BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan peningkatan penyakit menua yang menyertainya, antara lain osteoporosis (keropos tulang). Masalah osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause. Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan wanita barat yaitu usia 60 tahun. Hal ini dikarnakan mulai berkurangnya paparan terhadap sinar matahari, kurangnya kurangn ya asupan kalsium, dan perubahan gaya hidup seperti merokok, alkohol dan berkurangnya latihan fisik, serta Penggunaan obat-obatan steroid jangka panjang. Osteoporosis dapat menurunkan massa tulang yang menyebabkan fraktur traumatik atau atraumatik, hal ini merupakan masalah besar pada perawatan kesehatan karena beratnya konsekuensi fraktur pada pasien osteoporosis dan sistem perawatan kesehatan. Di Indonesia data yang pasti mengenai jumlah osteoporosis belum ditemukan. Terdapat 8 dari 36 kasus fraktur tulang belakang dan terdapat 53 dari 173 kasus fraktur wrist. Dimana sebagian besar terjadi pada wanita >60 tahun dan disebabkan oleh kecelakaan rumah tangga. Di Amerika dari 300.000 kasus fraktur osteoporosis pada tahun 1991 dibutuhkan dana $5 milyar, dan diperkirakan akan membutuhkan dana mencapai $30-$40 milyar pada tahun 2020. Di Indonesia tahun 2000 dengan 227.850 fraktur osteoporosis dibutuhkan dana $2,7 milyar, dan perkiraan pada tahun 2020 dengan 426.300 fraktur osteoporosis dibutuhkan dana $3,8 milyar. Dapat dibayangkan biaya pada tahun 2050. Sejak penurunan massa tulang dihubungkan dengan terjadinya fraktur yang akan datang, maka pemeriksaan massa tulang merupakan indikator untuk memperkirakan risiko terjadinya fraktur. Pada dekade terakhir, fakta ini menyebabkan kepedulian terhadap penggunaan alat diagnostik non invasif (bone densitometry) untuk mengidentifikasi subyek dengan penurunan massa tulang, sehingga dapat mencegah terjadinya fraktur yang akan datang, bahkan dapat memonitoring terapi farmakologikal untuk menjaga massa tulang. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan bone mineral density? 2. Apa saja fungsi dari bone mineral density? 3. Metode apa saja yang digunakan untuk bone mineral density? 4. Bagaimana cara kerja dari metode DEXA? C. Tujuan 1. Mengetahui tentang maksud, fungsi, metode dan cara kerja bone mineral density 2. Pemenuhan tugas mata kuliah pengantar pencitraan diagnostic mutakhir
1
BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN Bone mineral densitometry adalah suatu pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang yang saat ini dikenal dengan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Pemeriksaan energi ganda X-Ray Absorpitometry (DEXA) memperkirakan jumlah konten mineral tulang di daerah tertentu dari tubuh. Alat ini biasa digunakan pada kasus pasien yang mengalami osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur (thief in the night). Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik dan fraktur osteoporosis dapat terjadi pada tiap tempat. Meskipun fraktur yang berhubungan dengan kelainan ini meliputi thorak dan tulang belakang (lumbal), radius distal dan femur proksimal. Definisi tersebut tidak berarti bahwa semua fraktur pada tempat yang berhubungan dengan osteoporosis disebabkan oleh kelainan ini. Interaksi antara geometri tulang dan dinamika terjatuh atau kecelakaan (trauma), keadaan lingkungan sekitar, juga merupakan faktor penting yang menyebabkan fraktur. Ini semua dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan rendahnya densitas tulang. Risiko terjatuh dan akibat kecelakaan (trauma) sulit untuk diukur dan diperkirakan. Definisi WHO mengenai osteoporosis menjelaskan hanya spesifik pada tulang yang merupakan risiko terjadinya fraktur. Ini dipengaruhi oleh densitas tulang. Kelompok kerja WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan: - Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (T>-1) Osteopenia : densitas tulang antara 1 standar deviasi dan 2,5 standar deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5
2
B. KEGUNAAN Alat Bone Densitometri digunakan untuk mengukur massa tulang terutama bagi mereka yang rentan terhadap fraktur (patah). Pemeriksaan ini bermanfaat dalam mengindentifikasi penurunan masa tulang seseorang sehingga meminimalkan resiko fraktur, mencegah terjadinya fraktur di masa yang akan datang dan dapat memonitor terapi untuk menjaga massa tulang. Densitometer umumnya digunakan untuk mendiagnosis kepadatan tulang yang rawan keropos (osteoporosis) dengan mengukur kepadatan mineral tulang. Sistem kerja alat ini ada yang dapat mengukur lumbal, pangkal paha, lengan bawah ataupun tulang tumit saja. Densitometer dapat digunakan sebagai deteksi dini adanya patah tulang. C. Karakteristik alat radiografi mengenai pengukuran bone mineral densitometry (BMD) Pengukuran densitas tulang merupakan kriteria utama untuk menegakkan diagnosis dan monitoring osteoporosis. Alat-alat radiologi meliputi QCT (Quantitative Computerised Tomography), MRI (Magnetic Resonance Imaging), QUS (Quantitative Ultrasound), Densitometer (X-ray absorpmetry) dan marker biokimia. 1. Karakteristik teknik pengukuran densitas tulang a. Radiogrametry dan photodensitometry dengan jenis radiasi ionisasi x-ray yang status perkembangannya Mulai ditinggalkan. b. Single-energy photon absorptiometry (SPA) dengan jenis Radiasi ionisasi singleenergy gamma, yang status perkembangannya Established. Saat ini mulai digantikan oleh teknik x-ray. Accuracy CV(%)2-8, precision CV(%)2-5, waktu scan 5-15, sederhana, relatif, tidak mahal, paparan radiasi rendah dengan sumber rusak mempengaruhi tampilan. c. Dual-energy photon absorptiometry (DPA), jenis Radiasi ionisasi gamma, dengan 2 energi berbeda, dengan status perkembangan Established. Saat ini mulai digantikan oleh teknik x-ray. Accuracy CV(%)3-10, precision CV(%)2-6, waktu scan 20-45, Biasanya digunakan untuk pengukuran di tulang belakang dan panggul. Sumber yang rusak mempengaruhi tampilan. d. Single-energy x-ray absorptiometry (SXA), jenis radiasi Radiasi ionisasi singleenergy x-ray, dengan status pekembangan Established, accuracy CV(%)5, precision(%)1, waktu scan 10-20, X-ray equivalent of SPA e. Dual-energy x-ray absorptiometry (DXA), jenis Radiasi ionisasi x-ray dengan 2 energi berbeda, status perkembangan Established (saat ini paling banyak digunakan), accuracy CV(%)3-6, precision CV(%)1-3, waktu scan 3-10, Sumber Single X-ray dengan 2 energi. Flux photon lebih tinggi dibanding sumber radionuklida, meningkatkan konfigurasi detektor. f. Quantitative Computed Tomography (QCT), jenis Radiasi ionisasi x-ray, status pekembangan Established terbagi menjadi Dua yaitu Simple dan Dual, accuracy CV(%)5-15, precision CV(%)2-5, waktu scan 10-15, Dapat menilai stuktur tulang. Memerlukan pengukuran standar kalibrasi simultan dengan pasien
3
g. Ultrasounds (QUS), jenis Non ionisasi, status perkembangan First stages of clinical introduction.* accuracy CV(%)20, precision CV(%)2-4, waktu scan 5, Potensial untuk mengukur stuktur tulang. h. Magnetic resonance, jenis Non ionisasi, status perkembangan Eksperimental** i. Compton scattering, jenis Radiasi ionisasi gamma, status perkembangan Eksperimental** j. Neutron Activation analysis (NAA), jenis radiasi Radiasi ionisasi gamma, status perkembangan Eksperimental** CV= Coefficient of variation * Keamanan atau efektivitas teknologi baru ini mungkin adekuat untuk beberapa indikasi pada pasien khusus, berdasarkan pengetahuan terbaru yang ada. ** Tidak ada evidence yang cukup untuk menerangkan keamanan dan efektivitas teknologi ini, oleh karena itu penggunaannya harus dibawah protocol penelitian. -
-
Precision: hasil pengukuran ulang keadaan yang relatif stabil mendekati satu sama lain (tidak ada random error); merupakan gambaran paling penting bila variasi selama perjalanan waktu di pelajari, dan ditunjukkan sebagai coefficient of variation. Accuracy: hasil pengukuran sesuai dengan ukuran kejadian sebenarnya (tidak ada systematic error); biasanya ditunjukkan dengan persentase kesalahan, dan merupakan kualitas yang paling relevan untuk diagnosis.
2. Keuntungan dan kerugian teknik pengukuran bone densitometry a. SPA dan SXA Keuntungan Akurasi 95-98% untuk SXA pada tumit dan lengan bawah. Waktu scanning 5-15 menit. Dosis radiasi rendah (2-5 mrem) Kerugian Precision error 1-2% untuk tumit dan lengan bawah. Tidak akurat untuk pengukuran densitas masa tulang pada tulang belakang dan panggul. Tidak sensitif untuk perubahan pada tulang trabecular b. DPA Keuntungan Akurasi 90-97% utk tulang belakang. Dosis radiasi rendah (5-10 mrem). Dapat mengukur dibanyak tempat. Kerugian Waktu skaning 20-45 menit
4
Precision error 1,1-3,7%. Menggunakan isotop radioaktif No longer being manufactured c. DXA dan DEXA Keuntungan Metode yang paling banyak digunakan. Efikasi klinis established.
Akurasi bervariasi antara 90-99% untuk DXA di panggul, tulang belakang dan lengan bawah. Precision error untuk tulang belakang kecil, bervariasi antara 0,6%-1,5%. Dosis radiasi rendah (<5 mrem) Sensitivitas lateral DXA mendekati QCT. Kerugian Precision error bervariasi antara 1,2%-2,05 untuk panggul. d. QCT Keuntungan Mengukur volume densitas tulang sebenarnya, tidak hanya densitas masa tulang per unit area Mengukur secara terpisah tulang kortikal dan trabekular. Akurasi antara 85-97% untuk QCT pada tulang belakang. Memberikan gambaran 3 dimensi Kerugian Dosis radiasi tinggi (100-1000 mrem) dibanding metode lain Lebih mahal dibanding metode lain.
Precision error bervariasi antara 1-3% (single energy) sampai 3-5% (dual energy). Kegunaan klinis untuk panggul belum nyata. e. Broadband Ultrasound Keuntungan Mengukur integritas tulang trabekular Biaya rendah kerugian Tidak diakui FDA untuk digunakan sebagai alat f. Attenuation (BUA) Keuntungan Menghindarkan radiasi ionisasi
Dapat efektif untuk prediksi risiko fraktur pada panggul independent of BMD. Kerugian pengukuran densitas tulang.
5
g. Markers Biokimia Keuntungan Digunakan untuk menilai kecepatan turnover tulang trabekular Efisiensi 50% dalam memprediksi kehilangan masa tulang saat menopause Diakui FDA American college of Obstetrics &Gynecology merekomendasikan untuk identifikasi penyebab kehilangan densitas mineral tulang Tidak mahal Kerugian Tidak terbukti efektif untuk memprediksi resiko fraktur
Dari berbagai metode pengukuran densitas tulang yang digunakan saat ini, metode yang berdasarkan x-ray (khususnya dual energy x-ray absorptiometry (DXA)) terbanyak digunakan. Teknik ini secara bertahap menggantikan teknik ionisasi lain yang menggunakan radiasi gamma. Karekteristik terpenting yang menjadikan suatu alat ukur sebagai pilihan untuk menegakkan diagnosis adalah akurasi dari alat tersebut. DXA memiliki akurasi 3-6%, hal ini sedikit lebih tinggi pada akurasi dari QCT dan pQCT yaitu 815%. Selain itu presisi (pemeriksaan ulang) merupakan variabel penting untuk memonitor hasil terapi suatu penyakit. DXA memiliki presisi 1-3%. Peralatan untuk pemeriksaan klinis massa tulang atau risiko fraktur umumnya memiliki sensitifitas moderat sampai tinggi dan spesifisitas rendah. Studi kohort dari NORA, pada 200.000 wanita di USA variasi pengukuran, menunjukkan hubungan yang signifikan antara densitas tulang dengan menggunakan SXA, pDXA, DXA terhadap risiko terjadinya fraktur. DXA terbukti merupakan teknologi yang paling luas diterima untuk mengetahui hubungan antara densitas tulang dengan risiko fraktur dan telah divalidasi pada studi longitudinal kohort. DXA juga merupakan teknik dengan akurasi dan presisi baik serta paparan radiasi yang rendah. Sehingga alat ini dijadikan sebagai gold standard pemeriksaan massa tulang oleh WHO karena merupakan pemeriksaan yang validasinya paling luas dalam menilai fraktur.
D. CARA PEMERIKSAAN BONE MINERAL DENSTY SEBAGAI BERIKUT: 1. Penggunaan BMD. Alat BMD diukur dengan test x-ray absorpsiometri energi ganda disebut sebagai scan dxa. Pemeriksaan BMD DXA dilakukan dengan menggunakan pesawat yang memanfaatkan sinar X dengan dosis sinar X yang sangat kecil sehingga aman untuk digunakan dan digunakan untuk mendeteksi kasus osteoporosis sejak dini.
6
2. Pemeriksaan BMD. Pemeriksaan BMD ditunjukkan pada 3 lokasi atau titik seperti tulang belakang bagian bawah (pinggang), paha atas dan pergelangan tangan, pemeriksaan ketiga tempat tersebut dilakukan dalam waktu yang sama dan dapat juga dilakukan pada seluruh tubuh. Di Indonesia dikenal 3 carapemeriksaan BMD untuk menegakkan diagnosa, yaitu: a. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry) Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. Selama pemeriksaan orang yang diperiksa berbaring pada meja BMD DXA scanner dan mesin tersebut akan mengambil gambargambar tulang, kemudian komputer akan mengolahnya dan menghitung densitas tulang. DXA sangat berguna untuk: wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis penderita yang diagnosisnya belum pasti penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat b. Densitometer-USG Pemeriksaan
ini
lebih
tepat
disebut
sebagai
screening
awal
penyakit
osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah. c. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx
Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral. Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang sehingga
pemeriksan
ini
dapat
digunakan
saebagai
penanda
biokimia
pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
7
Di luar negeri, dokter dapat pula menggunakan metode lain untuk mendiagnosa penyakit osteoporosis, antara lain: 1. Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah. 2. Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang belakang. 3. Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid. 3. Persiapan Untuk Pemeriksaan. Tidak memerlukan persiapan khusus,tetapi dalam satu minggu sebelum pemeriksaan tidak melakukan pemeriksaan radiologi lainnya yang menggunakan kontras. Hal ini juga untuk mencegah terjadinya kesalahan interpretasi hasil. 4. Hasil pemeriksaan Bone densitometri tulang mengukur padatnya tulang di daerah tubuh tertentu dan dapat mendeteksi osteoporosis sebelum terjadi patah tulang. Dengan kata lain, pemeriksaan ini membantu Anda memprediksi kemungkinan patah tulang pada masa depan dan menentukan tingkat BMD (Bone Mineral Density) saat Anda kehilangan tulang. Informasi ini dapat membantu dokter dalam mendiagnosis osteoporosis dan menyarankan Anda dalam pencegahan dan pengobatan yang sesuai untuk penyakit ini. Bonedensitometer menggunakan sejumlah kecil dari x-ray untuk menghasilkan gambar tulang belakang, pinggul, lengan, atau seluruh tubuh. X-ray adalah terdiri dari dua tingkat energi, yang diserap secara berbeda oleh tulang dalam tubuh. T skor - Angka ini menunjukkan jumlah tulang Anda dibandingkan dengan nilai orang dewasa muda lain dari gender yang sama dengan massa tulang puncak. Nilai T digunakan untuk memperkirakan risiko Anda mengembangkan fraktur. Normal: T-score yang berada di atas-1 Osteopenic: T-score adalah antara -1 dan -2,5 (kepadatan tulang yang rendah) Osteoporosis: T-skor di bawah -2,5 Z skor - Jumlah ini mencerminkan jumlah tulang Anda dibandingkan dengan orang lain dalam kelompok usia dan jenis kelamin yang sama. Jika skor ini luar biasa tinggi atau rendah, hal itu mungkin menunjukkan kebutuhan tes medis lebih lanjut.
E. Keunggulan Bone Densitometer Bone densitometri sendiri ditetapkan oleh WHO (World Helath Organization) sebagai Golden Standard dalam pemeriksaan massa tulang karena memiliki keunggulan antara lain: akurasi dan presisi hasil yang lebih baik resolusi hasil yang tinggi waktu yang singkat paparan radiasi yang rendah
8
F. Kualifikasi dan tanggungjawab tenaga kesehatan 1. Tenaga Dokter Pemeriksaan harus di bawah pengawasan dan interpretasi dari dokter yang bersertifikasi dengan kualifikasi: 1) Pengetahuan dan pengertian tentang struktur tulang, metabolisme dan osteoporosis 2) Sertifikat pelatihan dan mengerti tentang X-ray dan proteksi radiasi, meliputi bahaya paparan radiasi pada pasien dan operator serta monitoringnya. 3) Mengetahui dan mengerti tentang proses data absorptiometry dan akuisisi pencitraan, meliputi posisi pasien dan penempatan regio dan artefak dan abnormalitas anatomi yang menyebabkan false meningkat atau menurunkan densitas mineral tulang. 4) Mengetahui dan mengerti parameter laporan, terdiri atas tapi tidak dibatasi pada pemeriksaan densitas tulang, rerata, T-skor, Z-skor, risiko fraktur dan sistim klasifikasi WHO. 5) Mengeahui dan mengerti kriteria akurasi dan presisi dari pemeriksaan serial, meliputi batasan perbandingan pengukuran dari teknik dan divisi yang berbeda 6) Mengetahui dan mengerti penggunaan spektrum teknik densitas tulang, seperti DXA, DXA, SXA, QCT, radiographic absorptiometry (RA), dan quantitative ultrasound (QUS), untuk melengkapi aturan konsul, pemeriksaan serial atau prosedur diagnostik untuk konfirmasi kecurigaan abnormalitas yang tampak pada pencitraan. 7) Pengawasan dokter, bertanggung jawab pada fasilitas absorptiometry dan quality control peralatan. Dokter bertanggung jawab pada kualitas pemeriksaan yang digunakan dalam pelaporan. 2. Operator 1) Bertanggung jawab pada keamanan dan kenyamanan pasien, menyiapkan posisi pasien dan menempatkan wilayah pengukuran bone densitometry, memonitor pasien selama pemeriksaan di bawah pengawasan dokter. 2) Sertifikasi resmi dari penggunaan alat absorptiometry, meliputi semua alat — terutama mengenai prosedur quality assurance (QA). 3) Dapat mengoperasikan secara manual. 4) Lisensi atau sertifikasi dari American Registry of Radiologic Technologists (ARRT) atau Nuclear Medicine Technology Certification Board (NMTCB) G. INDIKASI BONE DENSITOMETRY Densitas tulang saja tidak cukup untuk menjelaskan peningkatan insidens fraktur panggul yang muncul dengan semakin meningkatnya usia. Faktor lain, seperti elastisitas dan struktur tulang diperlukan dalam kombinasi dengan densitas tulang untuk identifikasi wanita yang berisiko tinggi untuk fraktur.
9
Guideline indikasi bone densitometry dalam penilaian risiko fraktur yang dikeluarkan oleh Catalan Agency for Health Technology Assessment, Barcelona, menyatakan bahwa bone densitometry diindikasikan pada pasien dengan: 1 atau lebih high risk FR + 2 atau lebih moderate risk FR 2 atau lebih high risk factor resiko atau lebih moderate risk FR Faktor risiko memiliki hubungan dengan RR fraktur ≥ 2; Moderate risk: faktor risiko memiliki hubungan dengan RR fraktur antara 1 dan 2 kali lebih tinggi (1
10
Lampiran gambar
SPA
QCT
SXA
PDXA
ultrasound
RA
11
BAB III PENUTUP KESIMPULAN Salah satu manfaat radiokimia dalam bidang kedokteran yaitu diagnosis kekeroposan tulang (osteoporosis) dengan bone densitometer. Osteoporosis yaitu penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Umumnya pada Osteoporosis terjadi pengurangan umum progresif dari kepadatan tulang Bone Mineral Density (BMD) sehingga menyebabkan terjadinya kerapuhan tulang. Untuk mengukur massa tulang terutama bagi mereka yang rentan terhadap fraktur (patah) digunakan alat Bone Densitometri. Densitometer umumnya digunakan untuk mendiagnosis kepadatan tulang yang rawan keropos (osteoporosis) dengan mengukur kepadatan mineral tulang. Bonedensitometer menggunakan sejumlah kecil dari x-ray untuk menghasilkan gambar tulang belakang, pinggul, lengan, atau seluruh tubuh. X-ray adalah terdiri dari dua tingkat energi, yang diserap secara berbeda oleh tulang dalam tubuh. Dari berbagai metode pengukuran densitas tulang yang digunakan saat ini, metode yang berdasarkan x-ray (khususnya dual energy x-ray absorptiometry (DXA)) terbanyak digunakan.Teknik ini secara bertahap menggantikan teknik ionisasi lain yang menggunakan radiasi gamma. Bone densitometri sendiri ditetapkan oleh WHO (World Helath Organization) sebagai Golden Standard dalam pemeriksaan massa tulang karena memiliki keunggulan antara lain akurasi dan presisi hasil yang lebih baik, resolusi hasil yang tinggi, waktu yang singkat, paparan radiasi yang rendah. SARAN
12
SUMBER http://blogbabeh.blogspot.co.id/2013/09/bmd-osteoporosis_958.html http://teti-haryati.blogspot.co.id/2011/12/diagnosis-osteoporosis-dengan-bone.html http://radiologyedu.blogspot.co.id/2014/01/bone-mineral-densitometry.html
13