MAKALAH FARMAKOLOGI HIV/AIDS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakologi II
Vika Septideyani (11 01 01 097)
Dosen Pengampu Sari Meisyayati. M.Si., Apt.
PRODI S1 REGULER B SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI PALEMBANG
2013 i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang “HIV/AIDS” HIV/AIDS” dan kiranya makalah makal ah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit HIV/AIDS. Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita. Kami
sangat
menyadari
bahwa
dalam
pembuatan
makalah
ini
masih
sangat minim, sehingga saran dari dosen pengajar pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam dalam menyelesaikan makalah ini.
Palembang, 27 Oktober 2013 Penyusun,
Vika Septideyani ii
DAFTAR ISI
Cover Kata Pengantar ..................................................................................................
ii
Daftar Isi ............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang .............................................................................................
1
b. Rumusan Masalah .........................................................................................
2
c. Tujuan Penulisan .........................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Definisi .........................................................................................................
3
b. Etiologi .........................................................................................................
4
c. Siklus Hidup
...............................................................................................
6
d. Tanda atau Gejala HIV/AIDS .......................................................................
7
e. Cara Penularan ..............................................................................................
9
f. Komplikasi dengan penyakit lain .................................................................. 11 g. Cara Diagnosis HIV/AIDS ........................................................................... 12 h. Pengobatan ................................................................................................... 13 i. Pencegahan ................................................................................................... 17 BAB III PENUTUP a. Kesimpulan ................................................................................................... 19 b. Saran .............................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit ini pertama sekali timbul di Afrika, Haiti dan America Serikat pada tahun 1978. Pada tahun 1979 Amerika serikat melaporkan kasus- kasus sarkoma kaposi dan penyakit- penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa. Pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan kasus – kasus sarkoma kaposi dan penyakit infeksi yang jarang terdapat dikalangan homoseksual. Hal ini menimbulkan dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan seksual. Pada tahun 1982, CD – USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat untuk pertama sekali membuat definisi AIDS. Sejak saat itulah survailans AIDS dimulai. Pada tahun 1982 – 1983 mulai diketahui adanya transmisi diluar jalur hubungan seksual, yaitu melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik secara bersama – sama oleh penyalahguna narkotik suntik. Pada tahun ini juga, ilmuwan yang menemukan virus HIV pertama kali adalah Barre-Sinoussi dan Luc Montagnier dari Pasteur institut, Paris menemukan penyebab penyakit ini adalah LAV (Lymphadenophaty Associated Virus). Kedua ilmuwan ini mendapatkan Nobel Kedokteran yang mengkaitkan HPV dengan kanker rahim. Komite Nobel mengatakan penemuan kedua warga Perancis itu membantu para ilmuwan dalam memahami biologi dari virus yang mengancam dunia. Lebih dari 25 juta orang meninggal akibat HIV/AIDS sejak tahun 1981 dan diseluruh dunia tercatat 33 juta orang yang mengidap virus HIV. Temuan Sinoussi dan Montagnier antara lain mendorong metode diagnosa pasien maupun dalam memeriksa darah, yang membatasi penyebaran wabah HIV/AIDS. Walau masih belum ditemukan obat untuk HIV, dalam beberapa tahun belakangan penyakit itu
1
tidak lagi menjadi hukuman mati langsung bagi penderitanya. Pengobatan saat ini sudah berhasil memperpanjang masa hidup pengidap HIV sampai puluhan tahun. Penyakit kelamin Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh retrovirus HIV yang sistem kekebalan/ pertahan tubuh.
1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: a. Apa itu HIV/AIDS? b. Bagaimana etiologi HIV/AIDS? c. Bagaimana siklus hidup dari virus HIV/AIDS? d. Bagaimana gejala yang ditimbulkan pada penderita HIV/AIDS? e. Bagaimana penularan virus HIV/AIDS? f. Adakah komplikasi/timbulnya penyakit lain bila terkena virus HIV/AIDS? g. Bagaimana cara mendiagnosa virus HIV/AIDS? h. Bagaimana pengobatan untuk para penderita virus HIV/AIDS? i. Bagaimana cara pencegahan agak tidak tertular virus HIV/AIDS?
1.3. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui apa itu HIV/AIDS. b. Untuk mengetahui etiologi HIV?AIDS. c. Untuk mengetahui siklus hidup virus HIV/AIDS. d. Untuk mengetahui gejala yang dirasakan pada penderita HIV/AIDS. e. Untuk mengetahui cara penularan virus HIV/AIDS. f.
Untuk mengetahui adanya komplikasi pada penderita HIV/AIDS.
g. Bagaimana cara mendiagnosa virus HIV/AIDS. h. Untuk mengetahui pengobatan bagi para penderita virus HIV/AIDS. i.
Untuk mengetahui pencegahan agar tidak tertular virus HIV/AIDS.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu kelompok virus tertentu yang ditularkan dari manusia yang terinfeksi ke individu yang sehat. Virus ini tidak dapat ditularkan oleh gigitan serangga seperti gigitan nyamuk. Setelah seseorang terinfeksi virus HIV, maka dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. HIV menyerang limfosit CD4 dari sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan kerusakan besar pada tingkat kekuatan kekebalan tubuh manusia. Ketika kekebalan tubuh menjadi lemah, sangat mudah untuk terinfeksi penyakit lain dan dapat menyebabkan kanker yang menyerang tubuh. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol). Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia. 3
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah. Jika terinfeksi virus ini, maka akan dimungkinkan tetap berada di lingkaran itu selamanya, belum ada obat yang pasti untuk menyembuhkannya. Namun ada perawatan yang membantu mengontrol perkembangan penyakit dan mengurangi infeksi HIV. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Kondisi ini berkembang dari infeksi HIV. Kecuali seseorang tidak terinfeksi HIV, maka dia tidak bisa terkena AIDS. Hal ini mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan penurunan fungsi normal. Kondisi ini disebut sindrom karena ada banyak penyakit dan infeksi yang mempengaruhi orang secara bersama-sama. Ketika gejala berbagai penyakit yang berbeda terlihat, hal ini menujukkan AIDS. Tidak ada tes khusus untuk mendeteksi AIDS. Jika seseorang tidak mematuhi pengobatan antivirus yang disarankan oleh dokter, HIV akan berkembang cepat menjadi AIDS dan akan lebih cepat lagi apabila orang yang terinfeksi dengan gizi buruk, usia tua dan stress berat.
2.2. Etiologi Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV.
4
HIV adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Didalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid), enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Karena informasi genetik virus ini berupa RNA, maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA menjadi DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk tujuan ini HIV memerlukan enzim reverse transcriptase. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Glikoprotein yang lebih besar dinamakan gp 120, adalah komponen yang menspesifikasi sel yang diinfeksi. gp 120 ini terutama akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin). Glikoprotein yang besar ini adalah target utama dari respon imun terhadap berbagai sel yang terinfeksi. Glikoprotein yang lebih kecil, dinamai gp 41 atau disebut juga protein transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut bersatu membentuk sinsitium. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, iodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata
5
dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag dan sel jaringan otak.
2.3. Siklus Hidup Virus HIV/AIDS Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :
Masuk dan mengikat
Reverse transkripstase
Replikasi
Budding
Maturasi
Berikut adalah komponen utama dalam pertahanan tubuh: a. Sel B Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masingmasing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk
mensekresi
antibodi spesifik.
Antibodi
bekerja
dengan
cara
membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag). Atau dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon inflamasi). b. Limfosit T Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
Regulasi sitem imun.
Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus. 6
Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker. c. Fagosit d. Komplemen
2.4. Gejala HIV/AIDS Gejala HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada beberapa macam klasifikasi sebagai berikut: a. Stadium awal infeksi HIV b. Stadium tanpa gejala c. Stadium ARC (AIDS related complex) d. Stadium AIDS e. Stadium gangguan susunan saraf pusat
Masa Inkubasi Masa inkubasi adalah waktu terjadinya infeksi sampai munculnya gejala pertama pada pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari penelitian pada sebagian besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi sangat lebar, yaitu antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa walaupun belum ada gejala, tetapi yang bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan.
a. Stadium awal infeksi Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, mialgia, pembesaran kelenjar dan rasa lemah.Pada
sebagian
orang,
infeksi 7
dapat
berat
disertai
kesadaran
menurun.10Sindrom ini akan menghilang dalam beberapa minggu. Dalam waktu 3-6 bulan kemudian tes serologi baru akan positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3-6 bulan ini disebut window periode, dimana penderita dapat menularkan naamun secara laboratorium hasil tes HIV-nya negatif.
b. Stadium tanpa gejala Fase akut akan diikuti fase kronik asimptomatik yang lamanya bisa bertahun-tahun (5-7 tahun). Virus yang ada didalam tubuh secara pelan-pelan terus menyerang sistem pertahanan tubuhnya. Walaupun tidak ada gejala, kita tetap dapat mengisolasi virus dari darah pasien dan ini berarti bahwa selama fase ini pasien juga infeksius. Tidak diketahui secara pasti apa yang terjadi pada HIV pada fase ini. Mungkin terjadi replikasi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya. Tetapi jelas bahwa aktivitas HIV terjadi dan ini dibuktikan dengan menurunnya fungsi sistem imun dari waktu ke waktu. Mungkin sampai jumlah virus tertentu tubuh masih dapat mengantisipasi sistem imun. c. Stadium AIDS related compleks Stadium ARC (AIDS Related Complex) adalah bila terjadi 2 atau lebih gejala klinis yang berlangsung lebih dari 3 bulan, antara lain :
Berat badan turun lebih dari 10%
Demam lebih dari 380C
Keringat malam hari tanpa sebab yang jelas
Diare kronis tanpa sebab yang jelas
Rasa lelah berkepanjangan
Herpes zoster dan kandidiasis mulut
Pembesaran kelenjar limfe, anemia, leucopenia, limfopenia, trombositopenia
Ditemukan antigen HIV atau antibody terhadap HIV.
d. Stadium AIDS Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker kelenjar getah 8
bening. Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya pneomonia, pneumocystis, TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti toksoplasmosis dsb. e. Gejala gangguan susunan saraf
Lupa ingatan
Kesadaran menurun
Perubahan Kepribadian
Gejala – gejala peradangan otak atau selaput otak
Kelumpuhan Umumnya penderita AIDS sangat kurus, sangat lemah dan menderita
infeksi. Penderita AIDS selalu meninggal pada waktu singkat (rata-rata 1-2 tahun) akan tetapi beberapa penderita dapat hidup sampai 3 atau 4 tahun.
2.5. Penularan virus HIV/AIDS Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
Secara Kontak Seksual a.
Ano-Genital Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan resiko
tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV. b. Ora-Genital
Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua, termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV. c.
Genito-Genital / Heteroseksual Penularan secara heteroseksual ini merupakan tingkat penularan ketiga,
hubungan suami istri yang mengidap HIV, resiko penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya.
Secara Non seksual Penularan secara non seksual ini dapat terjadi melalui : a.
Transmisi Parental 9
Penggunaan jarum dan alat tusuk lain (alat tindik, tatto) yang telah terkontaminasi,
terutama
pada
penyalahgunaan
narkotik
dengan
mempergunakan jarum suntik yang telah tercemar secara bersama-sama. Penularan parental lainnya, melalui transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan HIV positif, mengandung resiko yang sangat tinggi. b.
Transmisi Transplasental Transmisi ini adalah penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak, mempunyai resiko sebesar 50%. Disamping cara penularan yang telah disebutkan di atas ada transmisi yang belum terbukti, antara lain:
ASI
Saliva/Air liur
Air mata
Hubungan sosial dengan orang serumah
Gigitan serangga Walaupun cara-cara transmisi di atas belum terbukti, akan tetapi karena
prevalensi HIV telah demikian tinggi, maka tetap dianjurkan : - Ibu yang mengidap supaya tidak menyusui bayinya. - Mengurangi kontaminasi saliva pada alat seduditasi pada saat berciuman dan pada anak-anak yang mengidap HIV yang menderita gangguan jiwa dan sering digigit serangga. - Bagi dokter ahli mata dianjurkan untuk lebih berhati-hati berhubungan dengan air mata pengidap HIV.
Tetapi, perlu diketahui virus HIV tidak menular apabila:
Hidup serumah dengan penderita AIDS ( asal tidak mengadakan hubungan seksual).
Bersentuhan dengan penderita.
Berjabat tangan.
Penderita AIDS bersin atau balik di dekat kita.
Bersentuhan dengan pakaian atau barang lain dari bekas penderita.
Berciuman pipi dengan penderita.
Melalui alat makan dan minum. 10
Gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
Bersama-sama berenang di kolam.
2.6. Komplikasi / Penyakit lain bila terkena virus HIV/AIDS a. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. b. Neurologik
Kompleks
dimensia
AIDS
karena
serangan
langsung
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total/parsial.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
Neuropati
karena inflamasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus
(HIV) c. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal.
d. Respirasi 11
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas. e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. f.
Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
2.7. Diagnosa
Metoda umum untuk menetapkan HIV adalah Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), yang mendeteksi antibodi terhadap HIV-1 dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi paada perempuan yang telah melahirkan beberapa kali, pada yang baru mendapatkan vaksin hepatitis B, HIV, influenza atau rabies, penerima transfusi darah berulang dan penderita gagal ginjal atau hati, atau sedang menjalani hemodialisa kronik. Negatif palsu dapat terjadi bila pasien baru terinfeksi dan test dilakukan sebelum pembentukan antibodi yang adekuat. Waktu minimum untuk terbentuknya antibodi 3-4 minggu dari awal terpapar.
ELISA positif diulang dan bila salah satu atau kduanya reaktif, test konfirmasi dilakukan untuk diagnosa akhir. Uji Western blot adalah yang paling umum dilakukan untuk test konfirmasi.
Test beban virus menghitung viremia dengan mengukur jumlah virus RNA. Beberapa cara yang bisa digunakan yaitu Reverse Transcriptase-Coupled Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), branched DNA (bDNA) dan Transcription-Mediated Amplification. Setiap pengujian mempunyai batas cara ke cara lain, sehingga direkomendasikan untuk menggunakan cara yang sama pada satu pasien. 12
Beban virus dapat digunakan sebagai faktor prognosa untuk memonitor perkembangan penyakit dan efek terapi.
Jumlah limfosit CD4 dalam darah adalah tanda pengganti perkembangan penyakit. Normal CD4 berkisar antara 500-2600 sel/mikroliter atau 40-70% dari seluruh limfosit.
2.8. Pengobatan Sasaran pengobatan virus HIV/AIDS untuk mencapai efek penekanan maksimum replikasi HIV. Sasaran sekundernya untuk meningkatkan limofsit CD4 dan perbaikan kualitas hidup, serta sasaran akhirnya untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengobatan adalah:
Pengukuran periodik secara teratur dimana RNA HIV di plasma dan kadar CD4 untuk menentukan kemajuan terapi dan untuk mengawali atau memodifikasi regimen terapi.
Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4 dan beban virus.
Penggunaan kombinasi ARV (Anti Retroviral) poten untuk menekan replikasi HIV sampai dibawah tingkat sensitivitas penetapan virus HIV dan membatasi kemampuan memilih variant HIV yang resisten terhadap ARV, yaitu faktor utama yang membatasi kemampuan ARV menghambat replikasi virus dan menghambat perbaikan.
Setiap ARV digunakan dalam kombinasi harus selalu digunakan sesuai dengan regmen dosis.
Setiap orang yang terinfeksi HIV, bahkan dengan beban virus di bawah batas yang dapat terinfeksi, harus dipertimbangkan dapat menular dan harus diberi konsultasi untuk menghindari perilaku seks dan penggunaan obat yang berkaitan dengan penularan HIV dan infeksi patogen lain.
Pengobatan direkomendasikan pada seluruh penderita HIV.
13
Tabel. Rekomendasi untuk memulai terapi dengan ARV pada remaja dan dewasa berdasarkan fase klinik dan tanda imunologi. Fase klinik WHO
Test CD4 tidak tersedia
Test CD4 tersedia
1
Tidak di terapi
Terapi bila CD4 <200 sel/mm
2
Tidak di terapi
3
Terapi
Pertimbangan terapi bila CD4 <350 sel/mm3 dan terapi bila CD4 turun <200 sel mm3
4
Terapi
Terapi
tanpa
memperhitungkan
nilai CD4
a. Nilai dihitung CD4 yang disarankan untuk membantu menetapkan kebutuhan terapi segera seperti TB pulmonal dan infeksi bakteri berat yang mungkin terjadi pada tiap tingkat CD4. b. Total limfosit 1200/mm dapat menggantikan jumlah CD4 bila nilai CD4 tidak ada atau infeksi ringan. Ini tidak berguna pada pasien tanpa gejala. c. Pemberian terapi ARV direkomendasikan untuk perempuan hamil dengan fase klinik 3 dan nilai CD4 < 350 sel/mm 3. d. Pemberian ARV direkomendasikan untuk seluruh pasien HIV dengan nilai CD4 <350 sel/mm3 DAN TBC pulmonal atau infeksi bakteri berat. e. Tepatnya nilai CD4 > 200/mm 3 pada infeksi HIV belum ditetapkan.
SECARA FARMAKOLOGI
Ada lima golongan obat ARV, yaitu: 1. Reverse Trannscriptase Inhibitor (RTI) a. Analog nukleosida (NARTI), Analog nukeotida (NtARTI) (Didanosin, Lamivudin, Zalsitabin, Zidovudin) b. Non nukleotida (NNRTI) (Nevirapine, Delavirdin) 14
2. HIV Protease Inhibitor (PI) (Nelfinavir, Lopinavir / Ritonavir, Saquinavir) 3. Fusion Inhibitor (FI) (Ibalizumab, Cenicriviroc) 4. Integrase Inhibitor (II) (Raltegravir) 5. Viral Entry Inhibitor (Enfuvirtid)
Kegagalan terapi dapat disebabkan oleh resistensi atau pasien tidak dapat menoleransi reaksi obat yang diinginkan maka terapi harus ditukar. Interaksi dapat terjadi dengan beberapa obat ARV. Tabel. Rekomendasi regimen lini pertama terapi dan perubahan terapi ke lini kedua infeksi HIV pada orang dewasa. Regimen lini pertama
Regimen lini kedua Rti
Standar
Alternatif
AZT atau d4T + 3TC +
ddI + ABC atau TDF + ABC
NVP atau EFV
atau TDF + 3TC (±AZT)
TDF + 3TC + NVP atau
ddI (+ ABC atau ddI + 3TC
EFV
(±AZT)
ABC + 3TC + NVP atau
ddI + 3TC (±AZT) atau TDF +
EFV
3TC (±AZT)
AZT atau d4T + 3TC +
EFV atau ±AZT ddI
Pi PI/r
TDF atau ABC
* 3TC (Lamivudine); ABC (Abacavir); AZT (zidovudine) atau bisa disebut ZDV; d4T (Stavudine); ddI (Didanosine); NFV (Nelfinavir); NNRTI non-nucleoside reverse trancriptase inhibitor; NVP (Nevirapine); PI (Protease Inhibitor); /r (Ritonavir dosis rendah); TDF (Tenofovir Disoproxil Fumate).
15
MEKANISME KERJA OBAT-OBAT ARV
1. Reverse Trannscriptase Inhibitor (RTI) a. Analog nukleosida (NARTI), Analog nukeotida (NtARTI) RTI bekerja dengan menghambat enzim
transkriptase selama proses
reverse
transkripsi RNA virus pada DNA pejamu. Analog NRTI akan mengalami fosforilasi
menjadi
bentuk
trifosfat,
yang
kemudian
secara
kompetitif
mengganggu transkripsi nukleotida. Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi. b. Non nukleotida (NNRTI) NNRTI merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim RT dengan cara berikatan di tempat yang dekat dengan tempat aktif enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs aktif alosterik tempat ikatan nonsubtrat HIV-1.
2. HIV Protease Inhibitor (PI) 16
PI bekerja dengan cara menghambat protease HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV, protease HIV akan memecah poliprotein HIV menjadi sejumlah protein fungsional. Dengan pemberian PI, produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namun virus gagal berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel.
3. Fusion Inhibitor (FI) FI bekerja dengan menghambat masuknya virus ke dalam sel pejamu, dengan cara berikatan dengan subunit gp41.
4. Integrase Inhibitor (II) II bekerja dengan menghambat penggabungan (integrasi) DNA virus dengan pejamu.
5. Viral Entry Inhbitor Obat golongan ini bekerja dengan menghambat fusi virus ke sel dengan cara menghambat masukan HIV ke sel melalui reseptor CXCR4.
2.9. Pencegahan Cara mencegah masuknya suatu penyakit secara umum di antaranya dengan membiasakan hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan sehat, berolahraga, dan melakukan pergaulan yang sehat. Beberapa tindakan untuk menghindari dari HIV atau AIDS antara lain:
Hindari hubungan seksual diluar nikah dan usahakan hanya berhubungan dengan satu pasangan seksual.
Pergunakan selalu kondom, terutama bagi kelompok perilaku res iko tinggi.
Seorang ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata positif HIV sebaiknya jangan hamil, karena bisa memindahkan virusnya kepada janin yang dikandungnya. Akan bila berkeinginan hamil hendaknya selalu berkonsultasi dengan dokter.
Orang-orang yang tergolong pada kelompok perilaku resiko tinggi hendaknya tidak menjadi donor darah. 17
Penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti; akupunktur, jarum tatto, jarum tindik, hendaknya hanya sekali pakai dan harus terjamin sterilitasnya.
Jauhi narkoba, karena sudah terbukti bahwa penyebaran HIV atau AIDS di kalangan panasun (pengguna narkoba suntik) 3-5 kali lebih cepat dibanding perilaku risiko lainnya.
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam usaha untuk mencegah penularan AIDS yaitu, memberikan penyuluhan-penyuluhan atau informasi kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatau yang berkaitan dengan AIDS, melalui seminar-seminar terbuka, melalui penyebaran brosur atau poster-poster yang berhubungan dengan AIDS, ataupun melalui iklan di berbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik. Penyuluhan atau informasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, kepada semua lapisan masyarakat, agar seluruh masyarakat dapat mengetahui bahaya AIDS, sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan virus AIDS.
18
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari informasi diatas dapat disimpulkan bahwa HIV dan AIDS adalah dua kondisi yang berbeda.
HIV HIV
AIDS membunuh limfosit CD4 dari
sistem kekebalan tubuh HIV
Jumlah CD4 pada orang dengan AIDS dibawah 200
membuat orang rentan terhadap
AIDS adalah suatu kondisi dimana
infeksi oleh berbagai patogen dan
seseorang menderita beberapa jenis
kanker
infeksi, sarkoma kaposi, TBC, dll.
HIV
dapat dikendalikan menggunakan
antivirus
AIDS
merupakan
stadium
lanjut
setelah 2 sampai 15 tahun terinfeksi HIV.
Persepsi Salah Tentang HIV atau AIDS AIDS merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. Munculnya anggapan yang salah terhadap tindakan dan prilaku sehubungan dengan HIV atau AIDS semakin mengukuhkan penyakit ini untuk ditakuti. Oleh sebab itu perlu diketahui bahwa HIV atau AIDS tidak menular melalui: - Bekerja bersama orang yang terkena infeksi HIV. - Gigitan nyamuk atau serangga lain. - Sentuhan tangan atau saling pelukan. - Hubungan Seks dengan menggunakan kondom. - Penggunaan alat makan bersama. - Penggunaan toilet bersama. - Semprotan bersin atau batuk.
19
Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Cara penularan HIV yang paling umum ialah melalui kontak seksual, transfusi darah, jarum suntik dan kehamilan.
b. Saran
Agar seluruh lapisan masyarakat dapat berpartisipasi dalam memerangi HIV/ AIDS. Untuk memerangi hal itu dapat dimulai dari kesadaran diri sendiri untuk selalu menjaga diri agar terhindar dari HIV/ AIDS.
Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi pembaca.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukmana N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Jakarta. Bala i Penerbit FKUI, 2001. 2. Lachlan, MC. Diagnosis Dan Penyakit Kelamin. Jakarta. Penerbit IDI, 1996. 3. Djauzi S. Penatalaksanaan Infeksi HIV. Jakarta. Y ayasan Penerbit IDI. 1997. 4. M.D, Woodley, Michele & Alison Whelan, M.D. Pedoman Pengobatan. Yogyakarta. Penerbit Yayasan Essentia Medica. 5. Sukandar, Yulinah, Elin, dkk. ISO Farmakoterapi. Penerbit PT. ISFI. Jakarta.
21