INFEKSI GENITAL
Pada Pada wanit wanitaa rongga rongga perut perut langsu langsung ng berhubu berhubunga ngan n dengan dengan dunia dunia luar luar dengan dengan perantaraan tractus genitalis. Untuk mencegah terjadinya infeksi dari luar dan untuk menjaga jangan sampai infeksi meluas, masing-masing alat tractus genitalis memiliki mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut diantaranya : •
Sifat bactericide dari vagina yang mempunyai pH rendah.
•
Lendir yang kental dan liat pada canalis cervicalis yang menghalangi naiknya kuman-kuman.
Infeks Infeksii Salura Saluran n Reprod Reproduks uksii (ISR) (ISR) semaki semakin n disada disadari ri telah telah menjad menjadii masala masalah h kesehat kesehatan an dunia dunia dan masala masalah h keseha kesehatan tan masyar masyarakat akat yang yang serius serius tetapi tetapi tersem tersembuny bunyi. i. Infeksi alat reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu kehidupan sex. Berdasarkan penyebabnya, infeksi genital dibagi menjadi menjadi : 1. Infek nfeksi si endo endoge gen n oleh oleh flor lora norm normal al kome komens nsal al yang ang ber berlebi lebiha han n term ermasuk asuk didalamnya kandidiasis dan vaginosis bakterialis. 2. Penyakit Penyakit menular menular seksual seksual yaitu yaitu infeksi infeksi genital genital yang ditular ditularkan kan melalui melalui hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi termasuk diantaranya trikomoniasis ,gonore, chlamidia , condiloma akuminata , herpes genital dan lain-lain. 3. Infeks Infeksii iatrog iatrogeni enik k yaitu yaitu disebabka disebabkan n melalu melaluii prosed prosedur ur medis yang kurang kurang atau tidak steril. Gejala yang paling sering ditemukan pada penderita ginekologik adalah leukore (keputihan). Leukore (white discharge, flour albus) adalah gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi, dan bukan berupa darah. Keputihan adalah salah satu alasan yang paling sering mengapa perempuan memeriksakan diri ke dokter, khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Leukore dapat dibedakan antara yang fisiologik dan patologik. Penyeb paling penting dari leukore patologik adalah infeks infeksi. i. Disini Disini cairan cairan mengand mengandung ung banyak banyak sel darah darah putih putih dan warnan warnanya ya kekuni kekuningngkuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Organ yang paling sering terkena infeksi adalah vulva, vagina, leher rahim, dan rongga rahim.
1
I. VULVA
Terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut : mons veneris, labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum dengan orifisium uretra eksternum, glandula bartholini, dan glandula paraurethralis. Radang pada vulva (vulvitis) merupakan radang selaput lendir labia dan sekitarnya. Pada radang vulva biasanya vulva membengkak, merah , nyeri dan kadang-kadang disertai rasa gatal. Sebab timbulnya vulvitis diantaranya adalah : •
Higiene yang kurang
•
Gonococcus
•
Candida albicans
•
Trichomonas
•
Oxyuris
•
Pediculi pubis
•
Diabetes
Selain penyakit diatas, beberapa hal yang dapat menyebabkan vulvitis adalah penggunaan spermicida, vaginal sprays dan bedak, penggunaan bahan sintetik pada pakaian dalam, menggunakan pakaian yang lembab untuk waktu yang lama, dan lain-lain. Vulvitis dapat didiagnosa dari perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik serta pelvic examination. Untuk prosedur diagnostik dapat dilakukan pemeriksaan berupa pemeriksaan darah dan urin, serta pemeriksaan Pap tes yang dapat mendeteksi adanya infeksi/ inflamasi. Untuk pengobatan, pada prinsipnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : •
Umur dan perjalanan penyakit
•
Penyebab penyakit
•
Jenis dan tingkat keparahan gejala
•
Toleransi terhadap obat-obatan, prosedur atau terapi.
2
Terapi yang paling baik adalah terapi kausal. Misalnya pada infeksi oleh kuman-kuman dapat diberikan salep yang mengandung antibiotika, antimyotika. Biasanya dipakai hidrocortisone. Trichomonas dapat diobati dengan derivat imidazol, oxyuriasis dengan piperazin, pediculi dengan DDT. Penggunaan estrogen cream atau hormone replacement therapy dapat direkomendasikan pada wanita postmenopaus. Selain obat-obatan, pemeliharaan higiene pribadi sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi ini.
a. Infeksi pada glandula bartholini (Bartholinitis)
Infeksi ini sering timbul pada gonorea, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh streptokokus, atau basil koli. Pada bartholinitis akuta ditemukan : •
Kelenjar yang membesar, merah, nyeri dan lebih panas dari daerah sekitarnya.
•
Isi dapat berubah cepat menjadi nanah yang dapat keluar dari duktusnya, atau jika duktus tersumbat dapat menjadi abses.
Kista bartholini tidak selalu mnyebabkan keluhan, kadang dirasakan sebagai benda berat dan/ atau menimbulkan kesulitan pada koitus. Dalam hal pengobatan, pembedahan merupakan tindakan yang sering dilakukan. Tindakan ini terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini dapat menyebabkan perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa risiko dan dengan hasil yang memuaskan. Akan tetapi apabila kista bartholini tidak terlalu besar dan tidak menimbulkan gangguan, tindakan pembedahan tidak perlu dilakukan. b. Herpes genitalis
Pada tahun 2003 di UK, lebih dari 18.000 orang pengunjung klinik terdeteksi genital herpes. Angka kejadiannya pun meningkat 19% pada pria, dan 9% pada wanita. Herpes genital adalah infeksi yang disebabkan oleh herpesvirus, yang dinamakan herpes simpleks. Herpes genitalis biasanya didapat dari hubungan seksual, yaitu kontak dengan penderita yang terinfeksi. Kadang-kadang seseorang
3
tidak mengetahui bahwa ia terinfeksi herpes virus, karena biasanya penderita tidak merasakan atau mengalami gejala apa-apa.
Gejala yang ditimbulkan mempunyai episode : •
Gejala biasanya dimulai antara 2-12 hari setelah ko ntak (biasanya 4 hari).
•
Dapat terjadi rekurensi. Biasanya rekurensi lebih sering terjadi pada tipe 2 dibandingkan tipe 1.
•
Beberapa penderita dapat mengalami rekurensi, akan tetapi beberapa orang lainnya dapat terjadi terus-menerus.
•
Akibat yang ditimbulkan dari serangan dapat berbeda-beda pada tiap individu. Kadang-kadang seseorang bisa merasakannya sebagai gejala yang berat, tetapi sebagian lain hanya merasakan sebagai keluhan ringan saja, karena pada tingkat ringan tidak menimbulkan gejala (silent). Diagnosis herpes genitalis dapat dibuat dengan jalan pembiakanpada luka-
luka di vulva, vagina atau serviks dan dengan tes serologik. Sebagai terapi dapat
dilakukan
terapi simptomatis
dengan obat-obatan
yang dapat
mengurangi rasa nyeri dan gatal, dan yang mengeringkan daerah yang kena infeksi. Pemberantasan virus juga dapat dilakukan dengan larutan 1% neutral red atau 0,1% larutan proflavine, diikuti penyinaran sinar flouresensi (20-30 watt) untuk 10-15 menit dengan jarak 15-20cm. c. Condiloma acuminata
Lokasinya pada bagian vulva, pada perineum, daerah perianal, vagina dan serviks uteri. Keluhan yang biasa timbul berupa leukore. Adanya leukore oleh sebab lain memudahkan tumbuhnya virus dan kondiloma akuminata. Kondiloma yang kecil dapat disembuhkan dengan larutan 10% podofilin dalam gliserin atau dalam alkohol. Pada kondiloma yang luas, terapinya terdiri atas pengangkatan dengan pembedahan atau kauterisasi. Untuk mencegah terjadinya residif, harus diusahakan kebersihan pada tempat bekas kondiloma, dan leukore harus diobati. II. Vaginitis
4
Vagina dilindungi terhadap infeksi oleh pH yang rendah didalam vagina yang disebabkan oleh adanya basil Doderlain. Beberapa keadaan yang dapat memudahkan infeksi:
•
Coitus, terutama kalau smegma preputium mengandung kuman-kuman
•
Tampon-tampon didalam vagina misalnya untuk menampung darah haid.
•
Higiene yang kurang.
•
Atrofi epitel vagina pada masa senil dimana epitel vagina kurang mengandung glycogen dan menjadi tipis.
•
Corpus allienum: terutama pada anak-anak, tetapi juga alat-alat perangsang sex pada orang dewasa.
Vaginitis adalah salah satu peradangan atau infeksi pada lapisan vagina, disebabkan oleh berbagai macam virus dan bakteri. Vaginitis terjadi ketika flora vagina telah terganggu oleh adanya mikroorganisma patogen atau perubahan lingkungan vagina yang memungkinkan mikroorganisma patogen berkembang biak/berproliferasi. Vaginitis yang di sebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur,seperti: -Trichomoniasi -pelvicinflammatory disease(PID) -Gonorrhea -Chlamydia -Syphilis -Chancroid -Human immunodefeciency virus dan -Alergi terhadap bahan kimia GEJALA -Vagina berwarna merah dan keputihan -gatal pada daerah kemaluan -perih pada lubang vagina -keluar cairan berbau tak sedap -vagina terasa panas/terbakar ANAMNESIS 5
Penderita biasanya mengeluh vagina yang berbau tidak enak (amis). Bau amis sering dinyatakan sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan dan bervariasi dari ringan sampai berat. Pada pemeriksaan ditemukan cairan vagina dengan konsistensi dari encer sampai seperti lem, yang jumlahnya ber-variasi dari sedikit sampai banyak, berwarna abu-abu, homogen dan berbau amis. Cairan ini cenderung melekat pada dinding vagina dengan rata dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan difus. Bila dihapus tampak mukosa vagina yang normal. Kadang-kadang terdapat peradangan ringan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM a. Pemeriksaan pH vagina Pada penderita vaginitis bakterial dijumpai pH vagina > 4,5. Menurut Fleury (1983) pada penderita vaginitis dijumpai pH 5 5,5, sedangkan tanpa keluhan pH 4,5). Eschen bach (1988) berpendapat pH < 4,5 dapat menyingkirkan kemungkinan adanya vaginosis bakterial. Pemeriksaan pH va-gina ini bersifat sensitif, tetapi tidak spesifik untuk vaginitis bakterial. b. Tes amin dengan KOH 10% (tes Whiff) Tes amin ini mula-mula dilakukan oleh Pfeifer dkk. (1978) yaitu dengan meneteskan KOH 10% di atas gelas obyek yang ada cairan vagina. Hasil dinyatakan positif bila tercium bau amoniak. Karena bau yang timbul bersifat sementara, gelas obyek hendaknya didekatkan ke hidung. Bau yang timbul me-rupakan produk metabolisme yang kompleks yaitu poliamin yang pada suasana basa akan menguap. Tes ini cukup dapat percaya karena bersifat sensitif dan spesifik bila dikerjakan de-ngan baik. c. Pemeriksaan garam faal Dalam pemeriksaan ini dapat dilihat antara lain, lak-tobasilus, leukosit, trikomonas dan clue cell. d. Pewarnaan gram Pada vaginitis bakterial jumlah bakteri G. vaginalis, Bac-teroides sp.,Peptostreptococeus sp.danMobiluncus sp. meningkat 100 sampai 1000 kali lebih banyak daripada normal. e. Pemeriksaan kultur Bermacam-macam media dianjurkan untuk pemeriksaan kultur antara lain agar 6
coklat, agar casman, agar vaginalis, human blood agar, agar pepton starch dan Columbiacolistin-nalidixic acid. Kultur biasanya dilakukan pada suhu 37° C selama 4872 jam. Sebagai media transport dapat digunakan media transport Stuart atau Amies
KRITERIA DIAGNOSIS 1.Dari pemeriksaan mikroskopis cairan vagina tidak d itemukan jamur, trikomonas, ataupun gonokokus. 2.cairan vagina ditandai gejala : a. kualitas cairan homogen, encer sampai seperti lem, ke-abu-abuan. b. pH > 4,5. c. tercium bau amina yang amis pada penambahan KOH 10%. d. Clue cell (Gard. vaginalis). 3.Pemeriksaan kromatografi gas-liquid: ratio suksinat-laktat meninggi (> 0,4). 4.Pemeriksaan kulktur.
PENGOBATAN 1. Topikal
Pemakaian krim sulfonamida tripel, supositoria yang berisi tetrasiklin ataupun povidon iod in, biasanya kurang memuaskan dan penyembuhan hanya sementara selama penggunaan obat topikal tersebut 2. Sistemik
a.Metronidazol Dengan dosis 2 kali 400 mg atau 2 kali 500 mg setiap hari selama 7 hari atau tinidazol 2 kali 500 mg setiap hari selama 5 hari, dicapai angka penyembuhan lebih dari 90%. b.Penisilin dan derivatnya Penisilin G cukup efektif untuk beberapa bakteri anaerob dengan dosis kira-kira 2 10 juta Unit setiap hari selama 5 hari. Sedangkan ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 kali 500 mg setiap hari selama 5 hari. Kegagalan pengobatan dengan penisilin dan derivatnya dapat diterangkan dengan adanya beta laktamase yang di-produksi oleh Bacteroides sp. 7
c.Tetrasiklindan Kloramfenikol Sekarang jarang dipakai karena kurang efektif d.Eritromisin : Terutama efektif untuk bakteri anaerob gram positif seperti Bacteroides, Streptococcus dan Clostridia e.Sefalosporin dan sefoksitin. f.Klindamisin
Beberapa infeksi vagina Infection Bacterial vaginosis
Chlamydial infection
Symptoms A thin, white, gray or yellowish cloudy discharge with a foul or fishy odor that may become stronger after sexual intercourse Itching and irritation
Usually, no symptoms
Complications Pelvic inflammatory disease Infections of the membranes around the fetus Infections of the uterus after delivery of a baby or after surgery Pelvic inflammatory disease
A yellow, puslike discharge A frequent need to urinate
Infection and scarring of the fallopian tubes
Treatment Metronidazole (used first; taken as a vaginal gel or by mouth) Clindamycin
•
Azithromycin Doxycycline Ofloxacin
•
Tetracycline
• •
Acyclovir Famciclovir
•
Valacyclovir
• •
Pain during urination
Genital herpes
Abnormal vaginal bleeding Painful blisters that form sores in If present during delivery, the genital area, in the vagina, possibly serious infection and on the cervix in the newborn Itching
Gonorrhea
Sometimes a fever and flu-like symptoms A puslike discharge
Pelvic inflammatory disease
A frequent need to urinate
Syphilis
Pain during urination
Infection of the fallopian tubes
Fever
Arthritis
Pelvic pain Painless sore on the vagina or vulva
Rarely, serious heart or brain disorders
Later, a fever and flu-like symptoms
8
Ceftriaxone with azithromycin or doxycycline
Penicillin
Trichomoniasis
Yeast infection (candidiasis)
A usually profuse, greenish yellow, frothy, fishy-smelling discharge Itching and irritation Thick, white, clumpy discharge (like cottage cheese)
No known serious complications
No serious complications
Metronidazole (given by mouth only)
•
Butoconazole Clotrimazole Econazole Fluconazole Ketoconazole Miconazole Terconazole
•
Tioconazole
• • •
Moderate to severe itching and burning (but not always)
• • •
Redness and swelling of the genital area
Sumber: Vaginal Infections Women's Health Issues Merck Manual Home Edition.mht Vaginosis Bakterial
Di Amerika Serikat, bakterial vaginosis merupakan penyebab vaginitis yang terbanyak, mencapai sekitar 40 sampai 50% dari kasus pada perempuan usia reproduksi. Infeksi ini disebabkan oleh perkembangbiakan beberapa organisme, termasuk di antaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species, Mycoplasma hominis dan Peptostreptococcus species. Walaupun angka prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada klinik-klinik kelamin dan pada perempuan yang memiliki pasangan seks lebih dari satu, peran dari penularan secara seksual masih belum jelas. Berbagai penelitian membuktikan bahwa mengobati pasangan dari perempuan yang menderita bakterial vaginosis tidak memberi keuntungan apapun dan bahkan perempuan yang belum seksual aktif juga dapat terkena infeksi ini. Faktor risiko tambahan untuk terjadinya bakterial vaginosis termasuk pemakaian IUD, douching dan kehamilan. Bukti-bukti menunjukkan bahwa bakterial vaginosis adalah faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Pengobatan unfeksi ini selama kehamilan menurunkan risiko tersebut. Akibat buruk lain termasuk di antaranya adalah peningkatan frekuensi hasil Papanicolaou (Pap) smears abnormal, penyakit radang panggul (PRP) dan endometritis. Selulitis vaginal, PRP dan endometritis dapat terjadi jika perempuan menjalani prosedur ginekologis yang infasif ketika sedang menderita bakterial vaginosis.
Kandidiasis Vulvovaginal
9
Kandidiasis vulvovaginal adalah penyebab vaginitis terbanyak kedua di Amerika Serikat dan yang terbanyak di Eropa. Sekitar 75% dari perempuan pernah mengalami kandidiasis vulvovaginal suatu waktu dalam hidupnya, dan sekitar 5% perempuan mengalami episode rekurensi. Agen penyebab yang tersering (80 sampai 90%) adalah Candida albicans. Saat ini, frekuensi dari spesies non-albicans (misalnya, Candida glabrata) meningkat, mungkin merupakan akibat dari peningkatan penggunaan produk produk anti jamur yang dijual bebas. Faktor risiko untuk terjadinya kandidiasis vulvovaginal sulit untuk ditentukan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa risiko untuk terinfeksi penyakit ini meningkat pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, diaphragma dan spermicide, atau IUD. Faktor risiko yang lain termasuk melakukan hubungan seksual pertama kali ketika umur masih muda, melakukan hubungan seks lebih dari empat kali per bulan dan oral seks. Risiko kandidiasis vulvovaginal juga meningkat pada perempuan dengan diabetes yang sedang hamil atau minum antibiotik. Komplikasi kandidiasis vulvovaginal jarang terjadi. Chorioamnionitis pada saat hamil dan syndrome vestibulitis vulva pernah dilaporkan. Candida tidak ditularkan secara sexual, dan episode kandidiasis vulvovaginal tidak berhubungan dengan jumlah pasangan seksual yang dimiliki. Mengobati laki-laki pasangan seksual dari seorang perempuan yang menderita kandidiasis tidak perlu dilakukan, kecuali laki-laki tersebut tidak disunat atau ada peradangan pada ujung/glans penis. Kandidiasis vulvovaginal rekuren/berulang didefinisikan sebagai terjadinya empat atau lebih episode kandidiasis vulvovaginal dalam periode satu tahun. Belum jelas apakah rekurensi ini terjadi karena berbagai faktor predisposisi atau presipitasi.
Trikomoniasis
Protozoa Trichomonas vaginalis, sebuah organisme yang motile dengan 4 flagella, adalah penyebab ke tiga terbanyak dari vaginitis. Penyakit ini mengenai 180 juta perempuan di seluruh dunia dan merupakan 10 sampai 25% dari infeksi vagina. Saat ini, angka insidensi vaginitis trichomonal terus meningkat di kebanyakan negara-negara industri. 10
Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual dan ditemukan pada 30 sampai 80 persen laki-laki pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi. Trikomoniasis berhubungan dan mungkin berperan sebagai vektor untuk penyakit kelamin lain. Berbagai penelitian membuktikan bahwa penyakit ini meningkatkan angka penularan HIV. Faktor risiko untuk trikomoniasis termasuk penggunaan IUD, merokok dan pasangan
seksual
lebih
dari satu.
Sekitar
20%-50% dari perempuan
dengan
trichomoniasis tidak mengalami gejala apapaun. Trikomoniasis mungkin berhubungan dengan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Pasangan seksual harus diobati dan diberi instruksi untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai ke dua pihak sembuh.
III. Servisitis
Servisitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir canalis cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka lebih mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina. Terjadinya cervisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks.merupakan radang pada serviks uteri. Pada beberapa penyakit kelamin seperti gonorea, sifilis, ulkus molle dan granuloma inguinale dan pada tuberkulosis dapat ditemukan radang pada serviks. Servisitis non infeksi disebabkan oleh trauma lokal, radiasi atau keganasan. Penyebab infeksi lebih sering ditemukan daripada non infeksi, dan biasanya penyebab infeksi ditularkan melalui hubungan seksual. Servisitis dapat dibedakan menjadi servisitis akuta dan servisitis kronika. •
Servisitis akut infeksi diawali di endoserviks dan biasanya ditemukan pada gonorea dan pada infeksi post abortum atau postpartum yang disebabkan oleh streptokokus, stafilokokus dan lain-lain. Serviks merah dan membengkak dengan mengeluarkan cairan yang mukopurulen.
Pengobatan dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut . Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi servisitis kronik. •
Servisitis kronika ditemukan pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar memudahkan kuman masuk ke dalam endoserviks dan kelenjar-kelanjarnya dan infeksi menahun. 11
Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan: 1. Serviks kelihatan normal; hanya pada mikroskopik ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servisitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran sekret yang agak putih-kuning. 2. Pada porsio uteri disekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerahmerahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel porsio disekitarnya. Sekret yang dikeluarkan terdiri atas mukus bercampur nanah. 3. Sobekan pada serviks uteri lebih luas dan mukosa endoserviks lebih kelihatan dari luar (ekstropion). Mukosa mudah terkena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa menjadi hipertrofi dan mengeras. Sekret mukopurulen bertambah banyak. Terapi yang dapat diberikan : -
Antibiotika terutama kalau ditemukan gonococcus dalam sekret.
-
Jika servisitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10% dan irigasi
-
Cervisitis yang tak mau sembuh ditolong operatif dengan melakukan konisasi.
-
Erosio dapat disembuhkan dengan obat keras seperti AgNO3 10% atau albothyl yang menyebabkan nekrose epitel silindris dengan harapan kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.
IV. Salphingitis
Salphingitis merupakan infeksi pada tuba fallopii. Salpingitis dapat menjalar ke ovarium sehingga juga terjadi oophoritis. Paling sering disebabkan oleh infeksi gonococcus, disamping itu oleh staphilococcus, streptococcus dan bakteri tbc. Salpingitis merupakan salah satu penyebab dari infertilitas . Infeksi dapat terjadi sebagai berikut : -
Naik dari cavum uteri
-
Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari apendiks yang meradang
-
Hematogenterutama salpingitis Tb.
12
Dalam kasus yang ringan salpingitis asimptomatik. Gejala dari salphingitis antara lain : •
•
Demam tinggi denagn menggigil, pasien sakit keras. Nyeri kiri dan kanan diperut bagian bawah terutama kalau ditekan.
•
Defense kiri dan kanan diatas ligamentum poupart
•
Mual dan muntah : ada gejala abdomen akut karena terjadi perangsangan peritoneum.
•
Kadang ada tenesmus ani karena proses dekat pada rectum atau sigmoid.
•
Toucher : - nyeri bila porsio digoyangkan – nyeri kiri dan kanan uterus – kadang ada penebalan tuba –tuba yang sehat tak dapat diraba.
•
menoragi dan dismenore.
Sekunder dari salpingitis dapat terjadi oophoritis. Salpingoophoritis lebih sering disebut adnexitis. Karena adnexitis, terjadi perlkatan dengan usus yang dapat diraba sebagai tumor, disebut tumor adnex. Kadang dapat pula terjadi pyosalping dan pyovarium dan setelah pus diabsorbsi terjadi hidrosalping. Kalau tekanan hidrosalping cukup besar maka cairan dapat menjalar ke dalam cavum uteri, sehingga dapat keluar cairan dari genitalia penderita.
Peritonitis
dapat
terjadi
karena
pyosalping
yang
pecah.
Terapi tergantung dari beratnya gejala. Selain istirahat, terapi yang digunakan adalah pemberian antibiotik dan corticosteroid.
13