MAKALAH ILMU PENYAKIT DALAM HEWAN KECIL (KUTU)
OLEH
RATNI MANUK (1009012021) YULIANA I.F. ALIANDU (1009012018)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ilmu penyakit dalam hewan kecil ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada drh. Herlina selaku Dosen mata kuliah ilmu penyakit dalam hewan kecil yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kutu. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
PENYUSUN
Kupang, 25 september 2013
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ......................................... ............................................................... .................................... ..............
5
1.1. LATAR BELAKANG ........................................... ................................................................. ................................... .............
5
1.2. TUJUAN ............................................ ................................................................... ............................................. ............................... .........
5
1.3. METODE PENULISAN ......................................... ............................................................... ............................ ...... ....
5
BAB II. PEMBAHASAN ............................................. ................................................................... ................................... .............
6
2.1. KUTU ............................................ .................................................................. ............................................ ...................................... ................
6
2.2. BIOLOGI DAN PERILAKU KUTU ............................................. ...................................................... .........
7
2.3. ETIOLOGI ................................................ ...................................................................... ............................................ .......................... ....
7
2.4. PENYAKIT AKIBAT KUTU ............................................ .................................................................. ......................
8
2.5. SIKLUS HIDUP DAN CARA PENULARAN ...................................... ......................................
8
2.6. PATOGENESA DAN GEJALA KLINIS ............................................. ................................................ ...
9
2.7. DIAGNOSA .............................................. .................................................................... ............................................ ......................... ...
9
2.8. PENGOBATAN DAN KONTROL .................................................. .......................................................... ........
10
BAB III. PENUTUP 3.1. KESIMPULAN ............................................. ................................................................... ........................................... .....................
11
3.2. SARAN .......................................... ................................................................ ............................................ .................................... ..............
11
3
DAFTAR GAMBAR 1.
Kutu penghisap pada anjing (Linognathus setosus) .................................. ..................................
6
2.
Kutu penggigit ............................................. ................................................................... ............................................ ......................... ...
6
3.
Infestasi kutu pada tubuh anjing .............................................. ............................................................... .................
7
4.
Kebotakan atau alopesia pada bagian tubuh anjing ................................... ...................................
8
5.
Hiperkeratinasi pada bagian tubuh anjing .......................... ................................................. .......................
8
6.
Kebotakan atau alopesia pada bagian tubuh kucing .................................. ..................................
8
7.
Hiperkeratinasi pada bagian tubuh kucing ............................................. ................................................ ...
8
8.
Kutu pada tubuh anjing ............................................... ..................................................................... .............................. ........
9
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Pengendaliaan dan pemberantasan gangguan hama (Artropoda pengganggu)
sudah dilakukan semenjak adanya infestasi hama atau mikroorganisme yang merusak dan menyebabkan berbagai penyakit. Sebagian kutu menyerang manusia dan hewan ternak baik secara langsung dengan mengigit dan menghisap darah, maupun tidak langsung sebagai penular berbagai jenis penyakit atau sebagai pengganggu dengan caranya menempel dan hidup pada inangnya sehingga menimbulkan gangguan fisik maupun psikis pada inang. Beberapa jenis hama diantaranya yaitu lalat, nyamuk, kutu, pinjal, caplak, tungau dan lain-lain. Kutu adalah serangga yang sangat mengganggu manusia karena menghisap darah. Kutu juga bisa menjadi menjadi vektor penyakit. penyakit. Di Indonesia, sampai akhir tahun 1970an, permasalahan kutu banyak ditemukan di lingkungan dan sangat mengganggu. Tetapi karena keberhasilan pengendalian dengan insektisida berbasis organoklorin, kutu hampir dapat dikendalikan secara penuh, dan hampir hampir tidak ada informasi tentang kutu dalam kurun waktu 1980-2000. Namun tetap saja pada sebagian daerah masih banyak kutu yang menggaggu kehidupan manusia dan hewan. Munculnya kembali kutu di karenakan biosekuriti dan sanitasi yang kurang baik, mengingat kutu hampir tidak muncul untuk jangka waktu puluhan tahun. Walaupun demikian, adalah fakta bahwa dengan adanya globalisasi, orang dan barang dapat dengan mudah berpindah dari satu tempat ke tempat/negara ke negara lainnya. Mobilitas ini turut memberikan kontribusi terhadap penyebaran kutu ke s eluruh dunia.
1.2.
TUJUAN -
Mengetahui jenis spesies kutu beserta ciri dan dampaknya bagi kesehatan manusia dan hewan.
-
1.3
Mengetahui cara pengobatan dan kontrol kutu.
METODE PENULISAN Metode penulisan dalam makalah ini adalah studi pustaka.
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1. KUTU Kutu termasuk dalam ordo phithiraptera dan mempunyai empat sub ordo yaitu subordo Amblycera, subordo ischnocera, subordo Rhynchophthirina dan subordo Anoplura. Kutu adalah insekta yang tubuhnya pipih dorso-ventral, memiliki 6 kaki (3 pasang), tidak bersayap, dan bagian tubuh terdiri dari kepala, toraks dan abdomen, a bdomen, bersifat bersif at hospes spesifik (hanya (hanya bisa hidup pada hospes hospes tertentu) dan umumnya pada tempat yang tertentu pula. Kutu dapat dibedakan menjadi : 1. kutu penggigit (“bitting (“bitting lice”) lice”) yang kepalanya besar dan melebar, memakan epidermis kulit, remukan bulu, sisik bulu, kerak kulit dan sedimen yang mengering. 2. kutu penghisap (“ sucking lice”) lice”) dengan bentuk kepala yang kecil dan meruncing, makanannya adalah darah atau cairan limfe. Kutu menginfestasi hampir semua jenis hewan dan manusia, tertular karena kontak langsung. Keberadaan kutu sangat mengganggu ketenangan hewan dan pada tempatnya menggigit timbul reaksi alergi. Beberapa jenis kutu sebagai hospes perantara agen penyakit lain yang sangat berpengaruh bagi kesehatan.
Gambar 1. Kutu penghisap pada anjing
Gambar 2. Kutu penggigit
(Linognathus setosus)
Sumber: bahan kulia parasit
Sumber: bahan kulia parasit
6
2.2. BIOLOGI DAN PERILAKU KUTU kutu bersifat kosmopolitan, kosmopolitan, artinya ditemui diseluruh dunia. Kutu Kutu merupakan ektoparasit pada manusia dan hewan, umumnya kutu mempunyai kekhasan inang (host spesificity). Peranan kutu dalam kesehatan adalah akibat gigitan yang ditimbulkannya, apalagi pada infestasi yang tinggi. Gigitan kutu menimbulkan kegatalan dan iritasi yang berakhir dengan perlukaan kulit akibat garukan. Luka dapat diperparah dengan adanya infeksi sekunder baik dari mikroba maupun jamur dan akhirnya membentuk kerak berwarna gelap (hiperkeratinasi) dan penebalan dipermukaan kulit terutama pada tempat-tempat predileksi kutu. Selain itu, Kutu bisa menjadi vektor tranmisi dari beberapa penyakit.
Gambar 3. Infestasi kutu pada tubuh anjing Sumber: http://bahan kulia parasit.html
2.3. ETIOLOGI Hospes
Mallophaga
siphonaptera
Definitif
(kutu penggigit)
(kutu penghisap)
Anjing
Trichodectes canis
Linognathus setosus
Heterodoxus spineger Kucing
Felicola subrostratus
-
7
2.4. PENYAKIT AKIBAT KUTU Penyakit kulit yang yang sering menyerang kucing dan anjing biasanya disebabkan oleh kutu. Penyakit ini disebut Scabies. Kutu scabies sering menyebabkan kebotakan dan kerak (hiperkeratinasi) dipermukaan kulit disekitar telinga, hidung dan bagian badan lain seperti kaki.
Gambar 4. Kebotakan atau alopesia
Gambar 5. Hiperkeratinasi pada bagian
Pada bagian tubuh anjing
tubuh anjing
Sumber: http://wikipedia.org. Sumber: http://wikipedia.org.
Sumber: http://wikipedia.org. Sumber: http://wikipedia.org.
Gambar 6. Kebotakan atau alopesia pada
Gambar 7. Hiperkeratinasi pada bagian
bagian tubuh kucing
tubuh kucing
Sumber: http://wikipedia.org. Sumber: http://wikipedia.org.
Sumber: http://wikipedia.org. Sumber: http://wikipedia.org.
2.5. SIKLUS HIDUP DAN CARA PENULARAN Dalam hidupnya kutu mengalami metamorfosis yang tidak sempurna yang diawali dengan telur, nimfa, dan dewasa. Kutu betina dewasa akan menempelkan telurnya pada rambut/bulu tempat predileksinya, didalam telur akan terjadi perkembangan dan keluarlah nimfa dan akhirnya berkembang menjadi kutu dewasa.
8
Cara penularan kutu yaitu secara kontak langsung antara hewan yang terinfestasi dengan hewan sehat, tetapi kadang-kadang juga bisa melalui peralatan kandang dan bahkan manusia yang bekerja dipeternakan.
2.5. PATOGENESA DAN GEJALA GEJALA KLINIS Kebanyakan kutu penggigit akan aktif bergerak pada tempat predileksinya sambil menggigit bagian kulit yang menjadi makanannya, sedangkan kutu penghisap umumnya kurang begitu aktif tetapi akan menghisap darah atau cairan limfe. Pada saat berpindah dan memakan jaringan atau menghisap darah menimbulkan iritasi dan tempat gigitan terjadi reaksi alergi. Gejala klinis, akibat iritasi hewan menjadi tidak tenang, tertekan, nafsu makan menurun, tidur tidak nyenyak dan akhirnya kelemahan umum, sedangkan karena reaksi alergi tempat gigitan , maka hewan akan menggosok, menggaruk, menggaruk, menggigit, menyebabkan menyebabkan rambut atau bulu menjadi rontok dan bahkan bisa sampai timbul kelukaan dan dan memar pada kulit. Jika terjadi infestasi berat oleh kutu penghisap, bisa menyebabkan kekurangan darah (teramati adalah kepucatatan selaput lendir). Jika diinfestasi oleh kutu penghisap dan kutu penggigit pada anak hewan, bisa menyebabkan menyebabkan kematian.
2.6. DIAGNOSA Diagnosa dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan menemukan kutu, telur atau nimpa pada tempat predileksinya yaitu pada bagian tubuh hostnya serta dengan kerokan kulit pada bagian kulit yang berkerak berwarna gelap (hiperkeratinasi) dan permukaan kulit yang mengalami mengalami penebalan terutama pada tempat-tempat predileksinya.
Gambar 8. Kutu pada tubuh anjing Sumber: http://wikipedia.org.
9
2.7. PENGOBATAN DAN KONTROL Infestasi kutu secara umum dapat diobati dengan cara dibedaki, dimandikan atau disemprot dengan insektisida. Beberapa cara pengobatan yang dapat di lakukan : -
Anjing, Coumaphos 0,5% (di lap), Ronnel 0,25% - 1% (topical), Lindane 1% (disemprot atau direndam), Chlordane 4% (direndam), Carbaryl (Shampo).
-
Kucing, golongan Chlorinated Hydrocarbones tidak boleh diberikan pada kucing, dipakai Ronnel (1%) Dichlorvos 4,65% (dalam ikat leher “ flea “ flea collar ”), ”), Pyrethrum Pyrethrum atau Carbaryl (shampo atau bedak) Kontrol, hindarkan kontak dengan hewan terinfestasi serta melakukan sanitasi pada lingkungan.
10
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULAN -
Kutu termasuk dalam ordo phithiraptera dan mempunyai empat sub ordo.
-
Ciri-ciri kutu : tubuhnya pipih dorso-ventral, memiliki 6 kaki (3 pasang), tidak bersayap, dan bagian tubuh terdiri dari kepala, toraks dan abdomen, bersifat hospes
spesifik
(hanya bisa hidup pada hospes tertentu) dan umumnya umumnya pada tempat yang tertentu pula. -
Kutu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu kutu penggigit (“bitting (“bitting lice”) lice”) dan dan kutu penghisap (“ sucking lice”) lice”)..
-
Kutu menginfestasi hampir semua jenis hewan dan manusia, tertular karena kontak langsung. Keberadaan kutu sangat mengganggu ketenangan hewan dan pada tempatnya menggigit timbul reaksi alergi. Beberapa jenis kutu sebagai hospes perantara agen penyakit lain yang sangat berpengaruh bagi bagi kesehatan.
-
Diagnosa dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan menemukan kutu, telur atau nimpa pada tempat predileksinya yaitu pada bagian tubuh hostnya serta dengan kerokan kulit.
-
Infestasi kutu secara umum dapat diobati dengan cara dibedaki, dimandikan atau disemprot dengan insektisida.
-
Kontrol, hindarkan kontak dengan hewan terinfestasi serta melakukan sanitasi pada lingkungan.
3.2. SARAN Untuk melakukan pengendalian dan pemberantasan kutu yang baik maka perlunya di lakukan sanitasi lingkungan lingkungan dan selalu menjaga kebersihan. Pengendalian kutu sangat tergantung dari kebersihan pribadi dan menghindari pemakaian aat-alat yang memungkinkan terjadi penularan kutu secara bersama.
11
DAFTAR PUSTAKA
Nuraini,S.D. 2004. Pemberantasan Arthopoda yang penting dalam hubungan dengan kesehatan masyarakat. USU digital library. Sumatera Utara.
Kusumawati, U,H. 2011. Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu Pada Hewan Ternak Di Indonesia Dan Pengendaliannya. http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/03/Bioekologi-Berbagai-Jenis-Serangga. Pengganggu-Peternakan-di-Indonesia-dan-Pengendaliannya.pdf. Pengganggu-Peternakan-di-Indo nesia-dan-Pengendaliannya.pdf. Diakses 22 september 2013
Anonimus. 2011. Pengendalian Vektor Epidemiologi Kutu.pdf http://kutu/Budidaya%20_%20Informasi%20Budidaya%20% http://kutu/Budidaya%20_%2 0Informasi%20Budidaya%20%20Pengendalian%20Vektor%20 20Pengendalian%20Vektor%20 Epidemiologi%20Kutu%20%28%20Makalah%20%29. Diakses Epidemiologi%20Kutu%20%28%20Makalah%20%29. Diakses 22 september 2013
Anonimus. 2013. Infeksi Kutu Pada Hewan (Anjing, Kucing, Sapi, Kuda, Domba, Kambing, Ayam, Kalkun, Merpati dan Itik). http://Informasi Berbagai Hal Infeksi Kutu Pada Pada Hewan (Anjing, Kucing, Sapi, Kuda, Domba, Kambing, Ayam, Kalkun, Merpati dan Itik). Diakses 22 september 2013
12