KOMPETENSI KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM 2011 KOAS 2007 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Daftar Isi Bab 1 : Demam ………………………………………………………………………… 2 Bab 2 : Batuk dan Batuk Darah………………………………………………………… 5 Bab 3: Nyeri Dada……………………………………………………………………… 8 Bab 4: Sesak Nafas………………………………………………………………….… 12 Bab 5 : Palpitasi…………………………………………………………………….…. 16 Bab 6 : Bising Jantung………………………………………………………………… 19 Bab 7 : Nyeri Sendi……………………………………………………………….…… 24 Bab 8 : Diare…………………………………………………………………….…….. 45 Bab 9 : Ikterik…………………………………………………………………………. 50 Bab 10 : Edema dan Ascites………………………………………………...………… 54 Bab 11 : Dispepsia…………………………………………………………………….. 60 Bab 12 : Perdarahan Saluran Cerna………………………………………………...…. 65 Bab 13 : Poliuria dan Polidipsi……………………………………………………..…. 68 Bab 14 : Hematuria, Proteinuria dan dysuria……………………………………….… 74 Bab 15 : Inkontinensia Urin……………………………………………………….….. 80 Bab 16 : Koma……………………………………………………………………….... 83 Bab 17 : Anemia………………………………………………………………...…….. 86 Bab 18 : Gangguan Perdarahan………………………………………………….……. 91 Bab 19 : Limfadenopati…………………………………………………………..…… 96 Bab 20 : Hipertensi……………………………………………………………………. 98 Bab 21 : Syok………………………………………………………………...………. 104 Bab 22 : Penurunan Berat Badan………………………………………..…………… 107
1
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 1: Demam 1. Bagaimana tipe dan pola demam sesuai penyakit yang mendasari? a. Demam kontinu : demam dengan variasi diurnal diantara 0,55-0,82 ̊C. Penyakitnya : penumonia tipe lobar, infeksi kuman gram negatif, riketsia, demam thypoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia, malaria falciparum b. Demam intermiten : demam dengan variasi diurnal >1 ̊C, suhu terendah mencapai suhu normal . penyakit : endokarditis bakterialias, malaria, bruselosis c. Demam remiten : demam dengan variasi diurnal >1 ̊C, tetapi suhu terendah tidak mecapai suhu normal. Penyakit : demam thypoid fase awal, berbagai penyakt virus. d. Demam tersiana dan kuartana : demam intermiten yang ditandai dengan dengan demam yang diselangi dengan periode normal. Demam tersiana, demamnya terjadi pad ahari ke 1 dan ke 3, ditemukan pada malaria vivax. Demam kuartana demam terjadi pada hari 1 dan ke 4, ditemukan pada malaria malariae. e. Demam saddle back/ pelana/ bifasik : penderita mengalami beberapa hari demam tinggi disusul penurunan suhu lebih kurang 1 hari, lalu timbul demam tinggi kembali. penyakit : dengue, yellow fever, colorado tick fever, rit valey fever, influenza, poliomielitis, koriomeningitis limfositik. f. Demam intermitten hepatik/ demam charcot : episode demam yang sporadis, terdapat penurunan temperatur yang jelas dan kekambuhan demam. Pola ini sering terjadi pada kolangitis, biasanya dengan gejala : kolelitiasis, ikterik, dan ada tanda tanda toksik. g. Demam pel- ebstein : ditandai dengan periode demam setiap minggu atau lebih lama dan periode afebril yang sama durasinya serta disertai dengan berulangnya siklus. Penyakit: hodgkin disease, brucelosis tipe brucella melitensis. h. Thypus inversus/ kebalikan dari pola demam diurnal : demam dengan kenaikan suhu tertinggi di pagi hari dan bukan di senja atau di awal malam. kadang ditemukan pada TB milier, salmonelosis, abses hepatik, endokarditis bakterial i. Reaksi jarisch-herxheimer : demam dengan peningkatan suhu yang sangat tajam dan eksaserbasi manifes klinis yang terjadi beberapa jam sesudah pemberian terapi penicilin pada sifilis primer atau sekunder. Keadaan ini juga dapat terjadi pada leptospirosis, relapsing fever setelah terapi tetrasiklin atau kloramfenikol pada brucelosis akut. j. Relapsing fever : seperti demam pel-ebstein, namun serangan demam berlangsung tiap 57 hari k. Factitious fever/ self induced fever : manipulasi yang sengaja untuk memberi kesan adanya demam. 2. Gejala apa saja yang bisa menyertai kasus dengan gejala demam? Sebagian gejala yang bisa menyertai demam : a. Demam+ batuk : pharyngitis, bronchitis, TB, common cold b. Demam + sesak napas : bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia, difteria c. Demam + nyeri dada : pleuritis, perikarditis d. Demam + ruam : campak/ measles, rubella, mononukleoasis, herpes zoster e. Demam + epistaksis/ptekia/purpura: dengue fever f. Demam + diare : diare karena E.coli, kolera, disentri basiler, amebiasis, giardiasis (gastroenteritis) g. Demam + konstipasi : thypoid fever h. Demam + ikterik : hepatitis, leptospirosis, kolangitis, malaria i. Demam + neck stiffness +gangguan kesadaran : meningitis, ensefalitis j. Demam + disuria : ISK k. Demam + unexplain weight loss : Tb, malignancy
2
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 3. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk pasien demam? a. Vital sign : Suhu: suhu normal manusia bervariasi tergantung waktu. Suhu normal dipertahankan ≤37,2 ̊C pada pagi hari dan ≤37,7 ̊C pada sore hari. Suhu rektal 0,5- 1 ̊C lebih tinggi dari suhu oral, dan suhu oral 0,5 ̊Clebih tinggi dari suhu aksila. Tekanan darah Pulsasi Nadi b. Pemeriksaan sistem sesuai dengan diagnosis banding. Jika ada ruam maka dilakukan pemeriksaan kulit : Jenis lesi : misalnya makula, papula, nodul, vesikel, pustula, purpura, ulkus. Klasifikasi ruam : Erupsi makulopapular yang tersebar sentral : campak, rubela Erupsi perifer : sifilis sekunder Eritema deskuamatif konfluen : toxic shock syndrome Erupsi vesikulobulosa : varisela, infeksi herpes simpleks primer, riketsialpox Erupsi urtikaria : hipersensitifitas biasanya tidak disertai demam. Jika ada demam menunjukkan serum sickness, penyakit jaaringan konektif atau ifeksi spt hepatitis enteroviral atau parasit Erupsi nodular : kandidiasis diseminata, cryptococcocis, eritema nousum Erupsi purpura : meningococcemia diseminata Erupsi dengan ulkus atau eschar : ricketsia, tularemia, antrax 4. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan untuk pasien demam? Jika anamnesis dan pemeriksaan disik meunjukkan indikasi kuat adanya infeksi, pemeriksaan lab dilakukan secara selektif. Beberapa mungkin tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya pada URTI (upper respiratory track Infection). Beberapa mungkin perlu pemeriksaan penunjang yang spesifik misalnya apusan darah tebal dan tiis untuk malaria. Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada demam adalah : CBC : terutama diff tell dan sendimentation rate (laju endap darah) Eritrocyte sendimentation rate(ESR)/laju endap darah (LED) C- reactive protein Urinalisis CXR Kimia darah : LFT Kultur Serologi
3
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 5. Patofisiologi demam
6. Bagaimana pola demam sesuai dengan diagnosis yang anda buat ? Lihat jawaban no. 1 7. Bagaimana membedakan demam yang memerlukan rawat inap dan rawat jalan ? Indikasi rujuk : The ill patient Diagnosis klinis yang serius : meningitis, pneumonia, kolesistitis, dll Demam lebih dari 1 minggu dan penyebabnya belum jelas 8. Sebutkan prinsip terapi demam ? Managemen rutin awal : simptomatic relieve of fever Antibiotik pada infeksi bakteri Sarankan pasien untuk minum yang banyak Sarankan kontrol kembali ika demam tidak mereda dalam satu atau dua hari atau ada gejala baru yang muncul, misalnya : ruam/rash, atau pasien malah bertambah sakit.
4
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Prevensi komplikasi : Pada anak : Dehidrasi : instruksikan pada orang tua untuk menjaga intake cairan pasien dengan minum cairan yang cukup Kejang demam : waspadai pada anak demam pada usia 1-3 tahun dan memiliki riwayat keluarga kejang demam. Instruksikan orang tua untuk mengukur suhu dan menjaga suhu badan pasien agar tidak tinggi. Pada elderly : dehidrasi dan confusion : selalu ada yang merawat pasien untuk memantau kondisi dan memberikan intake cairan yang cukup. Paling tidak urin harus keluar 1,5 liter setiap hari, hal ini memerlukan intake cairan 2-3 liter. Manajemen lanjut : setelah diterapi, menunggu dan melihat hanya dilakukan kalau diagnosis presumptivenya infeksi virus yang biasanya akan pulih dalam 2-5 hari. Selama waktu itu perkembangan penyakit harus dipantau, dan jika demam tidak turun, maka perlu evaluasi dan tindakan yang lebih lanjut. 9. Apa yang anda lakukan sebagai penanganan pertama pada kasus demam? Lihat jwb no 8 10. Nasehat yang diberikan kepada keluarga dan pasien demam? Lihat jawaban no 8.
Bab 2: Batuk dan Batuk Darah 1. Apa yang saudara tanyakan menghadapi pasien dengan gejala batuk dan batuk darah? Jangan lupa OLD CHART Batuk Mendeskripsikan batuk, batuknya seperti apa, ada dahak/sputum atau tidak? Kalau ada dahak ditanyakan: perkiraan jumlah, konsistensi (kental atau encer), warna, bau, ada darah atau tidak Durasi batuk dan naturenya tiba-tiba atau ada gejala pendahulu (seperti demam, sakit kepala) Perlu ditanyakan apa pasien memelihara binatang di rumah curiga alergi, terutama jika ada gejala penyerta seperti runny nose, shortness of breath. Skrining psikogenik ditanyakan hubungan batuk dengan keadaan emosi pasien Batuk Darah Apa batuk dengan muncul darah tiba-tiba atau sudah batuk sebelumnya dan baru-baru ini disertai darah? Rekurensi (sudah batuk sebelumnya) bronchiektasisi, TB, stenosis mitral; Tiba-tiba curiga keganasan. Durasi batuk yang ada darahnya, perkiraan jumlah darah, warna/penampilan darah (kalau darah segar, ada buih -> hemoptysis, cokelat atau kehitaman -> hematemesis)
5
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Riwayat keluarga: ditanyakan apa ada yang menderita TB, riwayat keganasan juga perlu ditanyakan Apakah baru-baru ini operasi besar atau naik pesawat dalam waktu lama curiga deep vein thrombosis atau emboli pulmo. Pada wanita ditanyakan penggunaan kontrasepsi oral risiko emboli pulmo
Yang ditanyakan pada keduanya: Riwayat kontak dengan penderita TB Gejala yang menyertai: demam, berkeringat di malam hari, hoarseness, nyeri dada, sesak nafas, palpitasi, nadi iregular, weight loss, sakit kepala, swelling/pain in leg Apakah pasien merokok? Batuk tanpa darah Jenis batuk Kering, terus-menerus Kronis, produktif (ada sputum) Wheezing Stridor Pagi hari Malam / nocturnal
Kemungkinan penyakit atau kelainan Infeksi virus, tumor, alergi, anxiety Bronchiectasis, bronkitis kronis, pneumonia bakterial, TB Asma, alergi, Congestive Heart failure Obstruksi tracheal Merokok CHF, postnasal drip, asma
2. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien dengan gangguan batuk dan batuk darah?
Keadaan umum: lihat apa ada kesulitan nafas, berkeringat, kecemasan, pucat/sianosis Pemeriksaan fisik thorax paru: terutama cari suara nafas tambahan (stridor, ronkhi di apex TB, ronkhi di basal edema pulmo, pleural friction rub metastasis tumor, inflamasi selaput pleura); massa curiga tumor; wheezing terlokalisasi benda asing atau malignansi Pemeriksaan thorax jantung: bising/murmur stenosis mitral Cek THT untuk skrining kalau ada lesi di oro/nasopharynx Periksa limfonodi leher dan supraclavicula infeksi, keganasan
3. Bagaimana membedakan pasien dengan batuk darah emergensi dan non emergensi? Prinsip: kecepatan perdarahan dan efek terhadap pertukaran gas. perdarahan masif (200-600 ml dalam 24 jam, atau >600 ml dalam 24 jam) atau ada tanda-tanda gangguan pertukaran gas seperti pucat/sianosis 4. Pemeriksaan tambahan dan penunjang apa yang harus dilakukan terhadap pasien dengan keluhan batuk dan batuk darah? cat Gram dan BTA untuk sputum Darah lengkap, angka trombosit Analisis gas darah lihat pertukaran gas bleeding time batuk darah curiga karena kelainan koagulasi (DIC, leukemia, terapi antikoagulan) Chest X-ray
6
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 5. Keadaan apa saja yang termasuk dalam batuk darah yang emergensi? Keadaan pasien dengan batuk darah masif, atau ada tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamika, atau pasien lanjut usia. 6. Apa yang saudara lakukan bila menemukan kasus penderita dengan batuk dan batuk darah? Batuk menegakkan diagnosis dan terapi sesuai penyebab Batuj darah lihat keadaan pasien termasuk emergensi atau tidak. kalau emergensi langsung dirujuk UGD 7. Kemana saudara akan merujuk pasien batuk darah dalam keadaan emergensi? Merujuk ke UGD terdekat, siap dengan dokter spesialis penyakit dalam dan dokter bedah 8. Bagaimana tindakan saudara bila menemukan penderita dengan batuk darah emergensi? Merujuk jika tidak ada fasilitas memadai, dengan stabilisasi ABC pasien Pasien diistirahatkan dengan posisi setengah duduk atau miring ke sisi yang diduga sakit supaya darah tidak asfiksia ke paru yang sehat Perdarahan masif butuh intubasi dan ventilator Obat antitusif tidak dianjurkan 9. Sebutkan prinsip-prinsip penanganan pasien dengan batuk darah emergensi! Menstabilkan ABC pasien baru penegakkan diagnosis setelah ABC stabil 10. Sebutkan prinsip-prinsip penanganan batuk darah non emergensi! Menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan lalu terapi sesuai penyebab. Pasien disarankan bed rest, bisa juga diberikan cough suppression dengan opiate kodein 15-30 mg atau hidrokodon 5 mg tiap 4-6 jam. 11. Dapatkah saudara menyebutkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan batuk dan batuk darah yang emergensi dan non emergensi? Lihat jawaban no.1
7
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 3: Nyeri Dada 1. Nyeri seperti ditekan, diikat, dihimpit. Nyeri tumpul. Central. Bisa menjalar ke lengan, pundak, rahang, dan belakang Istirahat dan NGT
Segera
lambat atau tidak ada efek
Angina pectoris
AMI (durasi >30 min)
-instantaneous “tearing” or “ripping”. Bisa menjalar dari dada anterior ke dada mid posterior (retrosternal) aortic dissection -crushing, nyeri tajam, central, pleuritic pain
Batuk/ Hemomtysis
Emboli Pulmuno
nyeri sangat tajam,deviasi trachea, Hyperresonan pd paru terefek
memburuk dgn pergerakan dan respirasi, membaik dgn Duduk ke kehadapan
acute pneumothorax
acute pericarditis (usually steady pain)
intense substernal and epigastric pain ; accompanied by vomit, maybe hematemesis rupture of esophagus precipitant factor pain with cold, exercise, palpitations,emotionscardiac pain or anxiety pain due to food,lying,alcoholesophageal spasm, GERD relieving atrest/NGTangina antacids GIT causes posisi leaning forwardpericarditis associations dyspnea : cardiac pain, pulmonary emboli, pleurisy or anxiety angina : coronary heart disease heart failure : orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peripheral edema pulmonary emboli : acute onset of dyspnea, pleuritic chest pain (tanyakan resikio DVT)
8
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 2. Life threatening AMI ACS/angina Tension pneumothorax Pulmonary embolism Esophageal rupture Aortic dissection Yang lain dirujuk buku aja ya.. 3. How to differentiate cardiac chest pain and non cadiac chest pain Full and detail assessment of patients symptoms, underlying disease, family history, lifestyle, psychology, etc. The most common and most important cardiac symptoms and history are: Chest pain, tightness or discomfort. Shortness of breath. Palpitations. Syncope ('blackouts', 'faints', 'collapse') or dizziness. Related cardiovascular history, including transient ischaemic attacks, stroke, peripheral vascular disease and peripheral oedema. Usually, the main symptom of a heart attack is a heavy, squeezing, constricting, burning pain or discomfort occurring in the center of the chest. This pain may sometimes radiate down the left arm, across the left shoulder and upper back, or up to the neck and to the lower jaw. Anxiety, profuse sweating(diaphoresis), nausea and vomiting, shortness of breath, and fainting may also be present. Fortunately, in most cases, the pain or discomfort is severe enough to cause an individual to seek medical attention. In some instances, however, the pain lasts for only an hour or less and the individual mistakenly believes that the chest pain is simply due to indigestion or skeletal muscle spasms. The following questions can be useful in helping individuals to differentiate cardiac chest pain from non-cardiac chest pain: Does the pain/discomfort get better or worse when changing body position? Cardiac chest pain is not influenced by changes in body position. Is the pain/discomfort better or worse with respirations? Cardiac chest pain is not exacerbated by respiration. Does the pain/ discomfort get worse upon exercise or active movements and gets better upon rest? If yes, may be caused by heart failure Is the pain/discomfort intense, dull, or knifelike? Cardiac chest pain is usually described as a dull ache or heaviness; it is seldom characterized as being sharp or stabbing. Is the pain/discomfort deep or close to the surface? Cardiac chest pain is deep, not superficial.
9
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 4. A full cardiovascular assessment is essential Chest pain due to cardiac ischaemia typically tends to be retrosternal or epigastric, tight and crushing in quality, and may radiate to the arms, shoulders, neck or jaw. Aortic dissection tends to cause pain with a tearing quality; pericarditis and pulmonary pain tend to be worse on inspiration (pleuritic) and oesophageal reflux pain has a burning quality. Cardiac ischaemia pain tends to be retrosternal. Stable angina is likely if chest discomfort or breathlessness is associated with effort, emotion, food or cold weather, symptoms are relieved by rest and/or glyceryl trinitrate (GTN) and one or more risk factors for coronary artery disease are present In patients with acute coronary syndrome: - Chest pain may be associated with sweating, nausea, vomiting, dyspnoea, fatigue, and/orpalpitations. - Shortness of breath may be the main symptom of cardiac ischaemia, associated with angina pain, or a symptom of heart failure. - Atypical presentations are common (especially in women, older men, people with diabetes, and people from ethnic minorities), e.g. abdominal discomfort or jaw pain; elderly patients may present with altered mental state. The assessment of any patient with possible cardiac chest pain should include smoking history, past history of cardiovascular disease and comorbidities, especially diabetes, hypertension and hyperlipidaemia. 5. Nyeri dada emergensi –yang menunjukkan symptom berkaitan threatening disease 6. Depending on the clinical state of the patient and any suspicion of myocardial infarction, the patient may require immediate transfer to hospital before any investigations are performed. Investigations may be required to exclude non-cardiac causes of chest pain, e.g. chest X-ray(pneumonia), abdominal ultrasound (gallstones), serum amylase (acute pancreatitis). Initial blood investigations include cardiac enzymes, fasting lipids, fasting glucose and full blood count (to exclude anaemia, and high white cell count may suggest pneumonia). Resting ECG - a resting ECG is normal in over 90% of patients with recent symptoms of angina.8 Chest x-ray - this may be useful in evaluating the presence of heart failure or an alternative diagnosis, e.g. aortic aneurysm, pneumonia, rib fractures, rib secondaries or osteoporosis. Exercise ECG testing should not be used to diagnose or exclude stable angina for people without known coronary artery disease.5 See separate article on angina pectoris for further discussion on diagnosis of angina. Depending on the presentation, further investigations may include echocardiogram, coronary angiography, V/Q scan or pulmonary angiography (pulmonary embolus), CT aortography (aortic dissection) or upper gastrointestinal endoscopy (gastro-oesophageal reflux disease, peptic ulcer).
10
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 7. Nyeri dada emergency pada kasus seperti : Herat attack Pulmonary embolism Aortic dissection Esophageal ruptura Tension pneumothorax Cardiac temponade 8. Pada kasus nyeri dada emergency yg tindakan pertama yg harus dilakukan adalah : ABC ( airway, breathing, circulation). Tanda-tanda vital pasien diperiksa, JVP, bunyi jantung. Berikan O2 dan dipasang IV line Relieve pain - morphine (5-10mg IV slowly 2mg/min) Nitroglycerin siblingual (Pada pasien angina,nyeri akan berkurang.pada AMI,tidak). Pada pasien yg dikhuatiri nyeri dadanya disebabkan GERD, nyeri akan berkurang dgn diberikan antacid. 9. Spesialis penyakit dalam 10. Selain daripada penyakit di no 7. 11. Sesuai penyebab nyeri dada (infeksi, penyakit vaskular,muskular,keganasan...) 12. ABC 13. pastikan pasien dibawa ke rumah sakit secepatnya jika terjadi nyeri dada berulang. pastikan pasien menghindari faktor2 resiko penyakit kronis (merokok...)
11
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 4: Sesak Napas 1. Anamnesis: RPS: O : Apakah terjadi secara tiba-tiba? Apakah terjadi secara terus menerus? Adakah orthopnea atau PND? L :D : Sudah berapa lama terjadinya? C : Adakah gejala penyerta? (misalnya nyeri dada, batuk, palpitasi, hemoptisis, dan mengi) A : Apakah terjadi saat berolahraga? Saat istirahat? Berbaring lurus? Duduk? Apa yang membuat sesak napas memburuk? R : Apa yang membuat sesak napas membaik? T :RPD : Apakah pernah menderita sesak napas sebelumya? Adakah riwayat penyakit kardiovaskular atau pernapasan? Adakah sebab potensial untuk asidosis? (mis: Ketoasidosis diabetikum, heart failure) Adakah alergi? Adakah riwayat hipertensi? RPK : Adakah keluarga yang pernah atau sedang mengalami sakit yang serupa? Review system: Apakah merokok? Jika ya, sudah berapa lama? Apakah pernah terpapar asbes? Semburan pasir? Memelihara burung merpati? Apa pernah tinggal di tempat-tempat dengan epidemic Tb? Bagaimana toleransi olahraga? Sesak napas ini dapat membuat pasien berhenti melakukan apa? Adakah trauma? ( Sumber: Bates, At a Glance anamnesis dan pemeriksaan fisik Gleadle) 2. Pemeriksaan yang dilakukan Vital Sign a. Temperatur di bawah 35˚C atau di atas 41˚C atau tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg menandakan keadaan gawat darurat b. Pulsus paradoksus: Saat fase inspirasi terjadi peningkatan tekanan arterial lebih besar dari 10 mmHg, tanda tersebut bermafaat dalam menentukan adanya air trapping pada keadaan asma dan PPOK eksaserbasi akut. Ketika obstruksi saluran napas memburuk, variasi tersebut meningkat, dan ketika obstruksi membaik, pulsus paradoxus menurun. c. Frekuensi napas < 5 kali / menit menandakan hipoventilasi dan kemungkinan besar respiratory arrest. Bila > 35 kali / menit, menandakan gangguan yang parah, frekuensi yang lebih cepat dapat terlihat beberapa jam sebelum otot-otot napas menjadi lelah dan terjadi gagal napas. Penampilan umum Pasien yang mengantuk dengan napas yang lambat dan pendek bisa disebabkan: obat tertentu, retensi CO2, atau gangguan SSP.
12
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Pasien yang gelisah dengan napas yang cepat dan dalam dapat disebabkan hipoksemia berat karena primer penyakit paru/saluran napas, jantung atau bisa juga serangan cemas Wajah: napas cuping hidung, tanda-tanda pernapasan seperti stridor/wheezing, sianosis Sikap tubuh pasien: Pasien dengan ortopnea duduk atau berbaring di atas beberapa buah bantal (misalnya pada CHF); tripod position (asthma); memegang sisi-sisi tempat tidur dan memakai m. latissimus dorsi pada pasien dan obstruksi kronis (membantu mengatasi meningkatnya tahanan terhadap aliran keluar selama ekspirasi). Inspeksi Adakah penggunaaan otot-otot bantu tambahan? Gerakan klavikula > 5 mm selama ekspirasi berkaitan dengan penyakit obstruktif paru yang berat Ada tidaknya asimetri gerakan dinding dada atau deviasi trakeal: misalnya pada tension pneumothorax Bentuk dada: normal? Bentuk tong? Pectus excavatum? Pectus carinatum? Ekstremitas: clubbing finger (berhubungan dengan desaturasi arteri) Palpasi Tertinggalnya pengembangan suatu hemithorax yang dirasakan dengan palpasi bagian lateral bawah rib cage paru bersangkutan menunjukkan adanya gangguan pengembangan paru pada hemithorax tersebut. (bisa akibat obstruksi salah satu bronkus utama, pneumothorax, atau efusi pleura) Menurunnya fremitus taktil terjadi pada area yang mengalami ateletaksis seperti pada bronkus yang tersumbat atau area yang ada efusi pleura. Meningkatnya fremitus taktil disebabkan oleh konsolidasi parenkim pada suatu area yang mengalami inflamasi. Perkusi Hipersonor akan ditemukan pada hiperinflasi paru seperti terjadi selama serangan asma akut, emfisema, pneumothoraks Redup menunjukkan konsolidasi paru atau efusi pleura Auskultasi Berkurangnya intensitas suara napas pada kedua bidang paru menunjukkan adanya obstruksi saluran napas (dapat terdengar pada konsolidasi, efusi pleura , atau pneumothorax. Ronki kasar dan nyaring (coarse rales dan wheezing) sesuai dengan obstruksi parsial atau penyempitan saluran napas. Ronki basah halus (fine, moist rales) terdengar pada parenkim paru yang terisi cairan. Ronki bilateral (bilateral rales) disertai dengna irama gallop sesuai dengan CHF. Ronki setempat sesuai dengan adanya konsolidasi pada daerah tersebut. Egofoni ( diucapkan “i” seperti “e” datar) menandakan konsolidasi Friction rub (bila 2 komponen berarti pleuritis, kalau 3 komponen berarti pericarditis) (Sumber: Bates, Buku Ajar IPD PAPDI) 3. Membedakan pasien sesak napas emergensi dan non-emergensi Indikasi emergensi Dewasa: Severe dyspnea Onset dyspnea baru saat istirahat Nyeri dada tiba-tiba yang berhubungan dengan dyspnea
13
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Anak-anak: Dyspnea pada anak di bawah umur 3 bulan Dyspnea yang onsetnya tiba-tiba Temperatur > 102˚C atau >39˚C Letargi Faringitis dengan dyspnea Croup type cough dengan dyspnea 4. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan sputum untuk membuktikan adanya radang saluran napas bawah dan penentuan jenis pathogen b. Analisis gas darah arterial: dilakukan pada evaluai pasien sesak yang sistolnya ,90 mmHg, frekuensi napas >35 kali / menit atau < 10 kali / menit atau sianosis c. Spirometri/Peak Flow Meter d. Imaging : bila dicurigai adanya kelainan pada pleura, parenkim paru atau jantung. Adanya bula, kista, paru emfisematus atau diafragma yang mendatar mendukung diagnosis PPOK. Cardiomegaly mendukung adanya sesak yang berkaitan dengan jantung. (Sumber: Buku Ajar IPD PAPDI) 5. Keadaan yang termasuk dalam sesak napas emergensi Wheezing : asma, COPD, heart failure, anaphylaxis Stridor : foreign body atau tumor, acute epiglotitis, anaphylaxis, trauma (misalnya fraktur laryngeal) Krepitasi? : heart failure, pneumonia, bronchiectasis, fibrosis Bukan pada dada: pulmonary embolism, hyperventilasi, metabolic asidosis, anemia, drugs, shock, penyebab central Others : pneumothorax, pleural effusion (Sumber: OHCM) 6. Yang dilakukan bila mendapat pasien sesak napas 1. Nilai apakah emergensi atau non emergensi. 2. Bila emergensi, segera lakukan evaluasi ABC. Dilakukan pula pemberian Oksigen untuk mempertahankan PaO2 sebesar 60-70 mmHg dengan kenaikan minimal pada PaCO2. Setelah itu baru dilakukan management sesuai penyebab kasus masing-masing. Asthma. Treatment dengan Alupent, epinephrine, atau aminophylline. Anaphylactic shock. Treatment dengan Benadryl, steroids, atau aminophylline, dengan hydrocortisone bila diperlukan Congestive heart failure. Treatment dengan oksigen, diuretics, and menempatkan pasien pada posisi upright. Pneumonia. Treatment dengan antibiotics and pembersihan sekresi paru Serangan cemas. Treatment segera dengan obat-obat antidepresanBila pasien mengalami hiperventilasi, dapat dipersilakan untuk bernapas ke dalam suatu kantung kertas untuk menormalkan ritme pernapasan dan level oksigen dalam darah. Pneumothorax. Perlakuan operatif dengan chest tube. 3. Bila non emergensi (dyspnea kronik), obati sesuai dengan penyakit yang mendasari. (sumber: Medical gale ensiklopedia, buku ajar IPD PAPDI)
14
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 7. Tujuan rujuk pasien sesak napas dalam keadaan emergensi 8. Tindakan bila mendapat pasien sesak napas emergensi a. Management ABC yang segera 1) Emergency airway management 2) Emergency breathing management 3) Emergency circulation management b. Vital signs 1) Suhu, tekanan darah, denyut jantung 2) Respiratory rate dan saturasi oksigen c. Triase pasien-pasien yang tidak stabil sesegera mungkin 1) Hipotensi 2) Penurunan kesadaran 3) Hypoxia ( penurunan saturasi oksigen ) 4) Aritmia 5) Stridor atau tanda-tanda lain dari obstruksi saluran napas atas 6) Suara napas unilateral atau pneumothorax lain 7) Respiratory rate > 40 kali / menit 8) Penggunaan muskulus-muskulus asesorius dengan retraksi 9) Cyanosis d. Management inisial dari distress pernapasan akut 1) Akses intra vena 2) Berikan oksigen tekanan tinggi 3) Mengevaluasi dan menangani hipoksia bila ada e. Menginisiasi management spesifik dari penyebab yang mendasari 9. Prinsip-prinsip penanganan pasien sesak napas emergensi Diagnosis gagal napas akut dengan analisis gas darah ditentukan ketika PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 lebih besar dari 50 mmHg, dengan pH di bawah normal. Lakukan evaluasi ABC diikuti dengan usaha menaikkan level oksigen dalam darah 10. Prinsip-prinsip penanganan pasien sesak napas non-emergensi a. Bedakan penyebab melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik: berasal dari paru ( pneumonia, asma bronchial, bronchitis kronis, PPOK, TB, efusi pleura) atau berasal dari jantung ( CHF, Acute HF, AMI) b. Pemeriksaan penunjang c. Pembuatan diagnosis d. Management 11. Penyakit-penyakit sesak napas emergensi dan non-emergensi Emergensi Pneumotoraks Asma ekserbasi akut Serangan cemas Foreign body ARDS AMI
15
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Non emergensi Asma kronis PPOK Bronchitis kronis Pneumonia TB CHF
Bab 5: Palpitasi Palpitations are brought about by a. cardiac (43%) : premature atrial and ventricular contractions, supraventricular and ventricular arrhythmias, mitral valve prolapse, aortic regurgitation, and atrial myxoma b. psychiatric (31%): panic attack or disorder, anxiety states, and somatization, alone or in combination c. miscellaneous (10%): thyrotoxicosis, drugs (see above) and ethanol, spontaneous skeletal muscle contractions of the chest wall, pheochromocytoma, and systemic mastocytosis d. unknown (16%) causes, according to one large series. (Harrison) 1. Apa yang perlu ditanyakan kepada pasien arryhtmia? Faktor pencetus (precipitating factors), onset, kejadian/nature (cepat atau lambat, regular atau ireguler), durasi, simtom terkait (nyeri dada, dyspnea, kolaps), drug history, Riwayat Penyakit Dahulu, RPK, riwayat penyakit jantung 2. Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik pada pasien aritmia General Inspection : nyeri dada, presinkop/sinkop, lightheadedness, pulmonary edema (sesaknafas), lemah/letih. Vital sign: Palpitasi, <60 atau >100 bpm, hipotensi. Pemeriksaan dada/jantung: enlarged ventrikel, regurgitasi aorta, dll. Bisa asimtomatik 3. Penyebab arryhtmia Cardiac: MI, CAD, aneurisme LV, penyakit katup mitral, kardiomiopaty, perikarditis, myocarditis, dll Non Cardiac: kafein, smoking, alcohol, pneumonia, drugs (B2 agonis, digoxin, L-Dopa, trisiklik, adriamycin, doxorubicin), imbalans metabolic (K+, Ca2+, Mg2+,hypoxia, hypercapnea, metab. Acidosis, thyroid disease) & phaeochromocytoma. 4. Pemeriksaan penunjang Precise diagnosis tipe aritmia: EKG Mengeksklusi sebab metabolic: blood tests (e.g. renal function, electrolytes, thyroid function tests), Echocardiogram (structural and function heart abnormalities, detection of intracardiac thrombus) Exercise tolerance testing Cardiac catheterization
16
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Premature beat / ekstra sistolik Supraventrikular QRS sempit seperti normal (kecuali beberapa hal: BBB, WPW,aberans)
Takikardi aritmia
aritmia
Atrial Flutter Atrial fibrilasi Supra Ventrikel Takikardi/ Paroksismal Atrial Takikardi 150 - 250x/mnt
Premature beat / ekstra sistolik Ventrikular QRS lebar > 0,12 dt
Takikardi aritmia
Bradycardia • Gangguan AV node – Derajat satu – Derajat dua – Derajat tiga • Gangguan SA node – SA block – SA arrest • Interventrikel blok: Bundle branch block Fasicular block 5. Aritmia Emergensi? 6. Aritmia Non Emergensi? 7. Penatalaksanaan Aritmia Emergensi dan Non Emergensi Non emergensi: • Anticoagulation (acute and chronic) • Ventricular rate control • Maintenance of sinus rhythm
17
Ventrikel Takikardi 100-250x/mnt Ventrikel Fibrilasi > 350 x/mnt
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Emergensi (Cambridge note): ABC: no pulse then manage as arrest; consider thump Ventricular fibrillation (VF) or tachycardia (VT): DC 200/200/360J initially (360J x 3 in further cycles), then CPR for 1m and reassess; if refractory consider amiodarone 300mg IV (flush 20ml D5W) Asystole or pulseless electrical activity (PEA): CPR for 3m (1m after DC) reassess; if asystole or PEA with HR<60 give atropine 3mg IV During CPR for either VT/VF or asystole/PEA o Check electrodes, paddles, contacts o Adrenaline 1mg IV (10ml 1:10,000) every 3m o Correct reversible causes (Hypovolaemia, Hypoxia, Hypothermia, Hypo/Hyperkalaemia, Thrombo-embolic disease, Tension pneumothorax, Tamponade, Tablets etc.) Differential Diagnosis Tachyarrhythmia (HR>100) o Narrow complex/NCT (QRS<120) e.g. sinus, AF, PSVT o Broad complex/BCT (QRS>120) e.g. PVC, VT Bradyarrhythmia (HR<60): see separate guidelines Definitive Treatment Adverse features (BP<90mmHg, chest pain, heart failure, NCT HR>200, BCT/AF HR>150): get help! o DC 100J/200J/360J (sync); amiodarone; repeat No adverse features o NCT: vagal maneuvers (carotid massage, valsalva); adenosine 6mg then 12mg/ATP; esmolol, verapamil, amiodarone, digoxin o BCT: amiodarone or lidocaine; if resistant then consider direct cardioversion In all arrhythmias correct any electrolyte disturbances e.g. low K give KCl, low Mg give MgSO4 Consider prophylaxis e.g. implantable defibrillation, ablation
18
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 6: Bising jantung Definisi Bunyi dari getaran yang disebabkan karena adanya peningkatan turbulensi dari aliran darah yang dipercepat melalui pintu/ostium yang normal (katup-katup) maupun abnormal (defek septal seperti ASD maupun VSD) yang disebabkan oleh : Aliran dari pintu sempit (stenosis) ke dilated vessels or chambers. Aliran balik dari katup abnormal (regurgitasi). VSD Patent ductus arteriosus (PDA). Jawaban-jawaban pertanyaan: 1. Hal-hal yang perlu diidentifikasi dalam pemeriksaan bising jantung? BEDAKAN dahulu suara jantung 1 (S1) dan suara jantung 2 (S2), sehingga kita bisa tahu dia jenis murmur yang mana (sistolik, diastolik, atau continous kah?). Bagaimana cara membedakannya?? Kita harus tau fisiologi jantung dulu... S1 adalah suara LAB yang disebabkan karena penutupan katup mitral dan trikuspid. S2 adalah suara DAB yang disebabkan karena penutupan katup aorta dan pulmonal. Sehingga... Fase sistolik adalah fase antara S1 dan S2 (saat darah dipompa dari ventrikel kanan/kiri menuju a.pumonalis dan aorta...so, yang harus terbuka adalah katup pulmonal dan aorta, sedangkan katup mitral dan trikuspid harus menutup!!!) Fase diastolik adalah fase setelah S2, sebelum S1 (saat darah dialirkan dr atrium kanan/kiri menuju ventrikel kanan/kiri... so, yang harus terbuka adalah katup trikuspid dan mitral, sedangkan katup pulmonal dan aorta harus menutup!!!) Oke, jadi sekarang kita tahu ada suara jantung normal yaitu S1 dan S2. Nah, yang bersamaan denyutnya dengan nadi di perifer adalah suara S1, sehingga kita harus auskultasi sambil palpasi nadi perifer sehingga kita tahu mana S1 dan mana yang S2. DURASI bising→ sebenarnya lamanya bising itu tergantung dari siklus dari jantung itu sendiri (sistol-diastol ituu..). Kalau siklusnya cepat (misal saat tachycardi) tentu saja bisingnya terdengar cepat, begitu pula sebaliknya. Selain itu juga dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara ruang-ruang jantung, juga perbedaan tekanan antara ruang jantung dan vasa (ingat: darah mengalir dari tempat yang tekanannya lebih tinggi ke yang tekanannya lebih rendah). INTENSITAS bising → ada skala 1-6 bising sangat halus, hanya bisa terdengar dengan great effort mudah terdengar dengan stetoskop bising terdengar keras, namun TANPA palpable thrill (maksudnya adalah kalau kita palpasi di tempat tersebut kita tidak merasakan adanya getaran akibat turbulensi aliran darah). bising terdengar keras, namun DENGAN palpable thrill bising terdengar keras, bahkan hanya dengan ujung stetoskop
19
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
dapat terdengar tanpa stetoskop
Grade 3-6 menunjukkan adanya kerusakan struktural jantung yang signifikan. Intensitas ini dipengaruhi oleh kondisi struktur-struktur dinding dada, sehingga pada pasien dengan obesitas, obstructive lung disease, pericardial effusion intensitas bisingya akan berkurang grade nya. Beberapa hal lain terangkum dalam tabel berikut ini:
Poin-poin pentingnya aja ya yang aku jelasin di sini... Respirasi: Bising jantung KANAN (trikuspid, pulmonal) terdengar lebih keras saat inspirasi. Karena saat inspirasi, aliran darah banyak ke kanan. Bising jantung KIRI (mitral, aorta) terdengar lebih keras saat ekspirasi. Karena saat ekspirasi, aliran darah banyak ke kiri. Movements: Melakukan gerakan-gerakan yang mendekatkan katup jantung dengan stetoskop dapat meningkatkan intensitas bising, misalnya : Badan condong ke depan untuk mendengar bising regurgitasi aorta. Miring ke kiri untuk mendengarkan bising stenosis mitral. Valsava manoeuvre Dapat menurunkan venous return, sehingga dapat meningkatkan intensitas pada prolaps mitral dan hypertrophic obstructive cardiomyopathy, namun memperkecil intensitas regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Squatting (jongkok) Efeknya berlawanan dengan valsava manuver.
20
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Lokasi dan penjalaran bising:
Waktu dan karakter bising (di bahas di nomor 2 yaa.... mari)
21
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 2. Macam bising jantung dan penyebabnya?? Pada dasarnya, hanya ada 3 macam bising jantung (seperti sudah disebutkan di atas) yang diklasifikasikan berdasar waktu/timing nya, yaitu: SISTOLIK : bising yang terdengar saat sistolik DIASTOLIK : bising yang terdengar saat diastolik CONTINOUS : bising yang terdengar saat sistolik maupun diastolik Namun, karakternya beda-beda. Apa itu karakter? Karakter adalah pola gelombangnya, seperti terlihat di gambar ini :
3. Kemungkinan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik? Kenapa pada sesi bising jantung ini tidak ada pertanyaan mengenai ANAMNESIS pasien? Mungkin karena kompetensi kita adalah hanya sampai diagnosis yaa.. tapi gimana kalau nanti ketemu pasien dengan bising?? Komplikasi dari bising jantung adalah GAGAL JANTUNG, jadi pasien bisa datang pada Anda DENGAN ATAU TANPA adanya sign and symtomp gagal jantung, tergantung apakah sudah ada komplikasi atau belum. Jadii, kita harus TETEP ANAMNESIS adakah sign and symtomp gagal jantung ke pasien (liat lagi catetan osce nya yaa..).
22
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 INSPEKSI Adakah penampakan fatigue (karena cardiac output ↓) ? ↑RR, sesak napas → mungkin ada edema pulmo (waspada gagal jantung!) Sianosis sental, clubbing fingers → mungkin ada shunt dari kanan ke kiri PALPASI Lakukan di 4 titik katup jantung (A,P,T,M) kalau lupa liat lagi buku skillab nya. Gunanya apa? Gunanya adalah untuk merasakan apakah ada palpable thrill seperti telah dijelaskan sebelumnya. Palpasi juga ictus cordis apakah ada pergeseran atau tidak (lihat apakah ada pembesaran ruang jantung). PERKUSI Perkusi lah batas-batas jantung untuk mengetahui apakah ada cardiomegaly. AUSKULTASI Auskultasi di lakukan di 4 titik katup jantung kemudian bila ada bising, palpasi juga daerah sekitarnya untuk mengetahu PENJALARAN bising tersebut (lihat gambar di pertanyaan nomor 1). Auskultasi untuk mendengarkan apakah ada suara jantung tambahan, misalnya: S3 : terdengar tak lama setelah S2 (early diastolic murmur), didengar pada apex. Dihasilkan dari aliran darah mendadak dengan jumlah yang banyak dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Ex: pada insufisiensi mitral. S4 : sesaat sebelum S1 (akhir fase diastolik), pada apex. Akibat kontraksi atrium yang kuat sekali memompa darah ke ventrikel karena ada bendungan di ventrikel. Ex: pada gagal jantung. Split S2 : bunyinya jadi bukan DAB (tapi DAB DAB), karena katup aorta dan pulmonal tidak menutup bersamaan, misalnya pada stenosis pulmonal (katup lebih lambat menutup karena kaku). Opening snap (OS di gambar pertanyaan nomer 2) : katup mitral yang kaku terbuka mendadak, terdengar setelah S2. Ex : stenosis mitral. Aortic click : katup aorta membuka cepat. Ex : stenosis aorta. Pericardial rub : ada gesekan antara pericardium visceral dan parietal karena ada inflamasi. Ex : perikarditis.
23
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 4. Pemeriksaan penunjang?
EKG : adakah cardiomegaly? Adakah infark (infark bisa bikin kerusakan katup lhoo..misalnya nekrosis m.papillaris)? Chest xray : cardiomegaly? Kelainan kongenital? Edema pulmo? Lab : infeksi? Faktor koagulasi? Echocardiography
5. Tatalaksana? Lihat bagan di atas yaa.. Sebenarnya sih untuk treatment nya tergantung sama kelainannya ada di katup mana. Bisa dengan obat maupun bedah. Kita sebagai dokter umum pun hanya memberi terapi pendahuluan lalu rujuk. Di PAPDI ada obat-obatnya untuk setiap kelainan katup, tapi ga spesifik menyebutkan dosisnya. Nanti dibaca sendiri di PAPDI subbab kardiologi yaa. Semangat! Referensi: CD Harrison‟s edisi 17. OHCM Clinical Medicine. PAPDI
Bab 7: Nyeri Sendi ARTRITIS REAKTIF Deskripsi Arthritis Reaktif adalah suatu kondisi yang dipicu oleh infeksi yang terjadi di tubuh–paling sering usus, alat kelamin atau saluran kemih. Sakit dan bengkak sendi adalah ciri khas artritis reaktif. Arthritis reaktifjuga dapat menyebabkan peradangan di mata, kulit dan tabung yang membawa air seni dari kandung kemih (uretra). Arthritis reaktif juga kadang-kadang disebut sindrom Reiter, meskipun istilah ini lebih akurat mengacu pada subtipe artritis reaktif terutama yang mempengaruhi sendi, mata dan uretra. Arthritis Reaktif terjadi pada sekitar 30 orang dari 100.000 orang. Bagi kebanyakan orang, tandatanda dan gejala artritis reaktif datang dan pergi, akhirnya menghilang dalam waktu 12 bulan. Tandatanda dan gejala artritis reaktif umumnya memulai satu sampai tiga minggu setelah terinfeksi yang memicu. Gejala Otot * Nyeri sendi, biasanya di lutut, pergelangan kaki dan kaki * Tumit sakit * Rasa sakit dan bengkak di bagian belakang pergelangan kaki * Bengkak jari kaki atau jari, terlihat seperti sosis * Sakit pada punggung atau pantat Reproduksi dan saluran kencing * Rasa sakit atau terbakar saat buang air kecil
24
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 * Peningkatan frekuensi buang air kecil * Peradangan kelenjar prostat (prostatitis) * Peradangan pada leher rahim (cervicitis) Mata dan Kulit * Peradangan mata (conjunctivitis) * Ruam kulit Perawatan Tujuan pengobatan adalah untuk mengelola gejala dan mengobati infeksi bakteri yang mendasari yang mungkin masih hadir. Dokter mungkin meresepkan antibiotik untuk menghilangkan infeksi bakteri yang memicu arthritis reaktif jika masih terdeteksi dalam tubuh. Antibiotik yang dipakai tergantung pada bakteri yang menginfeksi. OSTEOARTHRITIS Definisi Osteoarthritis Osteoarthritis adalah tipe dari arthritis yang disebabkan oleh kerusakan atau penguraian dan akhirnya kehilangan tulang muda (cartilage) dari satu atau lebih sendi-sendi. Cartilage adalah senyawa protein yang melayani sebagai "bantal" antara tulang-tulang dari sendi-sendi. Osteoarthritis juga dikenal sebagaidegenerative arthritis. Diantara lebih dari 100 tipe-tipe yang berbeda dari kondisi-kondisi arthritis, osteoarthritis adalah yang paling umum, mempengaruhi lebih dari 20 juta orang-orang di Amerika. Osteoarthritis terjadi lebih sering ketika kita menua. Sebelum umur 45 tahun, osteoarthritis terjadi lebih sering pada pria-pria. Setelah umur 55 tahun, ia terjadi lebih sering pada wanita-wanita. Di Amerika, semua ras nampaknya sama dipengaruhi. Kejadian yang lebih tinggi dari osteoarthritis ada pada populasi Jepang, sementara orang-orang hitam Afrika Selatan, East Indians, dan China Selatan mempunyai angka-angka yang lebih rendah. Osteoarthritis umumnya mempengaruhi tangan-tangan, kaki-kaki, tulang belakang (spine), dan sendi-sendi yang menahan berat yang besar, seperti pinggul-pinggul dan lutut-lutut. Kebanyakan kasus-kasus dari osteoarthritis mempunyai penyebab yang tidak diketahui dan dirujuk sebagai osteoarthritis primer. Ketika penyebab dari osteoarthritis diketahui, kondisinya dirujuk sebagai osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis adakalanya disingkat sebagai OA. Penyebab Osteoarthritis Osteoarthritis primer kebanyakan dihubungkan pada penuaan. Dengan menua, isi air dari cartilage meningkat, dan susunan protein dari cartilage degenerasi. Akhirnya, cartilage mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk crevasses yang kecil. Pada kasus-kasus yang telah lanjut, ada kehilangan total dari bantal cartilage antara tulang-tulang dari sendi-sendi. Penggunaan yang berulangkali dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat mengiritasi dan meradang cartilage, menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi. Kehilangan dari bantal cartilage menyebabkan gesekan antara tulang-tulang, menjurus pada nyeri dan pembatasan dari mobilitas sendi. Peradangan dari cartilage dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru (spurs, juga dirujuk sebagaiosteophytes) yang terbentuk sekitar sendi-sendi. Osteoarthritis adakalanya dapat berkembang dalam banyak anggota-anggota dari keluarga yang sama, menyiratkan basis yang diturunkan (genetik) untuk kondisi ini. Osteoarthritis sekunder disebabkan oleh penyakit atau kondisi lainnya. Kondisi-kondisi yang dapat menjurus pada osteoarthritis sekunder termasuk kegemukan, trauma atau operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, sendi-sendi abnormal waktu dilahirkan (kelainan-kelainan congenital), gout, diabetes, dan penyakit-penyakit hormon lain. Kegemukan menyebabkan osteoarthritis dengan meningkatkan tekanan mekanik pada cartilage. Nyatanya, setelah penuaan, kegemukan adalah faktor risiko yang paling kuat untuk osteoarthritis dari lutut-lutut. Perkembangan yang dini dari osteoarthritis dari lutut-lutut diantara atlet-atlet angkat besi dipercayai adalah sebagaian disebabkan oleh berat badan mereka yang tinggi. Tauma yang
25
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 berulangkali pada jaringan-jaringan sendi (ligamen-ligamen, tulang-tulang, dan cartilage) dipercayai menjurus pada osteoarthritis dini dari lutut-lutut pada pemain-pemain bola. Dengan menarik, studistudi baru-baru ini telah tidak menemukan risiko osteoarthritis yang meningkat pada pelari-pelari jarak jauh. Endapan-endapan kristal pada cartilage dapat menyebabkan degenerasi cartilage dan osteoarthritis. Kristal-kristal asam urat menyebabkan arthritis pada gout, sementara kristal-kristal calcium pyrophosphate menyebabkan arthritis pada pseudogout. Beberapa orang-orang dilahirkan dengan sendi-sendi yang terbentuk abnormal (kelainan-kelainan congenital) yang rentan terhadap pemakaian/pengikisan mekanik, menyebabkan degenerasi dan kehilangan cartilage (tulang rawan) sendi yang dini. Osteoarthritis dari sendi-sendi pinggul umumnya dihubungkan pada kelainan-kelainan struktural dari sendi-sendi ini yang telah hadir sejak lahir. Gangguan-gangguan hormon, seperti diabetes dan penyakit-penyakit hormon pertumbuhan, juga berhubungan dengan pengikisan cartilage yang dini dan osteoarthritis sekunder. Gejala-Gejala Osteoarthritis Osteoarthritis adalah penyakit dari sendi-sendi. Tidak seperti banyak bentuk-bentuk lain dari arthritis yang adalah penyakit-penyakit sistemik, sepertirheumatoid arthritis dan systemic lupus, osteoarthritis tidak mempengaruhi organ-organ lain dari tubuh. Gejala yang paling umum dari osteoarthritis adalah nyeri pada sendi-sendi yang terpengaruh setelah penggunaan yang berulang. Nyeri sendi biasanya memburuk di ujung hari. Dapat terjadi pembengkakan, kehangatan, dan berkeretak dari sendi-sendi yang terpengaruh. Nyeri dan kekakuan dari sendi-sendi dapat juga terjadi setelah periode-periode yang panjang dari ketidakaktifan, contohnya, duduk dalam teater. Pada osteoarthritis yang parah, kehilangan bantal cartilage yang komplit menyebabkan gesekan antara tulang-tulang, menyebabkan nyeri pada saat istirahat atau nyeri dengan gerakan yang terbatas. Gejala-gejala dari osteoarthritis bervariasi sangat besar dari pasien ke pasien. Beberapa pasien-pasien dapat dilemahkan oleh gejala-gejala mereka. Pada sisi lain, yang lain-lain mungkin mempunyai sangat sedikit gejala-gejala kendati ada degenerasi yang dramatis dari sendi-sendi yang terlihat pada X-rays. Gejala-gejala juga dapat terjadi sebentar-sebentar. Adalah bukan tidak umum untuk pasienpasien dengan osteoarthritis dari sendi-sendi jari tangan dan lutut-lutut untuk mempunyai intervalinterval yang bebas nyeri bertahun-tahun antara gejala-gejala. Osteoarthritis dari lutut-lutut seringkali dihubungkan dengan berat badan bagian atas yang berlebihan, dengan kegemukan, atau sejarah luka dan/atau operasi sendi yang berulangkali. Degenerasi cartilage dari sendi-sendi lutut yang progresif dapat menjurus pada kelainan bentuk (deformity) dan lengkungan keluar dari lutut-lutut yang dirujuk sebagai "bowlegged". Pasien-pasien dengan osteoarthritis dari sendi-sendi yang menahan berat (seperti lutut-lutut) dapat mengembangkan pincang. Pincang dapat memburuk ketika lebih banyak cartilage degenerasi. Pada beberapa pasienpasien, nyeri, pincang, dan disfungsi sendi mungkin tidak merespon pada obat-obat atau tindakantindakan konservatif lainnya. Oleh karennya, osteoarthritis yang parah dari lutut-lutut adalah satu dari sebab-sebab yang paling umum untuk prosedur-prosedur operasi penggantian lutut yang total di Amerika. Osteoarthritis dari cervical spine atau lumbar spine menyebabkan nyeri di leher atau punggung bagian bawah. Bony spurs (spur-spur yang bertulang), disebutosteophytes, yang terbentuk sepanjang arthritic spine dapat mengiritasi syaraf-syaraf tulang belakang (spinal nerves), menyebabkan nyeri yang parah, kekebasan, dan kesemutan dari bagian-bagian tubuh yang terpengaruh. Osteoarthritis menyebabkan pembentukan dari pembesaran-pembesaran yang keras dan bertulang dari sendi-sendi kecil jari-jari tangan. Pembesaran bertulang yang klasik dari sendi-sendi kecil pada ujung dari jari-jari tangan disebutHeberden's node, dinamakan menurut dokter Inggris yang sangat
26
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 terkenal. Kelainan bentuk yang bertulang adalah akibat dari spur-spur bertulang dari osteoarthritis pada sendi itu. Tombol bertulang (node) umum lainnya terjadi pada sendi tengah dari jari-jari tangan pada banyak pasien-pasien dengan osteoarthritis dan disebut Bouchard's node. Dr. Bouchard adalah dokter Perancis yang terkenal yang juga mempelajari pasien-pasien arthritis pada akhir tahun-tahun 1800. Heberden's dan Bouchard's nodes mungkin tidak menyakitkan, namun mereka sering dihubungkan dengan pembatasan gerakan dari sendi. Penampakan-penampakan yang karakteristik dari nodul-nodul jari tangan ini dapat bermanfaat dalam mendiagnosa osteoarthritis. Osteoarthritis dari sendi pada dasar dari jempol kaki menjurus pada pembentukan bunion (pembengkakan ibu jari). Osteoarthritis dari jari-jari tangan dan jari-jari kaki mungkin mempunyai basis genetik dan dapat ditemukan dalam jumlah yang banyak dari anggota-anggota wanita dari beberapa keluarga-keluarga. Mendiagnosa Osteoarthritis Tidak ada tes darah untuk diagnosis dari osteoarthritis. Tes-tes darah dilakukan untuk menyampingkan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan osteoarthritis sekunder, serta untuk menyampingkan kondisi-kondisi arthritis lain yang dapat meniru osteoarthritis. X-rays dari sendi-sendi yang terpengaruh dapat menyarankan osteoarthritis. Penemuan-penemuan Xray yang umum dari osteoarthritis termasuk kehilangan cartilage (tulang rawan) sendi, penyempitan dari ruang sendi antara tulang-tulang yang berdekatan, dan pembentukan bone spur (tulang spur). Pengujian X-ray sederhana dapat sangat bermanfaat untuk menyampingkan penyebab-penyebab lain dari nyeri pada sendi tertentu serta membantu dalam membuat keputusan kapan intervensi operasi harus dipertimbangkan. Arthrocentesis sering dilakukan di ruang praktek dokter. Selama arthrocentesis, jarum yang steril digunakan untuk mengeluarkan cairan sendi untuk analisa. Analisa cairan sendi bermanfaat dalam menyampingkan gout, infeksi, dan penyebab-penyebab lain dari arthritis. Pengeluaran cairan sendi dan suntikan dari corticosteroids kedalam sendi-sendi selama arthrocentesis dapat membantu membebaskan nyeri, pembengkakan, dan peradangan. Arthroscopy adalah teknik operasi dengan mana dokter memasukan tabung penglihat kedalam ruang sendi. Kelainan-kelainan dari dan kerusakan pada cartilage dan ligamen-ligamen dapat dideteksi dan adakalanya diperbaiki melaluiarthroscope. Jika berhasil, pasien-pasien dapat sembuh dari operasi arthroscopic jauh lebih cepat daripada operasi sendi terbuka. Akhirnya, analisa yang hati-hati dari lokasi, durasi, dan karakter dari gejala-gejala sendi dan penampakan dari sendi-sendi membantu dokter dalam mendiagnosa osteoarthritis. Pembesaran bertulang dari sendi-sendi dari pembentukan-pembentukan spur adalah karakteristik dari osteoarthritis. Oleh karenanya, kehadiran dari Heberden's nodes, Bouchard's nodes, dan bunions (pembengkakan ibu jari) dari kaik-kaki dapat mengindikasikan pada dokter diagnosis dari osteoarthritis. Perawatan Untuk Osteoarthritis Kecuali dari pengurangan berat badan dan menghindari aktivitas-aktivitas yang mengerahkan tekanan yang berlebihan pada cartilage sendi, tidak ada perawatan spesifik untuk menahan degenerasi cartilage atau untuk memperbaiki kerusakan cartilage pada osteoarthritis. Tujuan dari perawatan pada osteoarthritis adalah untuk mengurangi nyeri dan peradangan sendi sambil memperbaiki dan memelihara fungsi sendi. Beberapa pasien-pasien dengan osteoarthritis mempunyai nyeri yang minimal atau tidak ada nyeri dan mungkin tidak memerlukan perawatan. Yang lain-lain mungkin mendapat manfaat dari tindakan-tindakan konservatif seperti istirahat, latihan, pengontrolan diet dengan pengurangan berat badan, terapi fisik dan pekerjaan, dan alat-alat pendukung mekanik. Tindakan-tindakan ini adalah terutama penting ketika sendi-sendi besar yang menahan berat terlibat, seperti pinggul-pinggul atau lutut-lutut. Faktanya, bahkan pengurangan berat badan yang sedang dapat membantu mengurangi gejala-gejala osteoarthritis dari sendi-sendi besar, seperti lutut-lutut dan pinggul-pinggul. Obat-obat digunakan untuk melengkapi tindakan-tindakan fisik yang digambarkan diatas. Obat mungkin digunakan secara topikal (obat luar), diminum secara oral (mulut), atau
27
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 disuntikan kedalam sendi-sendi untuk mengurangi peradangan dan nyeri sendi. Jika tindakantindakan konservatif gagal untuk mengontrol nyeri dan memperbaiki fungsi sendi, operasi dapat dipertimbangkan. Mengistirahatkan sendi-sendi yang luka mengurangi tekanan pada sendi-sendi dan membebaskan nyeri dan bengkak. Pasien-pasien diminta hanya untuk mengurangi intensitas dan/atau frekwensi dari aktivitas-aktivitas yang secara konsisten menyebabkan nyeri sendi. Latihan biasanya tidak memperburuk osteoarthritis jika dilakukan pada tingkat-tingkat yang tidak menyebabkan nyeri seni. Latihan bermanfaat pada osteoarthritis dalam beberapa cara-cara. Pertama, ia menguatkan dukungan otot sekitar sendi-sendi. Ia juga mencegah sendi-sendi dari "membeku" dan memperbaiki dan memelihara mobilitas sendi. Akhirnya, ia membantu dengan pengurangan berat badan dan memajukan daya tahan. Mengaplikasikan panas lokal sebelum dan bungkusan-bungkusan dingin setelah latihan dapat membantu membebaskan nyeri dan peradangan. Berenang terutama cocok sekali untuk pasien-pasien dengan osteoarthritis karena ia mengizinkan pasien-pasien untuk latihan dengan tekanan benturan yang minimal pada sendi-sendi. Latihan-latihan populer lain termasuk jalan kaki, bersepeda stasioner, dan latihan beban ringan. Ahli-ahli terapi fisik dapat menyediakan alat-alat pendukung, seperti splints (kayu untuk membadut tangan patah), tongkat-tongkat dari rotan, alat-alat pembantu berjalan, dan penyangga-penyangga atau penopang-penopang (braces). Alat-alat ini dapat berguna dalam mengurangi tekanan pada sendisendi. Ahli-ahli terapi pekerjaan dapat menilai permintaan-permintaan dari aktivitas-aktivitas harian dan menyaranlan alat-alat tambahan yang mungkin membantu pasien-pasien pada saat bekerja atau di rumah. Finger splints can support individual joints of the fingers. Paraffin wax dips, warm water soaks, and nighttime cotton gloves can help ease hand symptoms. Spine symptoms can improve with a neck collar, lumbar corset, or a firm mattress, depending on what areas are involved. Pada banyak pasien-pasien dengan osteoarthritis, pembebas-pembebas nyeri yang ringan seperti aspirin dan acetaminophen (Tylenol) mungkin adalah perawatan yang mencukupi. Studistudi telah menunjukan bahwa acetaminophen yang diberikan dalam dosis-dosis yang cukup seringkali dapat menjadi sama efektifnya seperti meresepkan obat-obat anti peradangan dalam membebaskan nyeri pada osteoarthritis dari lutut-lutut. Karena acetaminophen mempunyai lebih sedikit efek-efek sampingan pencernaan daripada NSAIDS, terutama diantara pasien-pasien agak tua, acetaminophen umumnya adalah obat awal yang lebih disukai yang diberikan pada pasienpasien dengan osteoarthritis. Obat yang untuk mengendurkan otot-otot dalam spasme mungkin juga diberikan sementara. Cream-cream ntuk membebaskan nyeri yang diaplikasikan pada kulit diatas sendi-sendi dapat menyediakan pembebasan dari nyeri arthritis yang minor. Contoh-contoh termasuk capsaicin (Arthricare, Zostrix), salycin (Aspercreme), methyl salicylate(Ben-Gay, Icy Hot), dan menthol (Flexall). Perawatan-perawatan baru termasuk lotion anti peradangan, diclofenac (Voltaren Gel) dan diclofenac patch (Flector Patch), yang digunakan untuk pembebasan dari nyeri osteoarthritis. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) adalah obat-obat yang digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan pada sendi-sendi. Contoh-contoh dari NSAIDs termasuk aspirin (Ecotrin), ibuprofen (Motrin), nabumetone (Relafen), dan naproxen (Naprosyn). Adakalanya adalah mungkin untuk menggunakan NSAIDs untuk sementara dan kemudian menghentikan mereka untuk periode-periode waktu tanpa gejala-gejala yang kambuh, dengan demikian mengurangi risikorisiko efek sampingan. Efek-efek sampingan yang paling umum dari NSAIDs termasuk kesusahan pencernaan, seperti gangguan lambung, diare, borok-borok (ulcers) dan bahkan perdarahan. Risiko dari ini dan efek-efek sampingan lain meningkat pada orang-orang agak tua. NSAIDs yang lebih baru yang disebut COX-2 inhibitors telah didisain yang mempunyai lebih sedikit keracunan pada lambung dan usus-usus besar. Karena gejala-gejala osteoarthritis bervariasi dan dapat menjadi sebentar-sebentar, obat-obat
28
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 ini mungkin diberikan hanya ketika nyeri-nyeri sendi terjadi atau sebelum aktivitas-aktivitas yang secara tradisi telah mengakibatkan gejala-gejala. Beberapa studi-studi, namun tidak semuanya, telah menyarankan bahwa perawatan alternatif dengan suplemen-suplemen makanan glucosamine dan chondroitin dapat membebaskan gejala-gejala nyeri dan kekakuan untuk beberapa orang-orang dengan osteoarthritis. Suplemen-suplemen ini tersedia di Apothek-apothek dan toko-toko makanan sehat tanpa resep, meskipun belum ada kepastian tentang kemurnian dari produk-produk atau dosis dari ramuan-ramuan aktif karena mereka tidak dimonitor oleh FDA. The National Institutes of Health sedang mempelajari glucosamine dan chondroitin dalam perawatan osteoarthritis. Penelitian awal mereka menunjukan hanya manfaat yang kecil (minor) dalam membebaskan nyeri untuk mereka yang dengan osteoarthritis yang paling parah. Studi-studi lebih jauh, diharapkan, akan menjernihkan banyak hal-hal yang menyangkut pendosisan, keamanan, dan keefektifan dari produk-produk ini untuk osteoarthritis. Pasien-pasien yang memakai (meminum) obat-obat pengencer darah harus hati-hati ketika memakai chondroitin karena ia dapat meningkatkan pengenceran darah dan menyebabkan perdarahan yang berlebihan. Suplemensuplemen minyak ikan (Fish-oil) telah ditunjukan mempunyai beberapa sifat-sifat anti peradangan, dan meningkatkan pemasukan diet ikan dan/atau meminum kapsul-kapsul minyak ikan (kapsulkapsul omega-3) dapat adakalanya mengurangi peradangan dari arthritis. Sementara cortisone oral umumnya tidak digunakan dalam merawat osteoarthritis, ketika disuntikan secara langsung kedalam sendi-sendi yang meradang, ia dapat secara cepat mengurangi nyeri dan memulihkan fungsi. Karena suntikan-suntikan cortisone yang berulangkali dapat membahayakan jaringan-jaringan dan tulang-tulang, mereka dicadangkan untuk pasien-pasien dengan gejala-gejala yang lebih jelas. Untuk nyeri yang gigih dari osteoarthritis lutut yang parah yang tidak merespon pada pengurangan berat badan, latihan, atau obat-obat, rangkaian suntikan-suntikan dari hyaluronic acid (Synvisc, Hyalgan) kedalam sendi dapat adakalanya berguna, terutama jika operasi tidak sedang dipertimbangkan. Produ-produk ini tampaknya bekerja dengan untuk sementara waktu memulihkan kekentalan dari cairan sendi, mengizinkan pelumasan sendi dan kemampuan benturan yang lebih baik, dan mungkin dengan mempengaruhui secara langsung penerima-penerima (receptors) nyeri. Operasi umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan osteoarthritis yang terutama parah dan tidak merespon pada perawatan-perawatan konservatif.Arthroscopy, didiskusikan diatas, dapat bermanfaat ketika robekan-robekan cartilage dicurigai. Osteotomy adalah prosedur pengeluaran tulang yang dapat membantu meluruskan kembali beberapa dari keadaan cacat (deformity) pada pasien-pasien yang dipilih, umumnya mereka yang dengan penyakit lutut. Pada beberapa kasuskasus, sendi-sendi yang merosot (degenerasi) dengan parah paling baik dirawat dengan fusion (arthrodesis) atau penggantian dengan sendi tiruan (arthroplasty). Penggantian-penggantian total pinggul dan total lutut sekarang secara umum dilakukan di rumahsakit-rumahsakit masyarakat di seluruh Amerika. Ini dapat membawa pembebasan nyeri dan fungsi yang lebih baik yang dramatis. RHEUMATOID ARTHRITIS Definisi Rheumatoid Arthritis Rheumatoid arthritis (RA) adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis sendi-sendi. Rheumatoid arthritis dapat juga menyebabkan peradangan dari jaringan sekitar sendisendi, begitu juga pada organ-organ lain dalam tubuh. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh dengan sembarangan (salah mengira) diserang oleh sistim imunnya sendiri. Sistim imun adalah suatu organisasi yang kompleks dari sel-sel dan antibodiantibodi yang diciptakan secara normal untuk mencari dan membasmi penyerbu-penyerbu tubuh, terutama infeksi-infeksi. Pasien-pasien dengan penyakit autoimun mempunyai antibodi-antibodi didalam darahnya yang menargetkan jaringan-jaringan tubuhnya sendiri, dimana mereka dapat
29
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 berkaitan dengan peradangan. Karena ia dapat mempengaruhi beragam organ-organ tubuh lain, rheumatoid arthritis dirujuk sebagai suatu penyakit sistemik dan adakalanya disebut penyakit rheumatoid. Ketika rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit kronis, berarti ia dapat berlangsung tahunan, pasien-pasien mungkin mengalami periode-periode panjang tanpa gejala-gejala. Secara khas, bagaimanapun, rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit yang progresif yang berpotensi menyebabkan kerusakan sendi dan ketidak mampuan fungsional. Suatu sendi adalah dimana dua tulang-tulang bertemu untuk mengizinkan gerakan dari bagian-bagian tubuh. Arthritis berarti peradangan sendi. Peradangan sendi dari rheumatoid arthritis menyebabkan pembengkakan, nyeri, kekakuan, dan kemerahan pada sendi-sendi. Peradangan dari penyakit rheumatoid dapat juga terjadi pada jaringan-jaringan sekitar sendi-sendi, seperti tendon-tendon, ligamen-ligamen, dan otot-otot. Pada beberapa pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis, peradangan kronis menjurus pada kerusakkan dari tulang rawan (cartilage), tulang, dan ligamen-ligamen, menyebabkan kelainan bentuk sendi-sendi. Kerusakan pada sendi-sendi dapat terjadi pada awal penyakit dan dapat menjadi progresif. Lagi pula, studi-studi telah menunjukan bahwa kerusakan yang progresif pada sendi-sendi tidak harus berkorelasi dengan derajat dari nyeri, kekakuan, atau pembengkakan yang hadir pada sendi-sendi. Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit rematik (rheumatic) yang umum, mempengaruhi kira-kira 1,3 juta orang-orang di Amerika, menurut data sensus yang sekarang. Penyakit ini adalah tiga kali lebih umum pada wanita-wanita daripada pada pria-pria. Ia menyebabkan sakit pada orang-orang dari semua suku bangsa secara sama-sama. Penyakitnya dapat mulai pada segala umur, namun ia paling sering mulai setelah umur 40 tahun dan sebelun umur 60 tahun. Pada beberapa keluargakeluarga, beragam anggota-anggota dapat dipengaruhi, menyarankan suatu dasar genetik untuk kelainan ini. Penyebab Rheumatoid Arthritis Penyebab rheumatoid arthritis tidak diketahui. Walaupun agen-agen infeksius seperti virus-virus, bakteri-bakteri, dan jamur telah lama dicurigai, tidak satupun telah dibuktikan sebagai penyebab. Penyebab rheumatoid arthritis adalah suatu area penelitian yang sangat aktif diseluruh dunia. Beberapa ilmuwan-ilmuwan percaya bahwa kecenderungan mengembangkan rheumatoid arthritis mungkin diturunkan/diwariskan secara genetik. Dicurigai bahwa infeksi-infeksi tertentu atau faktorfaktor dalam lingkungan mungkin mencetuskan sistim imun untuk menyerang jaringan-jaringan tubuh sendiri, berakibat pada peradangan pada beragam organ-organ tubuh seperti paru-paru atau mata-mata. Tanpa peduli pada pencetus yang tepat, akibatnya adalah suatu sistim imun yang disiapkan untuk memajukan peradangan pada sendi-sendi dan adakalanya jaringan-jaringan lain dari tubuh. Sel-sel imun, disebut lymphocytes, diaktifkan dan pesuruh-pesuruh (kurir) kimia (cytokines, seperti tumor necrosis factor/TNF daninterleukin-1/IL-1) diekspresikan pada area-area peradangan. Faktor-faktor lingkungan juga kelihatannya memainkan beberapa peran dalam menyebabkan rheumatoid arthritis. Akhir-akhir ini, ilmuwan-ilmuwan telah melaporkan bahwa merokok meningkatkan risiko mengembangkan rheumatoid arthritis. Gejala-Gejala Dan Tanda-Tanda Rheumatoid Arthritis Gejala-gejala rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada derajat peradangan jaringan. Ketika jaringan-jaringan tubuh meradang, penyakitnya aktif. Ketika peradangan jaringan surut/mereda, penyakitnya tidak aktif (dalam remisi). Remisi-remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan perawatan, dan dapat berlangsung berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Selama remisi-remisi, gejala-gejala penyakit hilang, dan pasien-pasien umumnya merasa baik. Ketika penyakitnya kembali aktif (kambuh), gejala-gejala kembali. Kembalinya aktivitas penyakit
30
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 dan gejala-gejala disebut suatu flare. Perjalanan dari rheumatoid arthritis bervariasi dari pasien ke pasien, dan periode-periode dari flare-flare dan remisi-remisi adalah khas. Ketika penyakit aktif, gejala-gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan nafsu makan, demam derajat rendah, nyeri-nyeri otot dan sendi, dan kekakuan. Kekakuan otot dan sendi biasanya paling terasa pada pagi hari dan setelah periode-periode ketidakaktifan. Arthritis adalah umum selama flareflare penyakit. Juga selama flare-flare, sendi-sendi seringkali menjadi merah, bengkak, sakit, dan sensitif. Ini terjadi karena jaringan pelapis dari sendi (synovium) meradang, berakibat pada produksi cairan sendi (synovial fluid) yang berlebihan. Synovium juga menebal dengan peradangan (synovitis). Pada rheumatoid arthritis, beragam sendi-sendi biasanya meradang dalam suatu pola yang simetris (kedua sisi tubuh terpengaruh). Sendi-sendi kecil dari kedua tangan-tangan dan pergelanganpergelangan tangan seringkali terlibat. Pekerjaan-pekerjaan kehidupan harian yang mudah, seperti memutar tombol-tombol pintu dan membuka botol-botol dapat menjadi sulit selama flare-flare. Sendi-sendi kecil dari kaki juga biasanya terlibat. Adakalanya, hanya satu sendi yang meradang. Ketika hanya satu sendi yang terlibat, arthritis dapat meniru peradangan sendi yang disebabkan oleh bentuk-bentuk arthritis lain, seperti gout atau infeksi sendi. Peradangan kronis dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan-jaringan tubuh, tulang rawan (cartilage) dan tulang. Ini menjurus pada suatu kehilangan tulang rawan dan erosi dan kelemahan dari tulang-tulang dan begitu juga otot-otot, berakibat pada kelainan bentuk, kehancuran, dan kehilangan fungsi dari sendi. Jarang, rheumatoid arthritis dapat bahkan mempengaruhi sendi yang bertanggung jawab pada pengencangan pita-pita suara kita untuk merubah nada suara kita,sendi cricoarytenoid. Ketika sendi ini meradang, ia dapat menyebabkan keparauan suara. Karena rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit sistemik, peradangannya dapat mempengaruhi organ-organ dan area-area tubuh lain daripada sendi-sendi. Peradangan dari kelenjar-kelenjar matamata dan mulut dapat menyebabkan kekeringan dari area-area ini dan dirujuk sebagai sindrom Sjogren. Peradangan rheumatoid dari selaput/pelapis paru (pleuritis) menyebabkan sakit dada dengan bernapas yang dalam atau batuk. Jaringan paru sendiri dapat juga meradang, dan adakalanya simpul-simpul (nodul-nodul) peradangan (rheumatoid nodules) berkembang dalam paru-paru. Peradangan dari jaringan/selaput yang mengelilingi jantung (pericardium), disebut pericarditis, dapat menyebabkan suatu sakit dada yang secara khas berubah dalam intensitas ketika berbaring atau bersandar kedepan. Penyakit rheumatoid dapat mengurangi jumlah sel-sel darah merah (anemia) dan sel-sel darah putih. Sel-sel putih yang berkurang dapat dikaitkan dengan suatu pembesaran limpa (dirujuk sebagai sindrom Felty) dan dapat meningkatkan risiko infeksi-infeksi. Benjolan-benjolan keras dibawah kulit (rheumatoid nodules) dapat terjadi sekitar siku-siku dan jari-jari tangan dimana seringkali ada tekanan. Meskipun nodul-nodul ini biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala, adakalanya mereka dapat terinfeksi. Suatu komplikasi serius yang jarang, biasanya dengan penyakit rheumatoid yang sudah berjalan lama, adalah peradangan pembuluh darah (vasculitis). Vasculitis dapat merusak penyediaan darah pada jaringan-jaringan dan menjurus pada kematian jaringan. Ini paling sering awalnya terlihat sebagai area-area hitam yang kecil sekali sekitar dasar-dasar kuku atau sebagai borok-borok kaki. Mendiagnosis Rheumatoid Arthritis Langkah pertama dalam mendiagnosis rheumatoid arthritis adalah suatu pertemuan antara dokter dan pasien. Dokter meninjau ulang sejarah gejala-gejala, memeriksa sensi-sendi untuk peradangan dan kelainan bentuk, kulit untuk nodul-nodul rheumatoid, dan bagian-bagian tubuh lain untuk peradangan. Tes-tes darah dan X-ray tertentu seringkali diperoleh. Diagnosis akan berdasarkan pada pola dari gejala-gejala, pengdistribusian dari sendi-sendi yang meradang, dan penemuan-penemuan darah dan x-ray. Beberapa kunjngan-kunjungan mungkin diperlukan sebelum dokter menjadi yakin atas diagnosisnya. Seorang dokter dengan training khusus dalam arthritis dan penyakit yang berhubungan dengannya disebut seorang rheumatologist.
31
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Distribusi dari peradangan sendi adalah penting untuk dokter dalam membuat suatu diagnosis. Pada rheumatoid arthritis, sendi-sendi kecil dari tangan-tangan, pergelangan-pergelangan tangan, kakikaki, dan lutut-lutut meradang secara khas pada suatu distribusi yang simetris (mempengaruhi kedua sisi tubuh). Ketika hanya satu atau dua sendi-sendi yang meradang, diagnosis rheumatoid arthritis menjadi lebih sulit. Dokter mungkin kemudian melaksanakan tes-tes lain untuk meniadakan arthritis yang disebabkan oleh infeksi atau gout. Deteksi nodul-nodul rheumatoid, paling sering sekitar sikusiku dan jari-jari tangan, dapat menyarankan diagnosis. Antibodi-antibodi darah yang abnormal dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis. Suatu antibodi darah disebut "rheumatoid factor" dapat ditemukan pada 80% dari pasienpasien. Citrulline antibody (juga dirujuk sebagai anti-citrulline antibody, anti-cyclic citrullinated peptide antibody, dananti-CCP) hadir pada kebanyakan pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis. Adalah bermanfaat dalam diagnosis rheumatoid arthritis ketika mengevaluasi pasien-pasien dengan peradangan sendi yang tidak dapat dijelaskan. Suatu tes untuk antibodi-antibodi citrulline adalah paling bermanfaat dalam mencari penyebab dari peradangan arthritis yang sebelumnya tidak terdiagnosis ketika tes darah tradisional untuk rheumatoid arthritis, faktor rheumatoid, tidak hadir. Antibodi-antibodi citrulline telah dirasakan mewakili tingkatan-tingkatan awal dari rheumatoid arthritis pada keadaan (setting) ini. Antibodi lain yang disebut "the antinuclear antibody" (ANA) juga seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis. Suatu tes darah yang disebut kecepatan sedementasi (kecepatan sed) adalah suatu ukuran dari berapa cepatnya sel-sel darah merah jatuh kedasar suatu tabung tes. Kecepatan sed digunakan sebagai suatu ukuran kasar dari peradangan sendi-sendi. Kecepatan sed biasanya lebih cepat selama flare-flare penyakitnya dan lebih perlahan selama remisi-remisi. Tes darah lain yang digunakan untuk mengukur derajat peradangan yang hadir dalam tubuh adalah C-reactive protein. Tes-tes faktor rheumatoid, ANA, kecepatan sed, dan C-reactive protein dapat juga abnormal pada kondisi-kondisi lain dari autoimun sistemik dan peradangan. Oleh karenanya, kelainan-kelainan pada tes-tes darah ini sendirian adalah tidak cukup untuk suatu diagnosis rheumatoid arthritis yang kuat. X-rays sendi mungkin adalah normal atau hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak pada awalnya penyakit. Ketika penyakitnya berlanjut (maju) x-rays dapat menunjukan erosi-erosi tulang yang khas dari rheumatoid arthritis pada sendi-sendi. X-rays sendi dapat juga bermanfaat dalam memonitor kemajuan penyakit dan kerusakan sendi melalui waktu. Scanning tulang, suatu prosedur tes radioaktif, dapat menunjukan sendi-sendi yang meradang. Dokter mungkin memilih untuk melaksanakan suatu prosedur ruang praktek yang disebut arthrocentesis. Pada prosedur ini, sebuah jarum yang steril dan alat penyemprot (suntikan) digunakan untuk mengeluarkan cairan sendi dari sendi untuk studi di laboratorium. Analisa dari cairan sendi, dalam laboratorium, dapat membantu untuk meniadakan penyebab-penyebab lain arthritis, seperti infeksi dan gout. Arthrocentesis dapat juga bermanfaat dalam menghilangkan pembengkakan dan nyeri sendi. Adakalanya, obat-obat cortisone disuntikan kedalam sendi sewaktu arthrocentesis dalam rangka menghilangkan secara cepat peradangan sendi dan lebih jauh mengurangi gejala-gejala. Merawat Rheumatoid Arthritis Tidak ada penyembuhan rheumatoid arthritis yang diketahui. Sampai sekarang, tujuan perawatan rheumatoid arthritis adalah mengurangi peradngan dan nyeri sendi, memaksimalkan fungsi sendi, dan mencegah kerusakan dan kelainan bentuk sendi. Intervensi medis yang dini telah ditunjukan adalah penting dalam memperbaiki hasil-hasil akhir. Manajemen yang agresif dapat memperbaiki fungsi, menghentikan kerusakan pada sendi seperti terlihat pada x-rays, dan mencegah ketidakmampuan untuk bekerja. Perawatan yang optimal untuk penyakit melibatkan suatu kombinasi dari obat-obatan, istirahat, latihan-latihan yang menguatkan sendi, perlindunga sendi, dan pendidikan pasien (dan keluarga). Perawatan disesuaikan menurut banyak faktor-faktor seperti keaktifan
32
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 penyakit, tipe-tipe sendi yang terlibat, kesehatan umum, umur, dan pekerjaan pasien. Perawatan adalah paling sukses ketika ada suatu kerjasama yang erat antara dokter, pasien, dan anggota-anggota keluarga. Dua kelompok dari obat-obatan digunakan dalam merawat rheumatoid arthritis: "obat-obat baris pertama"yang bekerja cepat dan "obat-obat baris kedua" yang bekerja lambat (juga dirujuk sebagai obat-obat anti-rematik yang memodifikasi penyakit / disease-modifying antirheumatic drugs atau DMARDs). Obat-obat baris pertama, seperti aspirin dan cortisone (corticosteroids), digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan. Obat-obat baris kedua yang bekerja lambat, seperti emas, methotrexate dan hydroxychloroquine (Plaquenil) mempromosikan remisi penyakit dan mencegah kerusakan sendi yang progresif, namun mereka bukan agen-agen anti-peradangan. Derajat pengrusakan dari rheumatoid arthritis bervariasi dari pasien ke pasien. Pasien-pasien dengan bentuk-bentuk penyakit yang bersifat kurang merusak yang tidak umum atau penyait yang telah diam setelah aktivitas bertahun-tahun ("burned out" rheumatoid arthritis) dapat dikendalikan dengan istirahat, obat-obat nyeri dan anti-peradangan sendirian. Umumnya, bagaimanapun, pasien-pasien memperbaiki fungsi dan memperkecil ketidakmampuan dan kerusakan sendi jika dirawat lebih awal dengan obat-obat baris kedua (disease-modifying antirheumatic drugs), bahkan dalam bulan-bulan dari diagnosis. Kebanyakan pasien-pasien memerlukan obat-obat baris kedua yang lebih agresif, seperti methotrexate, sebagai tambahan pada agen-agen anti-peradangan. Adakalanya obat-obat baris kedua ini digunakan dalam kombinasi. Pada beberapa pasien-pasien dengan kelainan bentuk sendi yang berat, operasi mungkin diperlukan. Obat-Obat "Baris Pertama" Acetylsalicylate (Aspirin), naproxen (Naprosyn), ibuprofen (Advil, Medipren, Motrin), dan etodolac (Lodine) adalah contoh-contoh dari obat-obat anti-peradangan nonsteroid atau nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs). NSAIDs adalah obat-obat yang dapat mengurangi peradangan jaringan, nyeri, dan bengkak. NSAIDs bukan cortisone. Aspirin, dalam dosis-dosis lebih tinggi daripada yang digunakan untuk merawat sakit kepala dan demam, adalah suatu obat antiperadangan yang efektif untuk rheumatoid arthritis. Aspirin telah digunakan untuk persoalanpersoalan sendi sejak era Mesir kuno. NSAIDs yang lebih baru adalah seefektif aspirin dalam mengurangi peradangan dan nyeri dan memerlukan dosis-dosis yang lebih sedikit per hari. Responrespon pasien pada obat-obat NSAID yang berbeda adalah bervariasi. Oleh karenanya, adalah bukan tidak umum untuk seorang dokter mencoba beberapa obat-obat NSAID dalam rangka untuk mengidentifikasi agen-agen yang paling efektif dengan efek-efek sampingan yang paling sedikit. Efek-efek sampingan yang paling umum dari aspirin dan NSAIDs lain termasuk gangguan lambung, nyeri perut, borok-borok, dan bahkan perdarahan pencernaan (gastrointestinal bleeding). Dalam rangka mengurangi efek-efek sampingan lambung, NSAIDs biasanya dikonsumsi dengan makanan. Obat-obat tambahan seringkali direkomendasikan untuk melindungi lambung dari efek-efek borok NSAIDs. Obat-obat ini termasuk antacids, sucralfate (Carafate), proton-pump inhibitors (Prevacid, dan lainnya), dan misoprostol (Cytotec). NSAIDs yang lebih baru termasuk selective Cox-2 inhibitors, seperti celecoxib (Celebrex), yang menawarkan efek-efek antiperadangan dengan risiko iritasi dan perdarahan lambung yang lebih kecil. Obat-obat kortikosteroid dapat diberikan secara oral (melalui mulut) atau disuntikan langsung kedalam jaringan-jaringan dan sendi-sendi. Mereka lebih berpotensi daripada NSAIDs dalam mengurangi peradangan dan dalam pemulihan mobilitas dan fungsi sendi. Kortikosteroidkortikosteroid adalah bermanfaat untuk periode-periode singkat selama flare-flare aktivitas penyakit yang berat atau ketika penyakit tidak merespon pada NSAIDs. Bagaimanapun, kortikosteroidkortikosteroid dapat mempunyai efek-efek sampingan yang serius, terutama ketika diberikan dalam dosis-dosis tinggi untuk periode-perode waktu yang panjang. Efek-efek sampingan termasuk kenaikan berat badan, muka yag bengkak, penipisan kulit dan tulang, mudah memar, katarakkatarak, risiko infeksi, penyusutan otot, dan kerusakan sendi-sendi besar, seperti pinggul-pinggul.
33
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Kortikosteroid-kortikosteroid juga membawa beberapa peningkatan risiko mendapat infeksi-infeksi. Efek-efek sampingan ini dapat sebagian dihindari dengan mengurangi secara berangsur-angsur dosisdosis kortikosteroid-kortikosteroid ketika pasien mencapai perbaikan penyakit. Menghentikan kortikosteroid-kortikosteroid secara tiba-tiba dapat menjurus pada flare-flare penyakit atau gejalagejala lain dari penarikan kortikosteroid-kortikosteroid dan tidak dianjurkan. Penipisan tulang-tulang yang disebabkan oleh osteoporosis mungkin dihindari dengan suplemen-suplemen calcium dan vitamin D.
Obat-Obat "Baris Kedua" Atau Obat-Obat "Yang Bekerja Lambat" (Disease-modifying antirheumatic drugs or DMARDs) Dimana obat-obat baris pertama (NSAIDs dan corticosteroids) dapat menghilangkan peradangan dan nyeri sendi, mereka tidak harus mencegah kerusakan atau kelainan bentuk sendi. Rheumatoid arthritis memerlukan obat-obat yang lain daripada NSAIDs dan corticosteroids untuk menghentikan kerusakan yang progresif pada tulang rawan (cartilage), tulang, dan jaringan-jaringan lunak yang berdekatan. Obat-obat yang diperlukan untuk manajemen penyakit yang ideal juga dirujuk sebagai obat-obat anti-rematik yang memodifikasi penyakit atau disease-modifying anti-rheumatic drugs atau DMARDs. Mereka datang dalam suatu bentuk-bentuk yang beragam dan didaftar dibawah. Obatobat baris kedua atau yang bekerja lambat mungkin memakan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untk menjadi efektif. Mereka digunakan untuk periode-periode waktu yang panjang, bahkan bertahun-tahun, pada dosis-dosis yang bervariasi. Jika efektif, DMARDs dapat mempromosikan remisi, dengan demikian memperlambat kemajuan dari kerusakan dan kelainan bentuk sendi . Adakalanya sejumlah obat-obat baris kedua digunakan bersama-sama sebagai terapi kombinasi. Seperti dengan obat-obat baris pertama, dokter mungkin perlu menggunakan obat-obat baris kedua yang berbeda sebelum perawatannya optimal. Penelitian akhir-akhir ini menyarankan bahwa pasien-pasien yang merespon pada suatu DMARD dengan kontrol dari penyakit rheumatoid mungkin sebenarnya mengurangi risiko yang diketahui (kecil namun nyata) dari lymphoma yang hadir hanya dengan mempunyai rheumatoid arthritis. DMARDs ditinjau ulang berikutnya.Hydroxychloroquine (Plaquenil) dikaitan dengan quinine dan juga digunakan dalam perawatan malaria. Ia digunakan melaui periode-periode yang panjang untuk perawatan rheumatoid arthritis. Efek-efek sampingan yang mungkin termasuk gangguan lambung, ruam-ruam kulit (skin rashes), kelemahan otot, dan perubahan-perubahan penglihatan. Meskipun perubahan-perubahan penglihatan adalah jarang, pasien-pasien yang mengkonsumsi Plaquenil harus dimonitor leh seorang dokter mata (ophthalmologist). Sulfasalazine (Azulfidine) adalah suatu obat oral yang secara tradisional digunakan dalam perawatan penyakit peradangan usus besar yang ringan sampai beratnya sedang, seperti radang borok usus besar atau ulcerative colitis dan penyakit Crohn. Azulfidine digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis dalam kombinasi dengan obat-obat anti peradangan. Azulfidine umumnya ditolerir dengan baik. Efek-efek sampingan yang umum termasuk ruam (rash) dan gangguan lambung. Karena Azulfidine terbentuk dari senyawa-senyawa sulfa dan salicylate, ia harus dihindari oleh pasien-pasien dengan alergi-alergi sulfa yang diketahui. Methotrexate telah memenangkan popularitas diantara dokter-dokter sebagai suatu obat baris kedua awal karena keduanya yaitu keefektifan dan efek-efek sampinganya yang relatif jarang. Ia juga mempunyai suatu keuntungan dalam fleksibilitas dosis (dosisnya dapat disesuaikan menurut keperluan-keperluan). Methotrexate adalah suatu obat penekan imun. Ia dapat mempengaruhi sumsum tulang dan hati, bahkan jarang menyebabkan sirosis. Semua pasien-pasien yang mengkonsumsi methotrexate memerlukan tes-tes darah secara teratur untuk memonitor jumlahjumlah darah dan tes-tes darah fungsi hati.
34
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Garam-garam emas (Gold salts) telah digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis sepanjang kebanyakan abad yang lalu. Gold thioglucose (Solganal) dangold thiomalate (Myochrysine) diberikan dengan suntikan, awalnya pada suatu dasar mingguan untuk berbulanbulan sampai bertahun-tahun. Emas oral,auranofin (Ridaura), diperkenalkan pada tahun sembilan belas delapan puluhan (1980s). Efek-efek sampingan dari emas (oral dan yang disuntikan) termasuk ruam kulit (skin rash), luka-luka mulut, kerusakan ginjal dengan kebocoran protein dalam urin, dan kerusakan sumsum tulang dengan anemia dan jumlah sel putih yang rendah. Pasien-pasien yang menerima perawatan emas dimonitor secara teratur dengan tes-tes darah dan urin. Emas oral dapat menyebabkan diare. Obat-obat emas ini telah begitu kehilangan kesukaan sehingga banyak perusahaan-perusahaan tidak lagi memproduksi mereka. D-penicillamine (Depen, Cuprimine) dapat bermanfaat pada pasien-pasien yang terpilih dengan bentuk-bentuk rheumatoid arthritis yang progresif. Efek-efek sampingan adalah serupa dengan yang dari emas. Mereka termasuk demam, kedinginan, luka-luka mulut, suatu rasa metal/logam dalam mulut, ruam kulit, kerusakan ginjal dan sumsum tulang, gangguan lambung, dan mudah memar. Pasein-pasien pada obat ini memerlukan tes-tes darah dan urin yang rutin. D-penicillamine jarang dapat menyebabkan gejala-gejala dari penyakit-penyakit autoimun lain. Obat-obat penekan imun adalah obat-obat sangat kuat yang menekan sistim imun tubuh. Sejumlah obat-obat penekan imun digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis. Mereka termasuk methotrexate (Rheumatrex, Trexall) seperti yang digambarkan diatas, azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan),chlorambucil (Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Karena efek-efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun (lain daripada methotrexate) umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan penyakit yang sangat agresif atau mereka yang dengan komplikasi-komplikasi peradangan rheumatoid yang serius, seperti peradangan pembuluh darah (vasculitis). Pengecualian adalah methotrexate, yang tidak seringkali dikaitkan dengan efek-efek sampingan yang serius dan dapat secara hati-hati dimonitor dengan pengujian darah. Methotrexate telah menjadi suatu obat baris kedua yang disukai sebagai akibatnya. Obat-obat penekan imun dapat menekan fungsi sumsum tulang dan menyebabkan anemia, suatu jumlah sel putih yang rendah, dan jumlah-jumlah platelet yang rendah. Suatu jumlah putih yang rendah dapat meningkatkan risiko infeksi-infeksi, dimana suatu jumlah platelet yang rendah dapat meningkatkan risiko perdarahan. Methotrexate jarang dapat menjurus pada sirosis hati dan reaksireaksi alergi pada paru. Cyclosporin dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan hipertensi (tekanan darah tinggi). Karena efek-efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun digunakan dalam dosis-dosis rendah, biasanya dalam kombinasi dengan agen-agen anti peradangan.
35
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 GOUT Definisi Gout Dan Hyperuricemia Gout adalah suatu kondisi yang berakibat dari suatu kelebihan beban dari kristal-kristal asam urat yang mengendap pada jaringan-jaringan tubuh dan bercirikan serangan-serangan yang berulang dari peradangan sendi (arthritis). Gout yang kronis dapat menjurus pada endapan-endapan dari gumpalan-gumpalan yang keras dari asam urat di dan sekitar sendi-sendi, mengurangi fungsi ginjal, dan batu-batu ginjal. Gout mempunyai perbedaan yang unik untuk menjadi satu dari penyakit-penyakit medis yang paling sering direkam sepanjang sejarah. Ia seringkali dihubungkan dengan suatu kelainan yang diturunkan atau diwariskan dalam kemampuan tubuh untuk memproses asam urat. Asam urat adalah suatu produk uraian dari purine-purine yang adalah bagian dari banyak makanan-makanan yang kita makan. Suatu kelainan dalam menangani asam urat dapat menyebabkan serangan-serangan arthritis yang menyakitkan (serangan gout), batu-batu ginjal, dan halangan-halangan dari tubulus-tubulus penyaring ginjal dengan kristal-kristal asam urat, menjurus pada gagal ginjal. Pada sisi lain, beberapa pasien-pasien mungkin hanya menaikan tingkat-tingkat asam urat darah (hyperuricemia) tanpa mempunyai arthritis atau persoalan-persoalan ginjal. Istilah "gout" umumnya digunakan untuk merujuk pada serangan-serangan arthritis yang menyakitkan. Gouty arthritis adalah biasanya suatu serangan yang sangat menyakitkan dengan suatu penimbulan peradangan sendi yang cepat. Peradangan sendi dipercepat oleh endapan-endapan dari kristal-kristal asam urat di cairan sendi (cairan synovial) dan lapisan sendi (lapisan synovial). Peradangan sendi yang hebat terjadi ketika sel-sel darah putih menelan kristal-kristal asam urat dan melepaskan kimiakimia dari peradangan, menyebabkan nyeri, panas, dan kemerahan dari jaringan-jaringan sendi. Faktor-faktor risiko untuk gouty arthritis Sebagai tambahan pada suatu kelainan yang diturunkan dalam menangani asam urat, fator-faktor risiko lain untuk mengembangkan gout termasuk kegemukan, penambahan berat badan yang berlebihan, terutama pada kaum muda, pemasukan alkohol yang sedang sampai berat, tekanan darah tinggi, dan fungsi ginjal yang abnormal. Obat-obat tertentu, seperti thiazide diuretics (hydrochlorothiazide [Dyazide]), aspirin dosis rendah, niacin, cyclosporine, obat-obat tuberculosis (pyrazinamide dan ethambutol), dan lain-lain dapat juga menyebabkan tingkat-tingkat asam urat yang naik didalam darah dan menjurus pada gout. Lebih jauh, penyakit-penyakit tertentu menjurus pada produksi yang berlebihan dari asam urat didalam tubuh. Contoh-contoh dari penyakitpenyakit ini termasuk leukemia-leukemia (kanker darah), lymphomas, dan kelainan-kelainan hemoglobin. Dengan menarik, suatu studi baru-baru ini menunjukan suatu kelaziman yang meningkat dari tingkat-tingkat hormon tiroid yang rendahnya secara abnormal (hypothyroidism) pada pasien-pasien dengan gout. Pada pasien-pasien yang berisiko mengembangkan gout, kondisi-kondisi tertentu dapat mempercepat serangan-serangan gout yang akut. Kondisi-kondisi ini termasuk dehidrasi, luka pada sendi, demam, makan malam yang berlebihan, pemasukan alkohol yang berat, dan operasi baru-baru ini. Seranganserangan gout yang dipicu oleh operasi baru-baru ini kemungkinan berhubungan dengan perubahanperubahan dalam keseimbangan cairan tubuh ketika pasien-pasien untuk sementara menghentikan pemasukan cairan yang normal melalui mulut dalam persiapan untuk dan setelah operasi. Gejala-Gejala Gout Sendi kecil pada dasar dari jari kaki yang besar (jempol) adalah tempat yang paling umum dari suatu serangan gout akut dari arthritis. Sendi-sendi lain yang dapat dipengaruhi termasuk pergelanganpergelangan kaki, lutut-lutut, pergelangan-pergelangan tangan, jari-jari tangan, dan siku-siku tangan. Serangan-serangan gout akut dikarakteristikan oleh suatu penimbulan nyeri yang cepat di sendi yang
36
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 terpengaruh diikuti oleh kehangatan, pembengkakan, perubahan warna kemerah-merahan, dan kepekaan yang ditandai. Kepekaan dapat menjadi hebat sehingga bahkan suatu selimut yang menyentuh kulit diatas sendi yang terpengaruh dapat menjadi tak tertahankan. Pasien-pasien dapat mengembangkan demam dengan serangan-serangan gout akut. Serangan-serangan yang menyakitkan ini biasanya surut dalam waktu berjam-jam sampai berhari-hari, dengan atau tanpa pengobatan. Pada kejadian-kejadian yang jarang, suatu serangan dapat berlangsung untuk berminggu-minggu. Kebanyakan pasien-pasien dengan gout akan mengalami serangan-serangan yang berulangkali dari arthritis melalui waktu bertahun-tahun. Kristal-kristal asam urat dapat mengendap dalam kantong-kantong kecil yang berisi cairan (bursae) sekitar sendi-sendi. Kristal-kristal asam urat ini dapat mendorong peradangan di bursae menjurus pada nyeri dan pembengkakan sekitar sendi-sendi, suatu kondisi yang disebut bursitis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, gout menjurus pada suatu tipe yang lebih kronis dari peradangan sendi yang menirurheumatoid arthritis. Pada gout yang kronis (tophaceous), massa-massa yang berbongkol dari kristak-kristal asam urat (tophi) mengendap di area-area jaringan lunak yang berbeda dari tubuh. Meskipun mereka paling umum ditemukan sebagai simpul-simpul yang keras sekitar jari-jari tangan, pada ujung-ujung dari siku-siku tangan, dan sekitar jempol kaki, simpul-simpul tophi dapat nampak dimana saja didalam tubuh. Mereka telah dilaporkan pada area-area yang tidak diharapkan seperti di telinga-telinga, pitapita suara (vocal cords), atau (jarang) sekitar sumsum tulang belakang (spinal cord)! Mendiagnosis Gouty Arthritis Gout dicurigai ketika seorang pasien melaporkan suatu sejarah dari dari serangan-serangan yang berulangkali dari arthritis yang menyakitkan pada dasar dari jari-jari kaki. Pergelangan-pergelangan kaki dan lutut-lutut adalah sendi-sendi berikutnya yang paling umum dilibatkan pada gout. Gout biasanya menyerang satu sendi pada waktu yang sama, dimana kondisi-kondisi arthritis lain, seperti systemic lupus dan rheumatoid arthritis, biasanya menyerang banyak sendi-sendi secara simultan. Tes yang paling dipercaya untuk gout adalah menemukan kristal-kristal asam urat di cairan sendi yang diperoleh dengan penyedotan sendi (arthrocentesis). Arthrocentesis adalah suatu prosedur kantor yang umum yang dilaksanakan dibawah pembiusan lokal. Menggunakan teknik steril, cairan ditarik (disedot) dari sendi yang meradang, menggunakan suatu penyemprot dan jarum (suntikan). Cairan sendi kemudian dianalisa untuk kristal-kristal asam urat dan untuk infeksi. Kristal-kristal asam urat yang mengkilap dan seperti jarum paling baik dilihat dengan suatu polarizing microscope. Diagnosis dari gout dapat juga dibuat dengan menemukan kristal-kristal asam urat ini dari meterial yang disedot dari simpul-simpul tophi dan cairan bursitis. Beberapa pasien-pasien dengan suatu sejarah dan gejala-gejala klasik dari gout dapat dengan sukses dirawat dan diduga mempunyai gout tanpa menjalani arthrocentesis. Bagaimanapun, menegakan suatu diagnosis yang kuat adalah masih lebih baik karena kondisi-kondddisi lain dapat meniru gout. Ini termasuk arthritis lain yang disebabkan kristal yang disebut pseudogout, psoriatic arthritis,rheumatoid arthritis, dan bahkan infeksi. X-rays dapat adakalanya bermanfaat, dan mungkin menunjukan endapan-endapan kristal tophi dan kerusakan tulang sebagai suatu akibat dari peradangan-peradangan yang berulangkali. X-rays dapat juga bermanfaat untuk memonitor efek-efek dari gout kronis pada sendi-sendi.
37
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Merawat Gout Mencegah serangan-serangan gout akut adalah sama pentingnya seperti merawat arthritis akut. Pencegahan dari gout akut melibatkan memelihara pemasukan cairan yang cukup, pengurangan berat badan, perubahan-perubahan diet, pengurangan dalam konsumsi alkohol, dan obat-obat untuk menurunkan tingkat asam urat di darah (mengurangi hyperuricemia). Memelihara pemasukan cairan yang cukup membantu mencegah serangan-serangan gout akut. Pemasukan cairan yang cukup juga mengurangi risiko pembentukan batu ginjal pada pasien-pasien dengan gout. Alkohol diketahui mempunyai efek-efek diuretik yang dapat berkontribusi pada dehidrasi dan mempercepat serangan-serangan gout akut. Alkohol dapat juga mempengaruhi metabolisme asam urat dan menyebabkan hyperuricemia. Ia menyebabkan gout dengan menghalangi (memperlambat) pengeluaran dari asam urat dari ginjal-ginjal dan begitu juga dengan menyebabkan dehidrasi, yang mempercepat kristal-kristal pada sendi-sendi. Perubahan-perubahan diet dapat membantu mengurangi tingkat-tingkat asam urat di darah. Karena kimia-kimia purine dirubah oleh tubuh kedalam asam urat, makanan-makanan yang kaya purine dihindari. Contoh-contoh dari makanan-makanan yang kaya purines termasuk kerang-kerangan dan daging-daging organ, seperti hati, otak-otak, ginjal-ginjal, dan daging kelenjar perut anak sapi. Peneliti-peneliti telah melaporkan, pada umumnya, bahwa konsumsi daging atau makanan laut (seafood) meningkatkan risiko serangan-serangan gout, dimana konsumsi makanan susu kelihatannya mengurangi risiko ! Pemasukan protein atau konsumsi sayuran yang kaya purine tidak dihubungkan dengan suatu peningkatan risiko gout. Pemasukan alkohol total dihubungkan kuat dengan suatu peningkatan risiko gout (beer dan liquor adalah terutama faktor-faktor yang kuat). Pengurangan berat badan dapat bermanfaat dalam menurunkan risiko dari serangan-serangan gout yang berulang. Ini paling baik dikerjakan dengan mengurangi lemak makanan dan pemasukan kalori, digabungkan dengan suatu program latihan aerobic yang teratur. Ada tiga aspek pada perawatan dengan obat dari gout. Pertama, penghilang-penghilang nyeri seperti acetaminophen (Tylenol) atau analgesik-analgesik lain yang lebih berpotensi digunakan untuk mengendalikan nyeri. Kedua, agent-agent antiperadangan seperti nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDS),colchicine, dan corticosteroids digunakan untuk mengurangi peradangan sendi. Akhirnya, obat-obat dipertimbangkan untuk mengendalikan kekacauan metabolisme yang mendasarinya yang menyebabkan hyperuricemia dan gout. Ini berarti merawat tingkat-tingkat asam urat yang naik di darah dengan obat-obat yang mengurangi tingkat-tingkat ini. NSAIDS seperti indomethacin (Indocin) dan naproxen (Naprosyn) adalah obat-obat antiperadangan yang efektif untuk gout akut. Obat-obat ini berangsur-angsur dikurangi setelah arthritis hilang. Efek-efek sampingan yang umum dari NSAIDS termasuk iritasi dari sistim pencernaan, pemborokan dari lambung dan usus-usus, dan bahkan perdarahan usus. Pasien-pasien yang mempunyai suatu sejarah alergi terhadap aspirin atau polip-polip hidung harus menghindari NSAIDS karena risiko dari suatu reaksi alergi yang kuat (anaphylactic). Colchicine untuk gout akut diberikan paling umum melalui mulut namun dapat juga diberikan secara intravena. Dengan cara melalui mulut, ia diberikan setiap jam atau setiap dua jam hingga ada suatu perbaikan nyeri yang signifikan atau pasien mengembangkan efek-efek sampingan pencernaan seperti diare yang parah. Efek-efek sampingan lain yang umum dari colchicine termasuk mual dan muntah. Corticosteroids, seperti prednisone, yang diberikan pada kursus-kursus yang singkat, adalah agentagent antiperadangan yang kuat untuk merawat gout akut. Mereka dapat diberikan secara oral atau disuntikan secara langsung kedalam sendi yang meradang. Corticosteroids dapat diresepkan pada pasien-pasien yang mempunyai persoalan-persoalan ginjal, hati, atau pencernaan yang mengiringinya. Penggunaan kronis jangka panjang dari corticosteroids tidak dianjurkan karena efekefek sampingan jangka panjang yang serius.
38
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Sebagai tambahan pada obat-obat untuk serangan-serangan gout akut, obat-obat lain dapat dikonsumsi melalui periode-periode yang berkepanjangan untuk menurunkan tingkat-tingkat asam urat darah. Menurunkan tingkat-tingkat asam urat darah mengurangi risiko dari serangan-serangan arthritis yang berulang, batu-batu ginjal, dan penyakit ginjal, dan juga secara perlahan memecahkan endapan-endapan tophi yang keras. Obat-obat yang digunakan untuk menurunkan tingkat asam urat darah bekerja dengan meningkatkan pengeluaran asam urat dari ginjal, atau dengan mengurangi produksi asam urat tubuh dari purine dalam makanan-makanan. Obat-obat ini umumnya tidak dimulai hingga setelah peradangan dari gouty arthritis akut telah mereda karena mereka dapat memperburuk serangan. Jika mereka telah dikonsumsi sebelum serangan, mereka diteruskan dan hanya disesuaikan setelah serangan telah hilang. Karena banyak pasien-pasien dengan tingkat-tingkat asam urat darah yang naik mungkin tidak mengembangkan serangan-serangan gout atau batu-batu ginjal, keputusan untuk perawatan dengan obat-obat yang menurunkan asam urat yang berkepanjangan harus dibedakan antara individu-individu. Probenecid (Benemid) dan sulfinpyrazone (Anturane) adalah obat-obat yang digunakan secara umum untuk mengurangi tingkat-tingkat asam urat darah dengan meningkatkan pengeluaran dari asam urat kedalam urin. Karena obat-obat ini dapat, pada kejadian-kejadian yang jarang menyebabkan batu-batu ginjal, mereka harus dihindari oleh pasien-pasien yang dengan suatu sejarah batu-batu ginjal. Obat-obat ini harus dikonsumsi dengan cairan yang banyak agar supaya memajukan jalan lintasan yang cepat dari asam urat keluar dari sistim urin dalam rangka untuk mencegah pembentukan batu. Allopurinol (Zyloprim) menurunkan tingkat asam urat darah dengan mencegah produksi asam urat. Ia sebenarnya menghalangi perubahan metabolisme dari purine-purine dalam makanan-makanan ke asam urat. Obat ini digunakan dengan hati-hati pada pasien-pasien dengan fungsi ginjal yang buruk, kerena mereka terutama sekali berisiko mengembangkan efek-efek sampingan, termasuk ruam kulit (rash) dan kerusakan hati. Sekali lagi, obat-obat yang menurunkan asam urat, seperti allopurinol, umumnya dihindari pada pasien-pasien yang sedang mempunyai serangan-serangan gout akut (kecuali mereka telah sedang menkonsumsi mereka). Untuk sebab-sebab yang tidak diketahui, obat-obat ini, ketika dimulai sewaktu suatu serangan akut, sebenarnya dapat memperburuk peradangan akut. Oleh karenanya, obat-obat yang menurunkan asam urat biasanya dimulai hanya setelah resolusi yang penuh dari serangan-serangan arthritis akut. Jika pasien-pasien telah sedang mengkonsumsi obat-obat ini, mereka dipertahankan pada dosis yang sama sewaktu serangan-serangan akut. Pada beberapa pasienpasiens, meningkatkan dosis dari obat-obat yang menurunkan asam urat dapat mempercepat serangan-serangan gout. Pada pasien-pasien ini, dosis-dosis yang rendah dari colchicine dapat diberikan untuk mencegah percepatan dari gout akut. Obat-obat yang lazim dipakai dirumah dapat mengurangi gejala-gejala gout akut termasuk istiahat dan menaikan sendi yang meradang. Penggunaan-penggunaan Ice-pack dapat membantu untuk mengurangi nyeri dan mengurangi peradangan. Pasien-pasien harus menghindari obat-obat yang mengandung aspirin, jika memungkinkan, karena aspirin mencegah pengeluaran ginjal dari asam urat.
39
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 SLE Definisi dan Jenis Lupus Lupus adalah suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh peradangan kronis dari jaringan-jaringan tubuh yang disebabkan oleh penyakit autoimun. Penyakit-penyakit autoimun adalah penykit-penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistim imunnya sendiri. Sistim imun adalah suatu sistim yang kompleks didalam tubuh yang dirancang untuk memerangi/melawan agen-agen yang menular, contohnya, bakteri-bakteri, dan penyerbu-penyerbu asing lainnya. Salah satu dari mekanisme yang digunakan oleh sistim imun untuk melawan infeksi-infeksi adalah produksi dari antibodi-antibodi. Pasien-pasien dengan lupus memproduksi antibodi-antibodi yang abnormal didalam darahnya yang mentargetkan jaringan-jaringan didalam tubuhnya sendiri dari pada agenagen menular asing. Karena antibodi-antibodi dan sel-sel peradangan yang mendampinginya dapat melibatkan jaringan-jaringan dimana saja didalam tubuh, lupus mempunyai potensi untuk mempengaruhi beragam area-area tubuh. Kadangkala lupus dapat menyebabkan penyakit kulit, jantung, paru-paru, ginjal, persendian-persendian, dan/atau sistim syaraf. Ketika hanya kulit yang terlibat, kondisi ini disebut lupus diskoid (discoid lupus). Ketika organ-organ internal yang terlibat, kondisi ini disebut lupus sistemik eritematosus (systemic lupus erythematosus, SLE). Kedua-duanya lupus diskoid dan lupus sistemik adalah lebih umum pada wanita dari pada pria (kirakira delapan kali lebih umum). Penyakit dapat mempengaruhi semua umur namun paling umum mulai dari umur 20 hingga umur 45. Lebih sering pada oranr-orang Amerika keturunan Afrika dan orang-orang keturunan China dan Jepang. Penyebab Lupus Alasan yang tepat untuk autoimun yang abnormal yang menyebabkan lupus masih belum diketahui. Gen-gen yang diwariskan, viris-virus, sinar ultraviolet, dan obat-obatan mungkin semuanya memainkan peran yang sama. Faktor-faktor genetik meningkatkan kecenderungan mengembangkan penyakit-penyakit autoimun, dan penyakit-penyakit autoimun seperti lupus, rheumatoid arthritis, dan kelainan-kelainan imun tiroid adalah lebih umum diantara saudara-saudara dari pasien-pasien dengan lupus dari pada populasi umum. Beberapa ilmuwan-ilmuwan percaya bahwa sistim imun pada lupus lebih mudah distimulasi oleh faktor-faktor eksternal seperti virus-virus atau sinar ultraviolet. Kadangkala, gejala-gejala lupus dapat dipercepat atau diperburuk oleh hanya suatu periode yang singkat dari ekspose pada matahari. Juga diketahui bahwa beberapa wanita dengan SLE dapat mengalami perburukkan dari gejalagejalanya sebelum periode-periode haidnya. Peristiwa-peristiwa ini, bersama dengan dominasi SLE pada wanita, menyarankan bahwa hormon-hormon wanita memainkan suatu peran yang penting pada ungkapan dari SLE. Hubungan hormon ini adalah suatu area yang aktif dari studi-studi oleh ilmuwan-ilmuwan yang sedang berjalan. Baru-baru ini, penelitian telah mendemontrasikan bukti bahwa suatu kunci kegagalan enzim untuk membuang sel-sel yang mati dapat berkontribusi pada pengembangan SLE. Enzim DNase1, umumnya mengeliminasi apa yang disebut "sampah DNA" ("garbage DNA") dan puing-puing sel-sel lainnya dengan mencincang mereka menjadi fragmen-fregmen kecil untuk memudahkan pembuangan. Peneliti-peneliti mematikan gen-gen DNase1 pada tikus-tikus. Tikus-tikus itu kelihatannya sehat pada waktu lahir namun setelah enam sampai delapan bulan, mayoritas dari tikustikus tanpa DNase1 menunjukkan tanda-tanda dari SLE. Jadi, suatu mutasi genetik didalam suatu gen yang dapat mengganggu pembuangan sampah sel-sel tubuh mungkin terlibat dalam permulaan dari SLE. Lupus yang diinduksi oleh Obat Lusinan dari obat-obatan telah dilaporkan memicu SLE; bagaimanapun, lebih dari 90% dari lupus yang disebabkan oleh obat terjadi sebagai suatu efek sampingan dari satu dari enam obat-obat berikut: hydralazine (digunakan untuk tekanan darah tinggi), quinidine dan procainamide (digunakan untuk aritmia/irama jantung
40
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 abnormal), phenytoin (digunakan untuk epilepsi), isoniazid [(Nydrazid, Laniazid), digunakan untuk TBC/tuberculosis], d-penicillamine (digunakan untuk rheumatoid arthritis). Obat-obat ini diketahui menstimulasi sistim imun dan menyebabkan SLE. Untungnya, SLE yang disebabkan oleh obat jarang terjadi (jumlahnya lebih kecil dari 5% dari SLE diantara semua pasien-pasien dengan SLE) dan umumnya hilang ketika obat-obatnya dihentikan. Gejala-Gejala dan Tanda-Tanda Lupus Pada lupus diskoid, secara khas hanya kulit yang terlibat. Kulit yang memerah (skin rash) pada lupus diskoid seringkali ditemukan pada muka dan kulit kepala. Umumnya merah dan mungkin mempunyai batasan-batasan yang menonjol. Rash dari lupus diskoid umumnya tidak sakit dan tidak gatal, namun luka yang meninggalkan parut dapat menyebabkan kehilangan rambut yang permanen. Dengan berjalannya waktu, 5%-10% dari pasien-pasien dengan lupus diskoid dapat mengembangkan SLE. Pasien-pasien dengan SLE dapat mengembangkan kombinasi-kombinasi yang berbeda-beda dari gejala-gejala dan keterlibatan organ. Keluhan-keluhan yang umum termasuk kelelahan, demam ringan, hilang nafsu makan, sakit otot-otot, arthritis, borok-borok (ulcers) dari mulut dan hidung, rash muka ("butterfly rash"), kepekaan yang tidak biasa terhadap sinar matahari (photosensitivity), peradangan dari lapisan yang mengelilingi paru-paru (pleuritis) dan jantung (pericarditis), dan sirkulasi yang miskin ke jari-jari tangan dan jari-jari kaki dengan ekspose pada hawa dingin (Raynaud's phenomenon). Keterlibatan organ yang lebih serius dengan peradangan terjadi di otak, hati/liver, dan ginjal. Sel-sel darah putih dan faktor-faktor pembeku darah juga dapat berkurang pada SLE, dengan demikian meningkatkan risiko dari infeksi dan perdarahan. Lebih dari separuh pasien-pasien dengan SLE mengembangkan suatu rash muka yang khas merah dan rata pada jembatan hidungnya. Karena bentuknya, dia seringkali disebut sebagai "butterfly rash" dari SLE. Rash ini tidak sakit dan tidak gatal. Rash muka bersama dengan peradangan pada organ-organ lain dapat dipercepat atau diperburuk oleh ekspose pada sinar matahari, suatu kondisi yang disebut photosensitivity. Photosensitivity ini dapat didampingi oleh perburukkan dari peradangan diseluruh tubuh, disebut suatu "nyala api (flare)" dari penyakit. Kebanyakan dari pasien-pasien dengan SLE akan mengembangkan arthritis selama perjalanan penyakitnya. Arthritis pada SLE umumnya melibatkan pembengkakkan, sakit, kekakuan, dan bahkan deformasi dari sendi-sendi kecil tangan, pergelangan-pergelangan, dan kaki-kaki. Kadangkala, arthritis dari SLE dapat meniru yang dari rheumatoid arthritis (penyakit autoimun lainnya). Peradangan dari otot-otot (myositis) dapat menyebabkan sakit otot dan kelemahan. Peradangan dari pembuluh-pembuluh darah (vasculitis) yang mensuplai oksigen ke jaringan-jaringan, dapat menyebabkan luka yang terisolasi pada suatu syaraf, kulit, atau suatu organ internal. Pembuluhpembuluh darah disusun dari arteri-arteri yang memberikan darah yang kaya oksigen ke jaringanjaringan tubuh dan vena-vena yang mengembalikan darah yang oksigennya sudah dihabiskan dari jaringan-jaringan ke paru-paru. Vasculitis dikarakteristikkan oleh peradangan dengan kerusakkan pada dinding-dinding dari berbagai pembuluh-pembuluh darah. Kerusakan itu menghalangi sirkulasi darah keseluruh pembuluh-pembuluh dan dapat menyebabkan luka pada jaringan-jaringan yang disuplai oleh pembuluh-pembuluh. Peradangan dari lapisan paru-paru (pleuritis) dan dari jantung (pericarditis) dapat menyebabkan sakit dada yang tajam. Sakit dada ini diperburuk oleh batuk, tarik napas yang dalam, dan perubahanperubahan posisi tubuh tertentu. Otot jantung sendiri jarang dapat menjadi meradang (carditis). Juga telah ditunjukkan bahwa wanita-wanita muda dengan SLE mempunyai suatu risiko yang meningkat signifikan dari serangan-serangan jantung dari penyakit arteri koroner. Peradangan ginjal pada SLE dapat menyebabkan kebocoran dari protein kedalam urin (air seni), penahanan cairan, tekanan darah tinggi, dan bahkan gagal ginjal. Dengan kegagalan ginjal, mesin-
41
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 mesin diperlukan untuk membersihkan darah dari racun-racun yang terakumulasi pada suatu proses yang disebut dialysis. Keterlibatan dari otak dapat menyebabkan perubahan-perubahan pribadi, kelainan-kelainan pemikiran (psychosis), seizures, dan bahkan koma. Kerusakkan pada syaraf-syaraf dapat menyebabkan kekebasan, kesemutan (tingling), dan kelemahan dari bagian-bagian tubuh yang terlibat atau kaki dan tangan. Keterlibatan otak disebut cerebritis. Banyak pasien-pasien dengan SLE mengalami kerontokkan rambut (alopecia). Seringkali, ini terjadi secara simultan dengan suatu peningkatan aktivitas penyakitnya. Beberapa pasien-pasien dengan SLE mempunyai Raynaud's phenomenon. Pada pasien-pasien ini, suplai darah ke jari-jari tangan dan jari-jari kaki menjadi terganggu atas ekspose pada udara dingin, menyebabkan pucat, perubahan warna kebiru-biruan, dan sakit pada jari-jari tangan dan kaki yang terekspose. Mendiagnosis Lupus Karena pasien-pasien dengan SLE dapat mempunyai suatu variasi yang besar dari gejala-gejala dan kombinasi-kombinasi berbeda-beda dari keterlibatan organ, tidak ada satu tes yang menetapkan diagnosis dari lupus sistemik. Untuk membantu dokter-dokter memperbaiki ketepatan diagnosis dari SLE, sebelas kriteria ditetapkan oleh American Rheumatism Association. Sebelas kriteria ini dihubungkan erat dengan gejala-gejala yang didiskusikan diatas. Beberapa pasien-pasien yang dicurugai mempunyai SLE mungkin tidak akan pernah mengembangkan cukup kriteria untuk suatu diagnosis yang pasti. Pasien-pasien lain mengakumulasi cukup kriteria hanya setelah pengamatan yang berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Ketika seseorang mempunyai empat atau lebih dari kriteria-kriteria ini, diagnosis SLE sangat dianjurkan. Meskipun demikian, diagnosis SLE dapat dibuat dalam beberapa tata cara pada pasien-pasien dengan hanya beberapa dari kriteria-kriteria klasik ini. Dari pasien-pasien ini, sejumlahnya mungkin kemudian mengembangkan kriteria-kriteria lain, namun banyak yang tidak pernah melakukannya. 11 kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis lupus sistemik eritematosus (systemic lupus erythematosus) adalah: malar (diatas pipi muka) "butterfly" rash discoid skin rash: kemerahan yang setengah-setengah yang dapat menyebabkan luka parut (scarring) photosensitivity: rash kulit sebagai reaksi pada ekspose sinar matahari borok-borok lapisan lendir (mucus membrane ulcers): borok-borok dari lapisan mulut, hidung atau tenggorokan arthritis: dua atau lebih pembengkakkan dan sendi-sendi yang lunak dari kaki-kaki dan tangan-tangan pleuritis/pericarditis: peradangan dari jaringan pelapis sekeliling jantung atau paru-paru, umumnya dihubungkan dengan sakit dada dengan bernapas kelainan-kelainan ginjal: jumlah-jumlah abnormal dari protein urin atau gumpalan-gumpalan dari elemen-elemen sel disebut casts iritasi otak (brain irritation): dimanifeskan oleh gangguan hebat (seizures, convulsions) dan/atau psychosis Kelainan-kelainan perhitungan darah: jumlah yang rendah dari sel-sel darah putih atau darah merah, atau platelets immunologic disorder: tes-tes imun yang abnormal termasuk antibodi-antibodi anti-DNA atau anti-Sm (Smith), tes darah untuk syphilis yang positif palsu, antibodi-antibodi anticardiolipin, lupus anticoagulant, atau positive LE prep test antinuclear antibody: tes positif antibodi ANA
42
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Sebagai tambahan pada 11 kriteria ini, tes-tes lain dapat membantu dalam mengevaluasi pasienpasien dengan SLE untuk menentukan keparahannya dari organ yang terlibat. Ini termasuk tes-tes rutin dari darah untuk mendeteksi peradangan (contohnya, suatu tes disebut sedimentation rate), tes kimia darah, analisa langsung dari cairan internal tubuh, dan biopsi-biopsi jaringan. Kelainankelainan pada cairan-cairan tubuh dan contoh-contoh jaringan (ginjal, kulit, dan biopsi-biopsi syaraf) dapat lebih lanjut mendukung diagnosis dari SLE. Prosedur-prosedur tes yang memadai untuk pasien dipilih secara individu oleh dokter. Perawatan Lupus sistemik Tidak ada penyembuhan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari perawatan adalah untuk meringankan gejala-gejala dan melindungi organ-organ dengan mengurangi peradangan dan/atau tingkat aktivitas autoimun didalam tubuh. Banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala ringan mungkin tidak memerlukan perawatan atau hanya pemberian sebentar-sebentar dari obat-obat antiperadangan. Mereka yang dengan penyakit yang lebih serius melibatkan kerusakan pada organorgan internal mungkin memerlukan dosis-dosis tinggi dari corticosteroids dalam kombinasi dengan obat-obat lain yang menekan sistim imun tubuh. Pasien-pasien dengan SLE memerlukan lebih banyak istirahat selama periode-periode waktu penyakit aktif. Peneliti-peneliti melaporkan bahwa kualitas tidur yang miskin adalah suatu faktor signifikan pada pengembangan kelelahan pada pasien-pasien dengan SLE. Laporan-laporan ini menekankan kepentingan untuk pasien-pasien dan dokter-dokter untuk menunjuk pada kualitas tidur dan efek dari depresi yang melatarbelakanginya, kurang latihan, dan strategi-strategi yang melingkupi perawatan diri atas kesehatan keseluruhan. Selama periode-periode ini, latihan yang diresepkan secara hati-hati masih tetap penting untuk memelihara kesehatan otot dan cakupan pergerakan dari sendi-sendi. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) membantu dalam mengurangi peradangan dan sakit pada otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan-jaringan lain. Contoh-contoh dari NSAIDs termasuk aspirin, ibuprofen (Motrin), naproxen (Naprosyn), dan sulindac (Clinoril). Karena respon individu pada NSAIDs berbeda-beda diantara pasien-pasien, adalah umum untuk seorang dokter untuk mencoba berbeda-beda NSAIDs untuk mencari satu yang paling efektif dengan paling sedikit efek-efek sampingan. Efek-efek sampingan yang paling umum adalah gangguan perut, sakit abdomen, borok-borok (ulcers), dan bahkan perdarahan borok. NSAIDs umumnya diminum dengan makanan untuk mengurangi efek-efek sampingan. Kadangkala, obat-obat pencegah borok-borok ketika meminum NSAIDs, seperti misoprostol (Cytotec), diberikan secara simultan. Corticosteroids lebih kuat/manjur dari pada NSAIDs dalam mengurangi peradangan dan memugar kembali fungsi ketika penyakit aktif. Corticosteroids terutama berguna ketika organ-organ internal terlibat. Corticosteroids dapat diberikan secara oral, disuntikkan langsung kedalam sendi-sendi dan jaringan-jaringan lain, atau dimasukkan melalui urat nadi (intravenously). Sayangnya, corticosteroids mempunyai efek-efek sampingan yang serius jika diberikan dalam dosis tinggi untuk periode-periode waktu yang panjang, dan dokter akan mencoba untuk memonitor aktivitas dari penyakit dalam rangka untuk menggunakan dosis terendah yang aman. Efek-efek sampingan dari corticosteroids termasuk penambahan berat badan, penipisan dari tulang-tulang dan kulit, infeksi, diabetes, muka yang bengkak, katarak, dan kematian (necrosis) dari sendi-sendi besar. Hydroxychloroquine (Plaquenil) adalah suatu obat antimalaria ditemukan terutama efektif untuk pasien-pasien SLE dengan kelelahan, penyakit kulit dan sendi. Efek-efek sampingan termasuk diare, gangguan perut, dan perubahan-perubahan pigmen mata. Perubahan-perubahan pigmen mata adalah jarang, namun memerlukan pengawasan (monitoring) oleh seorang dokter mata (ophthalmologist, spesialis mata) selama perawatan dengan Plaquenil. Peneliti-peneliti telah menemukan bahwa Plaquenil mengurangi secara signifikan frekwensi dari gumpalan-gumpalan darah abnormal pada pasien-pasien dengan SLE sistemik. Lebih dari itu, efeknya kelihatannya tidak tergantung dari
43
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 penekanan imun, menyiratkan bahwa Plaquenil dapat bekerja langsung mencegah darah menggumpal. Kerja yang mempesona ini menyoroti suatu alasan yang penting untuk pasien-pasien dan dokter-dokter untuk mempertimbangkan Plaquenil, terutama untuk pasien-pasien yang berada pada beberapa risiko dari gumpalan-gumpalan darah didalam vena-vena dan arteri-arteri, seperti yang dengan antibodi-antibodi phospholipid (cardiolipin antibodies, lupus anticoagulant, dan VDRL positif palsu). Ini berarti tidak hanya bahwa Plaquenil mengurangi kesempatan untuk mengembang kembali dari SLE, namun itu dapat juga menguntungkan dalam pengenceren darah untuk mencegah penggumpalan darah yang berlebihan secara abnormal. Untuk penyakit kulit yang resisten, obat-obat antimalarial lainnya, sepertichloroquine (Aralen) atau quinacrine, dipertimbangkan dan dapat digunakan dalam kombinasi dengan hydroxychloroquine. Obat-obat alternatif untuk penyakit kulit termasuk dapsone dan retinoic acid (Retin-A). Retin-A seringkali efektif untuk suatu bentuk seperti kutil yang tidak umum dari penyakit kulit lupus. Untuk penyakit kulit yang lebih berat, obat-obat peneken kekebalan (immunosuppressive medications) dipertimbangkan seperti dibawah. Obat-obat yang meneken imunitas (immunosuppressive medications) juga disebut obatobat cytotoxic. Obat-obat peneken imunitas digunakan untuk merawat pasien-pasien dengan manisfestasi-manifestasi yang lebih berat dari SLE dengan kerusakan pada organ-organ internal. Contoh-contoh dari obat-obat peneken kekebalan termasuk methotrexate (Rheumatrex, Trexall), azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil (Leukeran), dancyclosporine (Sandimmune). Semua obat-obat peneken kekebalan dapat menekan secara serius jumlah sel darah dan meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan. Efek-efek sampingan lainnya adalah khas untuk setiap obat. Contohnya, Rheumatrex dapat menyebabkan keracunan hati, sedangkanSandimmune dapat menggangu fungsi ginjal. Dalam tahun-tahun terakhir, mycophenolate mofetil (Cellcept) telah digunakan sebagai suatu obat yang efektif untuk lupus, terutama ketika dihubungkan dengan penyakit ginjal. Cellcept telah berguna dalam membalikkan lupus ginjal yang aktif (lupus renal disease) dan dalam memelihara remisi setelah itu ditetapkan. Profil efek sampingannya yang rendah lebih menguntungkan dibanding obat-obat penekan kekebalan tradisional. Pada pasien-pasien dengan penyakit otak atau ginjal yang serius, plasmapheresiskadangkala digunakan untuk membuang antibodi-antibodi dan bahan-bahan kekebalan lainnya dari darah untuk menekan kekebalan. Beberapa pasien-pasien SLE dapat mengembangkan tingkat-tingkat platelet rendah yang serius, dengan demikian meningkatkan risiko perdarahan yang berlebihan dan spontan. Karena limpa (spleen) dipercayai sebagai tempat utama dari penghancuran platelet, pembuangan dari limpa secara operasi kadangkala dilaksanakan untuk memperbaiki tingkat-tingkat platelet. Perawatan-perawatan lain termasukplasmapheresis dan penggunaan dari hormon-hormon pria. Plasmapheresis juga telah digunakan untuk membuang protein-protein (cryoglobulins) yang dapat menjurus pada vasculitis. Tahap akhir kerusakan ginjal dari SLE memerlukan cuci darah (dialysis) dan/atau suatu cangkok ginjal (kidney transplant). Penelitian baru-baru ini mengindikasikan keuntungan-keuntungan dari rituximab (Rituxan) dalam merawat lupus. Rituximab adalah suatu antibodi yang diinfus melalui urat nadi yang menekan suatu sel darah putih yang tertentu, sel B, dengan mengurangi jumlahnya didalam sirkulasi. Sel-sel B telah ditemukan memainkan suatu peran pusat pada aktivitas lupus, dan ketika mereka ditekan, penyakitnya cenderung menuju remisi. Pada pertemuan National Rheumatology tahun 2007, ada suatu makalah yang disajikan menyarankan bahwa tambahan makanan dari minyak ikan omega-3 dalam dosis rendah dapat membantu pasienpasien lupus dengan mengurangi aktivitas penyakit dan kemungkinan mengurangi risiko penyakit jantung
44
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 8: Diare 1. Apa yang anda tanyakan menghadapi pasien dengan diare? Onset : tiba tiba ? Durasi : akut atau kronis. Diare akut berlangsung kurrang dari 15 hari. Timing : kapan diareya terjadi. Diare yang terjadi pada malam hari selalu patologis Nature of stool : berair, lembek, apakah berlendir, adakah darah, bagaimana baunya dan apakah fesesnya mengambang Makanan yang dimakan : riwayat makanan selama 2 jam mungkin membantu, perhatikan makanan produk susu atau mungkin curiga keracunan Gejala penyerta Anggota keluarga yang mengalami gejala serupa Wabah diare di lingkungan sekitar 2. Bgimana patofisiologi dari diare tersebut? Diare osmotik : larutan yang tidak diabsorbsi meningkatkan tekanan onkotik intraluminal, sehingga menyebabkan keluarnya air dan inhibisi absorbsi H2O Diare sekretorik : stimulasi oleh mediator yang abnormal membuat sekresi ion aktif yang menyebabkan hilangnya cairan Eksudatif : inflamasi, nekrosis, dan pengelupasan mukosa kolon (gangguan integritas lapisan mukosa). Perubahan motilitas intestinal : fungsional, endokrin, neuropati otonom. Penurunan absorbsi permukaan 3. Apa penyebab diare? Diare osmotik : defisiensi laktase, insufisiensi pankreas, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, ingesti laktulosa atau sorbitol, penyalahgunaan pencahar Diare sekretorik : infeksi virus (rotavirus, norwalk virus), infeksi bakteri ( klolera, enterotoksigenik E coli, staphylococcus aureus), protozoa (giardia), kelainan yang disertai AIDS, obat ( teofilin, kolkisin, diuretik), keganasan. Eksudatif : infeksi baterial (campylobacter, samonella, shigella, yersinia, enterotoksigenik atau invasif E Coli, vibrio parahemoliticus, clostridium difficile colitis, E. Hystolytica, chron disease, kemoterapeutik kanker Perubahan motilitas intestinal : DM, insufiensi adrenal , hypertirois, pencahar, antibiotik, IBS, dll. Penurunan absorbsi permukaan : karena manipulasi operasi yang luas pada usus 4. Bagaimana gambaran klinis dari diare tersebut? Secara klinis diare dibagi menjadi dua golongan : koleriform yaitu gejala yang terdiri dari cairan saja dan disentriform : diare dengan lendir kental dan kadang darah. Berdasarkan kemungkinan penyebabnya :
45
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 a. Diare non inflamatori : diare dengan banyak air, tanpa darah, kram periumbilikal, perut kembung, mual dan muntah. Kemungkinan dsisebabkan oleh ETEC, S. Aureus, Bacillus cereus, C. Perfringes. Manifestasi klinis disebabkan karna toksin pada uus halus b. Diare inflamatori : diare dengan darah ( disentri) disertai demam, sedikit air, kram pada abdomen kuadran kiri bawah, tenesmus, terdapt lendir dalam feses. Kemungkinan disebabkan oleh EHEC, C. Difficile, shigellosis, salmonelosis, campylobacter, amoebiasis Diare akut akibat infeksi sering disertai gejala : mual, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, dan demam. Kekuangan cairan akan menyebabkan pasien merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Asidosis metabolik akan menyebabka pernapasan menjadi cepat dan dalam (kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi menjadi cepat (>120 kali permenit), tekanan daah menurun sampai tidak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium bisa menimbulkan aritmia jantung. Perfusi dinjal dapat menurun bhingga menimbulkan anuria (volume urine <50cc/24jam) dan bisa terjadi nekrosis tubular akut. Manifes berdasarkan penyebab: a. Kolera: masa inkubasi 3-6 hari. Diare diserai dengan tinja yang encer/lembek, diikuti dengan cairan seperti air cucian beras berbau amis. Disertai dengan mual dan muntah. Tanda penting : dehidrasi (turgor kulit jelek, mata dan pipi cekung), jari jari keriput, syok b. Disentri basiler: inkubasi beberapa jam sampai 3 hari. Diare dengan lendir dan darah, tenesmus, demam, sakit perut dan dehidrasi c. Amebiasis : inkubasi 2-4 minggu. Ada kolitis ringan sampai berat ditandai dengan diare rrekuren dan ambominal cramp, kadang berubah menjadi konstipasi. Ada berak darah dan lendir, sakit perut, hiperperistaltik, meteorismus, nyeri tekan perut bagian bawah d. Salmonelosis : masa ikubasi 10-14 hari. Diare atau konstipasi disertai dengan malaise,sakit kepala, nyeri abdomen, suara serak dan batuk
46
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 5. Bagaimanakah anda mendiagnosis diare tersebut?
47
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 6. Apakah yang anda lakukan untuk menerapi diare tersebut? Diare akut : a. Rehidrasi : metode pierce berdasarkan klinis : - dehidrasi ringan :hilang cairan 2-5%BB dengan gambaran klinis turgor kurang, suara serak (vox choleric), pasien belum jatuh ke dalam presyok. Kebutuhan cairan =5% X BB (kg) - dehidasi sedang : hilang cairan 5-8%BB dengan gambaran klinis turgor buruk, suara serak, pasien jatuh ke dalam keadaan presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Kebutuhan cairan =8% X BB (kg) - dehidrasi berat : hilang cairan 8- 10 % BB dengan gejala klinis tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot kaku dan sianosis. Kebutuhan cairan = 10% X BB (kg) metode daldiyono : Klinis skor Rasa haus/ muntah 1 Tekanan darah sistolik 60-90 mmhg 1 Tekanan darah sistolik <60 mmhg 2 Nadi >120 x/menit 1 Kesadaran apatis 1 Kesadaran somnolen, stupor, koma 2 RR >30 x/menit 1 Facies cholerica 2 Vox cholerica 2 Turgor kulit menurun 1 Washer woman hand 1 Ekstremitas dingin 1 Sianosis 2 Usia 50-60 th -1 Usia >60 th -2 Kebutuhan cairan = skor/15 X 10% X kg BB X 1 liter. Bila skor <3 dan tidak ada syok hanya diberikan cairan eroral sebanyak mungkin (sedikit demi sedikit) bila skor ≥3 maka diberi cairan IV Tahapan pemberian cairan : Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisiasi) : jumlah total kebutuhan cairan diberikan langsung dalam dua jam ini agar tercapai rehidrasi optimal dengan cepat Satu jam berikutnya (tahap kedua) : pemberian diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan bedasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss
48
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 b. Diet : pasien tidak dianjurkan puasa kecuali bila muntah muntah hebat. Pasien dianjurkan untuk minum yang banyak (bukan minuman berkarbonasi, berkafein atau bealkohol) dan makan makanan yang mudah dicerna. Sebaiknya menghindari minum susu sapi karena adanya defisiensi laktase transien karena virus atau bakteri c. Medikamentosa Hati hati bila menggunakan obat antimotilitas karena akan memperlama penyembuhan penyakit Oralit (reduced osmolarity ORT) dalam 1 gelas air setiap setelah BAB cair dan zinc 20 mg/hari selama 10 hari Obat yang mengeraskan tinja : antapulgite 4X2 tab/ hari, diberikan tiap diare sampai diare berhenti Obat antisekretorik atau antienkephalkinase : hidrasec 3 X1 tab/hari Terapi definitif Penyebab obat Dosis/hari Jangka waktu Cholera tetrasiklin 4 x 500 mg kotrimoksazol 2 x 3 tab (awal) 2 x 2 tab 6 hari kloramfenikol 4 x 500 mg 7 hari E coli salmonelosis Ampisilin 4 x 1 gram 10 hari kotrimoksazol 4 x 500 mg 10 hari siprofloksasin 2 x 500 mg 3-5 hari Shigelosis Ampisilin kloramfenikol 4 x 500 mg 5 hari Amebiasis metronidazol 4x 500 mg 3 hari Giardiasis metronidazol 3 x 250 7 hari kandidosis mikosatatin 3 x 500000 U 10 hari Virus 7. Kapan anda merujuk pasien dengan diare? Indikasi untuk rujuk: a. Kasus parah yang mungkin infeksius atau memerlukan IV replacement b. Kasus kronis c. Diagnosis tidak jelas Referensi : Panduan belajar Ilmu penyakit dalam, FK UGM 2010 Art of therapy soladiratas 2002.blogspot.com, pustaka cendekia press 2008 A primer on family medicine practice, Goh lee gan. Singapore International Foundation 2004 Harisson‟s Principle of Internal Medicine 17th ed mc graw hill company 2009 At a glance medicine, patrick davey , penerbit erlangga 2005
49
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 9: Ikterik Jenis penyakit gangguan metabolism bilirubin: 1. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi 2. Hiperbilirubinemia terkonjugasi. Tipe ikterik: 1. Prehepatik (hemolisis) – akibat produksi bilirubin belebihan (hemolisis sel darah). Penyebab lain penyakit darah anemia sel sabit, anemia hemolitik & penyakit infeksi (malaria) 2. Hepatik – adanya kerosakan parenkim hati. Penyebab = hepatitis, sirosis hepatis, tumor hati dll. 3. Post hepatik – adanya bendungan dalam saluran hempedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke usus halus. Penyebab di duktus koledukus = stenosis/fibrosis, tumor pankreas. *ikterik bila kadar bilirubin darah >51µmol/L (>30mg/dL) Penyebab: 1. Hemolisis – menghasilkan 3-5mg/dL (>51-86µmol/L). Hemolisis sedang + penyakit ringan = Ikterus berat. 2. Sindrom Gilbert (pada dewasa muda) – gangguan pengambilan biliribun dari plasma berfluktuasi antara 2-5mg/dL (34-86µmol/L), meningkat dengan berpuasa dan keadaan stress lainnya. Bedanya dengan: Hepatitis – tidak terdapat empedu dalam urin, fraksi bilirubin indirek yang dominan. Hemolisis – tidak terdapat anemia dan retikulosit. 3. Sindrom Crigler-Najjar – kekurangan glukosa-miltranferase. Autosome resesif tipe I (lengkap/komplit) – hiperbilirubinemia berat, meninggal pada umur 1 tahun. Autosome resesif tipe II (parsial) – hiperbilirubinemia sedang (<20mg/dL / <42µmol/L) Fenobarbital – hasilkan glukoronil transferase (kurangin kuning) 4. Sindrom Dubin-Johnson (autosome resesif) – Ikterus tanpa keluhan, bedanya dengan syndrome Gilbert ialah bilirubin konjugasi + empedu di urin, pigmentasi hati. Tipe hiperbilirubinemia konjugasi kolestasis.
50
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 1. Kolestasis intrahepatik –ikterus obstruktif Keracunan obat, hepatitis, penyakit hati kerna alcohol dan hepatitis autoimmune (jarang, >wanita) Kolengitis sklerasis primer (> lelaki) Obat2an acetaminophen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klopromazin & steroid estrogenic. 2. Kolestasis ekstrahepatik Batu duktus koledokus, kanker pancreas, pancreatitis, kolengitis sklerosing. Terdapat campuran hiperbilirubinemia, tinja pucat, gata (empedu dsirkulasi) Steathorrhea & hipoprothrombinemia pada biliary cirrhosis, karna gangguan empedu di penyerapan Vit.K dan lemak. 1. Apakah yang anda tanyakan saat menghadapi patient ikterik? Anamnesis: History:
Durasi, SS –fever? Pain? Weight loss? Anorexia? dll Medikasi, riwayat obatan (quinacrine-antiprotozoa,antirheumatik & phenols, Rifampicin,probenecid, ribavirin dll) RPS, RPD, RPK Kontak dengan penderita hepatitis? Travel? Exposure? Pernah transfuse darah/suntikan? Tattoo? Sexual kontak? Warna urin&feces - Bilirubin dalam urin (negative? – hiperbilirubinemia indirect & mungkin sindrom Gilbert dan bukan karna hepatobiliari)
SS: urin lebih kuning/gelap, tinja pucat, gatal menyeluruh. Kronik – kulit kehitaman.
Intrahepatik – yellowish jaundice Extrahepatik – greenish jaundice.
DDx:
Carotenoderma – patient sehat/normal, carotene berlebihan dalam sayur dan buah. Pseudoikterus –kekuningan pada kulit/telap tangan, banyak makan makanan mengandung beta-carotene (squash,lemon, papaya &wartel) Medikasi sudden onset right upper quadrant pain & shaking pain – choledocholithiasis/ ascending cholangitis.
2. Pemeriksaan yang anda lakukan pada patient ikterik. General: status gizi patient.
51
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 PEx:
temporal & proximal muscle wast ing (long-standing disease) –pancreatic cancer/cirrhosis chronic liver disease –spider nevi, palmar erythema, caput medusa Enlarged left supraclavicular node (Virchow‟s node) or periumbilical nodule (sister mary joseph‟s nodule) – abdominal malignancy. Jugular vein distensi – CHF/hepatic congestion. Right pleural effusion – Cirrhosis Murphy‟s sign +ve – cholecystitis/ascending cholangitis Ascites – chirrosis Gross enlargement nodular liver/obvious abd. Mass –malignancy.
3. Pemeriksaan penunjang patient ikterik Lab:
Total & direk serum bilirubin + fractionation, aminotransferase, alkaline phosphatase, albumin & prothrombin time (PT) test. ALT/AST meningkat – hepaocellular problem. Alkaline phosphatase meningkat – cholestatic problem. Alkoholik hepatitis seringnya AST:ALT ialah 2:1 Blood test Albumin rendah – chronic (cirrhosis/cancer). Normal albumin – acute (viral hepatitis/choledocholithiasis) PT (meningkat? – kekurangan Vit. K) ST & MRI Sal. Bilier. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatogaphy) Biopsi hati.
4. Apakah tanda-tanda kegawatan (Emergency):
Lethargy, aneroxic (nafsu makan kurang/hilang) Abdominal pain Muntah, dehidrasi (syok)
5. Nasehat kepada patient dan keluarga patient. Mengambil vaksinasi HBsAg untuk hepatitis –bagi keluarga, traveler, close kontak dengan pesakit hepatitis. Menjaga kebersihan makanan, tempat tinggal. Jika mengambil obatan, diberhentikan atau konsul pada dokter yang merawat. Mengurangi makanan protein dan berlemak seperti telur, daging, ikan dll
52
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 6. Prinsip terapi ikterik
53
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 10: Edema dan Ascites 1. Bagaimana patofisiologi terjadinya pitting edema dan non pitting edema? Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh yang terjadi akibat ketidakseimbangan factor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya air dari intravascular ke interstitium. Volume cairan interstitial dipertahankan oleh hukum Starling. Factor yang terlibat adalah perbedaan tekanan hidrostatik intravascular dengan ekstravascular(P), perbedaan tekanan osmotic(π) dan permeabilitas kapiler(Kf). Kecepatan perpindahan cairan(Fm) yang membentuk edema diformulasikan sebagai berikut: Fm=Kf(P-π) Pitting edema Pitting edema can be demonstrated by applying pressure to, for example, the skin of a swollen leg, by depressing the skin with a finger. If the pressing causes an indentation in the skin that persists for some time after the release of the pressure, the edema is referred to as pitting edema. Actually, any form of pressure, such as from the elastic part of socks, can induce the pitting of this edema. Edema is can be caused by systemic diseases, that is, diseases that affect the various organ systems of the body. The most common systemic diseases that are associated with edema involve the heart, liver, and kidneys. In these diseases, edema occurs primarily because of the body's retention of too much salt (which is the chemical compound sodium chloride). The excess salt holds excess water in the interstitial tissue spaces, where the retained surplus of fluid is recognized as edema. Idiopathic (of unknown cause) edema, also sometimes called cyclical edema, occurs most often in women and just prior to each menstrual period. Wher as edema for local conditions involving just the affected extremities The most common local conditions that cause edema are varicose veins and thrombophlebitis (a blood clot with inflammation of the veins) of the deep veins of the legs. These conditions can cause inadequate pumping of the blood by the veins (venous insufficiency). The resulting increased back-pressure in the veins forces fluid to leak into the interstitial tissue spaces, where the retained excess fluid is recognized as edema. Non pitting edema In non-pitting edema, which usually affects the legs or arms, pressure that is applied to the skin does not result in a persistent indentation. Non-pitting edema can occur in certain disorders of the lymphatic system such as lymphedema, which is a disturbance of the lymphatic circulation that may occur after a radical mastectomy, or congenital lymphedema. Another cause of non-pitting edema of the legs is called pretibial myxedema, which is a swelling over the shins that occurs in some patients with hypothyroidism (underactive thyroid gland). Non-pitting edema of the legs is difficult to treat. Diuretic medications are generally not effective, although elevation of the legs periodically during the day and compressive devices may reduce the swelling.
54
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Pathophysiology lymphedema The normal function of the lymphatics is to return proteins, lipids, and water from the interstitium to the intravascular space; 40-50% of serum proteins are transported by this route each day. High hydrostatic pressures in arterial capillaries force proteinaceous fluid into the interstitium, resulting in increased interstitial oncotic pressure that draws in additional water. Interstitial fluid normally contributes to the nourishment of tissues. About 90% of the fluid returns to the circulation via entry into venous capillaries. The remaining 10% is composed of high molecular weight proteins and their oncotically associated water, which are too large to readily pass through venous capillary walls. This leads to flow into the lymphatic capillaries where pressures are typically subatmospheric and can accommodate the large size of the proteins and their accompanying water. The proteins then travel as lymph through numerous filtering lymph nodes on their way to join the venous circulation. In a diseased state, the lymphatic transport capacity is reduced. This causes the normal volume of interstitial fluid formation to exceed the rate of lymphatic return, resulting in the stagnation of high molecular weight proteins in the interstitium. It usually occurs after flow has been reduced by 80% or more. The result, as compared to other forms of edema that have much lower concentrations of protein, is high-protein edema, or lymphedema, with protein concentrations of 1.0-5.5 g/mL. This high oncotic pressure in the interstitium favors the accumulation of additional water. Accumulation of interstitial fluid leads to massive dilatation of the remaining outflow tracts and valvular incompetence that causes reversal of flow from subcutaneous tissues into the dermal plexus. The lymphatic walls undergo fibrosis, and fibrinoid thrombi accumulate within the lumen, obliterating much of the remaining lymph channels. Spontaneous lymphovenous shunts may form.Lymph nodes harden and shrink, losing their normal architecture. In the interstitium, protein and fluid accumulation initiates a marked inflammatory reaction. Macrophage activity is increased, resulting in destruction of elastic fibers and production of fibrosclerotic tissue. Fibroblasts migrate into the interstitium and deposit collagen. The result of this inflammatory reaction is a change from the initial pitting edema to the brawny nonpitting edema characteristic of lymphedema. Consequently, local immunologic surveillance is suppressed, and chronic infections, as well as malignant degeneration to lymphangiosarcoma, may occur. The overlying skin becomes thickened and displays the typical peau d'orange (orange skin) appearance of congested dermal lymphatics. The epidermis forms thick scaly deposits of keratinized debris and may display a warty verrucosis. Cracks and furrows often develop and accommodate debris and bacteria, leading to lymphorrhea, the leakage of lymph onto the surface of the skin.
55
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 2. Penyakit / kelainan apa saja yang bermanifestasi edema? Penyebab umum edema: I. Penurunan tekanan osmotic Sindrom nefrotik Sirosis hepatis Malnutrisi II. Peningkatan permeabilitas vascular terhadap protein Angioneuritik edema III. Peningkatan tekanan hidrostatik Gagal jantung Sirosis hepatis IV. Obstruksi aliran limfe Gagal jantung V. Retensi air dan natrium Gagal ginjal Sindrom nefrotik VI. Penurunan kadar albumin Kwashiorkor VII. Lymphedema Filiariasis VIII. Obat-obatan OAINS Antihipertensi Hormon steroid Cyclosporine Growth hormone Immunoterapi IX. Allergi 3. Bagaimana perjalanan penyakit dan gambaran klinis penyakit-penyakit dengan manifestasi edema: Gagal jantungSaat jantung mulai gagal memompa darah, darah akan terbendung pada sistem vena dan saat yg bersamaan volume darah pada arteri mulai berkurang. Pengurangan pengisian arteri ini akan direspons oleh reseptor volume pada pembuluh darah arteri yg memicu aktivitas sistem saraf simpatis yg mengakibatkan vasokonstriksi sbg usaha mempertahankan curah jantung yg memadai. Akibat vasokonstriksi maka suplai darah akan diutamakn ke pembuluh otak,jantung dan paru, sementara ginjal dan organ lain akan mengalami penurunan aliran darah. Akibatnya, ginjal akan menahan natrium dan air.
56
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Gagal ginjalPada pasien yg gagal ginjal, fungsi ginjal untuk mengekskritasi garam dalam urin akan terganggu atau terhad. Dalam kondisi ini, jumlah garam dalam badan akan meningkat mengakibatkan retensi air dan kemudian mengakibatkan edema.
Sindroma nefrotik-Ada 2 mekanisme i. Mekanisme underfilling : terjadinya edema disebabkn rendahnya kadar albumin serum yg mengakibatkan rendahnya tekanan osmotic plasma, kemudian diikuti peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstitial. Akibatnya volume darah akan berkurang(underfilling) selanjutnya mengakibatkan perangsangan sekunder sistem rennin-angiotensin-aldosteron yg meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. ii. Mekanisme overfilling : terdapat kelainan bersifat primer yg mengganggu ekskresi natrium pada tubulus distalis. Akibatnya terjadi peningkatan volume darah, penekanan sistem rennin-angiotensin dan vasopressin. Kondisi volume darah yg meningkat(overfilling) yg disertai dgn rendahnya tekanan osmosis plasma menyebabkan transudasi cairan dari kapiler ke interstitial sehingga terjadi edema. Malnutrisi(kwashiorkor)-sama seperti mekanisme underfilling. Disebabkan rendahnya kadar albumin serum yg mengakibatkan rendahnya tekanan osmotic plasma.
Sirosis hepatisDitandai oleh fibrosis jaringan hati yg luas dgn pembentukan nodul. Fibrosis hati yg luas disertai dgn distorsi struktur parenkim hati menyebabkan peningkatan tahanan sistem porta diikuti pembentukan pintas portosistemik. Semakin banyak pembentukan pintas, vasodilatasi semakin berat menyebbkn tahanan perifer menurun. Tubuh mentafsir penurunan VDAE. Reaksi utk melawan adalah meningkatnya tonus saraf simpatisvasokonstriktor , RAA dan ADH.
Keganasan -Some types of cancer cause swelling. For example, one of the first symptoms of ovarian cancer is often extreme abdominal swelling caused by fluid accumulation. Kidney cancer can cause generalized swelling and facial puffiness, and liver cancers may cause abdominal swelling.
4. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan atau menyingkirkan penyebab edema: dirujuk aja buku skills labnya ya… Memebedakan pitting sama non pitting : shin bone ditekan(bahagian tibialis anterior yg gak ada otot), kemudian digosok dan diliat kembali ke asal atau gak.kalau gak kembali,bermakna pitting. The physician examining a patient who has congestive heart failure with fluid retention looks for certain signs. These include:
57
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
pitting edema of the legs and feet, rales in the lungs (moist crackle sounds from the excess fluid that can be heard with a stethoscope), a gallop rhythm (three heart sounds instead of the normal two due to muscle weakness), and distended neck veins. The distended neck veins reflect the accumulation of blood in the veins that are returning blood to the heart.
5. Pemeriksaan penunjang apa saja diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit dengan manifestasi edema? EKG X-Ray AGD/ABG CBC Urinalysis Tes faal hati Tes fungsi ginjal Biopsy USG Peripheral blood smear Prick test (any allergic test) 6. Bagaimana terapi penyakit / kelainan dengan manifestasi edema sesuai dengan penyebabnya? Prinsip terapi edema a) Penanganan penyakit yg mendasari b) Mengurangi asupan natrium dan air baik dari diet maupun intravena c) Meningkatkan pengeluaran natrium dan air-diuretik sbg palliative bkn kuratif(jenis2 diuretics dirujuk di IPD aja ya), menaikkan kaki di atas level dr atrium kiri Heavy loss of protein in the urine In this situation, the patients have normal or fairly normal kidney function. The heavy loss of protein in the urine (over 3.0 grams per day) with its accompanying edema is termed the nephrotic syndrome. Nephrotic syndrome results in a reduction in the concentration of albumin in the blood (hypoalbuminemia). Since albumin helps to maintain blood volume in the blood vessels, a reduction of fluid in the blood vessels occurs. The kidneys then register that there is depletion of blood volume and, therefore, attempt to retain salt. Consequently, fluid moves into the interstitial spaces, thereby causing pitting edema. The treatment of fluid retention in these patients is to reduce the loss of protein into the urine and to restrict salt in the diet. The loss of protein in the urine may be reduced by the use of ACE inhibitors and angiotensin receptor blockers (ARB's). Both categories of drugs, which ordinarily are used to lower blood pressure, prompt the kidneys to reduce the loss of protein into the urine.
58
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Impaired kidney (renal) function In this situation, patients who have kidney diseases that impair renal function develop edema because of a limitation in the kidneys' ability to excrete sodium into the urine. Thus, patients with kidney failure from whatever cause will develop edema if their intake of sodium exceeds the ability of their kidneys to excrete the sodium. The more advanced the kidney failure, the greater the problem of salt retention is likely to become. The most severe situation is the patient with end-stage kidney failure who requires dialysis therapy. This patient's salt balance is totally regulated by dialysis, which can remove salt during the treatment. Dialysis is a method of cleansing the body of the impurities that accumulate when the kidneys fail. Dialysis is accomplished by circulating the patient's blood over an artificial membrane (hemodialysis) or by using the patient's own abdominal cavity (peritoneal membrane) as the cleansing surface. Individuals whose kidney function declines to less than 5% to 10% of normal may require dialysis. Liver cirrhosis The presence or absence of edema in patients with cirrhosis and ascites is an important consideration in the treatment of the ascites. In patients with ascites without edema, diuretics must be given with extra caution. Diuresis (induced increased volume of urine by use of diuretics) that is too aggressive or rapid in these patients can lead to a low blood volume (hypovolemia), which can causekidney and liver failure. In contrast, when patients who have both edema and ascites undergo diuresis, the edema fluid in the interstitial space serves as somewhat of a buffer against the development of low blood volume. The excess interstitial fluid moves into the blood vessel spaces to rapidly replenish the depleted blood volume. 7. Kapan anda harus merujuk pasien dengan edema? Bila penggunaan obat tidak mengurangkan edema, penanganan yg memerlukan operasi atau transplantasi, dan penyakit yg memerlukan penangan specialis( eg:autoimmune disease ) 8. Edukasi apa yang perlu diberikan kepada pasien dan/atau keluarganya dengan manifestasi edema Tergantung penyakitnya: gagal jantung : sesuaikan aktivitas dgn keadaan fisik,hentikan merokok,diet rendah garam sirosis hepatis:hentikan alcohol, tirah baring, diet rendah protein? GN:istirahat,diet tinggi protein SN:istirahat sampai edema tinggal sedikit,diet rendah cholesterol, garam Umumnya :olahraga teratur,berhenti merokok, diet disesuaikan,hindari stress,tirah baring, nutrisi adekuat
59
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 11: Dyspepsia 1. Apa yang saudara tanyakan menghadapi pasien dg gejala dispepsia? Dyspepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berulang atau kronis, berpusat di abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman didefinisikan sebagai perasaan negatif yang bersifat subjektif, yang bukan nyeri, dan dapat dimasukkan sebagai variasi gejala termasuk early satiety, bloating, nausea dan/atau rasa penuh pada abdomen atas. Dyspepsia terbagi menjadi 2 jenis: a. Organic Dyspepsia: dyspepsia yang didasari suatu penyakit yang diperkirakan menjadi sebab gejala tersebut, seperti kolelitiasis, ulkus peptikum, pankreatitis, dsb. b. Functional Dyspepsia: dyspepsia yang tidak ditemukan penyakit yang mendasarinya sesudah dilakukan pemeriksaan. Selain itu ada juga yang mengkategorikan dispepsia menjadi 4 macam, yaitu: Dispepsia akibat gangguan motilitas, keluhan yang menonjol kembung, nyeri ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Dispepsia akibat tukak, keluhan nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman/discomfort disertai muntah. Dispepsia akibat refluks, Dispepsia tidak spesifik. Yang perlu ditanyakan OLD CHART, terutama: Durasi nyeri sudah berapa lama untuk menentukan akut atau kronis, akut – curiga emergensi. Lokasi nyeri menentukan organ yang mengalami kelainan, sesuai pembagian foregut, midgut, dan hindgut, ataupun lokasi referral nyeri dari organ. Faktor-faktor yang memperberat dan memperingan hubungan nyeri dengan makan, Gastric ulcer: makan – nyeri bertambah, Duodenal ulcer: makan – nyeri berkurang; hubungan nyeri dengan keadaan emosi – curiga dispepsia fungsional; Antasida – pada GERD dan duodenal ulcer antasida mengurangi rasa nyeri. Gejala apa yang menyertai rasa tidak nyaman/nyeri? Bila ada dysphagia (kesulitan menelan/makan), odynophagia (nyeri saat menelan/makan), unexplain weight loss, perdarahan sedikit ataupun masif, atau adanya massa yang teraba “ALARM” signal, indikasi untuk evaluasi dengan endoscopy, radiografi, atau bedah. Lifestyle: Apa pasien sedang menggunakan NSAID? Sudah berapa lama konsumsi NSAID? curiga ulcer akibat konsumsi NSAID jangka panjang. Apa pasien merokok atau konsumsi alkohol? 2. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien dengan gejala dispepsia? Lihat keadaan umum ikterik atau tidak, vital sign demam atau tidak, dan pemeriksaan fisik abdomen. Pada pemeriksaan abdomen, cari tanda-tanda kelainan fisik yang mendasari rasa nyeri seperti nyeri pada deep palpation curiga ulkus, pembesaran hepar, atau Murphy‟s sign dan Boa sign pada Cholesisititis.
60
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Konsensus Roma III (2006) Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati/epigastrik, rasa terbakar di epigastrium. Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk di dalamnya pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut. Keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis ditegakkan. 3. Penyakit dan kelainan apa yang menimbulkan dispepsia? seperti jawaban no.1 4. Bagaimana perjalanan penyakit dan gambaran klinis penyakit dengan gejala dispepsia?
61
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 5. Pemeriksaan penunjang apa yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus dengan gejala dispepsia? Tes PPI curiga dispepsia fungsional Urea breath test dan serologi infeksi H.pylori Endoskopi gastritis, gastric/duodenal ulcer X-ray dengan barium meal kontras ganda gastric/duodenal ulcer Biopsi gastric/duodenal ulcer 6. Apa kemungkinannya pada kasus dengan dispepsia yang berhubungan dengan keadaan emergensi? Terutama pada kasus dispepsia organik yang akut seperti acute cholecystitis, liver abscess, pankreasitits akut (kuliah dr. Hendro Wartatmo, Sp.B blok 3.3). Selain itu bisa juga pada kasus ulkus dengan perdarahan masif ada takikardia dan tanda-tanda syok hipovolemik lain, juga perlu penanganan darurat. 7. Bagaimana penatalaksanaan kasus dispepsia sesuai dengan masalah atau diagnosisnya? Dispepsia fungsional: PPI, H2 antagonis Infeksi H.pylori: eradikasi dengan PPI+Amoksisilin+Klaritromisin atau PPI+Metronidazole+Klaritromisin atau PPI+Metronidazole+Tetrasiklin Gastric/Duodenal Ulcer: PPI, H2 antagonis, Sukralfat, Koloid bismuth Algoritma Manajemen Dispepsia (sumber: NICE)
62
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
63
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
64
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 12: Perdarahan Saluran Cerna Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari lig.Treitz. Penyebab tersering dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss dan keganasan. Kemungkinan pasien dtg dgn 1) anemia defisiensi besi akibat perdarahan yg berlangsung lama, 2) hematemesis atau melena disertai atau tanpa anemia,dgn atau tanpa gangguan hemodinamik. Derajat hipovolemi menentukan tingakat kegawatan pasien.
Haematemesis - muntah darah
Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) adalah perdarahan yg berasal dari usus di sebelah bawah lig.Treitz. Karakteristik klinik dari perdarahan cerna bagian bawah :
Melena - tinja yg bewarna hitam dgn bau yg khas umumnya menunjukkan perdarahan di SCBA atau usus halus. Untuk memastikan keterangan melena yg didapatkan dari anamnesis, dpt dilakukan pemeriksaan digital rectum. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol, obat2 yg mengandung besi (obat tambah darah) dpt menyebabkan faeces mnjd hitam. Hematokezia -darah segar yg keluar melalui anus dan merupakan manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. (lazimnya kolon sebelah kiri) Darah samar (occult) – terjadi bilamana ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah warna feses. Perdarahan dpt diketahui dgn tes guaiac (menentukan adanya haemoglobin).
1. Dalam anamnesis yg perlu ditekankan pada perdarahan sal. cerna : Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yg keluar Riwayat perdarahan sebelumnya Riwayat perdarahan dlm keluarga Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain Penggunaan obatan terutama anti inflamasi non-steroid dan anti koagulan Kebiasaan minum alkohol mencari kemungkinan adanya pnykt hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, DM, hipertensi, alergi obat-obatan Riwayat transfusi sebelumnya SCBB – riwayat hemoroid dan IBD penting ditanyakan 2. Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menetukan beratnya perdarahan dgn memfokuskan pada status hemodinamik pasien. Pemeriksaannya meliputi : Tek. darah dan nadi posisi baring Perubahan ortostatik tek.darah dan nadi Ada tidaknya vasokonstriksi (akral dingin) Kelayakan napas Tingkat kesadaran Produksi urin
65
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Pemeriksaan fisik yg perlu diperhatikan : Stigmata penyakit hati kronik Suhu badan dan perdarahan di tmpt lain Tanda- tanda kulit dan mukosa penyakit sistematik yg bisa disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pd sindrom peutzJegher. 3. Pada pasien dgn kondisi hemodinamik yg tidak stabil harus dirawat inap. Perdarahan akut dlm jumlah besar >20% volume intravaskular akan mengakibatkan kondosi hemodinamik tidak stabil,dgn tanda2 berikut : Hipotensi ( <90/60mmHg atau MAP <70mmHg) dan frekuensi nadi >100/menit Tek.diastolik ortostatik turun >10mmHg atau sistolik turun >20mmHg Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15/menit Akral dingin Kesadaran menurun Anuria atau oliguria (produksi urin <30ml/jam) 4. Pemeriksaan penunjang yg bisa dilakukan : Pemeriksaan darah- gol.darah, kadar Hb,Hct, trombosit,lekosit, bleeding time, clotting time, PPT dan aPTT. Elektrokardiogram ; terutamanya pasien berusia >40thn BUN, kreatinin serum, Elektrolit (Na,K,Cl) Endoskopi
Manifestasi klinik pd umumnya Aspirasi nasogastrik Rasio (BUN/kreatinin) Auskultasi usus
Perdarahan SCBA Hematemesis dan/ melena
Perdarahan SCBB Hematokesia
Berdarah Meningkat >35 Hiperaktip
<35 Normal
5. Pasien dtg dlm kondisi hemodinamik tidak stabil/ shok (lihat no.3) 6. Pada pasien dgn kondisi tidak stabil, diberikan infus cairan kristaloid dan dipasang monitor CVP (central venous pressure) utk memulihkan tanda vital dan biar kondisi pasien tetap stabil. Melakukan transfusi jika diperlukan. 7. Spesialis penyakit dlm
66
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 8. Prinsip terapi adalah menghentikan perdarahan dan kondisi hemodinamik pasien stabi (resusitasi) serta penyebab perdarahan diobati Tindakan umum 1. Resusitasi 2. Lavas lambung 3. Hemostatika 4. Antasida dan simetidin
·
Tindakan khusus - Medik intensif 1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik 2. Sterilisasi dan lavement usus 3. Beta broker 4. Infus vasopresin 5. Balontamponade 6. Sklerosis varises endoskopik 7. Koagulasi laser endoskopik 8. Embolisasi varises transhepatik · Tindakan bedah 1. Tindakan bedah darurat 2. Tindakan bedah elektif 9. Nasehat yg dapat diberikan : jika pasien mendapatkan obat NSAIDs disarankan untuk distop pengobatannya. hindari alkohol menyarankan supaya pasien meningkatkan intake makanan yg mengandung kadar ferum yg tinggi (bayam, hati..)
67
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 13: Polyuria Dan Polydipsia Definisi Polyuria
Polydipsia
: >3L urin per 24 jam. Perlu dibedakan dengan urinary frequency (jawa: beser), tapi pada kenyataannya susah untuk membedakan kedua kondisi tersebut. Kalau urinary frequency ini bisa jadi volume urinnya <3L/24 jam. Jadi harus anamnesis denganbaik. : rasa haus yang terus-menerus sehingga pasien cenderung untuk minum terus.
1. Apa yang harus ditanyakan pada pasien dengan polyuria dan polydipsia? Tanyakan dulu karakteristik BESERnya, berapa banyak volumenya, berapa sering mondarmandi WC → untuk membedakan apakah dia frequency atau benar-benar (truely) polyuria. Kalau sudah baru masuk ke RPS, RPD, RPK. INTINYA kita punya DD 3 penyakit, yaitu : a. Diabetes melitus b. Diabetes insipidus c. Primary polidipsia Sebenarnya, polyuria itu dapat disebabkan oleh 2 mekanisme: a. Ekskresi larutan yang nonabsorbable. Contohnya glukosa (pada DM). b. Ekskresi air. Contohnya pada diabetes insipidus, primary polydipsia. Untuk membedakan keduanya, harus ada pemeriksaan osmolaritas.
68
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Berikut ini akan dijabarkan ANAMNESIS dari ketiga penyakit tersebut, nah kalau ada pasien datang dengan polyuria dan polydipsia kita harus tanyakan pertanyaan-pertanyaan untuk tegakkan diagnosis dari 3 DD tersebut. Mari kita mulai dari DIABETES MELITUS dulu. Anamnesis KU
DM tipe 1 Salah satu dari : Polydipsia, polyuria, weight loss, ketoasidosis Sisanya jadi gejala penyerta hehe (tergantung mana yang paling ganggu menurut pasien, tp biasanya yang BB turun)
Onset Lokasi
Usia muda <30 tahun
Durasi
Kronis progresif
Karakteristik Biasanya genetis gitu, terus seringnya pada anak-anak, dewasa jarang karena biasanya udah keburu mati duluan sebelum jadi dewasa. Penampakannya tuh juga kurus-kurus. Aggrevating Gejala-gejala memberat kalau gula darah naik. Infeksi (pneumonia, uti, GE, sepsis), infark, obat (koakain), hamil, insulin ga cukup → pemicu diabetes ketoasidosis Relieving Keluhan lain -Tadi udah banyak disebutin di KU. Gejala yang ga dominan menurut pasien ya masukin ke sini aja :P -GIT: diare, gastroparesis, gangguan genitourinari, infeksi, katarak, glaucoma RPD -Dulu pernah kayak gini? Udah pernah dikasih apa? -Karena pasien mostly anak2, tanyakan riwayat tumbuh kembangnya! KMS nya gimana? Imunisasi gimana? Riwayat persalinan gmn? → eksklusi gangguan tumbuh kembang, infeksi kronis baik saat intrauteri ataupun postnatal, BBLR, dll. RPK Life style
Adakah keluarga yang seperti ini dulu? Pola makan, ASI. Olahraga?
69
DM tipe 2 Sering asimptomatis. Tapi biasanya datang pas udah ada komplikasi mikrovaskular (retinopati, neuropati, nefropati) atau makrovaskular (CAD, PAD,CVD) (tergantung mana yang paling ganggu menurut pasien, sisanya jadi gejala penyerta hehe) Usia lebih tua >30 tahun Macem-macem, bisa di mata, saraf tepi, jantung, vasa, otak Tergantung keparahan (lihat tabel pemeriksaan tambahan yaa) Biasanya obese, terus ada metabolik syndrome (central obese, hiperglikemi, hipertensi, dislipidemia). Itu merupakan beberapa RF terjadinya resistensi insulin yang menimbulkan DM tipe 2. Gejala-gejala memberat kalau gula darah naik. Infeksi (pneumonia, uti, GE, sepsis), infark, obat (koakain), hamil, insulin ga cukup → pemicu diabetes ketoasidosis -Tadi udah banyak disebutin di KU. Gejala yang ga dominan menurut pasien ya masukin ke sini aja :P - GIT: diare, gastroparesis, gangguan genitourinari, infeksi, katarak, glaukoma -Tanyakan komplikasi apa aja yang pernah muncul (dari mata, saraf, ginjal, jantung, vasa, otak)? Ada gangguan di situ ga (gimana penglihatannya, luka ga sembuh2, cvd, dll)? -Tanyakan RF dari resistensi insulin: obese, obat TB, metabolik synd, kehamilan, acromegaly, cushing‟s, gagal ginjal, kistik fibrosis, polikistik ovari, werner‟s. Adakah keluarga yang seperti ini dulu? Pola makan (banyak kolesterol, tinggi, ASI. Olahraga? Stress?
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Sekarang lanjut ke DIABETES INSIPIDUS Anamnesis KU Onset Lokasi Durasi Karakteristik Aggrevating Relieving Keluhan lain RPD
Polyuria, polydipsia Tergantung sebabnya, tapi biasanya setelah ada penyakit yang mendahului
Jangan lupa bedakan polyuria dengan frequency!
Simptomp hipernatremia: tergantung tingkat keparahan (confusion, seizure, hipertensi, gagal jantung, edema, anorexia, nausea, muscle weakness). Apakah pernah hipofisektomi? Trauma kepala? Tumor di otak/metas ke otak? Meningitis, ensefalitis sebelumnya? Granuloma (sarkoid, TB, sifilis)? Kelainan vaskular pada otak? Histiocytosis? → etiologi diabetes insipidus SENTRAL (hormon ADH mengalami gangguan). Adakah penyakit ginjal kronis? Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia)? Obat-obatan (litium, demeklosiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen, amfolarisin, vinblastin, kolkisin)? Sickle cell disease? Gangguan diet (air berlebih, ↓intake NaCl, ↓intake protein)? Multiple myeloma? Amiloidosis? Sjorgen‟s disease? Sarkoidosis? → etiologi diabetes insipidus NEFROGENIK (hormon ADH baik-baik saja, tapi ginjalnya tidak berespon terhadap ADH).
RPK Life style Yang terakhir, PRIMARY POLYDIPSIA Anamnesis KU Polyuria, polidipsia Onset Lokasi Durasi Karakteristik Sulit dibedakan dengan diabetes insipidus, sehingga harus dilakukan pemeriksaan tambahan. Aggrevating Relieving Keluhan lain RPD Ada kelainan jiwa ga? Penyakit pada hipotalamus? Obat-obatan (thioridazine, chlorpromazine, antikolinergik)? RPK Life style Kebiasaan minum banyak?
70
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 1. Pemeriksaan fisik? DIABETES MELITUS Pemeriksaan DM tipe 1 KU Lemah, kurus Vital sign Biasanya normal, tapi kalau udah komplikasi jadi DKA (diabetic ketoacidosis jadi tachycardi, hipotensi, tachypnea pola Kussmaul, letargik)
BB/TB Kepala
Leher Thorax
Abdomen
Ekstremitas
DM tipe 2 Obese, lemah BP bisa tinggi. HR variatif tergantung ada komplikasi makrovaskular ga. RR usually in normal limit. Tapi kalau udah komplikasi jadi DKA (diabetic ketoacidosis jadi tachycardi, hipotensi, tachypnea pola Kussmaul, letargik) Obese, walau bisa aja sih ga obese. Apakah ada : Mata cowong, mukosa kering, luka, lnn, massa, edema periorbital, (exclude dehidrasi, infeksi, sindrom nefrotik). Periksa mata: terutama visus dan segmen posterior. Biasanya normal.
Wasting Apakah ada : Mata cowong, mukosa kering, luka, lnn, massa, edema periorbital, (exclude dehidrasi, infeksi, sindrom nefrotik). Periksa mata: terutama visus dan segmen posterior. Lnn ada infeksi ga? Bisa saja si anaknya pake infeksi segala. Kelainan di jantung dan paru dilihat. Lihat apakah ada komplikasi pada Tanda DKA: kussmaul, shortness jantung? Cardiovascular disease breath. seperti CHF. Tanda DKA: kussmaul, shortness breath. Lihat tanda-tanda ada DKA ga : Lihat tanda-tanda ada DKA ga : abdominal pain, tenderness. Mual abdominal pain, tenderness. Mual muntah. muntah. Inspeksi: ada luka, ulkus, bau ga Inspeksi: ada luka, ulkus, bau ga Pemeriksaan neuro (sensor motor). Pemeriksaan neuro (sensor motor) Peripheral artery disease: raba Peripheral artery disease: raba pulsasi pulsasi a. Femoralis, a.brachialis, a. Femoralis, a.brachialis, a.tibialis, a.tibialis, a.dosalis pedis. a.dosalis pedis. Bandingkan sama Bandingkan sama atau gak. atau gak.
DIABETES INSIPIDUS DAN PRIMARY POLYDIPSIA Pemeriksaan KU Tergantung kausanya. Kalau kausanya keganasan, penyakit ginjal disease ya biasanya lemah, kurus gitu. Tapi kalau karena penggunaan obat-obatan ya biasa aja. Vital sign Yang harus diwaspadai: apakah ada tanda dehidrasi atau tidak? Karena kalau pasien polyuria tapi tidak diimbangi intake air yang cukup maka itu yang berbahaya. BB/TB Normal atau tergantung kausa nya. Kepala Perhatikan post trauma atau post operasi, tumor metas. Tanda dehidrasi : mata cowong, bibir kering. Leher
71
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Thorax Abdomen Ekstremitas
Kelainan ginjal, tanda dehidrasi: turgor kulit. Tanda dehidrasi
2. Pemeriksaan penunjang? a. Pemeriksaan glukosa
Kriteria penegakan Dx untuk DM: Munculnya simotomp-simptomp hiperglikemia (polyuria, polydypsia, BB turun, visual blurring, genital thrush, letargik) DAN random plasma glucose (gula darah sewaktu) >200 mg/dl (11,1 mmol/L) or Fasting plasma glucose (FPG)/ gula darah puasa (tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam) sebesar >126 mg/dl (7,o mmol/L) or Two-hour plasma glucose (2hPG) >200 mg/dl (11,1 mmol/L) Kalau kriteria menurut ADA, 2010 : bisa salah satu kriteria di atas DAN HbA1c > 6,5% b. Pengujian untuk penegakan diabetes insipidus (PAPDI halaman 2050) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test. Fluid deprivation. Uji nikotin. Uji vasopressin.
72
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 3. Penyakit penyebab (DD)? Diabetes melitus Diabetes insipidus Primary polidipsia 4. Yang harus dirujuk yang bagaimana? Diabetes insipidus dan primary polidipsia dirujuk! Diabetes melitus sudah komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. 5. Kemana harus merujuk? Diabetes melitus umumnya dirujuk ke Sp.PD terutama sub bagian endokrin. Namun untuk komplikasi ke retina dapat dirujuk ke dokter mata. Untuk diabetes insipidus dan primary polydipsia juga ke spesialis dalam. 6. Nasehat (edukasi)? DIABETES MELITUS Tujuan: menjaga kadar glukosa mendekati normal serta mencegah hipoglikemi. Harus jelaskan kepada pasien mengenai patofisiologi penyakitnya, pengobatan yang harus dilakukan, komplikasi yang mungkin terjadi, memodifikasi gaya hidup, dan cara pengobatan. Modifikasi EXERCISE Lakukan olahraga minimal 5x/seminggu @min.30 menit. Olahraga harus yang continous (berkelanjutan, bukan minggu ini rajin, terus 2 minggu males), rhytmic (kontraksi-relaksasi bergantian, ex. joging, renang), interval (pelaan, terus lebih cepat, terus cepet), progressive (porsi latian bertambah), endurance (melatih ketahanan). Max HR: JANGAN LEBIH DARI 80%(220-usia) supaya tidak heart attack. Modifikasi DIET 1. Jadwal makan: 6x sehari tapi porsi dikiitt2. 2. Jenis makanan: fat <30%, KH<50-60%, protein 15-20%, gula maks.25 gr/hari, Na <6 gr/dl tapi kalau hipertensi <3 gr/dl. 3. Jumlah makanan: jangan banyak-banyak porsinya sekali makan.
NUTRITION and DIET
Ideal body weight:
Men (<160 cm) Height in cm – 100 = …Kgs ( >160 cm) 90% (Height in cm – 100)= …Kgs Women (<150 cm) Height in cm – 100 = …Kgs (>150 cm) 90% (Height in cm – 100)= …Kgs Normoweight: 90-110% (Ideal BW) or BMI 18,5 – 25 30 calories/KgBW/day Underweight: <90% (Ideal BW) or BMI < 18,5 40 calories/Kg BW/day Overweight: 110 - 120% (Ideal BW) or BMI 25-30 20 calories/Kg BW/day Obese: >120 % (ideal BW) or BMI >30 20
73
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab14: Hematuria, Proteinuria dan Dysuria Hematuria Definition: 1. Microscopic hematuria defined as > 5 RBC/hpf on urine microscopy 2. Gross hematuria – red, pink, brown, tea-colored or coca-cola colored urine 1. Keadaan yang disertai hematuria Renal causes: Neoplasia, Glomerulonephritis, Tubulointersitial Nephritis, Policystic Kidney, Papillary Necrosis, Infection (pyelonephritis), trauma Extrarenal causes: calculi, infection (cystitis, prostatitis, uretritis), trauma (stones). 2. Pertanyaan yang diajukan ke pasien dgn keluhan hematuria: adanya riwayat gumpalan/bekuan darah di urin menunjukan extraglomerular cause of hematuria. Adanya riwayat demam, abdominal pain, dysuria, frequency, eneuresis pada older children mungkin dapat dicurigai sebagai urinary tract infection sebagai kausa dari hematuria. riwayat trauma pada abdomen dapat mengindikasikan hydronephrosis. Riwayat adanya bengkak periorbital pada pagi hari, peningkatan berat badan, oliguria, adanya urin warna gelap, adanya edema atau hipertensi dapat menunjukkan ke kausa glomerular. Hematuria due to glomerular causes is painless. A history of a recent throat or skin infection may suggest postinfectious glomerulonephritis. A history of joint pains, skin rashes, and prolonged fever in adolescents suggests a collagen vascular disorder. Kalo ada anemia, biasanya tidak dikarnakan krn hematuria sendiri. Biasanya ada pykt penyerta. Jika hematuria dan pucat, kondisi spt SLE dan bleeding diathesis perlu dipertimbangkan Skin rashes and arthritis can occur in Henoch-Schönlein purpura and systemic lupus erythematosus. Information regarding exercise, menstruation, recent bladder catheterization, intake of certain drugs or toxic substances, or passage of a calculus may also assist in the differential diagnoses. RPK! Because certain diseases that present with hematuria are inherited or familial, asking for a family history that is suggestive of Alport syndrome, collagen vascular diseases, urolithiasis, or polycystic kidney disease is important.
74
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 3. Pemeriksaan Px Fisik: the most important step is to measure the blood pressure (with an appropriate-sized cuff) and evaluate for the presence of periorbital puffiness (sembab) or peripheral edema. A detailed skin examination is necessary to look for purpura. Adakah nyeri abdomen? An abdominal examination is indicated to look for palpable kidneys (Wilms tumor or hydronephrotic kidneys). A careful examination of the genitalia is also important 4. Pemeriksaan penunjang: hal 67 5. Keadaan hematuria yang harus dirujuk Information needed for referral: 1. At least 3 urinalyses over a 2-3 week period to confirm diagnosis. Significant hematuria is >5 RBC/hpf on urine microscopy. 2. BP measurements to check for hypertension 3. Urine culture 4. Urine calcium-creatinine ratio. (Normal ratio is less than 0.2 for children above 6 years of age). 5. Urine dipstick on family members (parents and siblings) to check for hematuria 6. Renal function panel (electrolytes, BUN, creatinine, albumin) 7. Renal and bladder US with gross hematuria (provide copies of the written report and saved images on CDs for those studies not performed at Inland Imaging or Rockwood Clinic 8. Growth chart (pediatric) Indications for Immediate Evaluation of Hematuria and Referral to a Nephrologist: 1. Hypertension 2. Edema 3. Decreased urine output 4. Elevated creatinine 5. Hematuria associated with proteinuria 6. Presence of RBC casts in the urine 7. Renal mass or abnormalities in US 6. Kemana harus merujuk Urologist, ahli ginjal 7. Nasehat yang haru diberikan: Diet: Dietary modification is usually not indicated except for children who may have a tendency to develop hypertension or edema as a result of their primary disease process (eg, nephritis). In these patients, a low sodium diet may be helpful. In addition, a diet containing the recommended daily amount (RDA) for calcium plus a low-salt diet may be beneficial in children with hypercalciuria and hematuria. Activity Activities of a child with asymptomatic, isolated hematuria should not be restricted. However, these children and their parents should be informed that strenuous exercise may aggravate hematuria. Restrictions in physical activities may be indicated in children with severe hypertension or cardiovascular disease.
75
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Proteinuria Normal protein urine excretion: <150mg/d, tersusun <30mg/d albumin Definition Proteinuria: 1. > 1+ in urine dipstick with specific gravity < 1.015 2. > 2+ in urine dipstick with specific gravity > 1.015 3. Urine protein-creatinine ratio > 0.2 1. Keadaan yang disertai hematuria Renal causes: UTI, ortostatic proteinuria, glomerulonephritis, peningkatan BP, DM, myeloma, amylid Extrarenal: fever, exercise, pregnancy, vaginal mucus, recent ejaculation, CCF, 2. Pertanyaan yang diajukan ke pasien dgn keluhan hematuria: In most patients, proteinuria is asymptomatic and is detected upon screening, such as in patients with hypertension or diabetes, or at the time of an insurance medical examination. Because proteinuria occurs frequently in the absence of serious underlying renal disease, considering the more common and benign causes of proteinuria first is important. Questions to be asked include the following: Is this transient proteinuria? This may be associated with physical exertion and fever. Is this orthostatic proteinuria? It typically is observed in tall thin adolescents or adults younger than 30 years. It may be associated with severe lordosis. Renal function is normal and albuminuria usually is less than 1 g/d. Is this due to a nonrenal disease (eg, severe cardiac failure, sleep apnea)? Renal function is normal and proteinuria usually is less than 1 g/d. Microalbuminuria frequently is observed in association with hypertension and the early stages of diabetic nephropathy. Are symptoms present that suggest nephrotic syndrome or significant glomerular disease? Have changes occurred in urine appearance (eg, red/smoky, frothy)? Did this occur in relation to an upper respiratory tract infection? Is edema (eg, ankle, periorbital, labial, scrotal) present? Has the patient ever been told his or her blood pressure is elevated? Has the patient ever been told his or her cholesterol is elevated? Is a history of multisystem disease or other cause of glomerular disease present? Is a past or family history of kidney disease (including pregnancy related) present? Does the patient have diabetes mellitus? For how long? Are eye diseases or other complications present? Is a family history of diabetes mellitus present? Does it include kidney disease? Is any chronic inflammatory disease (eg, systemic lupus erythematosus [SLE]) or rheumatoid arthritis present? Does the patient have any joint discomfort, skin rash, eye symptoms, or symptoms of Raynaud syndrome? Riwayat pengobatan! Is the patient taking any medication, including over-thecounter or herbal remedies?
76
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
RPD! Are any past health problems, such as jaundice, tuberculosis, malaria, syphilis, or endocarditis, present? Review system! Are any other systemic symptoms, such as fever, night sweats, weight loss, or bone pain, present? Does the patient have any risk factors for HIV or hepatitis? Are symptoms present that suggest complication(s) of nephrotic syndrome? Does the patient have any loin pain (pinggang), abdominal pain, breathlessness, pleuritic chest pain, or rigors?
3. Pemeriksaan Assess intravascular volume status by examining the jugular venous pulse (JVP), erect and supine pulse and blood pressure, and heart sounds. Assess extravascular volume status, looking for edema (eg, ankle, leg, scrotal, labial, pulmonary, periorbital), ascites, and pleural effusions. Examine for signs of systemic disease (eg, retinopathy, rash, joint swelling or deformity, stigmata of chronic liver disease, organomegaly, lymphadenopathy, cardiac murmurs). Examine for such complications as venous thrombosis or peritonitis. 4. Pemeriksaan penunjang: hal 68 5. Keadaan yang harus dirujuk Indications for Immediate Evaluation of Proteinuria and Referral to a Nephrologist: Proteinuria > +3 or +4 on urine dipstick or urine protein-creatinine ratio greater than 2.0 Edema Decreased urine output Elevated creatinine Proteinuria associated with hematuria or RBC casts Abnormal complement levels 6. Kemana harus merujuk Nephrologist 7. Nasehat Evaluation normally is conducted on an outpatient basis unless the patient develops a complication of severe nephrotic syndrome. All patients with evidence of glomerular disease or any reduction in renal function should be referred to a nephrologist. Medical care can be considered as having 2 components as follows: - Nonspecific treatment that is applicable irrespective of the underlying cause, assuming the patient has no contraindications to the therapy - Specific treatment that depends on the underlying renal or nonrenal cause Nonspecific treatment - The degree of proteinuria depends on the integrity of the GCW (charge and size selectivity) and the intraglomerular pressure. Intraglomerular pressure is controlled by both the afferent arteriole, which transmits systemic blood pressure to the glomerulus, and the efferent arteriole.
77
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 -
-
-
-
-
-
-
-
Normalization of systemic blood pressure in a patient with hypertension[8] should result in a reduction in intraglomerular pressure and a fall in albuminuria. Some vasodilatory antihypertensives (eg, hydralazine and nifedipine) dilate the afferent arteriole, which may attenuate the reduction in intraglomerular pressure despite the fall in arterial blood pressure. As a consequence, these agents may not reduce proteinuria to the same degree, particularly if systemic blood pressure is not adequately reduced at the same time the afferent arteriole is dilated. Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEIs) and angiotensin-receptor antagonists (AT1-ra) reduce intraglomerular pressure by inhibiting angiotensin–II-mediated efferent arteriolar vasoconstriction. These groups of drugs have a proteinuria-reducing effect independent of their antihypertensive effect. Other hemodynamic and nonhemodynamic effects of ACEIs may partly explain the renoprotective properties of this group of drugs, such as reduced breakdown of bradykinin (an efferent arteriolar vasodilator), restoration of size and charge selectivity to the GCW, and reduced production of cytokines that promote glomerulosclerosis and fibrosis, such as TGF-beta. Target blood pressure is less than 125/75 mm Hg. The dose of ACEI should be increased as tolerated until this blood pressure is achieved. Normotensive patients with proteinuria also should be given ACEIs because low doses usually are well tolerated and do not usually cause symptomatic hypotension. Patients who develop adverse effects from ACEIs, such as cough, should be given an AT1-ra. Patients also may develop angioedema due to the increase in bradykinin levels that accompany the use of ACEIs. This adverse effect also warrants cessation of treatment. An AT1-ra may be used instead. Patients with mild hyperkalemia should receive dietary counseling. Those with significant hyperkalemia should have the medication immediately discontinued and should be administered a potassium-binding resin. Patients with edema should have salt and water restrictions (see Diet). Patients with fluid overload should be treated with diuretics. The use of diuretics in patients with nephrotic syndrome requires careful attention because patients may be refractory to normal doses of diuretics due to reduced delivery to the renal tubule (reduced albumin transport). Use a combination of diuretics acting at different sites of the nephron (eg, loop diuretic ± thiazide ± spironolactone). These patients, at the same time, may have intravascular volume depletion and, as a consequence, may be at risk of acute renal failure due to exacerbation of volume depletion. The routine use of albumin infusion combined with diuretics is not advocated in patients with nephrotic syndrome. Most patients diurese with a loop diuretic or a combination of diuretics. The addition of albumin may improve natriuresis in patients with refractory salt and water retention, but the potential benefits must be offset against cost and risks of albumin infusion, including the possibility of exacerbating fluid overload. No evidence-based recommendations are available for the treatment of hyperlipidemia associated with nephrotic syndrome, and, as such, this is a controversial topic. o The lipid abnormalities in these patients usually are not responsive to dietary measures.
78
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Diet
o In patients in whom proteinuria is reduced, by specific or nonspecific treatment, dyslipidemia usually improves. o In patients with persistent proteinuria and lipid abnormalities, many nephrologists now treat the secondary lipid abnormalities, particularly if these patients have other risk factors for vascular disease. Unfortunately, patients with severe nephrotic syndrome frequently are only partially responsive to lipid-lowering agents (eg, statin group).[9] - Recommendations on anticoagulation for patients with nephrotic syndrome also are not evidence-based and are equally controversial. o Due to urinary losses associated with coagulation inhibitors, such as antithrombin III and protein S and C, these patients are hypercoagulable. o The risk of thrombosis appears highest in patients with membranous glomerulonephritis. Numerous case reports have been published pertaining to the development of renal vein thrombosis (usually presents as acute onset of gross hematuria and back pain) in patients with membranous glomerulonephritis. o While some nephrologists advocate treating patients with Coumadin, most do not prophylactically anticoagulate these patients unless the patients have a second risk factor for venous thrombosis, such as immobility. Some nephrologists recommend the use of heparin (5000 U subcutaneously bid) as prophylactic anticoagulation in those patients with serum albumin levels of less than 2.5 mg/dL. - Patients with nephrotic syndrome are at increased risk of infection. The risk is greatest for bacterial infection (including spontaneous bacterial peritonitis) due to renal losses of immunoglobulin and complement components. No data, however, advocates the routine use of prophylactic antibiotics or immunoglobulin infusions. Specific treatment o This depends on the nature of the underlying glomerular injury and, in particular, whether or not the injury is immune mediated. o For details on specific treatment for the various glomerular diseases, see the relevant eMedicine articles.
Patients with nephrotic syndrome and fluid overload should have a salt-restricted diet. A "noadded-salt" diet usually is sufficient, although some patients may need restrictions of up to 40 mmol/d. The issue of dietary protein restrictions is controversial. o Evidence exists that indicates a protein restriction may slow down the rate of deterioration in the GFR in patients with glomerular diseases, including diabetic nephropathy. The presumed mechanism is a reduction in intraglomerular pressure. o However, concern exists that protein-restricted diets may increase the risk of protein malnutrition, and other methods of reducing intraglomerular pressure, such as the use of ACEIs, may be safer than protein restriction. o Most nephrologists recommend no restrictions or mild restriction in protein intake (0.8-1 g/kg/d). The role of cholesterol restriction is discussed in Medical Care.
79
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 15: Inkontinensia Urin Inkontinensia Urin adalah terjadinya pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlah, yang mengakibatkan masalah social dan higienitas pasiennya. TIPE dan PENYEBAB 1.
Inkontinensia Urin Akut (Reversible); yaitu inkontinensia yang terjadi secara mendadak, berkaitan dengan sakit akut/iatrogenic yang menghilang bila kondisi akut teratasi atau problem medikasi dihentikan. Penyebab inkontinensia Urin Akut (DRIP): Delirium, yang merupakan gangguan kognitif akut yg dilatarbelakangi oleh dehidrasi, infeksi paru, gangguan metabolit dan elektrolit. Delirium dapat menyebabkan proses hambatan reflex miksi berkurang. Restricted Mobility, Retention, misalnya gangguan musculoskeletal, tirah baring dan perawatan di Rumah sakit. Inkontinensia urin akut terutama pada laki-laki sering berkaitan dengan retensi urin akibat hipertrofi prostat. Infection, Inflammation, Impaction. Inflamasi dan infeksi saluran kemih bawah akan meningkatkan frekuensi, urgensi dan dapat mengakibatkan inkontinensia. Skibala dapat mengakibatkan obstruksi mekanik pada bagian distal kandung kemih aik pada laki-laki maupun perempuan yang selanjutnya menstimulasi kontraksi otot detrusor involunter. Polyuria, Pharmaceuticals. Kondisi yang mengakibatkan polyuria seperti hiperglikemia, hiperkalsemia, minum banyak, pemakaian diuretika. Beberapa golongan obat seperti diuretika, anti kolinergik, psikotropika, analgesic-narkotik, dll.
2.
Inkontinensia Urin Kronik (Persistent); yaitu inkontinensia yang tidak berhubungan dengan kondisi akut dan berlangsung lama. Kelainan mendasar pada inkontinensia persistent yaitu: 1) kegagalan penyimpanan urin pada kandung kemih akibat hiperaktif/penurunan kapasitas kandung kemih/lemahnya tahanan saluran keluar; dan 2) kegagalan pengosongan kandung kemih karena melemahnya kontraksi otot detrussor/meningkatnya tahanan aliran keluar. Tipe Inkontinensia urin persistent: Inkontinensia tipe Urgensi, ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Penyebab inkontinensia persistent: 1). Motorik, disebabkan oleh lesi pada sistem saraf pusat (Mis. Stroke, parkinsonism, tumor otak, sklerosis multiple, atau lesi pada medulla spinalis suprasakral). 2). Sensorik, disebabkan oleh hipersensitivitas kandung kemih akibat sistitis, uretritis dan diverticulitis. Inkontinensia tipe Stress, terjadi akibat tekanan intra-abdominal yang meningkat, seperti batuk, mengejan, terutama pada wanita usia lanjut yang hipermobilitas uretra dan melemahnya otot dasar panggul krn seringnya melahirkan, operasi dan penurunan estrogen. Inkontinensia Overflow ditandai dengan keluarnya urin tanpa disadari dengan jumlah urin sedikit dan pengosongan urin yang tidak sempurna. Pada pria biasana disebabkan oleh
80
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
sumbatan saluran kemih (prostat, DM-saraf, dan obat-obatan). Pada wanita disebabkan oleh lemahnya otot detrusor (neuropati DM, trauma medulla spinalis& obat) Inkontinensia tipe Fungsional, karena penurunan fisik dan koqnitif yang berat. Biasanya terjadi pada pasien demensia berat, gangguan mobilitas (arthritis genu, kontraktur), gangguan neurologic dan psikologik)
DIAGNOSIS 1. Identifikasi tipe inkontinensia dengan anamnesis (durasi, (gejala inkontinensia), riwayat terapi sebelumnya, riwayat gangguan neurologis, riwayat trauma, bedah) pemeriksaan fisik terarah, urinalisis, volume residu urin pasca berkemih, dan penunkang khusus. 2. Untuk semua pasien: - Riwayat penyakit termasuk voiding diary - Pemeriksaan fisik (abdomen, rectum, genital, dan persarafan lumbosakral) - Urinalisis - Pengukuran volume residu urin post-miksi <50 ml: inkontinensia tipe stress >200 ml: kelemahan detrusor atau obstruksi Pasien dengan kondisi tertentu - Laboratorium: kultur urin, sitologi urin, gula darah, kalsium darah, uji fungsi ginjal, USG ginjal. - Pemeriksaan urologic - Pemeriksaan ginekologik - Cystouretroskopi - Uji Urodinamik. PENANGANAN Penanganan pasien inkontinensia urin: a. Non-farmakologis (edukasi pasien dan care giver) - Bladder training : Untuk memperpanjang interval miksi dengan teknik distraksi dan relaksasi. Pasien diminta menahan sensasi untuk kencing, mula-mula perjam s/d 3-4 jam sekali. - Habit training: untuk inkontinensia fungsional Memakai jadwal waktu kencing (yang disepakati oleh pasien/ditentukan care giver) - Prompted voiding: untuk pasien dengan gangguan kognitif Mengajari pasien jika mau kencing - Latihan Otot dasar panggul: untuk inkontinensia urgensi dan stress Melakukan kontraksi berulang otot dasar panggul. Sebelumnya cek vagina dan rectum apakah otot cukup kuat untuk kontraksi. - Stimulasi elektrik; dengan memberikan kejutan di otot pelvis. Biasanya dipasang di vagina/rectum agar terjadi kontraksi.
81
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 -
Biofeedback: mengajari pasien dengan tanda untuk menahan miksi saat ada kontraksi detrusor. - Neuromodulasi: dilakukan pacuan pada saraf sacral. - Kateterisasi; digunakan bila terjadi retensi urin lama atau gangguan ginjal. b. Farmakologis: - Tipe Stress: obat untuk memperkuat otot dasar panggul dan sfingter uretra. Pseudoephedrine 3x30-60 mg Pumpkin seed extract (EFLA 940 250mg= INKURIN dosis 2x1) - Tipe Urgensi: obat untuk mengurangi kontraksi involunter dengan menghambat reseptor muskarinik. Tolterodine (Detrusitol 2mg 2x1), Oksibutinin, Emepronium, Propantelin dan Hiosiamin. c. Operatif (Bedah) Untuk melemahkan otot detrusor, dengan merusak struktur dan kekuatan otot. Dilakukan transeksi terbuka VU, transeksi endoskopi, Injeksi penol periureter& sitolisis Penanganan dilakukan berdasarkan ipe inkontinensia. 1. Tipe Stress: Latihan Kegel, Agonis adrenergic alpha, estrogen, injeksi periuretral, operasi bagian leher kandung kemih. 2. Tipe Urgensi: Relaksan kandung kemih, Estrogen, Bladder training. 3. Tipe Overflow: Operasi untuk menghilangkan sumbatan, Bladder training, Kateterisasi intermitten, dan kateterisasi menetap. 4. Tipe Fungsional: Intervensi behavioral, Manipulasi lingkungan, Pads.
82
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 16: Koma Tingkat
Ringkasan
Keterangan
Conscious
Normal
Penilaian LOC melibatkan memeriksa orientasi : orang yang mampu segera dan secara spontan untuk menyatakan nama mereka, lokasi, dan tanggal atau waktu yang dikatakan berorientasi pada diri sendiri, tempat, dan waktu.
Confused
Bingung, berpikir gangguan dan tanggapan
Orang yang tidak merespon dengan cepat dengan informasi tentang nama mereka, lokasi, dan waktu yang dianggap bingung. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang tidur, kekurangan gizi, alergi, polusi lingkungan, obat (resep dan nonprescription), dan infeksi.
Delirious
Bingung, gelisah, halusinasi, kadangkadang delusi Mengantuk (hipersomnia)
Restless, agitasi dan deficit attention.
Kewaspadaan menurun; melambat respon psikomotor Tidak sadar ; sedikit / tidak ada aktivitas spontan Tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
respon melambat, dan mengantuk
Somnolent
Obtunded
Stuporous
Coma
Slowed response dan mengantuk. Mengantuk yg masih dpt pulih penuh bila dirangsang,tetapi kembali tidur bila rangsang berhenti
Mengantuk yg dalam.Masih dpt dibangunkan dgn rangsang yg kuat (nyeri) tetapi tdk terbangun sempurna Tidak merespon terhadap rangsang nyeri, tidak memiliki kornea atau refleks muntah , dan mereka mungkin tidak memiliki respon pupil terhadap cahaya.
83
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
1. Anamnesis bisa dilakukan secara lgsg jika pasien sadar atau terhadap keluarga/pengantarnya (alo-anamnesis) jika pasien tidak sadar. Pertanyaan yg ditanyakan : Identitas, keluhan utama pasien, sudah brp lama merasakan? Gejala penyerta (mual muntah..) Apakah pasien mengkonsumsi sebarang obatan (alkohol, opiates..) Riwayat trauma (benturan di kepala), riwayat kanker atau pnykt kronis lain Riwayat keluarga (stroke, tumor...) 2. Bisa diketahui saat melakukan pemeriksaan kesadaran (GCS) 3. Pemeriksaan yg dilakukan : ABC – airway, breathing, circulation. Cek GCS , alternatif lain adalah AVPU score (A- ‟alert‟, V-‟vocal stimuli‟, P- ‟pain‟, U- ‟unconscious‟). Cek tanda-tanda vital – suhu, tek. darah, nadi, frekuensi dan pola pernafasan Cek bau nafas, ukur kadar gula darah, ABG Tanda rangsang meningeal – kaku kuduk, tanda lasegue, tanda kernig, Brudzinski‟s neck sign, Brudzinski‟s contralateral leg sign Kepala dan wajah - mata, telinga - mata - cek fundus utk papiledema - light reflexes pupil unilateral dilated pupil – kompresi nervusIII kerna herniasi lokal ipsilateral atau lesi massa. small,unreactive pupils- brainstem catastrophe (pontine hemorrhage) or drug overdoses. dilated,unreactive pupils- severe anoxia (poor prognosis)
84
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 -spontaneous eye movements roving eye movements- disfungsi korteks tetapi brainstem masih intak dolls head reflex (-ve) menunjukkan adanya disfungsi brainstem dilakukan dgn test caloric . ****COWS : Cold Opposite, Warm Same Cold water = nystagmus ke arah Opposite dari telinga yg diisi air dingin . Warm water= nystagmus ke sisi yg sama (Same) dari telinga yg diisi air hangat. p/s : cold = contralateral , warm = contralateral 4. Koma (dicek apakah terjadi lateralisasi – cek pupil,motoric,reflex) lateralisasi positif –tumor - stroke imaging (CT scan,MRI) - trauma lateralisasi negative - metabolic - infeksi - epilepsy pemeriksaan Lab, EEG,LP - gangguan elektrolit - encephalitis 5. Penyakit yg bias menyebabkan koma – lihat buku aja (byk bgt ) 6. Semua keadaan dgn penurunan kesadaran yg masih belum membaik setelah tindakan pertama 7. Doktor spesialis ( tergantung penyebab komanya)
85
dilakukan
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 17: Anemia 1. Apakah anemia itu? Defisiensi eritrosit atau hemoglobin atau keduanya, hingga kemampuan darah mengangkut oksigen berkurang (Kapita Selekta). Anemia bukanlah suatu penyakit tersendiri, tapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup sampai pada label anemia saja, tapi harus ditetapkan penyakit dasarnya. Sehingga dapat diberikan terapi secara tuntas. Menurut kriteria WHO definisi anemia adalah konsentrasi hemoglobin darah (Hb) < 130 g/L (< 13 g/dL) atau hematokrit (Hct) < 39 % pada laki-laki; Hb < 120 g/L (< 12 g/dL) atau Hct < 37 % pada wanita (Harrison). Cut off di Indonesia menurut buku IPD UI < 10 mg/dL 2. Bagaimana gambaran klinis penderita anemia? Tergantung kadar hemoglobin dan waktu yang diperlukan untuk tercapainya kadar tersebut. Gejala anemia meliputi lemah, letih, mudah lelah, dispne bila kerja fisik, angina, takipnea pada saat beraktivitas, penurunan exercise capacity, palpitasi, takikardi, edema, klaudikasi, disfagia (sindrom Plummer-Vinson), gejala dan tanda neurologic mungkin terdapat pada defisiensi vitamin B12 yang idak diobati, gejala-gejala kompensasi, curah jantung bertambah, pucat, ikterus (pada hemolitik, jenis megaloblastik), stomatitis, poikilositosis, bising („bruit‟) hemik. Inspeksi: pucat terutama pada mukosa mulut, konjungtiva mata, kuku lidah merah halus pasien tampak lemas dan lemah (fatigue) Auskultasi: takikardi tekanan nadi meningkat Perkusi dan palpasi: pembesaran hati dan limpa (suara redup berpindah) Gejala Khas masing-masing Anemia ADB: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychias) Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vit.B12 Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali Anemia aplastik: perdarahan dan tanda2 infeksi 3. Jelaskan hasil laboratorium dari anemia? Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan anemia defisiensi besi (ADB) dengan „mean corpuscular hemoglobin‟ (MCH) dan „mean corpuscular volume‟ (MCV) rendah; kemudian „mean corpuscular hemoglobin concentration‟ (MCHC) turun Sediaan apus darah menunjukkan sel-sel hipokrom dan irregular
86
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Besi serum rendah dan kapasitas pengikatan besi meningkat; pada anemia karena penyakit kronik keduanya rendah Hb menurun (Normal: pria 12-15 g/dl, wanita 11-14 g/dl) Kadar besi serum menurun TIBC meningkat % saturasi menurun Ferritin serum < 10 ng/dl Pada apusan darah tampak eritrosit mikrositik hipokromik (ADB) Cari penyebab hilangnya darah termasuk kehilangan darah melalui feses, pemeriksaan radiologi traktus gastroointestinalis dan endoskopi
Anemia Megaloblastik Mula-mula hanya ditemukan MCV meningkat Kemudian jumlah eritrosit dan Hb turun; bila berat eritrosit (2 juta mikroliter), lekosit dan platelet turun MCV dapat meningkat hingga 130-135 Sediaan apus darah dan aspirasi sumsum tulang memastikan diagnosis Pengukuran B12 dan asam folat serum memastikan adanya defisiensi Pada anemia pernisiosa tes Schiling memastikan defisiensi absopsi vitamin B12 Anemia Hemolitik Mungkin terdapat ikterus dan bilirubinemia Terdapat retikulositosis dan sediaan darah apus menunjukkan polikromasi atau kelainan lain seperti sferositosis Antibody mungkin dapat ditemukan Tes Commb indirek Kegagalan Sumsum Tulang Anemia lebih menonjol dan tidak responsive Terdapat lekopenia dan trombositopenia Sering terdapat memar dan perdarahan Sumsum tulang sering sulit diaspirasi dan aseluler Apakah akibat/komplikasi dari anemia? Prognosis tergantung pada penyebabnya Terapi yang tepat seringkali sangat efektif Gangguan atau perubahan pada diet dapat menyebabkan kekambuhan Orang dengan anemia mengalami symptoms yang disebabkan oleh poor delivery of oxygen to their body tissues. Symptoms tersebut termasuk kulit pucat, shortness of breath, rapid heartbeat, low vitality, dizziness, and, if left untreated, stroke or heart failure. 4. Pemeriksaan penunjang untuk anemia : ada 4 jenis pemeriksaan penunjang untuk anemia a. Pemeriksaan Penyaring -Melalu cara pengukuran kadar hemoglobin dengan cut off laki laki <13dl,Wanita tidak hamil <12,wanita hamil <11 dl.
87
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 -Morfologi darah untuk anemia hipokromik mikorsitik MCV <80 fl dan MCH <27, anemia normokromik normositik MCV 80-95 fl,dan MCH 27-34 pg, Anemia makrositik MCV>95 fl. b. Pemeriksaan seri anemia c. Pemeriksaan sum sum tulang d. Pemeriksaan Khusus ALGORITMA
88
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
5. Mengapa kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia mikorsitik hipokromik? Anemia Mikrositik adalah istilah umum untuk semua jenis anemia yang ditandai dengan sel darah merah ukuran kecil. Normal MCV pada complete blood count adalah 76-100 fl , dengan sel lebih kecil (<76 fl) digambarkan sebagai sel mikrositik dan lebih besar (> 100 fl) sebagai makrositik. Pada anemia mikrositik, sel-sel darah merah (eritrosit) biasanya juga hipokromik, yang berarti bahwa sel-sel darah merah yang lebih pucat dari biasanya. Hal ini dapat dihitung dengan MCH, yaitu rata-rata jumlah hemoglobin per sel, nilai normal adalah 27-32 picograms (pg) atau MCHC, yaitu jumlah hemoglobin per volume eritrosit (biasanya sekitar 320-360 g / l atau 32-36 g / dl). Penurunan MCV, MCH dan MCHC membuat anemia kategori ini memiliki sel darah merah berukuran kecil dan sel darah merah lebih pucat dari biasanya, digambarkan sebagai "anemia mikrositik, hipokromik".
89
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 Anemia mikrositik hipokromik biasanya terjadi pada ADB, terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi untuk memproduksi hemoglobin. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang memberikan warna merah darah dan memungkinkan sel darah merah untuk membawa darah beroksigen ke seluruh tubuh. Jika terjadi kekurangan zat besi, atau jika tubuh kehilangan terlalu banyak zat besi, tubuh tidak bisa memproduksi hemoglobin dalam jumlah yang cukup, sehingga terjadi anemia defisiensi besi dengan karakteristik mikrositik (ukuran sel lebih kecil) dan hipokromik (warna sel darah merah lebih pucat daripada biasanya). 6. Kondisi yang menyebabkan Anemia defisiensi Besi a. Akibat dari rendahanya masukan besi,gangguan absorbs,serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun saluran cerna : tukak peptic,pemakaian salisilat,NSID,kanker lambung,kanker kolon,divertikulosis,hemoroid dan infeksi cacing tambang Saluran genetalia perempuan : Menoraghi , metroraghi Saluran kemih : hematuria Saluran nafas :hemoptoe b. Faktor nutrisi : akibat jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak serat,rendah vitamin C,dan rendah daging) c. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas,anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan d. Gangguan absorbs besi :gastrektomi,tropical sprue,atau colitis kronik. 7. Terapi anemia defisiensi Besi Terapi ADB : a. Terapi kausal dilakukan apabila ada perdarahan ,pada hemoroid ataupun infeksi cacing tambang. b. Pmeberian preprat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh. Terapi besi oral : Ferrous sulfat,dengan dosis 3 x 200 mg. Pemberian 200 mg mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian dosis 3 x 200 akan menaikan intake besi 50 mg per hari.Pengobatan dilakukan 3 sampai 6 bulan.Dosis pemeliharan 100 – 200 mg.Terapi juga meliputi pemberian vitamin C dan melakukan diet yang mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi. Efek samping pemberian terapi besi adalah gangguan gastrointestinal,seperti mual muntah dan konstipasi. Terapi besi parenteral : Lebih efektif namun harga berkali lipat dari preparat oral. Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2.4 +500 atau 1000 mg Indikasi parenteral :
90
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 a. Alergi obat oral b. Kepatuhan obat oral yang rendah c. Gangguan pencernaan(ulcerative colitis) d. Hereditary hemoraghic teleangectasia e. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yg pendek Preparat yg digunakan iron dextran complex ( 50 mg besi),iron sorbitol citric acid complex,iron ferric gluconate,iron sucrose. Efek samping hitam dikulit,flebitis,sakit kepala,flushing,mual muntah
Bab 18: Gangguan pendarahan 1. Sebutkan konsep dasar faal hemostasis? a) Vascular spasm ( vasokonstriksi pembuluh darah)
ketika arteri mengalami kerusakan, otot polos dari dinding arteri berkontraksi
dan
terjadi
vasokonstriksi
yang
akan
mengakibatkan
pengurangan aliran darah ke vasa tersebut. vasokonstriksi bisa disebabkan karena kerusakan dinding pembuluh darah dan juga karena substansi2 yang dikeluarkan oleh platelet
b) agregasi platelet
platelet menghasilkan beberapa faktor pembekuan, ADP, ATP, Ca2+ dan serotonin. platelet juga menghasilkan thromboxane A2, prostaglandin dan faktor penstabilisasi fibrin yang akan memperkuat ikatan jendalan darah. pembentukan bekuan darah berlangsung melalui beberapa langkah : i.
platelet berkumpul ke tempat diana pembuluh darah yang rusak, dan saling mengalami adhesi
ii.
karena adhesi, platelet menjadi teraktivasi dan karakteristik nya berubah dramatis, mengakibatkan semaki banyak nya platelet yang mengalami agregasi sehingga membentuk platelet plug. Platelet plug merupakan hal yang sangat efektif dalam menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang kecil. platelet plug ini akan diperkuat oleh fibrin yang dibentuk selama proses pembekuan darah.
91
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 c) fibrinolysis
apabila bekuan darah terjadi berlebihan, sistem fibrinolytic akan bekerja untuk mengurangi bekuan darah. ketika bekuan darah terbentuk, enzim plasma inaktif yang disebut plasminogen terdapat pada bekuan darah. substansi yang terletak di jaringan tubuh maupun darah dapat mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin). ketika plasmin terbentuk, dapat melarutkan bekuan ke dalam peredaran darah dengan cara menghasncurkan benang2 fibrin dan menginaktivasi substansi sepert fibrinogen, prothrombin, dan faktor V dan XII. mekanisme lain untuk mengontrol pembekuan darah adalah mekanisme pengeluaran prostasiklin dari sel2 endotel dan sel darah putih. car kerja prostasiklin adalah berlawanan dengan kerja thromboxane A2, yaitu mencegah terjadinya agregasi platelet. sebagai tambahan, substansi yang mencegah, memperlambat, atau menekan pembekuan darah dinamakan antikoagulan. antithrombin
(salah satu anti koagulan) menghambat aksi
beberapa faktor seperti faktor XII, X, dan II. heparin, merupakan anti koagulan yang dihasilkan dari sel mast dan basofil dikombinasikan dengan antithrombin
akan meningkatkan efektivitasnya mem-blok thrombin.
antikoagulan lainnya. activated protein C (APC), menginaktivasi 2 faktor pembekuan yang utama yang tidak dapat diblok oleh antithrombin dan meningkatakan aktivitas plasminogen aktivator.
2. sebutkan fungsi fisiologis thrombosit? o selain berdifrerensiasi menjadi sel2 imature yang akan berkembang menjadi sel darah merah dan sel darah putih, hemopoetic stem cells juga berdiferensiasi manjadi sel yang memproduksi platelet. dibawah pengaruh hormon
thrombopoetin,
selm
stem
myeloid
berkembang
menjadi
megakaryoblast. megakaryoblast berkembang menjadi megakaryosit yang merupakan sel berukuran besar, kemudian terpecah menjadi 2000-3000 fragmen. tiap fragmen ditutupi oleh membran sel plasma yang dinamakan platelet (thrombosit). platelet terpecah dari megakaryosit pada sumsum tulang merah dan masuk ke sirkulasi. 150.000-400.000 platelet terdapat tiap mikroliter darah.
92
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 fungsi fisiologis platelet adalah mencegah kehilangan darah dari pembuluh darah yang rusak dengan membentuk agregasi platelet. platelet memiliki selang waktu hidup yang relatif pendek, normalnay sekitar 5-9 hari. Platelet yang rusak ini akan didegradasi oleh makrofag di limpa dan liver. 3. Sebutkan mekanisme kerja kaskade pembuluh darah?
4. sebutkan mekanisme sistem fibrinolisis? (sudah dijelaskan di nomor 1) 5. apa perbedaan petechie dan echimosis? apa arti klinik kedua bentuk perdarahan kulit tersebut?
petechie merupakan lesi kulit berukuran 1-2 mm yang disebabkan oleh perdarahan mikrokapiler. Petechie merupakan anda throbositopenia atau pada kasus defisiensi faktor pembekuan.
93
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
echimosis merupakan purpura subkutan dengan diameter lebih dari 1 cm. biasanya disebut bruise. lokas echimosis bisa di kulit maupun di subkutan. pentingnya untuk membedakan petechie dan echimosis adalah pada kaskus petechie, biasanya menunjukkan penyakit-penyakit yang cenderung serius seperti meningoccemia, leukemia, thrombositopenia yang kemungkinan akan meninggal dalah hituang 48 jam.
6. apa yang anda tanyakan ketika menghadapi pasien dengan bleeding disorders?
onset?
gejala perdarahan
banyaknya perdarahan?
tempat perdarahan
hematuria?
riwayat hal serupa sebelumnya?
riwayat keluarga?
pemeriksaan laboratorium sebelumnya?
7. bagaimana cara melakukan pemeriksaan rumpleleed?
Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan apakah terkena demam berdarah atau tidak. Rumple leed adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit. Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:
a) Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump sampai tekanan ditengahtengah nilai sistolik dan diastolik). b) Biarkan tekanan itu selama 10 minit (jika test ini dilakukan sebagai lanjutan dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi). c) Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).
94
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 d) Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti. Catatan: Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif. Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi terdapat petechiae pada distal yang lebih jauh daripada itu, test Rumple Leede juga dikatakan positif. 8. Bagaimana membedakan perdarahan lokal dan sistemik? 9. apa indikasi transfusi fresh frozen plasma?
fresh frozen plasma dipakai untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan bila tidak terdapat faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalkan pada defisiensi faktor pembekuan multipel. plasma dih=guanakn untuk mengganti kekurangan faktor koagulasi, fresh frozen plasma ini berisi plasma, semua faktor pembekuan stabil dan labil, komplemen dari protein plasma. plasa ini dipisahkan darid arah lengkap yang kemudian, dibekukan selama 8 jam setelah pengambilan darah dari donor, disimpan pada suhu minis 18 derajat celcius atau lebih rendah dengan masa simpan 1 tahun.
10. apa kriteria diagnosis DIS (disseminated intravascular coagulation)?
tes koagulasi harus dilakukan, yaitu berupa jumlah thrombosit, soluble monomer/ fibrin degradation product, PT, dan fibrinogen. spesifik skor merefleksikan keparahan dari penyakit
jumlah thrombosit: >100 x 10^9/L (>100 x 10^3/microlitre) = 0 <100 x 10^9/L (<100 x 10^3/microlitre) = 1 <50 x 10^9/L (<50 x 10^3/microlitre) = 2. peningkatan nilai fibrin dan produk degradasi fibrin: No increase = 0 Moderate increase = 2 Strong increase = 3. prothrombin time: <3 seconds = 0 >3 seconds but <6 seconds = 1 >6 seconds = 2. Fibrinogen : 2.94 micromols/L (1 g/L or 100 mg/dL) = 0 <2.94 micromols/L (<1 g/L or <100 mg/dL) = 1. skor >5 mengindikasikan bahwa hal tersebut mengarah ke DIC
95
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 19: Limfadenopati Apakah limfadenopati? Pembesaran kelenjar getah bening (lymph node), manifestasi dari penyakit2 lain, primary atau secondary. Penyebab limfadenopati? limfadenopati infeksi
kelainan immunologi
lipid storage disease
keganasan
kelainan endokrin
penyebab lain
1. Infeksi virus: EBV, CMV, infeksi hepatitis, HSV, varicella-zooster, rubella, measles, adenovirus, HIV Bakteri: strep, staphlo, brucellosis, kankroid, TB, sifilis, leprosy Jamur Klamidia Parasit: toxoplasmosis, leismaniasis, filariasis Riketsia 2. Kelainan immunologi : RA, juvenile RA, mix connective tissue dis., SLE, Sjogren syndrome, hipersensitivitas pada obat, angioimmunoblastik limfadenopati 3. Keganasan hematologic: Hodgkin, non Hodgkin, akut/kronik limfositik leukemia, hairy cell leukemia, malignant histiocytosis, amyloidosis Metastatic: metastatik adenoCa 4. Lipid storage disease : Gaucher‟s, Niemann Pick, Fabry, Tangier 5. Kelainan endokrin : hyperthyroidism 6. Penyebab lain : sarkoidosis etc. Hal yg harus diperhatikan apabila memeriksa limfadenopati? Riwayat penyakit : umur, kelamin, pekerjaan, keterdedahan pada binatang, sexual behaviour, penggunaan obat terutama diphenylhydantoin. Anak dan dewasa muda biasanya benign (infeksi respiratori bakteri/virus, EBV, CMV, toxo, TB) >50 peluang untuk terkena malignancy meningkat Pemeriksaan fisis Localised( pada 1 area) atau generalised (≥3 areas), ukuran, tekstur, tenderness atau x, ada inflamasi di sekitar node atau x, lesi kulit, splenomegali Generalised (≥3 areas) biasanya benign kecuali pada akut/kronik limfositik leukemia, limfoma malignan Ukuran normal - submandibular <1cm pada anak2 & dewasa, inguinal node ≤2cm pada dewasa Tekstur: lembut, padat, kenyal, keras, pecah2, kusut, sakit bila disentuh, mobile, fix Leukemia akut -pembesaran yg cepat, sakit
96
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Limfoma -besar, pecah2, simetri, kenyal, padat, mobile, x sakit Metastatic Ca - keras, fix, x sakit
Lokasi: Occipital adenopati -infeksi kulit kepala Preauricular adenopati -infeksi konjungtiva, cat-scratch disease Neck - URTI, lesi oral & dental, EBV, CMV Supraclavicular & scalene -biasanya abnormal, drain dari paru & retroperitoneal spacelimfoma, infeksi Virchow‟s node/supraclavicular node kiri -metastatic Ca dari GI, bias juga dari paru, payudara, testis, ovarian Ca Axillary -cedera/ infeksi ektrimitas atas ipsilateral.malignant-melanoma, breast Ca, limfoma Inguinal -secondary/trauma ektrimitas bawah, STI, limfoma, metastatic dr rectum, genitalia, melanoma ektrimitas bawah Nonsuperfisial (rontgen): Mediastinal & hilar -primary lung disorder, kelainan sistemik Intraabdominal/retroperitoneal -biasanya malignant Splenomegali bersama limfadenopati -ad kelainan sistemik (EBV, CMV, limfoma, limfositik leukemia, SLE, sarkoidosis, toxo, cat-scratch, lain2 kelainan hematologic Pemeriksaan tambahan? CBC: deteksi EBV, CMV, akut/kronik leukositik leukemia, infeksi pyogenik, SLE Serologi: Ab specific komponen EBV, CMV, HIV, toxo, brucella, SLE Rontgen thorax: biasanya negative, positive pada infiltrasi pulmo/mediastinal cthnya pada kasus TB, histoplasmosis, sarkoidosis, limfoma, primary lung Ca, metastatic Ca Biopsi? Serta merta dilakukan sekiranya ada riwayat dan kelainan fisis yg menunjuki kea rah malignancy seperti node yg solid, keras, x sakit, supraclavicular adenopati yg padat, mobile(limfoma) Yg harus dilakukan biopsy Pasien muda dgn ukuran nodulnya >2cm diameter, rontgen dada abnormal Umur >40 tahun, supraclavicular adenopati, ukuran >2.25cm2, keras, x sakit Aspirasi jarum halus tidak digalakkan kerana tisu yg diperoleh biasanya tidak cukup untuk di diagnose, tetapi tetap di reserve pada kelainan thyroid nodule Pengobatan? Kalau curiga benign, follow up 2-4minggu brikutnya, xperlu pemeriksaan lab. Pasien disuruh kembali kalau lymph node membesar Antibiotic diberi jika curiga infeksi bakteri JANGAN beri glucocorticoid- lambat sembuh, aktivasi infeksi sedia ada. Pengecualian pada kasus obstruksi di pharyngeal yg life-threatening di Waldeyer‟s ring biasanya pada EBV, CMV
97
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 20: Hypertension 1. Yang ditanyakan saat menghadapi pasien hipertensi RPS: O : Dari sejak kapan mengalami gejala tersebut? L :D : Berapa lama pasien mengalami hipertensi? C :A :R :T :Review System : Apakah ada nyeri kepala, gangguan penglihatan, kaku leher? Apa sedang berada dalam masa pengobatan? Apa pasien mengalami intoleransi terhadap obat? Apa pasien memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi alcohol? RPK : Apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat hipertensi? RPD : Adakah riwayat stroke, TIA, penyakit jantung, penyakit ginjal, DM? (sumber: At a Glance, Gleadle) 2. Pemeriksaan yang dilakukan: Pengukuran tekanan darah Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela 1 sampai 5 menit, pengukuran tambahan dilakukan bila hasil kedua penhukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain di mana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri. Periksa nadi Periksa hipertrofi ventrikel kiri ( denyut apeks, kuat angkat, bergeser jika ada dilatasi sekunder) Periksa adanya perlambatan radialis-femoralis (koarktasio) Periksa tampilan cushingoid ( berat badan bertambah, hirsutisme, mudah memar) Periksa deficit neurologis (TIA, CVA) Periksa tanda-tanda gagal jantung (Sumber: Buku ajar IPD PAPDI, At a Glance, Gleadle)
98
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 3. Cara menentukan penderita hipertensi dan non-hipertensi Menurut JNC 7, klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2. Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prahipertensi Hipertensi Derajat 1 Hipertensi Derajat 2
TDS (mmHg) < 120 120-139 140-159 ≥ 160
TDD (mmHg) < 80 80-89 90-99 ≥ 100 (sumber: buku ajar IPD PAPDI)
Klasifikasi dan definisi hipertensi menurut WHO
Kategori Normotensi - Optimal - Normal - High normal Hipertensi - Grade I (mild) - Grade 2 (moderate) - Grade 3 (severe) - Isolated systolic hypertension
Sistolik
Diastolik
< 120 120-129 130-139
< 80 80-84 85-89
140-159 160-169 ≥ 180 ≥ 140
90-99 100-109 ≥ 110 < 90
( sumber : Differential Diagnosis in Internal Medicine ) 4. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: Tes darah rutin Glukosa darah (sebaiknya puasa) Kolesterol total serum Kolesterol LDL dan HDL serum Trigliserida serum (puasa) Asam urat serum Kreatinin serum Kalium serum Hemoglobin dan hematokrit Urinalisis Elektrokardiogram Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan test lain seperti Echocardiogram USG karotis (dan femoral) C-reactive protein Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin Proteinuria kuantitatif ( bila uji dipstick positif ) Funduskopi ( pada hipertensi berat ) (sumber: Buku Ajar IPD PAPDI)
99
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 5. Prinsip terapi hipertensi non emergensi Tujuan pengobatan hipertensi: Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal jantung) < 130/80 mmHg Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria Terapi non farmakologis: Menghentikan merokok Menurunkan berat badan berlebih Menurunkan konsumsi alcohol berlebih Latihan fisik Menurunkan asupan garam Meningkatan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak Terapi farmakologis: jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC &: Diuretika, termasuk jenis thiazide atau aldosterone antagonist Beta blocker Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist Angiotensin Converting Enzim Inhibitor Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB) (sumber: Buku Ajar IPD PAPDI)
6. Peran diet dan pengaturan gaya hidup pada pasien hipertensi Management diet memiliki 3 aspek: Pembatasan garam, karena dengan pembatasan garam, tekanan darah menurun dan obat-obat antihipertensif telah dibuktikan dapat bekerja dengan lebih baik. (Walaupun ada yang menentang karena pada kebanyakan pasien, tekanan darah tidak sensitive terhadap intake garam dan diuretic juga dapat menurunkan garam dari darah dari individu yang sensitive-sodium) Restriksi kalori harus dilakukan segera pada pasien yang mengalami overweight. Penurunan berat badan sebesar 4,4 kg selama 6 bulan dapat menurunkan berat badan sebanyak 2,5 mmHG. Restriksi dari kolesterol dan lemak jenuh juga direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi arterosklerosis. Pengurangan intake alcohol sebanyak <15 mL/hari juga memiliki makna dalam pengurangan tekanan darah. Olahraga juga bermanfaat karena dapat mengurangi berat badan, dan mengurangi tekanan arterial, namun olahraga juga disesuaikan dengan keadaan kardiovaskular pasien. Pengurangan rokok juga bermanfaat, karena rokok memiliki efek vasokonstriksi. (sumber: Harrison)
100
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 7. Obat yang diberikan pada pasien hipertensi (tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 ) Klasifikasi tekanan darah
TDS
Normal Prehipertensi
<120 120-139
Hipertensi derajat I
140-159
Hipertensi derajat 2
≥ 160
TDD
Dan <80 Atau 8089 Atau 9099
Perbaikan pola hidup Dianjurkan ya ya
Terapi obat awal Tanpa indikasi yang memaksa Tidak dianjurkan obat Diuretika jenis thiazide untuk sebagian besar kasus, dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis thiazide dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB
Atau ≥100 ya
Dengan indikasi yang memaksa Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa Obat antihipertensi lain ( diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan
Indikasi yang memaksa meliputi: Gagal jantung Pasca infark miokardium Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi Diabetes Penyakit ginjal kronis Pencegahan stroke berulang (sumber: buku ajar IPD, PAPDI) 8. Cara membedakan hipertensi emergensi dan non-hipertensi Hipertensi malignan: merujuk pada hipertensi severe (misalnya sistolik > 200 mmHg dan diastolic > 130 mmHg) bersama dengan pendarahan retina bilateral dan eksudat; papiloedema dapat atau tidak muncul. Gejalanya umum seperti sakit kepala atau gangguan penglihatan. Hal tersebut dapat menyebabkan acute renal failure, heart failure atau encephalopathy, yang merupakan emergensi hipertensi. ( sumber: OHCM )
101
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007 9. Yang dilakukan saat mendapat pasien hipertensi emergensi Tanpa encephalopathy: Bed rest; mulai dengan loop diuretic misalnya furosemid 40-80 mg ± thiazide. Tidak ada terapi antihipertensi ideal, tetapi labetolol, atenolol, atau CCB dapat digunakan oral. Dengan encephalopathy: Tujuannya adalah menurunkan tekanan darah diastole ke 110 mmHg dalam 4 jam. Masukkan intra-arterial line untuk memantau. Furosemide 40 mg IV, kemudian dapat diberikan labetalol IV, atau sodium nitoprusside IV. (sumber: OHCM) 10. Prinsip terapi hipertensi emergensi 1) Tujuan pertamanya adalah menurunkan resiko komplikasi medis 2) Reduksi tekanan diastole sebanyak sepertiganya, tetapi tidak kurang dari 95 mmHg 3) Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. (sumber: buku ajar IPD PAPDI) 11. Pasien hipertensi emergensi akan dirujuk ke 12. Penyakit yang menjadi penyebab hipertensi sekunder − acromegaly Renal hypertension − bilateral renal disease − neuroendocrine tumor (carcinoid) − acute and chronic glomerulonephritis Cardiovascular hypertension − chronic interstitial nephritis − coarctation of the aorta − cystic kidney disease − increased cardiac output − diabetic nephropathy Neurogenic hypertension − collagen−vascular disorders − increased intracranial pressure − unilateral renal disease − sleep apnea syndrome − congenital hypoplasia − acute porphyria − vesicoureteral reflux − lead intoxication − unilateral hydronephrosis Hypertension in pregnancy − postradiation nephritis Toxic agent-induced and drug-induced − renovascular disease (unilateral or hypertension bilateral) − contraceptives − atherosclerotic renal artery stenosis − nonsteroidal antiinflammatory drugs − fibromuscular dysplasia (NSAIDs) − rare causes − sympathicomimetics − renin-producing tumor − erythropoietin − kidney transplantation − cyclosporine − alcohol Endocrine hypertension − Cushing syndrome − amphetamine − mineralocorticoid hypertension − cocaine − pheochromocytoma − anabolic steroids − hyperthyroidism − hypothyroidism (sumber: Differential Diagnosis in Internal − primary hyperparathyroidism Medicine 2007
102
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
13. Nasihat yang diberikan pada keluarga dan pasien hipertensi SEHAT!!! (Seimbangkan gizi, Enyahkan rokok, Hindari stress, Awasi tekanan darah, Teratur olahraga) kemudian juga berikan edukasi untuk minum obat yang teratur dan control secara rutin. :D *JNC 7: The seventh report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
103
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 21: Shock Definition: clinical symptoms results from inadequate tissue perforation, due to imbalance between delivery and requirement of oxygen, that leads to cellular dysfunction. 1. Pertanyaan ke patient:
Anamnesis – History (RPS, RPD, RPK) Ada penyakit jantung (coronary disease, CHF, pericarditis) Ada demam atau penyakit infeksi (leading to sepsis) Medicine/obatan (excess diuretics/antihypertensive) Kehilangan darah/cairan (muntah, kecelakaan)
2. Kemungkinan kelainan pemeriksaan fizik pada patient syok SS: -
Hypotension (systolic bp <90, mean bp <60mmHg) Tachycardia Tachypnea Pallor Restlessness Altered sensorium Sign of intense peripheral vasoconstriction (weak pulse, cold clammy extremities). Septic shock – warm extremities. Oliguria (<20mL/h) and metabolic acidosis common.
Jugular vein flat – hypovolemic/distributive. Jugular vein distention (JVD) – cardiogenic. Nadi tidak simetri – aortic dissection Kelainan di jantung – tanda-tanda CHF, murmur aortic stenosis, regurgitasi mitral dan aortic, VSD Tenderness/rebound di abdomen – peritonitis, pancreatitis Fever + chills = septic shock. Bisa tidak demam pada elderly, uremic dan alcoholic patient. WPK >2s.
3. Sebutkan macam syok serta penyebabnya. 4. Keadaan/penyakit yang melatarbelakangi timbulnya syok? 5. Bagaimana perjalanan penyakit/pathophysiology terjadinya syok
104
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Tipe: a. Hypovolemic –volume intravaskuler berkurang. perdarahan Kehilangan cairan (muntah, diarrhea, luka bakar) Tujuan terapi untuk restorasi volume intravaskuler, dengan target optimalkan tekanan darah, nadi dan perfusi organ. Bila sudah teratasi, baru boleh diberikan vasoactive agent (dopamine, dobutamine) b. Cardiogenic –gangguan kontraktilitas miokardium . Tujuan terapi untuk memperbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. c. Distributive Septic –systemic inflammatory respons syndrome akibat infeksi. Problem= vasodilatasi akibat SVR menurun akibat kebocoran kapiler (permeabilitas endothelial vaskuler meningkat) Anaplylaxis –reaksi antigen-antibody (IgE). Pelepasan mediator kimiawi endogen (histamine, serotonin) oleh antigen mengakibatkan permeabilitas endothelial vascular meningkat disertai bronchospasm. Neurogenic –cervical atau high thoracic spinal cord injury. d. Obstructive – hambatan terhadap aliran darah yang menuju jantung (venous return). Tujuan terapi untuk menghilangkan sumbatan. Cardiac temponade Tension pneumothorax Pulmonary embolism Aortic stenosis e. Psychogenic –reaksi system saraf yang mengakibatkan temporary, generalized vascular dilatation (pingsan/syncope)
6. Pemeriksaan penunjang Laboratory
Hematocrit, WBC, electrolytes. Active bleeding – check platelet count, PT, DIC screen Sepsis – blood sputum urine culture, urinalysis, Gram stain. ECG – MI, arrhythmia Chest X-ray – CHF, tension pnemothorax, aortic dissection, pneumonia Central venous pressure or pulmonary capillary wedge (PCW) bisa membedakan tipe shock. Mean PCW <6 mmHg – hypovolemic/distributive. PCW >20mmHg – cardiogenic
105
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
7. Penatalaksanaan emergency pada syok
106
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
Bab 22: Weight Loss 1. Apa yang harus ditanyakan kepada pasien dengan involuntary weight loss? a. Identitas pasien terutama umur dan keadaan pekerjaan pasien Involuntary weight loss juga berkaitan dengan pasien tua yang mengalami poor dentition dan gigi nyeri saat mengunyah. Pekerjaan pasien menggambarkan kondisi socioeconomic pasien. Pada pasien miskin maka asupan nutrisi akan sedikit. b. Berapa kilogram anda mengalami turun BB dan sejak kapan? Weight loss yang harus diperhatikan adalah jika turun >5% dalam 6 bulan atau >10% dalam 1 tahun c. Apakah pakaian anda menjadi longgar dan kapan terakhir pakaian tersebut tidak longgar Memastikan terjadinya weight loss, karena sering pasien tidak mengukur berat badannya. d. Apakah anda melakukan restriksi diet atau perubahan pola makan? Weight loss yang harus diperhatikan adalah yang involunter atau bukan karena pasien sedang membatasi makanannnya untuk keperluan menurunkan berat badan. e. Apakah anda mengalami penurunan nafsu makan dan bagaimana asupan makanan anda? Berkurang, seperti biasa atau bertambah banyak makannya? Weight loss with normal-increased food intake associated with unimpaired appetite IDDM Malabsoption Tirotoksikosis Intestinal parasite Wight loss with normal or decreased food intake associated with impaired appetite and sometimes coupled with increased caloric requirement Malignancy Psychiatric disorder (anxiety, depresi, anorexia / bullemia ) AIDS Infeksi kronik Chronic lung disease Liver disease Chronic inflammatory disease Addiseon’s disease Wight loss with decreased food intake associated with impaired appetite secondary to other factor Gastric ulcer Duodenal ulcer
107
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
f. g.
h.
i.
j.
k.
l.
m. n. o.
Post gasterctomy syndrome Ulcerative colitis Social isolation Bagaimana kondisi anda dan apa yang anda rasakan? Adakah gejala yang menyertai penurunan berat badan anda? Pertanyaan untuk mengekslusi penyebab yang berasaldari gangguan psychiatric i. Apakah anda merasa cemas, sulit tidur, berdebar ? (gejala annsietas) ii. Apakah anda merasa tertekan,sedih,sulit tidur,kehilangan gairah hidup ? ( gejala depresi) Depresi dan ansietas merupakan penyebab tersering weight loss yang baru terjadi pada orang dewasa iii. Apakah anda pernah berusaha untuk memuntahkan makanan dan takut mengalami kegemukan? (gejala anorexia nervosa dan bulimia) Pertanyaan untuk mencari adanya gangguan endorin i. Apakah ada weight loss yang disertai polyuria dan rasa haus? NIDDM ii. Apakah ada tanda tirotoksikosis( badan kurus,rambut rontok, berkeringat, jantung berdebar, lemas, iritabel, jari tremor, soft nail, sulit tidur, tidak tahan hawa panas, hiperdefekasi, oligomenorea atau amenorea)? Pertanyaan untuk mencari penyebab weight loss dari paru i. Apakah ada demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada ? kemungkinan ke Pneumonia, TB, Ca Paru, chronic pulmonary disease. Kemudian bias ditanyakan gejala-gejala spesifik untuk penyakit tersebut dan dipastikan pada pemeriksaan fisik. Pertanyaan untuk mencari penyebab weight loss dari jantung i. Apakah anda penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah? Penyakit kronis pada jantung, liver, dan ginjal merupakan penyebab weight loss juga Pertanyaan untuk mencari adanya keluhan gastro i. Apakah ada mual muntah, nyeri perut, masa pada perut, perubahan pola defekasi, warna urin, penampakan feses ? Weight loss juga disebabkan oleh Ca Liver, Ca Pankreas, Ca Colon, post gastrectomi, dan malabsorpsi Riwayat penyakit atau penyakit yang sekarang sedang diderita i. Penyakit kronis ii. Stroke iii. Dementia iv. Parkinson Riwayat GI surgery, cancer surgery, dan prosedur medis lainnya RPK : DM, Thyroid disease, Malignancy, heart disease Obat, alcohol, narkotik
108
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
2. Pemeriksaan fisik a. Vital sign (Demam?, takikardi?, takipnea?) b. Head and neck (Sklera ikterik?, stomatitis?, glositis?, poor dentition?, goiter?, rambut rontok?, lympadenopahty?) c. Lung (consolidation?, additional sound?, effusion?, pembesaran paru tidak simetris?, otot bantu pernafasan?) intine cari tanda klo ada TB, Pnemonia, atau Cancer atau penyakit paru kronis lainnya d. Heart (cardiomegaly?, Murmur?) e. Abdomen (distention?, tenderness?, ascites?, masses?) f. Rectum ( mass?, penampakan feses?) g. Neuro ( gejala stroke?, Parkinson, dementia?) 3. Lab a. b. c. d. e. f. g.
CBC CXR ESR Gula darah Thyroid function test (sesuai indikasi) Urinalisis (sesuai indikasi) Blood chemistry : kalsium, albumin, protein,transaminase, blood urea (sesuai indikasi) h. Endoscopy, USG, colonoscopy (sesuai indikasi) i. Biomarker cancer (sesuai indikasi)
4. Diagnosis yang berkaitan dengan weight loss a. Most common : Depresi, Cancer, GI disorder b. Malignancy : Ca Hati, Ca Pankreas, Ca Paru, Ca Colon, Malgnant Lymphoma, Leukimia, Ca Ovary, Ca Prostat c. Endokrin : DM, Hipertiroid atau Tirtoksikosis d. Psychogenic : Depresi, Anxiety, Anorexia nervosa, Bullimia nervosa e. Penyakit kronis : jantung, liver, ginjal f. Infeksi : TB, Endocarditis, HIV, brucellosis, protozoa infection, systemic fungal infection g. Gastrointestinal : Malabsorption, malignancy, Ulcer, post gastrectomy syndrome, ulcerative colitis h. Neuro : Stroke, Parkinson, dementia i. Sosial j. Malnutrisi 5. Kapan merujuk? a. Severe unexplained weight loss wherean organic cause is suspected, such as malignancy
109
Kompetensi Kasus Ilmu Penyakit Dalam 2011 Kelompok E 11 Koas 2007
b. Refer to gastroenterologist for malabsorbtion c. Refer to Sp.KJ for anorexia nervosa d. Continued unexplained weight loss 6. Nasihat pada pasien a. Tergantung penyakit yang mendasarinya
110