Jaring – Jaring Jaring Makanan Ekosistem Perairan Laut
Disusun Oleh: Muhammad Ivan Fanani (175080400111037)
AGROBISNIS PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWJAYA 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa, yang sudah memberikan nikamat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyeleseaikan tugas dengan atau tanpa suatu halangan apapun. Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui lebih dalam tentang ekosistem rantai makanan di prairan laut. Selama saya membuat makalah ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan yang Maha Esa. 2. Soko Nuswantoro S.Pi, M.Si Selaku Guru mata kuliah Dasar-dasar akuakultur. 3. Perpustakaan Universitas Brawijaya yang sudah meminjamkan buku kepada saya. 4. Orang tua, sekolah, dan teman-teman yang sudah memberikan do’ a terbaiknya
Makalah ini saya buat untuk membuat teman-teman maupun khalayak lebih paham tentang rantaik makanan didaerah perairan laut. Selin itu, untuk memenuhi nilai tugas saya.
BAB 1 PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang
Ekosistem perairan, baik perairan sungai, danau, maupun perairan pesisir dan laut merupakan himpunan integral dari komponen abiotik (fisikakimia) dan biotik (organisme hidup) yang berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu struktur fungsional (Fachrul, 2007). Luas perairan umum di Sumatera Selatan diperkirakan lebih dari 2,5 juta hektar (Rosanti, 2006). Plankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang di perairan. Mikroorganisme ini baik dari segi jumlah dan spesiesnya sangat banyak dan sangat beranekaragam serta sangat padat. Plankton juga merupakan salah satu komponen utama dalam sistem mata rantai makanan dan jaring makanan. Plankton menjadi pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem mata rantai makanan dan jaring makanan tersebut (Adjie, 2007 dan Fachrul, 2007).
Plankton dapat dibagi menjadi 2 golongan utama, yaitu fitoplankton yang disebut plankton nabati dan zooplankton yang disebut plankton hewani (ukurannya lebih besar dari fitoplankton). Plankton baik fitoplankton maupun zooplankton memiliki peranan penting bagi perairan atau ekosistem laut, karena plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan perairan lainnya. Menurut Nybakken (1992) dalam Farizah (2010), zooplankton yang hidup di perairan sangat beranekaragam, yang terdiri atas berbagai bentuk larva dan bentuk dewasa yang dimiliki hampir seluruh phylum hewan. Zooplankton merupakan organisme perairan yang memainkan peran yang sangat penting dalam rantai makanan. Walaupun daya geraknya terbatas dan distribusinya ditentukan oleh keberadaan makanannya, zooplankton berperan pada tingkat energi yang keduanya menghubungkan produsen utama (fitoplankton) dengan konsumen dalam tingkat makanan yang lebih tinggi. Peranan zooplankton sebagai konsumen pertama sangat berpengaruh dalam rantai makanan suatu ekosistem perairan. Sebaran dan keanekaragaman zooplankton juga merupakan
salah satu indikator kualitas biologi suatu perairan (Handayani dan Patria, 2005; Toruan dan Sulaswesty, 2007).
Keseluruhan suatu perairan antara lain dapat dilihat dari keberadaan organisme planktonnya, karena plankton dalam suatu perairan dapat menggambarkan tingkat produktifitas perairan tersebut. Dalam sistem trofik ekosistem perairan, fitoplankton sangat berperan sebagai produsen dan berada pada tingkat dasar, yaitu menentukan organisme pada jenjang berikutnya berupa berbagai jenis ikan-ikan. Oleh karena itu, keberadaan suatu plankton di suatu perairan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan di perairan tersebut (Sachlan, 1980 dalam Farizah, 2011). Shirlin dan Wilsey (2001) dalam Fitriya dan Lukman (2013), keanekaragaman zooplankton (diversity) adalah atribut sebuah komunitas plankton yang sangat berhubungan dengan produktivitas, struktur tropik dan migrasi ukuran keanekaragaman komunitas.
zooplankton harus memperhatikan secara bersama-sama nilai jumlah spesies (species richness) dan indeks kemerataan (evenness). Menurut Fitriya dan Lukman (2013), dari hasil analisis diperoleh bahwa indeks kemerataan berkisar antara 0.44-0.61. Semakin tinggi nilai indeks ini (atau mendekati 1), semakin jelas dominansi spesies (atau marga) tertentu. Secara umum, nilai indeks kemerataan yang rata-rata adalah 0.5, mengindikasikan bahwa terdapat beberapa marga (Copepoda, cyclopoida, dan oikopleura) yang mendominasi perairan Lamalera dan Laut Sawu. Menurut Romimohtarto (1999) dalam Rosanti (2007), kesuburan perairan antara lain dapat dilihat dari keberadaan organisme plankton, karena plankton dalam perairan dapat mengambarkan tingkat produktivitas perairan tersebut. Sementara menurut Sagala (2013), mengungkapkan bahwa plankton berfungsi sebagai pakan alami biota perairan. Ketika hujan trun akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan fitoplankton yang diikuti pertumbuhan dan perkembangan meroplankton dan holoplankton yang menjadi pakan alami potensial pertumbuhan larva hewan-hewan akuatik.
2.2 Tujuan Makalah
1. Dapat mengidentifikasi rantai makanan. 2. Menambah wawasan mengenai organisme biota akuatik yang ada dilaut. 3. Dampak – dampak apabila terjadi missing link antara rantai makanan satu dengan yang lain. 4. Menjelaskan setiap fungsi dan tugas dari 30 organisme rantai makanan.
2.3 Rumusan masalah
1. Bagaimana gambar dan pembagian rantai makanan di periran laut ? 2. Bagaimana dampak yang terjadi jika ada beberapa organisme yang mengalami missing link ? 3. Fungsi dari setiap produsen, konsumen I, Konsumen II, konsumen III, dan dekomposer pada perairan laut serta fungsinya?
2.4 Pembatas Masalah
1. Peran biota laut dan pembagian rantai makananya. 2. Dampak terjadinya kepunahan salah satu biota. 3. Gambar dan fungsinya.
BAB 2 PEMBAHASAN 3.1 Rantai Makanan
Keterangan garis :
-
Garis berwarna kuning yakni menghubungkan antara produsen ke konsumen I
-
Garis berwarna biru yakni menghubungkan antara Konsumen I ke Konsumen II
-
Garis berwarna merah yakni menghubungkan antara Konsumen II ke Konsumen III
3.2 Dampak terjadinya Missing Link
Hiu merupakan spesies predator yang memegang peran penting dalam kelangsungan ekosistem tempat hidupnya. Pergerakan hiu yang lambat serta tubuhnya yang besar memudahkan manusia untuk menangkap. Pertumbuhan hiu yang lambat dan hanya menghasilkan sedikit keturunan membuat hiu rentan terhadap kepunahan. Seekor hiu mencapai tingkat kematangan saat berusia tujuh tahun atau lebih, dan hanya bisa menghasilkan satu sampai dua anak per tahun. Hiu diburu karena nilai ekonomisnya, semua bagian tubuh hiu meliputi tulang rawan, kulit, gigi, isi perut, sirip, hati, dan daging memiliki nilai jual yang tinggi. Permintaan terhadap hiu datang dari pasar domestik dan asing. Restoran, hotel, resort di Indonesia menggunakan hiu dalam menunya, sedangkan di Tiongkok, sirip hiu digunakan untuk sajian dalam pernikahan adat, sedangkan di Jepang tinggi memicu IUU fishing terhadap hiu (overfishing, by catch, dan shark finning), bahkan Indonesia menempati urutan pertama negara pemburu hiu terbesar 2002-2011 (Traffic, 2012). Beberapa jenis hiu di Indonesia masuk dalam daftar Appendix CITES dan Red List IUCN. Appendix II CITES berisi tentang aturan pengelolaan spesies yang menuju ancaman punah melalui aturan perdagangan yang ketat. Kelompok hiu martil, hiu koboi, hiu gergaji, dan hiu paus tutul masuk dalam Appendix II CITES, namun hanya hiu gergaji dan hiu paus tutul yang dilindungi secara hukum. Sedangkan, untuk kelompok hiu martil dan koboi belum ada aturan perlindungan secara hukum.
BAB 3 PENUTUPAN
4.1 DAFTAR PUSTAKA Adje, S. 2007. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Sungai Musi Bagian Hilir. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia ke-4. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Ali, M. 2013. Kelimpahan Plankton di Waduk Gajah Mungkur Jawa Tengah. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia ke-10. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Bahri, Syamsul ,dkk. Jenis-Jenis Ikan yang Dilindungi dan Masuk dalam Apendiks CITES Direktorat Konservasi dan Taman Nasional. 2009. Budiman, Andy. Indonesia: Surga Hiu dan Para Pemburunya. Deutsche Welle Indonesia. 2014.