BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam upaya mengatasi krisis energi terutama minyak tanah, pemerintah menerapkan kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Namun, konversi ini memerlukan proses dan sosialisasi yang panjang, selain itu membutuhkan dana besar serta pengelolaan yang profesional. Keterbatasan pengetahuan dan budaya masyarakat juga menjadi salah satu penyebab program tersebut kurang sesuai dilakukan di pedesaan. Untuk menyiasati kelangkaan minyak tersebut masyarakat pedesaan lebih memilih menggunakan kayu bakar. Jika hal ini terus terus berlanjut maka dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Salah satu cara untuk mengurangi konsumsi minyak tanah adalah subsitusi dengan biokerosin. Biokerosin adalah minyak tanah yang bersumber dari bahan bahan hayati yang sifatnya terbarukan (Ramadhas et al, 2005a). Biokerosin diperoleh dari berbagai biji-bijian termasuk t ermasuk biji karet. Penggunaan minyak biji karet sebagai substitusi solar memiliki pengaruh yang kurang baik pada mesin (Ramadhas et al., 2005b, Geob et a.l., a.l., 2008). Oleh karena itu, minyak biji karet lebih tepat diproses menjadi biokerosin sebagai pengganti minyak tanah. Selain itu, bungkil sisa pengepresan biji karet juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Madubuike, 2006). Pokok masalah dalam penelitian ini adalah belum dimanfaatkannya biji karet secara optimal, karena selama ini masyarakat belum mengetahui cara pengolahan/manfaat biji karet, sehingga biji karet masih merupakan limbah atau barang yang tidak bermanfaat. Sejauh ini belum diketahui apakah terdapat variasi rendemen biji karet dari kebun yang terpelihara dengan yang tidak terpelihara, belum diperoleh metode yang tepat untuk untuk pengepresan, degumming dan netralisasi minyak biji karet untuk menghasilkan biokerosin, serta belum diketahui kemampuan biokerosin biji karet untuk subtitusi minyak tanah pada kompor rumah tangga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari 1) potensi biokerosin dari kebun milik PTPN dan milik petani berdasarkan produktivitas biji dan metode pengepresan biji karet, 2) rendemen minyak dan kandungan energi biji karet setelah diolah menjadi biokerosin, 3) pengaruh penjemuran dan pengupasan kulit buah terhadap kualitas minyak kasar dan biokerosin, dan mengetahui kemampuan biokerosin biji karet untuk menyalakan kompor minyak tanah di rumah tangga. Manfaat penelitian adalah untuk memberikan alternatif kepada pemerintah dan masyarakat kemungkinan biji karet berpotensi menjadi bioenergi yang dapat dipertimbangkan sebagai substitusi minyak tanah , meningkatkan nilai tambah perkebun-an karet bagi pendapatan masyarakat, dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan pengelolaan bioenergi di tingkat pedesaan , serta mendorong kegiatan ekonomi produktif yang memanfaatkan bahan bioenergi dari biji karet dan produk sampingnya. 1.2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh rendeman biokerosin biji karet utuh dan dikupas dari kebun yang tidak terpeliharan. 2. Bagaimana pengaruh rendeman biokerosin biji utuh dan biji karet dikupas dari kebun yang terpeliharan. 3. Bagaimana pengaruh suhu pembakaran pada proses pembuatan biokerosin. 1.3.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh rendeman biokerosin biji karet utuh dan dikupas dari kebun yang tidak terpeliharan. 2. Mengetahui pengaruh rendeman biokerosin biji utuh dan biji karet dikupas dari kebun yang terpeliharan. 3. Mengetahui pengaruh suhu pembakaran pada proses pembuatan biokerosin. 1.4.
Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui pengaruh suhu dan rendeman pada proses pembuatan biokerosin menggunakan bahan baku biji karet.
2. Meningkatkan nilai ekonomi biji karet. 3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya pemanfaatan biji karet sebagai bahan bakar alternatif.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Biomassa
Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu kandungan air (moisture content ), zat mudah menguap (volatile matter ), karbon terikat ( fixed carbon), dan abu (ash). Mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu pengeringan (drying ), devolatilisasi (devolatilization), dan pembakaran arang (char combustion). Proses pengeringan akan menghilangkan moisture, devolatilisasi yang merupakan tahapan pirolisis akan melepaskan volatile, dan pembakaran arang yang merupakan tahapan reaksi antara karbon dan oksigen, akan melepaskan kalor. Laju pembakaran arang tergantung pada laju reaksi antara karbon dan oksigen pada permukaan dan laju difusi oksigen pada lapis batas dan bagian dalam dari arang. Reaksi permukaan terutama membentuk CO. Diluar partikel, CO akan bereaksi lebih lanjut membentuk CO2. Pembakaran akan menyisakan material berupa abu. Karbon yang terkandung di dalam arang bereaksi dengan oksigen pada permukaan membentuk karbon monoksida menurut reaksi berikut (Borman dan Ragland, 1998): C + ½ O2 CO (1) Permukaan karbon juga bereaksi dengan karbondioksida dan uap air dengan reaksi reduksi sebagai berikut : C + CO2 2CO (2) C + H2O CO + H2 (3) Selama proses karbonisasi, gas-gas yang bias terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, asam formiat dan asam asetat serta gas yang tidak bisa terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair dilepaskan. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
2.2.
Briket Arang
Briket bioarang (Biobriket) merupakan bahan bakar padat yang mengandung karbon, mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan dapat menyala dalam waktu yang lama. Sedangkan biomassa adalah bahan organik yang berasal dari jasad hidup. Biomassa sebenarnya dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas untuk bahan bakar,tetapi kurang efisien. Nilai bakar biomassa hanya sekitar 3000 kal, sedangkan bioarang mampu menghasilkan 5000 kal (Seran, 1990).
Gambar 1. Briket Biorang ( Biobriket)
Briket bioarang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan arang biasa (konvensional), antara lain: a. Panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kayu biasa dan nilai kalor dapat mencapai 5.000 kalori (Soeyanto, 1982). b. Briket bioarang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau, sehingga bagi masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi perumahannya kurang mencukupi, sangat praktis menggunakan briket bioarang. c. Setelah briket bioarang terbakar (menjadi bara) tidak perlu dilakukan pengipasan atau diberi udara. d. Teknologi pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan kimia lain kecuali yang terdapat dalam bahan briket it u sendiri.
e. Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada dibentuk sesuai kebutuhan (Soeyanto, 1982). Oleh karena itu perlu dikembangkan pembuatan briket bioarang dalam upaya pemanfaatan limbah tongkol jagung. Untuk mencapai hal tersebut dilakukan penelitian untuk menghasilkan briket bioarang yang berkualitas baik, ramah lingkungan dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Dengan manfaatkan limbah tongkol jagung menjadi briket bioarang, maka diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan, memberikan alternatif sumber bahan bakar yang dapat diperbarui dan bermanfaat untuk masyarakat.
3.3.
Tongkol Jagung
Tanaman jagung hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, karena jagung dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia baik dataran tinggi maupun rendah. Data ini menunjukkan bahwa hasil tanaman jagung sangat melimpah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa luas lahan pertanian jagung di Indonesia tahun 2005 adalah 3.356.914 ha dengan produksi 11.225.243 ton pipilan. Jika produksi jagung pipilan kering dapat mencapai 3 hingga 4 ton perhektar, maka limbah tongkol yang dihasilkan tentu lebih besar jumlahnya. Pemanfaatan sisa atau limbah pasca panen jagung ini hanya sedikit sekali yang dimanfaatkan menjadi produk seperti pupuk, bahan bakar memasak penduduk di sekitar pertanian, dan bahkan hanya dibuang atau dibakar. Tentunya hal ini akan menjadi masalah baru bagi lingkungan, terutama karena pembakaran itu akan menimbulkan polusi udara yang hebat dan juga membahayakan lingkungan. Untuk menjadikan tongkol jagung lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi, maka diperlukan suatu teknologi untuk mengubah limbah ini menjadi briket arang sebagai bahan bakar alternatife yang dapat mengantikan bahan bakar minyak dan gas, maupun dijadikan bahan baku pemuatan arang aktif.
Gambar 2. Limbah Tongkol Jagung
Untuk mengoptimalkan penggunaan limbah tongkol jagung menjadi bahan bakar alternatif sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah maupun gas, maka perlu adanya optimalisasi dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari bahan bakar alternatif tersebut. Untuk itu melalui penelitian ini akan dilakukan bagaimana limbah tongkol jagung dapat dimanfaatkan menjadi briket arang sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak dan gas serta dijadikan arang aktif sebagai penyaring pada pemurnian minyak goreng bekas. 3.4.
Karbonisasi
Karbonisasi merupakan metode atau teknologi untuk memperoleh arang sebagai produk utama dengan memasukan biomassa padat seperti kulit durian, kayu, sekam padi dll. Pada 400-6000C, hal ini dapat menghasilkan tar, asam pyroligneus dan gas mudah terbakar sebagai hasil samping produk. Dalam kasus disk riminisasi dari “destilasi kering” merupakan terminologi yang digunakan. Karbonisasi umumnya berati pembuatan arang meskipun itu merupakan istilah termasuk distilasi kering. Karbonisasi merupakan suatu proses konversi dari suatu zat organik ke dalam karbon atau residu yang mengandung karbon dalam proses pembuatan ar ang berkarbon, karbonisasi
dilakukan dengan
membakar
kulit
durian
untuk
menghilangkan kandungan air atau content dan material-material lain dalam kulit durian yang tidak dibutuhkan oleh arang seperti hidrogen dan oksigen atau material yang menguap. 2.4.
Nilai Kalor
Kalor adalah energi yang dipindahkan melintasi batas suatu sis tem yang disebabkan oleh perbedaan temperatur antara suatu sistem dan lingkungannya. Nilai kalor bahan bakar dapat diketahui dengan menggunakan kalorimeter. Bahan bakar yang akan diuji nilai kalornya dibakar menggunakan kumparan kawat yang dialiri arus listrik dalam bilik yang disebut bom dan dibenamkan di dalam air. Bahan bakar yang bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan kalor, hal ini menyebabkan suhu kalorimeter naik. Untuk menjaga agar panas yang dihasilkan dari reaksi bahan bakar dengan oksigen tidak menyebar ke lingkungan luar maka kalorimeter dilapisi oleh bahan yang bersifat isolator. 2.5.
Kadar Air
Kadar air briket berpengaruh terhadap nilai kalor. Semakin sedikit kadar air dalam briket, maka semakin tinggi nilai kalornya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gandhi (2010) yaitu semakin tinggi komposisi perekat maka nilai kalornya semakin rendah dan kadar airnya yang dihasilkan semakin tinggi pula, tetapi berat jenis dan kepadatan energi yang dihasilkan akan semakin rendah.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan pada bulan Agustus 2017. 3.2
Alat dan Bahan
3.2.1. Alat 1. Beker Glass 2. Erlenmeyer 3. Kaca arloji 4. Pipet tetes 5. Pipet volume 6. Neraca analitis 7. Desikator 8. Oven 9. Spatula 10. Cetakan briket 11. Thermometer 12. Pengayak 3.2.2. Bahan 1. Tongkol jagung 2. Aquades 3. Tepung kanji
3.3.
Prosedur Penelitian
3.3.1. Persiapan bahan baku 1. Menyiapkan bahan baku berupa tongkol jagung. 2. Mengeringkan tongkol jagung dengan cara dijemur dibawah sinar matahari. 3. Tongkol jagung yang telah kering dilanjutkan dengan proses karbonisasi. 3.3.2. Pembuatan Gel Perekat 1. Memasukan bubuk kanji ke dalam beker gelas.
2. Mencampurkan bubuk kanji dengan aquadest menggunakan perbandingan 1:1. 3. Kemudian campuran tersebut diaduk hingga rata.
3.3.3. Proses karbonisasi 1. Tongkol jagung kering di karbonisasi menggunakan oven selama 2 jam dengan variasi suhu 220oC, 300oC dan 380 oC. 2. Hasil karbonisasi kemudian dihancurkan dan diayak sesuai ukuran (30 dan 50 mesh). 3. Bubuk karbon direkatkan menggunakan gel perekat dengan perbandingan
1:1 dan di oven selama 1 jam. 4. Setelah 1 jam di oven, hasil karbonisasi di cetak menggunakan cetakan
briket dengan variasi tekanan 24,4 MPa, 48,8 MPa, 73,2 MPa dan 97,6 MPa. 5. Setelah dicetak, biobriket dikeringkan lagi di dalam oven selama 2 jam pada temperatur 45ºC - 65ºC.
3.3.4. Analisa Nilai Kalor 1. Uji kalor dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter. Hal tersebut digunakan untuk memperoleh keakurasian dari nilai. 2. Melakukan perbandingan kualitas produk berdasarkan penelitian yang telah diperoleh dengan berdasarkan pada ketentuan yang berlaku.
BAB IV PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
1. Kualitas pembakaran biomassa limbah tongkol jagung dapat ditingkatkan dengan proses karbonisasi. 2. Dengan dilakukan karbonisasi nilai kalor tongkol jagung meningkat sekitar 65% dan kadar karbonnya meningkat sekitar 67%. 3. Pada temperatur karbonisasi yang semakin tinggi akan diperoleh kadar karbon terikat dan nilai kalor yang semakin tinggi. 4. Tekanan pembriketan yang semakin tinggi, laju pembakaran akan semakin lambat dan emisi CO maksimumnya juga akan lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Senadi, dkk. Pembuatan Biobriket dari Campuran Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Sekam sebagai Bahan Bakar Alternatif . Semarang: Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Isa, Ishak, dkk. 2012. Briket Arang dan Arang Aktif dari Limbah Tongkol Jagung. Gorontalo: Laporan Penelitian
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas
Matematika Dan IPA Universitas Negeri Gorontalo. Martynis, Munas, dkk. 2012. Pembuatan Biobriket dari Limbah Cangkang Kakao. Padang: Jurnal Litbang industri. Vol. 2, No. 1, Hal. 35-41. Miskah, Siti, dkk. 2016. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat Tapioka dan Semen terhadap Pembuatan Biobriket Ampas Tebu . Indralaya: Jurnal Teknik Kimia. Vol. 22, No. 4, Hal. 11-18. Ridhuan, Kemas dan Joko Suranto. 2016. Perbandingan Pembakaran Pirolisis dan Karbonisasi pada Biomassa Kulit Durian terhadap Nilai Kalori. Lampung: Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah. Vol. 5 No. 1. Sinaga, Rosta Natalia dan Rosdanelli Hasibuan. 2017. Pembuatan Briket dari Kulit Kakao Menggunakan Perekat Kulit Ubi Kayu. Medan: Jurnal Teknik Kimia USU: Vol 6, No.3, Hal. 21-27. Surono, Untoro Budi. 2010. Peningkatan Kualitas Pembakaran Biomassa Limbah Tongkol Jagung sebagai Bahan Bakar Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Pembriketan. Yogyakarta: Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 4, No. 1, Hal 13-18.