BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Di setiap Negara tidak dapat lepas dari dari tindakan-tindakan melanggar hukum baik secara pidana pidana maupun perdata. Namun yang menjadi keresahan masyarakat masyarakat adalah maraknya maraknya tindakan tindakan pidana.Tindakan yang dapat mengganggu kepentingan orang lain ini dapat terjadi kapan saja dan dimana dimana saja. Bahkan Bahkan tindak tindakan an ini dapat menghi menghilan langka gkan n nyawa nyawa orang lain dan mengan mengancam cam stabilitas Negara. Beberapa tahun terakhir, Indonesia dikejutkan dengan maraknya kasus bom yang terjadi di restoran, hotel, bahkan kedutaan besar pun tak luput dari serangan bom. Hal ini dikategorikan sebagai kasus pidana terorisme dan mulai menjadi trademark bagi Indonesia sebagai Negara teroris. Dengan dalih menjalankan syariat Islam, terror demi terror dilakukan. Tragedi bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 di kecamatan Kuta, Bali. Telah menewaskan 220 orang dan mencederakan 209 orang lainnya yang kebanyakan merupakan orang asing. Peristiwa ini ini dianggap sebagai kasus pidana terorisme terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Beberapa warganegara asing yang tengah berlibur di Bali menjadi korban dari aksi ini, antara lain Australia,Britania Raya, Amerika Serikat, Jerman, Swedia, Belanda, Perancis, Denmark, Selandia Baru,Swiss, Brasil, Kanada, serta beberapa Negara lainnya. Tindakan cepat segera diambil oleh kepolisian guna mengungkap sindikat yang ada di balik tragedi berdarah ini. Ditetapkan 3 pelaku utama, yakni Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Gufron diikuti oleh anak buah mereka. Dengan Dengan adanya adanya kejadi kejadian an ini, ini, Indones Indonesia ia dirundu dirundung ng masala masalah h yang yang berat berat terkai terkaitt dengan dengan masalah keamanan. Sebagai dampaknya kecaman terus berdatangan dari negara- negara lainnya dengan mengeluarkan travel warning dan secara tegas melarang warganya untuk datang ke Indonesia.
1
Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dianalisa mengenai Tragedi Bom Bali secara menyel menyeluru uruh, h, dengan dengan meniti menitikber kberatk atkan an pada pelaku pelaku bom Bali Bali yakni yakni Trio Trio Bom Bali, Bali, dengan dengan keputusan-keputusan akhir yang membawa mereka pada hukuman mati. Namun setelah divonis hukuman hukuman mati masih terdapat terdapat permintaan permintaan terdakwa trio trio bom Bali untuk peninjauan peninjauan kembali kembali terhadap eksekusi hukuman mati yang akan dijalankan terpidana.
1.2 Rumusan Masalah
Mengapa MK menerima PK (Peninjauan Kembali) yang diajukan tim kuasa hukum Trio Bom Bali sehingga sehingga berpengaruh berpengaruh pada jangka waktu eksekusi eksekusi mati yang harus dilaksanakan dilaksanakan dan bagaimana pula keputusan akhirnya?
1.3 Tujuan Penelitian
Seperti yang telah dibahas pada latar belakang , bahwa tindakan pemboman yang terjadi di Indon Indones esia ia khusu khususn snya ya di Bali Bali pada pada tang tanggal gal 12 Okto Oktobe berr 2002 2002 yang yang tela telah h mene menewas waskan kan masyarakat pribumi maupun wisatawan asing merupakan salah satu tindakan pidana , yang para terpid terpidana ana terdir terdirii dari dari : Imam Imam Samude Samudera ra , Amrozi Amrozi , dan Ali Gufron Gufron yang yang telah telah dijatu dijatuhkan hkan hukuman mati. Kemudian timbul fenomena baru mengenai PK (Peninjauan Kembali ) yang diajukan tim kuasa hukum terpidana Trio Bom Bali karena dianggap eksekusi mati yang berlaku di Indonesia bertentangan dengan UU pasal 28 I ayat 1 UUD 1945. Adapun tujuan dari kami dalam memilih topik ini , karena : -
Untuk meninjau lebih lanjut apa alasan MK menerima peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh tim kuasa hukum trio Bom Bali sehingga berpengaruh pada jangka waktu eksekusi yang harus dilaksanakan?
-
Untuk mengetahui keputusan akhir dari MK mengenai PK yang diajukan oleh tim kuasa trio Bom Bali.
2
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Akademik Untuk memperkaya pengetahuan mengenai kasus hukum dalam hal ini mengenai kasus pidana Bom Bali I dimana dimana menitikbera menitikberatkan tkan pada peninjauan peninjauan kembali (PK) oleh MK mengenai tata cara eksekusi mati terpidana. 1.4.2 Praktis Untuk memberitahukan kepada masyarakat mengenai prosesi peninjauan kembali oleh MK mengenai tata cara eksekusi terpidana mati.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, tim penulis akan membahas latar belakang dari dari kasu kasuss pida pidana na Bom Bom Bali Bali I denga dengan n sudu sudutt panda pandang ng “Peni “Peninj njaua auan n Kemba Kembali li Mahkamah Konstitusi terhadap Eksekusi Mati Bom Bali I ”. Selain itu dijelaskan pula pula alasan alasan dari dari tim tim penuli penuliss memili memilih h topik topik ini dan manfaa manfaatt serta serta sistem sistemati atika ka penulisan dari makalah ini, BAB II KERANGKA TEORITIS Dalam Bab II ini akan dijabarkan teori hukum pidana beserta UU yang berkaitan dengan kasus pidana Bom Bali ini dengan teori-teori terkait lainnya. BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam Bab III ini akan dianalisa dianalisa dan dibahas secara mendalam mengenai mengenai hal-hal berkaitan yang dapat menjawab daripada rumusan masalah yang telah dibent dibentuk uk oleh oleh tim penulis penulis berdas berdasark arkan an teori teori hukum hukum pidana pidana dan teori teori terkai terkaitt lainnya.
3
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab ke- IV ini akan diulas kesimpulan dan saran di mana diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi masyarakat. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
4
BAB II KERANGKA TEORITIS
2.1 2.1 HUKU HUKUM M PIDA PIDANA NA
2.1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum Hukum pidana pidana adalah hukum yang yang mengat mengatur ur tentan tentang g
pelangg pelanggara aran-pe n-pelan langga ggaran ran dan
kepentingan umum, perbua kejahatan-kej kejahatan-kejahatan ahatan terhadap terhadap kepentingan perbuatan tan mana mana diancam diancam dengan dengan
hukuman yang merupakan merupakan suatu penderitaan atau siksaan (keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam hukum pidana). Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum ialah : 1. Bada Badan n dan dan pera peratu tura ran n peru perund ndan anga gan n Nega Negara ra,, sepe sepert rtii Nega Negara ra,, lemb lembag agaa-le lemb mbag agaa Negara,pejabat Negara, pegawai negeri, UU peraturan pemerintah dan sebagainya. 2.
Kepentingan hukum tiap manusia yaitu : jiwa, raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan dan hak milik/harta benda.
Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan :
-
Pelanggaran adalah mengenai hal-hal kecil atau ringan yang diancam hukuman denda
-
Kejahatan ialah mengenai soal-soal yang besar
Menurut KUHP pasal 10 hukuman atau pidana terdiri atas : 5
1. Pida Pidana na pokok pokok (uta (utama ma)) : a.
Pidana mati
b.
Pidana penjara
Pidana seumur hidup
Pidana penjara selama waktu tertentu(setinggi-tingginya 20
tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun ) c.
Pida Pidana na kurun kurungan gan seku sekura rang ng-k -kur urang angny nyaa 1 hari hari dan dan seti seting nggi gi-t -tin ingg ggin inya ya
1 tahun. d.
Pidana denda
e.
Pidana tutupan
2. Pida Pidana na tamb tambah ahan an a. Penc Pencabu abuta tan n hak-h hak-hak ak ter terte tent ntu u b. Perampasan Perampasan (penyitaan (penyitaan barang-barang barang-barang tertentu) tertentu) c. Pengu Pengumu muma man n keput keputus usan an haki hakim. m.
2.1.2 Pembagian Hukum Pidana Hukum pidana dapat dibagi sebagai berikut : 1. Hukum Pidana Pidana Obyektif Obyektif (Jus (Jus Punale ), yang yang dapat dibagi dibagi ke dalam : a.
Huku Hukum m Pi Pidana dana Mat Materi erial Adalah peraturan-peraturan yang menegaskan :
Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum Siapa yang dapat dihukum 6
Dengan hukuman apa menghukum seseorang. Hukum Pidana Material membedakan adanya : (a) (a) Huku Hukum m Pida Pidana na Umum Umum (b) (b) Huku Hukum m Pida Pidana na Khu Khusu suss b. b.
Huku Hukum m Pid Pidan anaa For Forma mall ( Huk Hukum um Acar Acaraa Pid Pidan ana) a) Adalah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Material.
2. Hukum pidana pidana subyektif subyektif (Jus (Jus Puniend Puniendi) i) Adalah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan Hukum Pidana Obyektif 3.
Hukum pidana umum Adalah Hukum Pidana yang berlaku terhadap setiap setiap penduduk(berlaku terhadap siapa pun juga di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan.
4.
Hukum pidana khusus, Adalah Hukum Pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu. Hukum Pidana dibagi ke dalam : a.
Hukum pidana militer
b. b.
Huku Hukum m pida pidana na paja pajak k (fi (fisc scal al))
2.2
MAHKAMAH KONSTITUSI
7
Setelah reformasi, Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki satu lembaga tinggi tinggi Negara Negara,, yaitu yaitu Mahkam Mahkamah ah Konsti Konstitus tusi, i, tetapi tetapi disisi disisi lain lain mengha menghapus puskan kan Dewan Dewan pertimbangan Agung yang dianggap tidak efektif. Mahkama Mahkamah h Konsti Konstitus tusii merupak merupakan an salah salah satu satu lembaga lembaga pemegan pemegang g kekuas kekuasaan aan kehak kehakim iman an disa disamp mpin ing g Mahk Mahkam amah ah Agung Agung bese besert rtaa bada badan n pera peradi dila lan n yang yang bera berada da di bawahnya bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan lingkungan peradilan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang yang putusa putusanny nnyaa bersif bersifat at final final untuk untuk menguj mengujii undangundang-unda undang ng terhada terhadap p konsti konstitus tusi, i, memutuskan memutuskan sengketa sengketa kewenangan kewenangan lembaga lembaga Negara, Negara, yang kewenangannya kewenangannya diberikan UUD, memutuskan pembubaran partai politik, politik, dan memutuskan memutuskan perselisiha perselisihan n tentang tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD. Mahka Mahkama mah h Kons Konsti titu tusi si memp mempun unya yaii 9 orang orang angg anggot otaa hakim hakim konst konstit itus usii yang yang ditetapkan ditetapkan oleh presiden yang diajukan diajukan masing-mas masing-masing ing 3 orang yang masing-mas masing-masing ing diajukan diajukan Mahkamah Agung, 3 orang diusulkan diusulkan oleh Dewan Perwakilan Perwakilan Rakyat, 3 orang diusulkan Presiden.
2.3
PROSEDUR DAN PROSES PENYELESAIAN PERKARA PENINJAUAN KEMBALI (PK)
8
2.3.1 PROSEDUR Langkah langkah yang harus dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (PK): 1. Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. 2. Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan atau putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak di ketemukan bukti adanya kebohongan atau bukti baru, dan bila alasan pemohon PK berdasarkan bukti baru (Novum) maka bukti baru tersebut di nyatakan di bawah sumpah dan di sahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 69 UU No. 14 tahun 1985, yang telah di ubah dengan UU No. 5 tahun 2004). 3. Membayar biaya perkara PK (Pasal 70 UU No. 14 tahun 1985, yang telah di ubah dengan UU No. 45 tahun 2004, pasal 89 dan 90 UU No. 7 tahun 1989). 4. Panitera Pengadilan tinggi tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (Empat Belas) hari. 5. Pihak Pihak lawan lawan berh berhak ak meng mengaj ajuk ukan an sura suratt jawab jawaban an terh terhad adap ap memo memori ri PK dalam dalam tenggang waktu 30 (Tiga Puluh) hari setelah tanggal di terima salinan permohonan PK. 6. Panitera Pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (Tiga Puluh) hari. 7. Panitera Mahkamah Agung menyampaikan salinan putusan PK kepada pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. 8. Pengad Pengadila ilan n Agama/M Agama/Mahka ahkamah mah Syar’ Syar’iy iyah ah menyam menyampai paikan kan salina salinan n putusa putusan n PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. 9. Setelah putusan di sampaikan kepada para pihak maka panitera : a. Untuk perkara cerai talak : 1. Member Memberita itahuka hukan n tentan tentang g peneta penetapan pan hari hari sidang sidang penyaks penyaksian ian ikrar ikrar talak talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon 2. Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari b. untuk perkara cerai gugat : 9
1. Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari.
2.3.2 PROSES PENYELESAIAN PERKARA :
1. Permohonan PK di teliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan di beri nomor register PK. 2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah di registerasi. 3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya Ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara PK. 4. Menyer Menyerahk ahkan an berkas berkas perkar perkaraa oleh oleh asiste asisten n koordin koordinato atorr (Askor (Askor)) kepada kepada Penit Penitera era Pengganti yang membantu menangani perkara tersebut. 5. Panit Panitera era Pengga Pengganti nti mendis mendistr tribu ibusik sikan an berkas berkas perkar perkaraa ke Majeli Majeliss Hakim Hakim Agung Agung masing-masing (Pembaca 1,2 dan 3) untuk di beri pendapat. 6. Majelis Hakim Agung memutus perkara. 7. Mahkam Mahkamah ah Agung Agung mengir mengirimk imkan an salina salinan n putusa putusan n kepada kepada para para pihak pihak melalu melaluii Pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan PK.
10
BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA
3.1 PEMBAHASAN Tragedi Bom Bali terjadi tanggal 12 Oktober 2002 di jalan Legian, Kuta, Bali telah menewaskan menewaskan 202 orang dan mencederai mencederai 209 jiwa lainnya lainnya yang kebanyakan kebanyakan adalah adalah turis asing yang tengah berlibur di Bali. Aksi ini dikecam oleh banyak pihak sebagai aksi teroris terparah dalam sejarah Indonesia. Kewarganegaraan para korban antara lain adalah: •
Australia (88)
•
Brasil (2)
•
Indonesia (38) kebanyakan
•
Kanada(( 2) Kanada
•
Jepang (2)
Bali •
Britania Raya (26)
•
Afrika Selatan (2
•
Amerika Serikat (7)
•
Korea Selatan (2)
•
Jerman (6)
•
Ekuador (1) Ekuador (1)
•
Swedia (5)
•
Yunani (1)
•
Belanda(4) Belanda (4)
•
Italia (1)
•
Perancis (4)
•
Polandia (1)
•
Denmark ( 3)
•
Portugal (1)
•
Selandia Baru (3)
•
Taiwan (1)
•
Swiss (3)
Ditetapkan 3 tersangka utama dalam kasus ini, yaitu Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Gufron beserta sekelompok anak buah yang mengatasnamakan Syariat Islam dalam aksi Bom ini.
11
3.1 3.1.1
Amrozi bin Nurhasyim Amrozi Amrozi bin Nurhasyim Nurhasyim ditangkap ditangkap kepolisian kepolisian pada tanggal tanggal 7 November 2002 karena diduga diduga terlib terlibat at dalam dalam merenca merencanaka nakan n aksi aksi pembom pemboman an Bali Bali dan berper berperan an sebaga sebagaii pengangkut bom. Sidang perdana Amrozi berlangsung pada 12 Mei 2003 di Gedung Nari Graha, Denpasar yang dipimpin oleh ketua majelis hakim PN Denpasar, I Made Karn Karna. a. Jaks Jaksaa penu penunt ntut ut umum umum dala dalam m dakw dakwaa aan n diba dibaca caka kan n Urip Urip Tri Tri Guna Gunawa wan n mendakwa Amrozi melanggar pasal 14 jo pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 15 Tahun 2003 jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 16 Tahun Tahun 2003 2003 tenta tentang ng Pemb Pembera eranta ntasan san Tinda Tindak k Pida Pidana na Te Teror rorism ismee . Ia juga
dipersalahkan melanggar pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP , karena dengan sengaja menggunakan menggunakan kekerasan kekerasan atau ancaman ancaman kekerasan kekerasan sehingga sehingga menimbulkan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, atau menimbulkan korban secara massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain. Dalam sidang yang dihadiri Menkeh dan HAM Yusril Ihza Menhendra ini, Amrozi didam didampi ping ngii enam enam penas penasih ihat at hukum hukumny nya, a, yakn yaknii Mahen Mahendr drada adata ta,, Made Made Rahm Rahman an Marasabessi, Qadar Faisal, Ahmad Mihdan, Fahmi, dan Wirawan Adnan. Jaksa Urip Tri Gunawan, Gunawan, dalam dakwaannya dakwaannya merinci merinci secara secara detail detail bagaimana bagaimana peran Amrozi dalam kasus bom Bali. Pada Februari 2002, telah mengikuti pertemuan di Bangkok Thailand Thailand bersama bersama Ali Gufron, Sulkifli, Sulkifli, Marzuki, Wan Min Muhamad, dan Dr Ashari. Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang operasi pengeboman terhadap kepentingan Amerika Serikat. Ali Gufron alias Muklas dalam pertemuan itu bertindak sebagai orang yang dituakan. Selanjutnya Selanjutnya terdakwa Amrozi ikut pertemuan di Surakarta. Dalam dakwaannya, JPU juga menyebutkan bahwa Amrozi ikut pertemuan di Masjid Agung Surakarta, yang membahas rencana mengeboman Konsulat AS di Denpasar 12
dan pembagi pembagian an tugas. tugas. Amrozi Amrozi,, lanjut lanjut Urip Urip mendap mendapat at tugas tugas menyia menyiapka pkan n bahan bahan pel peled edak ak,,
seda sedang ngka kan n
Idri Idriss
memp memper ersi siap apka kan n
tran transp spor orta tasi si
dan dan
Imam Imam
Samu Samudr draa
menyiapkan dana dan menentukan sasaran. Pada tanggal 7 Agustus 2003, hakim menyatakan Amrozi terbukti bersalah karena turut merencanakan merencanakan dan berperan berperan sebagai pengangkut pengangkut bom dalam aksi bom Bali I dan ia dijatuhi hukuman mati. 3.1.2
Imam Samudra alias Abdul Aziz Abdul Aziz alias Imam Samudra ditangkap pada tanggal 21 November 2002 ketika hendak menyebrang ke Sumatera melalui kapal feri. Polisi meyakini Imam Samudra berperan sebagai “komandan lapangan” bom Bali I. Dalam persidangan pada tanggal 2 Juni 2003, Imam Samudra juga dijerat dijerat pasal berlapis. berlapis. Pasal-pasal Pasal-pasal tersebut yakni primer pasal 14 jo pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 15 Tahun 2003 jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 16 Tahun 2003 yo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsider, jaksa menggunakan yakni pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 15 Tahun 2003, jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002, jo pasal 1 UU No 16 Tahun 2003 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dakwaan lebih subsidair yakni pasal 15 jo pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2002, jo pasal 1 UU No 15 Tahun 2003, jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 16 Tahun 2003. Sedangkan dakwaan lebih subsidair yakni pasal 9 Perpu No 1 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 15 Tahun 2003 jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 20022 jo pasal 1 UU No 16 Tahun 2003 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman
hukuman mati. Selain itu, Imam Samudra juga dijerat pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan pasal 187 ke 1 dan 2 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 jo pasal 63 KUHP.
13
Pada Pada tanggal tanggal 10 Septem September ber 2003, 2003, Imam Imam Samudr Samudraa dinyat dinyataka akan n bersal bersalah ah mengat mengatur ur pemboman dan dijatuhi hukuman mati.
3.1 3.1.3
Ali Gu Gufron al alias Muk Mukllas 3 Desember 2002 Ali Gufron alias Muklas alias Huda bin Abdul Haq alias Sofwan ditangkap di Klaten, Jawa Tengah. Muklas mulai diperiksa tim penyidik di Polda Bali, Bal i, ber bersam sama-s a-sama ama Abd Abdul ul Azi Aziss ali alias as Ima Imam m Sam Samudr udraa dan Amr Amrozi ozi.Ti .Tim m peny penyidi idik k melimpahkan dua berkas atas tersangka Muklas ke Kejaksaan Tinggi Bali. Muklas diduga sebagai perencana dan pelaku, termasuk koordinator pelaksana di lapangan. Dia dituntut pasal 6, 11, 13 huruf a, 14 dan 15 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pember Pem berant antasa asan n Tin Tindak dak,, jun juncto cto Pas Pasal al 1 Per Perpu pu No 2/2 2/2002 002 ten tentan tang g Pem Pember berant antasa asan n Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali dengan ancaman hukuman mati
Pada 16 Juni 2003, Persidangan kasus Muklas mulai digelar di Aula Gedung Wanita Nari Graha Renon, Denpasar. Jaksa Penuntut Penuntut Umum Putu Putu Indriati menuntut dengan dakwaan berlapis dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana pidana ter terori orisme sme,, yai yaitu tu seb sebaga agaii per perenca encana na pel peleda edakan kan bom dan den dengan gan sen sengaj gajaa menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror dan korban jiwa serta kerusakan fasilitas umum. Terdakwa juga terlibat pemufakatan jahat dan menyediakan dana untuk tindak pidana terorisme. Muklas juga didakwa melanggar Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat No 12/1951 tentang senjata api dan bahan peledak karena terdakwa memiliki dan menyimpan senjata api tanpa izin, yaitu pistol jenis FN US Army dan delapan butir peluru.
Mukhla Muk hlass dit ditunt untut ut huk hukuma uman n mat mati. i. Jak Jaksa sa Pen Penunt untut ut Umu Umum m Ind Indriy riyati ati men menyat yatakan akan terdakwa telah secara sah dan meyakinkan terlibat dalam peledakan bom 12 Oktober 2002. Dia juga dinilai terlibat jaringan internasional Jamaah Islamiyah kawasan Asia Tenggara dan melanggar Pasal 6, 14, dan 15 Perpu Antiterorisme. 14
Undang-Undang No. 2/PNPS/1964
Berdasarkan Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Pidana Mati Mati yang yang dijatu dijatuhkan hkan oleh oleh Pengadi Pengadilan lan di Lingku Lingkungan ngan Peradi Peradilan lan Umum Umum dan Militer pidana mati dilaksanakan dengan cara ditembak sampai mati. Dalam Dalam kondisi kondisi ini, tim Kuasa hukum hukum mengaj mengajukan ukan kepada kepada Mahkam Mahkamah ah Agung Agung untuk untuk mengad mengadakan akan peninja peninjauan uan kembal kembalii terhad terhadap ap UndangUndang-unda undang ng No. 2/PNPS 2/PNPS/19 /1964 64 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Hal ini dianggap melanggar UUD 1945 Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 1 KUHP yakni siksaan yang menimbulkan rasa sakit bagi terpidana. Di dalam dalam UndangUndang-Und Undang ang No. 2/PNPS 2/PNPS/19 /1964 64 tentan tentang g Tata Tata Cara Cara Pelaks Pelaksanaa anaan n Pidana Mati menyatakan bahwa hukuman yang berlaku di Indonesia adalah Hukuman Tembak. Tembak. Dengan dalih menjalankan Hukum Islam, Islam, terpidana terpidana mati meminta meminta dihukum secara secara pancung pancung.At .Atas as dasar dasar itulah itulah Tim Pembel Pembelaa Musli Muslim m (TPM) (TPM) selaku selaku kuasa kuasa hukum hukum ketiga ketiga terpidana terpidana mengajukan mengajukan peninjauan peninjauan kembali kembali kepada Mahkamah Agung. Namun untuk PK pertama ditolak. TPM tetap bertahan dengan keputusannya mengajukan upaya PK ke dua kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dasar yang sama mengajukan peninjauan peninjauan terhadap Undang-undang Undang-undang No. 2/PNPS/196 2/PNPS/1964.Denga 4.Dengan n upaya ini TPM juga berus berusaha aha melaku melakukan kan penunda penundaan an terhada terhadap p waktu waktu pelaks pelaksana anaan an eksekus eksekusii mati mati ketiga ketiga terpidana.
3.2 ANALISA Habis sudah upaya hukum yang dilakukan ketiga terpidana mati Bom Bali untuk dieksekusi secara pancung. Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak PK yang diajukan diaju kan oleh tim kuasa kuasa hukum terpi terpidana. dana. Atas putusan tersebut, terpidana mati bom Bali Bali itu itu tetap tetap akan diekse dieksekus kusii dengan dengan cara ditemba ditembak. k. Dalam sidang sidang putusan putusan
yang yang
dipimpin Mahfud M.D. tersebut, MK menilai hal-hal yang diajukan pemohon mengenai 15
pengujian tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Rasa sakit yang dialami terpidana mati meru merupa paka kan n kons konsek ekue uens nsii logi logiss yang yang mele meleka katt dala dalam m pida pidana na mati mati seba sebaga gaii akib akibat at pelaksanaan pidana mati terhadap terpidana sesuai tata cara yang berlaku. Karena itu, eksekusi dengan ditembak ditembak tidak termasuk termasuk kategori kategori penyiksaan penyiksaan terhadap diri terpidana mati,dengan dasar tersebut, seluruh permohonan pemohon, ditolak. Selain itu, penggunaan hak untuk tidak disiksa dalam pasal 28 I UUD 1945 dinilai tidak tepat. Tidak Tidak ada satu satu pun cara cara yang yang menjam menjamin in tiadany tiadanyaa rasa rasa sakit sakit dalam dalam ekseku eksekusi, si, bahkan semua mengandung mengandung risiko risiko terjadinya terjadinya ketidaktepatan ketidaktepatan dalam pelaksanaan pelaksanaan yang menimbulkan rasa sakit. Namun, hal itu bukan penyiksaan sebagaimana dimaksud pasal 28 I UUD 1945, sehingga UU Nomor 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Mati yang yang dijatu dijatuhka hkan n pengadi pengadilan lan di lingkun lingkungan gan peradi peradilan lan umum umum dan milite militerr tidak tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 1 angka 4 UU HAM mengartikan, penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, bai baik k jasm jasmani ani maup maupun un roha rohani ni,, pada pada sese seseor oran ang g untuk untuk memp memper erol oleh eh penga pengakua kuan n atau atau ketera keterangan ngan dari dari seseor seseorang ang atau atau dari dari orang orang ketiga ketiga,, dengan dengan menghuk menghukumn umnya ya atas atas suatu suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau pihak ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alas alasan an yang yang dida didasa sark rkan an pada pada seti setiap ap bent bentuk uk disk diskri rimi mina nasi si,, apabi apabila la rasa rasa saki sakitt atau atau pender penderita itaan an terseb tersebut ut ditimb ditimbulk ulkan an oleh, oleh, atas atas hasuta hasutan n dari, dari, dengan dengan perset persetuju ujuan, an, atau atau sepengetahuan siapa pun dan/atau pejabat publik. Oleh karena itu, PK yang diajukan ditolak karena dianggap tidak mempunyai dasar hukum yang jelas serta dianggap tidak melanggar pasal 28 ayat 1 UUD 1945. Selain Selain itu, itu, Ekseku Eksekusi si dengan dengan tembak tembak tetap tetap dijala dijalanka nkan n sesuai sesuai UndangUndang-und undang ang No. 2/ PNPS/1964 tentang Tata Cara Pidana Mati. Hasil Hasilny nyaa pada pada tangg tanggal al 9 Novem Novembe berr 2009 2009 ketig ketigaa terp terpid idana ana dieks diekseku ekusi si di Nusakambangan.
16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
17
Berdasarkan analisis dari kasus ini kami dapat mengambil kesimpulan bahwa : 1.
Hukum yang berlaku di Indonesia bersifat Universal yakni berlaku bagi semua kalangan tanpa memandang SARA
2.
Hukum yang berlaku luas di Indonesia adalah Hukum Negara Indonesia dan bukan Hukum Syariat Islam.
3.
Kedud Keduduka ukan n Mahk Mahkam amah ah Kons Konsti titu tusi si di lemb lembaga aga hukum hukum Indo Indones nesia ia memi memili liki ki pengaruh yang kuat terhadap segala keputusan Hukum sehingga apapun yang menjadi keputusan MK tidak dapat diganggu gugat. Hal tersebut dialami oleh Amrozi Cs beserta kuasa Hukumnya. Mereka menghormati semua keputusan MK walaupun tidak sepaham.
4.
Tindakan pengajuan PK dianggap sebagai usaha TPM untuk mengulur waktu eksekusi walaupun mereka menyatakan tidak demikian.
5.
Faktor yang melatarbelakangi penundaan eksekusi pidana mati terhadap kasus bom Bali Bali Imam Imam Samudr Samudraa dipicu dipicu dari dari proses proses upayaupaya-upa upaya ya hukum hukum Terpid Terpidana ana.. Penundaan Penundaan eksekusi eksekusi pidana mati terhadap Terpidana Imam Samudra Samudra alias Abdul Aziz tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia karena seorang Terpidana mati yang akan melaksanakan eksekusi, melalui proses upaya-upaya hukum sebagai penundaan pelaksanaan putusan pengadilan yang merupakan hak terpid terpidana ana pada kasus kasus yang yang mengak mengakiba ibatka tkan n banyak banyak korban korban ataupun ataupun kejaha kejahatan tan terhadap kemanusiaan,
6.
Eksekusi mati tetap berjalan sesuai dengan Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 yakni dengan tembak.
7.
Pada waktu itu, pengajuan PK masih diterima dan diproses oleh MK karena TPM mengajukan sesuai prosedur tata cara pengajuan PK yang disusun oleh MK.
4.2 SARAN
1.
Mengingat kasus Bom Bali ini telah menewaskan ratusan orang, terlebih banyak orang asing yang menjadi sasaran utama dari peristiwa peristiwa naas ini. Tak luput kita sebagai makhluk sosial yang saling saling membut membutuhka uhkan n dan bisa bisa merasa merasakan kan kehila kehilanga ngan n anggota anggota keluar keluarga ga yang yang dicint dicintai ai untuk untuk memberikan memberikan simpati simpati terhadap keluarga keluarga korban dari peristiwa peristiwa itu. Salah satu bentuk simpati simpati 18
terhadap keluarga yang ditinggal akibat tragedi 12 Oktober 2002 tersebut, tidak lain dalam wujud konkret dengan perlu dibuatnya peraturan tentang penetapan waktu yang tegas dalam hal waktu menanti saatnya eksekusi mati terhadap terpidana. Walaupun tidak ada jaminan bahwa dengan tereksekusi tereksekusinya nya para terpidana kasus bom bali ini dapat mengembalik mengembalikan an korban, setidaknya setidaknya dengan ketepatan waktu dalam melaksanakan eksekusi mati ini dapat meringankan beban atau mengurangi perih dan duka bagi keluarga korban. 2.
Perlu adanya transparansi dan konsistensi penegak hukum di kalangan Hukum Indonesia.
LAMPIRAN
Amrozi
Imam Samudra 19
Ali Gufron
UU yang terkait dengan kasus terorisme
Hukuman Mati
Pasal
Tindak Pidana
Keterangan
Terorisme
Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas umum atau fasilitas internasional. Menggunakan bahan-bahan kimia, senjata biologis, radiologi, mikro-organisme, radioaktif atau komponennya untuk melakukan terorisme. Merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 sampai dengan Pasal 244, Pasal 245, dan Pasal 246. Setiap orang di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan,
Dalam RUU KUHP
1
242
2
244
Terorisme menggunakan bahan bahan kimia
3
247
Penggerakan, Pemberian Bantuan dan kemudahan untuk Terorisme
4
249
Terorisme
20
244, Pasal 245, dan Pasal 246.
5
250
Perluasan tindak pidana Terorisme
6
251
Terorisme
Pasal Pasal 28 Ayat Ayat 1 huruf huruf I berbun berbunyi yi
Dipidana karena terorisme setiap orang yang melaku-kan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 dengan pidana mati. Pasal 258 adalah pasal tentang Perusakan Pesawat Udara yang Mengakibatkan Matinya Orang atau Hancurnya Pesawat. Permufakatan jahat, persiapan, atau percobaan dan pembantuan melakukan terorisme sebagai dimaksud Pasal 242, Pasal 243 dan Pasal 244 dan Pasal 250 dipidana sesuai dengan ketentuan pasal-pasal tersebut.
“Hak “Hak untuk untuk hidup,ha hidup,hak k untuk tidak tidak disiksa, disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berla berlaku ku surut surut adalah adalah hak asasi asasi manusi manusiaa yang yang tidak tidak dapat dapat dikura dikurangi ngi dalam dalam keadaa keadaan n apapun”
DAFTAR PUSTAKA
2007,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogyakarta : Pustaka Yustisia
Tomasow, M.A. 2005, Indonesian Legal System. Jakarta : London School Of Public Relations
Syafii, Inu Kencana dan Azhari. 2005, Sistem Politik Indonesia. Bandung : Rafika Aditama
21
Kansil, dan Christin Kansil, 1971 cetakan 22. Pancasila dan Udang-Undang Dasar 1945. Jakarta : Pradnya Paramita
http://batampos.co.id/Utama/Utam http://batampos.co .id/Utama/Utama/MK_Tolak_Pa a/MK_Tolak_Pancung_Amrozi_Cs.html ncung_Amrozi_Cs.html
hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2pnps_1964.pdf
22