik yang nantinya memegang pemerintahan akan terjadi, misalnya saja pergantian birokrasi publik desa mengakibatkan turunnya kepala desa walaupun belum habis masa berakhirnya dan dibutuhkannya dana kompensasi untuk perangkat desa lainnya yang diberhentikan.
Oleh karena itu, desa memiliki kriteria tertentu berdasarkan kepentingan masyarakat setempat. Birokrasi publik memiliki kewenangan yang sangat besar bagi pembangunan pemerintah daerah khususnya wilayah lingkup kelurahan dan pedesaan. Sebagai Negara kecil desa maupun kelurahan memiliki potensi yang besar bagi pondasi perekonomian Negara sehingga diperlukan suatu pemimpin
1 Pasal 1 Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Desa.
3
yang mampu mengelola potensi tersebut. perubahan status desa menjadi kelurahan tersebut menjadikan peran birokrasi publik lebih tegas dan profesional sehingga memiliki status yang jelas di mata masyarakat yang berakibat pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Sejak tahun 1981 Pemerintah Desa Deli Tua telah menerapkan ketentuan mengenai perubahan status dari desa sesuai dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1979 menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Desa. Dengan adanya Perda tersebut maka Desa Deli Tua lebih mencermati kebutuhan desa-desa untuk lebih dapat mengurus rumah tangga desanya sendiri, sekaligus memenuhi aspirasi penduduk desa karena dalam pengajuan perubahan status desa menjadi kelurahan diperlukan partisipasi penduduk desa. Salah satu peningkatan kualitas pelayanan publik ini antara lain dilakukan dengan melakukan perubahan status desa menjadi kelurahan sesuai dengan tuntutan UU No. 23 Tahun 2014.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka desa-desa yang ada di wilayah kabupaten dan kota ditetapkan sebagai Kelurahan. Dengan demikian desa-desa yang berada di daerah kota harus diubah statusnya menjadi kelurahan yang diharapkan mampu mengubah kualitas pelayanan publik menjadi lebih baik yang dimulai dari daerah, khususnya desa dan kelurahan.
Dilihat dari latar belakang diubahnya bentuk pemerintahan desa menjadi kelurahan bukan disebabkan karena adanya kebutuhan, tetapi karena tuntutan
4
perundang-undangan (conditio sine qua non/syarat mutlak sesuai dengan tuntutan perundang-undangan), maka mau tidak mau, siap tidak siap, semua pemerintahan desa yang berada di wilayah kota harus berubah menjadi kelurahan. Perubahan yang terjadi menuju pada perbaikan tata pemerintahan perlu mendapat dukungan baik dari pemerintah pusat maupun daerah guna meningkatkan pelayanan dalam rangka pelaksanaan amanat perundang-undangan.
Oleh karena itu, Desa Deli Tua merupakan salah satu desa yang melaksanakan perubahan status dari desa menjadi kelurahan yang berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan. Berdasarkan undang-undang di Indonesia perubahan status desa menjadi kelurahan diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 mengenai
Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, pada Pasal 200 ayat (3) yaitu Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah desa bersama badan permusyawaratan desa yang ditetapkan dengan Perda. 2 Pasal 201 ayat (2) yaitu dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan, sehingga UU No. 23 Tahun 2014 lebih jelas mengkaji perubahan status desa menjadi kelurahan.3
2 Pasal 200 ayat (3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 3 Pasal 201 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
5
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan judul : KAJIAN YURIDIS TERHADAP
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN (STUDI KASUS KELURAHAN DELI TUA).
B.
Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada bagian sebelumnya dan juga berdasarkan judul di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah
peraturan perundang-undangan mengatur peralihan desa
menjadi kelurahan?
2.
Bagaimanakah proses perubahan status desa menjadi kelurahan?
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 (selanjutnya disebut dengan Permendagri No. 28 Tahun 2006) yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentigan masyarakat
6
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4
Menurut UU No. 23 Tahun 2014 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya setempat.
Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 disebutkan sebagai berikut:
a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa.
b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa.
c. BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa.
4 Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2006 Tentang pembentukan, penghapusan , penggabungan desa dan perubahan status desa
menjadi kelurahan. 5 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
7
d. Kepala
Desa
mengajukan
usul
pembentukan Desa
kepada
Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk.
e. Dengan
memperhatikan
dokumen
usulan
Kepala
Desa,
Bupati/Walikota menugaskan Tim Kabupaten/Kota bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota.
f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah
Pembentukan Desa. g. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, agar ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk.
h. Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pemabahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD.
i.
DPRD
bersama
Bupati/Walikota
melakukan
pembahasan
atas
Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila
8
diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa.
j.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh
Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
k. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pempinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
l.
Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama dan,
m. Dalam sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf l, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Dearah tersebut di dalam Lembaran Daerah.
Oleh karena itu, desa memiliki kriteria tertentu berdasarkan kepentingan masyarakat setempat. Birokrasi publik memiliki kewenangan yang sangat besar bagi pembangunan pemerintah daerah khususnya wilayah lingkup kelurahan dan
9
pedesaan. Sebagai Negara kecil desa maupun kelurahan memiliki potensi yang besar bagi pondasi perekonomian Negara sehingga diperlukan suatu pemimpin yang mampu mengelola potensi tersebut. perubahan status desa menjadi kelurahan tersebut menjadikan peran birokrasi publik lebih tegas dan profesional sehingga memiliki status yang jelas di mata masyarakat yang berakibat pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
2. Pengertian Kelurahan
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2104 Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri ; Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 yang dimaksud dengan kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. Tujuan pembentukan kelurahan adalah untuk meningkatkan kegiatan penyeleggarakan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna serta meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat kota sesuai dengan tingkat perkembangan pembangunan. 6
Pembentukan kelurahan baru itu terutama di kota-kota dimana desa-desa yang telah ada sebelumnya sudah kurang selaras dan serasi dengan perkembangan
6 Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 Tentang Kelurahan.
10
masyarakatnya yang telah nyata mempunyai ciri dan sifat” masyarakat kota/urban”.7
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang kelurahan yang dimaksud dengan kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. 8
Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 disebutkan sebagai berikut :
1. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan.
2. Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersanding, atau pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih.
3. Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sekurangkurangnya memenuhi syarat :
a. Jumlah penduduk,
b. Luas wilayah,
c. Bagian wilayah kerja,
d. Sarana dan prasarana pemerintahan.
7 RH. Unang Sunardjo, tinjauan sepintas tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan (Bandung: Tarsito, 1984), hlm. 122. 8 Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 Tentang Kelurahan.
11
4. Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana diamksud pada ayat (3) dapat dihapus atau digabung.
5. Pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat penyelenggaraan pemerintahan kelurahan.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, penghapusan dan
penggabungan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur Peraturan Daerah Kebupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
Dalam pasal 10 PP No.73 Tahun 2005 Di kelurahan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan. Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa masyarakat melalui musyawarah dan mufakat.
Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mempunyai tugas membantu lurah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan
tugas
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
11
lembaga
kemasyarakatan mempunyai fungsi:
a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat; b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
12
c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat;
d. penyusun rencana, pelaksana dan pengelola pembangunan
serta
pemanfaat, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara
partisipatif;
e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa dan partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat;
f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya serta keserasian lingkungan hidup;
g. pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan, penyalahgunaan obat terlarang (Narkoba) bagi remaja;
h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga;
i. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat; dan
j. pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat.
Dalam pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1980 telah diperinci beberapa faktor yang harus dipenuhi sebagai syarat pembentukan kelurahan, yaitu:
13
1. Faktor penduduk, sekurang-kurangnya 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga dan sebanyak-banyaknya 20.000 jiwa atau 4000 kepala keluarga. 2. Faktor luas wilayah
harus dapat terjangkau secara efektif dalam
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat .
3. Faktor letak berkaitan dengan aspek komunikasi, transportasi dan jarak dengan pusat kegiatan pemerintahan dan pusat-pusat pengembangan harus sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan pelayanan kepada masyrakat.
4. Faktor sosial budaya, agama dan adat akan dapat berkembang dengan baik.
5. Faktor prasarana berkaitan dengan prasarana berhubungan, pemasaran, sosial, dan fisik pemerintah akan dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat sebagaimana layaknya.
6. Faktor kehidupan masyarakat baik mata pencaharian dan ciri-ciri kehidupan lainnya akan dapat meningkat lebih baik.
Peraturan Pemerintah tersebut lebih jelas mengatur mengenai kewenangan desa dan kelurahan, sampai ke struktur organisasi, selain itu pula terdapat pembahasan pada Bab 2 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mengenai pembentukan dan perubahan status desa. Perubahan dari desa menjadi kelurahan maka tidak dapat dipungkiri lagi akan terjadi perubahan struktur, keuangan, kekayaan, kewenangan, dan birokrat publik. Sehingga pengaturan kembali (rearrangement ) susunan pemerintahan terutama birokrasi publik desa. Tidak pelik lagi bahwa permasalahan birokrasi publik yang nantinya memegang
14
pemerintahan akan terjadi, misalnya saja pergantian birokrasi publik desa mengakibatkan turunnya kepala desa walaupun belum habis masa berakhirnya dan dibutuhkannya dana kompensasi untuk perangkat desa lainnya yang
diberhentikan.
Usul pembentukan kelurahan dibuat oleh Bupati/Walikotamdya setelah mendengar pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II bersangkutan, kemudian disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, untuk
seterusnya
oleh
Gubernur
disampaikan
kepada
Menteri
Dalam
Negeri.Setelah medapat persetujuan Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur kepala daerah tingkat I menerbitkan surt keputusan pembentukan kelurahan yang diusulkan oleh Bupati/Kotamadya bersangkutan.