HUBUNGAN INDUSTRIAL INTERNASIONAL
Oleh:
I Dewa Gede Ambara Putra
No / Nim: (29) / (13810331180606)
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA EKSEKUTIF KELAS
KATA PENGANTAR
Om Swastiastu,
Puji Syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam makalah ini saya membahas tentang "Hubungan Industrial Internasional"
dimana saya akan menerangkan tentang isu kunci dari IIR, Trade Union dan
respon trade union kepada perusahaan multinasional.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
diaharapkan juga bisa memahami isi dari makalah ini. Sebagai akhir kata
saya ucapkan terima kasih.
Denpasar, 16 November 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………. I
Daftar Isi …………………………………………………………………………II
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang …………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………...
C. Tujuan ………………………………………………………………………….
Bab II Pembahasan
A. Hubungan Industrial Internasional (IIR) …………………………………….
B. Trade Union ………………………………………………………………….
C. Respon Trade Union Terhadap Perusahaan Multinasional …………………
D. Contoh Kasus …………………………………………………………………
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan dan Saran ………………………………………………
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan industrial merupakan suatu system hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam pelaku dalam produksi barang dan jasa
yang tediri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Dalam
pelaksanaan hubungan industrial, pemerintah, pekerja/buruh, atau serikat
pekerja serta pengusaha atau organisasi pengusaha mempunyai fungsi dan
peran masing-masing.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian hubungan
industrial internasional, trade union, dan respon trade union terhadap
perusahaan multinasional. Dengan adanya hubungan industrial dalam suatu
perusahaan, maka akan dapat meningkatkan produktivitas dan kerja sama
antara karyawan dan pengusaha sehingga perusaan dapat berjalan terus.
Selain itu latar belakang penulisan makalah ini adalah sebagai salah
satu tugas yang akan digunakan sebagai penelaian uts.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari Hubungan Industrial Internasional ?
b. Apa itu Trade Union ?
c. Apa Respon dari trade union terhadap perusahaan multinasional ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
berkenaan dengan hubungan industrial internasional. Sehingga dapat
diharapkan pembaca dapat memahami hubungan industrial internasional
dengan jelas, yaitu dalam bentuk : Memberikan informasi kepada pembaca
mengenai hubungan industrial internasional, pembaca dapat menganalisa
kasus sebuah perusahaan dari teori hunungan industry internasional.
BAB II PEMBAHASAN
A. Hubungan Industrial Internasional (IIR)
Hubungan Industrial dikenal sebagai Hubungan Perburuhan, menempati
tempat penting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional (IHRM).
Oleh karena itu, bab ini dikhususkan untuk diskusi rinci dari semua aspek
hubungan kerja. Hubungan Industrial adalah sistem dimana kegiatan kerja
diatur,pengaturan dimana pemilik, manajer dan staf organisasi datang
bersama-sama untuk terlibat dalam kegiatan produktif.
Pemain kunci :
1. Karyawan - Karyawan yang diwakili oleh serikat atau populer disebut
serikat pekerja. Serikat berusaha untuk melindungi kepentingan pekerja di
tempat kerja.
2. Pengusaha - Perusahaan multinasional dan asosiasinya. Fungsi dari
pengusaha dalam hubungan industrial adalah untuk menetapkan standar
Karyawan manajemen, sikap Perilaku dan kinerja, serta untuk mengatur
syarat dan kondisi kerja untuk bertindak dengan cara yang adil dan wajar
terhadap semua.
3. Pemerintah - Pemerintah di suatu Negara, bertindak sebagai majikan dan
sebagai regulator. Sebagai majikan yang dominan, Pemerintah mengatur
Standar kerja dan praktek hubungan industrial yang diharapkan untuk
diikuti oleh semuanya. Sebagai regulator, Pemerintah. memberlakukan
peraturan perundang-undangan, menyiapkan pengadilan dan memberlakukan itu
semua demi meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.
Hubungan Industrial berkaitan dengan:
Perundingan bersama
manajemen Peran, serikat pekerja dan Pemerintahan
Mesin untuk resolusi perselisihan industrial,
Keluhan Individu dan kebijakan serta praktik disiplin.
perundang-undangan Ketenagakerjaan dan
pelatihan Hubungan Industrial
disini kita akan fokus terhadap isu-isu hubungan industrial strategis
tertentu seperti yang berkaitan dengan bisnis internasional. Sebelumnya
kita harus mengingat kembali pendekatan yang berbeda dari hubungan
internasional.
Pendekatan untuk Hubungan Industrial:
Skenario Hubungan industrial dirasakan negara-negara yang berbeda-
beda. Untuk beberapa negara Eropa misalnya, Hubungan industrial adalah
terkait dengan konflik kelas, lainnya yang dirasakan dalam hal saling
kerjasama (Negara Asia) dan yang lain memahaminya dalam hal kepentingan
bersaing dari berbagai kelompok (negara maju). Manajer sdm diharapkan untuk
memahami pendekatan yang berbeda-beda, karena dapat memberikan banyak
teoritis pendukung yang berperperan banyak terhadap IHRM. Ada tiga
pendekatan yang populer untuk hubungan internasional yaitu :
1. Kesatuan: Pendekatan kesatuan menekankan pada pertumbuhan organisasi.
dan manajemen serta karyawan diharapkan untuk bekerja menuju keberhasilan.
Pendekatan ini juga meyakini keberadaan serikat, pemerintah dan pengadilan.
2 Majemuk: Berangkat dari pendekatan kesatuan, itu merasakan: Organisasi
sebagai koalisi kepentingan bersaing, di mana peran manajemen adalah untuk
memediasi antara kelompok yang berbeda. serikat pekerja sebagai wakil sah
dari kepentingan karyawan . Stabilitas di hubungan industrial sebagai
produk konsesi dan kompromi antara manajemen dan serikat pekerja.
3. Marxis: Fokus pada jenis masyarakat di mana organisasi. fungsi. KONFLIK
bukan karena kepentingan bersaing dalam organisasi. tetapi karena divisi
dalam masyarakat.
Dampak Globalisasi untuk Hubungan Industrial:
Globalisasi tampaknya memiliki dampak positif pada hubungan
industrial, dalam banyaknya jumlah pemogokan, penutupan dan penghentian
kerja telah menurun jauh di seluruh dunia.
Mengapa hubungan baik antara karyawan dan pengusaha across the globe?
Beberapa alasannya kerena:
1. Sistem negara Intra untuk konsultasi karyawan pada tahap awal dalam
setiap potensi konflik - Austria & Jerman.
2. Ekonomi pembangunan cepat, produktivitas yang tinggi memberikan ruang
yang luas untuk menangani klaim upah dan menghindari potensi sengketa
- Latvia dan Slovakia.
3. Dalam Federasi RUSIA, rendahnya tingkat perselisihan dapat dikaitkan
dengan prosedur hukum yang rumit yang membuat semuanya kecuali
minoritas pemogokan secara teknis, ilegal.
4. Yunani dan Italia memiliki praktek aneh yang memegang pemogokan
nasional satu hari biasa yang melibatkan sebagian besar dari penduduk
yang bekerja.
5. Tingginya kadar investasi masuk juga memberikan peluang peningkatan
bagi individu untuk mengubah mentalitas mereka serta pekerjaan mereka.
6. Pergerakan kualitas di seluruh dunia.
Isu Strategis sebelum Perusahaan multinasional (MNC):
Perusahaan multinasional menempati tempat penting dalam Skenario
InternationalHal ini karena kekuatan besar yang mereka miliki dan
pelatihannya. UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development)
memperkirakan bahwa secara global, ada sekitar 37.000 perusahaan
multinasional, memiliki lebih dari 206.000 afiliasi. MNC adalah penyedia
pekerjaan besar. Secara global, sekitar 73 juta orang dipekerjakan oleh
perusahaan-perusahaan ini. Ini merupakan hampir 10% dari karyawan yang
dibayar terlibat dalam kegiatan non - pertanian di seluruh dunia, dan
sekitar 20% di negara maju saja. Bandingkan dengan posisi di perusahaan
induk, telah terjadi peningkatan yang substansial dalam pekerjaan di
afiliasi asing dari perusahaan multinasional, terutama di negara-negara
berkembang.
Isu - isu kunci di IIR: masalah kunci dalam IIR dapat dibagi menjadi
kategori:
1. Siapa yang harus menangani Hubungan Perburuhan atau anak perusahaan di
negara-negara yang bersangkutan. Padahal, perbedaan nasional di bidang
ekonomi, politik, dan sistem hukum menghasilkan sistem hubungan pekerja
yang berbeda di seluruh negara, perusahaan multinasional umumnya
mendelegasikan pengelolaan hubungan kerja untuk anak perusahaan asing
mereka. Namun, keterlibatan markas MNC dalam hubungan kerja host-negara
dipengaruhi oleh empat faktor penting:
1. Fungsi hubungan terpusat dan dikoordinasikan oleh Kantor Pusat ketika
ada tingkat tinggi integrasi produksi.
2. Kebangsaan kepemilikan anak perusahaan memiliki dampak pada siapa yang
harus menangani hubungan karyawan.
3. Karakter Anak Perusahaan juga mempengaruhi pada siapa yang harus
menangani hubungan karyawan.
4. Terakhir, di mana anak perusahaan lebih tergantung pada perusahaan
induknya untuk sumber daya, maka keterlibatan perusahaan akan
meningkat di hubungan lab.
2. Apa yang harus menjadi Taktik Union?
Serikat menggunakan beberapa taktik untuk menangani bisnis internasional:
1. Yang paling umum adalah 'serangan'. Sebuah pemogokan adalah suspensi
terpadu dan sementara dari fungsi, yang dirancang untuk memberikan
tekanan pada orang lain dalam satuan yang sama. Serikat pekerja harus
memperingatkan sebelum mengembalikan ke pemogokan dalam skenario
internasional karena: daya tawar serikat mungkin terancam atau melemah
oleh sumber daya keuangan dari sebuah perusahaan multinasional. Hal
ini terutama jelas di mana MNC telah mengadopsi praktek sumber
transnasional dan lintas subsidi dari produk atau komponen di negara
yang berbed
2. Bentuk Perdagangan Internasional Sekretariat (ITSs) - ada 15 ITSs yang
terutama untuk memfasilitasi pertukaran informasi. Tujuan utama dari
ITSs adalah untuk mencapai tawaran transaksional dengan masing-masing
perusahaan multinasional di sebua industri.
3. Menembakkan legislasi nasional yang ketat - pada tingkat politik,
serikat buruh telah bertahun-tahun melobi perundang-undangan nasional
yang ketat di Amerika Serikat dan Eropa. Motivasi serikat pekerja
untuk mengejar legislasi nasional dibatasi dasarka pada keinginan
untuk mencegah ekspor pekerjaan melalui kebijakan investasi
multinasional.
4. Terakhir, serikat buruh mencari intervensi dari tubuh global seperti
ILO,
B. Trade Union
Serikat pekerja adalah perkumpulan pekerja yang bertujuan mengatur
hubungan antara pekerja dan pemberi kerja untuk meningkatkan upah dan
kondisi pekerja. Pengaturan ini dilakukan melalui tiga cara: pengaturan
secara unilateral oleh serikat pekerja: perundingan antara perwakilan
pekerja dengan pemberi kerja: dan pengaturan melalui perundang-undangan
(Clegg 1976)
Secara historis, pengaturan unilateral dipergunakan oleh persatuan
tenaga kerja terampil di mana mereka bersepakat hanya akan menerima
pekerjaan jika pemberi kerja mau memenuhi beberapa persyaratan yang
ditentukan oleh serikat. Dengan meluasnya cakupan serikat pekerja ke
seluruh kalangan pekerja, perundingan kolektif atas gaji dan kondisi
kerja telah menjadi kegiatan utama serikat pekerja di banyak negara, di
mana para pegawai serikat juga bertindak meringankan keluhan para
anggotanya di tempat kerjanya. Proses perundingan kolektif saat ini
memiliki cakupan yang luas, dan biasanya pegawai serikat pekerja memiliki
manajemen dan kontrol yang besar atas bursa tenaga kerja internal dari
organisasi kerja dari anggotanya (hal-hal yang berkaitan dengan
rekrutmen, promosi, disiplin, dan alokasi tugas). Negara cenderung campur
tangan tidak hanya dalam hubungan pekerja-pemberi kerja tetapi juga dalam
proses perundingan kolektif melalui peraturan perundangan dan prosedur-
prosedur yudisial atau kuasi-yudisial. Dengan demikian serikat pekerja
telah mengembangkan keahlian legal dan koneksi politiknya dalam
beroperasi (dan kadang-kadang untuk mengadakan perlawanan) dan untuk
mempengaruhi perundang-undangan demi kepentingan anggota mereka.
Kebanyakan negara mengatur pembentukan serikat pekerja dan pelaksanaan
tugas-tugasnya (seperti peraturan perusahaan atau perundangan kerjasama).
Biasanya serikat pekerja diharuskan untuk mendaftarkan diri, diharuskan
memiliki aturan-aturan yang sejalan dengan beberapa standar tertentu
(seperti pemilihan dewan tertingginya dan pengangkatan para pejabatnya),
dan menyelenggarakan serta mengumumkan laporan keuangannya. Sebagai
balasannya, serikat pekerja yang terdaftar bisa mendapatkan kekebalan
hukum atau hak-hak istimewa tertentu, dan yang paling penting, tidak bisa
dituntut melanggar kontrak sebagai akibat dari tindakan yang dilakukannya
dalam kerangka perundingan kolektif. Di beberapa negara, pencabutan (atau
ancaman pencabutan) izin telah dipergunakan sebagai senjata untuk
mempengaruhi serikat pekerjanya.
Logika perundingan kolektif (dan kosekuensinya bahwa persetujuan harus
dihormati kedua belah pihak) mensyaratkan, jika diperlukan, para pekerja
anggota dari serikat harus bertindak bersama-sama dalam sebuah fron
persatuan dan tidak satu pun anggotanya boleh melanggar dengan, misalnya,
menolak pemogokan yang diserukan oleh para pejabat serikat pekerja atau
dengan melancarkan pemogokan ketika tindakan itu tidak diperintahkan oleh
serikat. Serikat harus memiliki metode untuk menjamin bahwa seluruh
anggotanya melakukan apa yang mereka perintahkan. Serikat biasanya dapat
mengandalkan ketaatan sukarela yang didasarkan pada solidaritas fraternal
(persaudaraan) atau komitmen ideologis, tetapi penggunaan sanksi terhadap
anggotanya yang membelot selalu megakibatkan permasalahan pelik hak-hak
individual berhadapan dengan kepentingan kolektif.
Secara umum serikat pekerja telah menjadi bagian yang tidak
terpecahkan di negara-negara di mana mereka ada. Ini menimbulkan
kontroversi di kalangan orang-orang yang berbeda pendapat atas fungsi
serikat pekerja. Marx dan Engels memandang serikat pekerja sebagai
pertumbuhan yang tidak terhindarkan dan berperan sebagai pelopor dari
proses revolusioner dalam menumbangkan sistem kapitalis. Marx dan Engels
mengamati kecenderungan serikat pekerja, terutama di Inggris, untuk
menjadi kekuatan 'korup': yaitu dengan meningkatkan kondisi para pekerja
melalui perundingan kolektif, mereka, dengan kata lain, menerima sistem
kapitalis.
Meskipun Marx dan Engels melihat kecenderungan ke arah 'borjuisasi'
kelas pekerja, Lenin lah yang berpendapat bahwa serikat pekerja cenderung
terintegrasi ke dalam sistem kapitalis, dan dengan demikian perlu usaha
untuk 'membelokkan gerakan kelas pekerja agar tidak menjadi sayap
borjuis, dan menaunginya di bawah sayap revolusioner Demokrasi Sosial'
(Lenin 1902). Sesudah itu, Trotsky memperluas tesis Lenin tersebut
menjadi sebuah senjata untuk menyerang para pemimpin serikat pekerja yang
menggunakan kewenangan mereka untuk mendukung kapitalisme dalam menguasai
pekerja, yang dengan demikian memastikan penyatuan penuh dari serikat
pekerja ke dalam sistem. Di lihat dari sudut pandang lain, serangan
Trotsky adalah sebuah kritik atas peran serikat pekerja dalam memperkuat
persetujuan kolektif. Pandangan bahwa serikat pekerja 'mengamankan'
kapitalis-me dengan melembagakan konflik bisa diterima ataupun ditolak,
tetapi hal ini merupakan intisari untuk memahami peran serikat pekerja.
Dengan menganggap bahwa serikat pekerja, sebagai bagian integral dari
ekonomi pasar, bisa mengadakan perundingan secara efektif, maka muncullah
pertanyaan di seputar dampak ekonominya. Di sini ada dua isu kepentingan:
dampaknya terhadap tingkat pendapatan secara umum dan dampaknya terhadap
struktur penghasilan di dalam pasar tenaga kerja. Dalam situasi full
employment, proses perundingan kolektif (atau 'kekuasaan' serikat
pekerja) dianggap menjadi biang keladi inflasi dengan meningkatkan upah
per pegawai yang melebihi kenaikan output riil per pegawai, yang dengan
demikian menyebabkan bengkaknya biaya-biaya tenaga kerja, naiknya harga,
dan 'jatuhnya' daya saing (dalam tingkat suku bunga yang tidak berubah)
di pasar dunia, yang kemudian akan diikuti oleh kehilangan pekerjaan.
Sebagai balasannya, pemerintah kadang-kadang berusaha menyetujui
kebijakan penghasilan serikat pekerja, yang biasanya melibatkan beberapa
pembatasan atas kenaikan gaji yang dirundingkan secara kolektif bersama-
sama dengan tindakan lain yang lebih bisa diterima oleh serikat pekerja.
Dalam hal pengaruhnya atas struktur penghasilan, terdapat bukti-bukti
yang memperlihatkan (paling tidak selama periode-periode tertentu
terutama pada masa pengangguran tinggi) penghasilan rata-rata kelompok-
kelompok yang bersekutu dengan serikat pekerja punya kecen derungan lebih
tinggi oari kelompok-kelompok yang tidak mengikuti serikat pekerja.
Beberapa orang berpendapat bahwa serikat pekerja paling tidak ikut
bertanggung jawab dengan bantuan kekuatan-kekuatan lain menciptakan dan
memelihara segmentasi' pasar tenaga kerja. Dalam situasi inilah para
pekerja terpecah belah antara pasar tenaga kerja primer' yang relatif
berserikat yang terdiri dari pekerja-pekerja yang menikmati penghasilan
dan kondisi kerja yang baik di perusahaan-perusahaan besar dan sektor
swasta, serta pasar tenaga kerja 'sekunder' yang tidak berserikat yang
hanya mendapatkan upah dan kondisi kerja yang lebih buruk. Kritik-kritik
terhadap serikat pekerja muncul tidak hanya di negara-negara industri
tetapi juga di negara-negara dunia ketiga di mana serikat pekerja hanya
menguntungkan pekerja elit di perkotaan dengan mengorbankan kepentingan
para petani di pedesaan: kebijakan penghasilan di negara dunia ketiga
sering kali diarahkan untuk mengatasi kenaikan inflasi
C. Respon Trade Union Terhadap Perusahaan Multinasional
Serikat buruh menghadapi tantangan besar dalam mengembangkan respon
yang efektif untuk tumbuh lingkup internasional , integrasi dan
kompleksitas operasi perusahaan multinasional '. Ada variasi yang
ditandai respon serikat pekerja, yang mungkin lokal dan nasional atau
lintas batas. Berfokus pada lintas batas serikat kerjasama dan
tindakannya, menunjukkan bahwa pertimbangan dari kedua struktural dan
institusional kontingensi serta serikat lembaga yang penting dalam
akuntansi untuk variasi ditandai dalam tanggapan serikat. Dalam memeriksa
kontingensi, disoroti bagaimana serangkaian faktor kelembagaan dan
struktural, yang berkaitan dengan lingkungan kelembagaan nasional dan
regional di mana perusahaan multinasional itu berbasis, di mana mereka
menemukan bahwa operasi mereka, sektor operasi, struktur bisnis dan
strategi perusahaan multinasional, cenderung membentuk sifat tanggapan
serikat. Dengan mengeksplorasi peran lembaga dari dua perspektif - bottom
up dan top down - sifat multi-tingkat tantangan yang dihadapi oleh
serikat, membangun bentuk yang layak antar kerjasama transnasional dan
tindakan yang ditunjukkan. Pergeseran jelas terlihat sedang berlangsung
terhadap konteks di mana respon lokal atau nasional tidak lagi memadai
atau sesuai, dan terhadap orang-orang yang menyerukan inisiatif lintas-
perbatasan.\
D. Contoh Kasus
PHK Sepihak SIS Terhadap Mantan Gurunya
Setelah Jakarta International School, kini giliran Singapore
International School (SIS) Pantai Indah Kapuk digugat oleh mantan
gurunya. Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dianggap semena-mena menjadi
sebab sang guru meradang. Guru tersebut di PHK karena melanggar kontrak
berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. PHKnya dilakukan secara
sepihak tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu. Francois Xavier
Fortis, warga negara Kanada, dipecat SIS karena telah dianggap telah
melanggar peraturan perusahaan. Dalam anjuran Suku Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Utara tertanggal 4 Januari 2007
dijelaskan Francois telah melanggar kontrak dengan berulang kali.
Pelanggaran yang dilakukan dalam masa percobaan Francois itu berupa
perbuatan dan ucapan tidak pantas kepada staf SIS lainnya. Atas
perbuatannya itu, Francois juga sempat diperingati secara lisan.
Lewat kantor hukum Adams & Co, Francois menggugat SIS. Dalam surat
gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Francois
menjelaskan ia dipekerjakan oleh SIS sejak 1 Juli 2006 hingga 31 Mei
2008, alias 23 bulan. Pada 30 Nopember 2006 Francois di PHK karena gagal
dalam masa percobaan. Merasa dirugikan, Francois meminta ganti rugi
sebesar Rp. 394 juta. Rinciannya, ialah sisa gaji Rp. 20 juta per bulan
dan tunjangan transpor dan akomodasi sebesar Rp. 2 juta per bulan yang
belum dibayar SIS sejak PHK hingga akhir masa kontraknya. Pada 22
Februari lalu mediator Sudinakertrans telah mengeluarkan anjuran yang
menyarankan SIS untuk membayar sisa upah Francois dalam kontrak tersebut.
Kepala Bagian Hukum SIS Haifa Segeira menyatakan Francois telah melanggar
suatu pasal dari perjanjian kerja. Ada beberapa hal yang jelas-jelas
sudah disetujui di kontrak, dan dasar kita PHK sudah tercantum dalam
kontrak itu ujarnya. Jadi, menurutnya, selama para pihak sudah sepakat
hal-hal yang tercantum dalam kontrak, perjanjian tersebut dapat
dieksekusi. Iapun mengaku bingung mengapa Sudinakertrans kurang
memperhatikan alasan dan bukti-bukti yang diajukan SIS. Yang jelas, dalam
surat anjuran Sudinakertrans, SIS tercatat mengakui perjanjian kerja
mencantumkan masa orientasi dan SIS menyatakan Francois tak lulus masa
orientasi itu. Dan dinyatakan itu pula alasan Francois di-PHK. Dalam
dokumen itu tidak dicantumkan adanya pemberian surat peringatan dari SIS
pada Francois.
Yang dilakukan SIS, Haifa menambahkan, tidak bertentangan dengan norma
yang ada. Ia juga mengaku tak dapat memberi kejelasan apa tepatnya
perbuatan Francois yang menyebabkan guru tersebut di PHK
.
Analisa Kasus
Pada dasarnya sebelum terjadi kasus PHK terhadap Francois ,
permasalahan sudah muncul terlebih dahulu pada masa pembuatan perjanjian
kontrak kerja. Perjanjian kontrak kerja dibuat dalam bentuk PKWT dimana
jenis dan sifat pekerjaan yang ditentukan dalam kontrak kerja tersebut
sebenarnya tidak sesuai dengan pekerjaan yang akan selesai dalam waktu
tertentu. Menurut pasal 59 UU No.13 Tahun 2003 angka 1 dan
Kepmenakertrans No. 100 tahun 2004 PKWT haya dapat dibuat untuk pekerjaan
yang sekali selesai atau sementara sifatnya, yang bersifat musiman, dan
berhubungan dengan produk baru. Sementara pekerjaan yang dilakoni oleh
Francois bersifat tetap dan tidak identik dengan pekerjaan yang dapat
dibuat dengan PKWT. Menurut pasal 59 angka 7 yang tidak memenuhi
ketentuan tersebut, demi hukum menjadi PKWTT. Kontrak kerja tersebut juga
mencantumkan masa percobaan kerja (masa orientasi). SIS menyatakan
Francois tak lulus masa orientasi itu. Padahal jelas tercantum di pasal
58 angka 1 UU No.13 Tahun 2003 PWKT tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan kerja. Di angka 2 tegas dijelaskan apabila diisyaratkan masa
percobaan kerja dalam PKWT maka masa percobaan kerja yang diisyaratkan
batal demi hukum. PHK dilakukan secara sepihak tanpa adanya surat
peringatan terlebih dahulu. Padahal menurut pasal 161 angka 1 pengusaha
dapat melakukan PHK setelah pekerja yang bersangkutan diberikan surat
pemanggilan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Dalam hal
ini Francois sama sekali tidak diberi surat peringatan dan langsung di
PHK. Dalam melaksanakan PHk ini Pihak SIS tidak melakukan segala upaya
yang harus dilaksanakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja,
selain itu maksud pemutusan hubungan kerja tersebut tidak dirundingkan
terlebih dulu oleh pihak SIS dan Francois, dan pengusaha (SIS) hanya
dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industria.
Kalaupun ingin melakukan PHK seharusnya pihak SIS harus melalui proses
PHK yang diatur oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 151 UU
No. 13 Tahun 2003. Selain itu kesalahan Francois bukanlah termasuk
kedalam kesalahan berat yang menyebabkan pengusaha dapat memutuskan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh, sebagaimana diatur dalam Pasal 158
UU No. 13 Tahun 2003. Pembuatan kontrak kerja yang dibuat secara PKWT
terhadap tenaga pendidk tidak sinkron pula terhadap hak para pendidik
untuk mendapat jaminan kesejahteraan social yang memadai sebagaimana yang
telah diatur dalam pasal 40 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Dengan
pembuatan kontrak kerja secara PKWT terhadap pendidik seperti tidak
menghargai peran-peran tenaga pendidik dalam proses pengembangan ilmu
pengetahuan bagi peserta didik.
Kemudian hal-hal yang diatur dalam kontrak kerja apabila ada
ketidaksesuaian dengan peraturan lebih atas yang berlaku sebaiknya
dibatalkan karena akan menimbulkan banyak problema seperti yang terjadi
pada kasus ini.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dalam hubungan industrial dikenal unsur tripartit yaitu Pengusaha,
Serikat Pekerja/Buruh (yang mewakili tenaga kerja) serta Pemerintah (dalam
hal ini Depnakertrans). Unsur Pemerintah diharapkan bertindak sebagai
fasilitator yang tidak memihak diantara dua unsur pertama. Namun dalam
kenyataannya pemerintah ternyata tidak dapat menjalankan peran tersebut
dengan baik. Hal ini terbukti dari lahirnya peraturan-peraturan atau
kebijakan-kebijakan yang cenderung kontroversial, seperti UU no. 21/2000
dan Kepmen No. 150/2000. Selain itu perangkat peraturan perundangan
ketenagakerjaan yang ada seringkali berubah-ubah dan banyak yang sudah
ketinggalan jaman (out of date).
Dalam kasus-kasus mogok kerja dan unjuk rasa yang berakhir dengan
tindakan-tindakan anarkis peran pemerintah (Depnakertrans dan termasuk juga
kepolisian) memang sangat dinantikan. Hal ini dipandang krusial mengingat
bahwa kasus unjuk rasa telah melibatkan banyak pihak dan menjadi sorotan
bagi pengusaha asing yang mau menanamkan modalnya di Indonesia untuk
melihat sejauh mana hukum dapat ditegakkan di Republik ini.
Saran
Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari maka
penulis mengusulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlu adanya komunikasi dua arah dan terus-menerus antara pengusaha
dan pekerja untuk mencegah prasangka dari kedua belah pihak sehingga
tercapai hubungan industrial yang baik.
2. Pihak pengusaha sebaiknya merespon tuntutan buruh secara cepat
dengan melakukan pendekatan-pendekatan pada perwakilan serikat
buruh/pekerja, sehingga unjuk rasa dan mogok kerja dapat dicegah atau
paling sedikit unjuk rasa atau mogok tidak menimbulkan kerugian yang besar
bagi perusahaan dan pekerja.
3. Pemerintah perlu bertindak cepat dan proaktif dalam menyelesaikan
perselisihan buruh/pekerja dengan pengusaha sehingga tindakan anarkis dapat
dicegah.
4. Pemerintah perlu segera menyusun perangkat perundangan
ketenagakerjaan terutama yang menyangkut unjuk rasa dan mogok kerja
sehingga tidak merusak citra Indonesia di mata investor.
5. Perlu adanya tindakan tegas dan adil dalam menindak para pelaku
unjuk rasa & mogok kerja maupun pihak lain yang bertindak anarkis.
Daftar Pustaka
www.google.com
http://hetzer45.blogspot.co.id
http://www.hukumonline.com
https://xisspm.files.wordpress.com