Pengertian Biomassa Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil). Sumber sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan karena tanaman dapat kembali tumbuh pada lahan yang sama.Kayu saat ini merupakan sumber yang paling banyak digunakan untuk biomassa. Di Amerika Serikat, misalnya, hampir 90% biomassa berasal dari kayu sebagai bahan bakar. Biomassa dianggap sebagai karbon netral, ini berarti biomassa mengambil karbon dari atmosfer pada saat tanaman tumbuh, dan mengembalikannya ke udara ketika dibakar. Karena itulah, setidaknya menurut teori, terjadi siklus karbon tertutup tanpa peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer.Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah dll
Sumber-sumber Sumber-sumber biomassa Kayu bakar, ranting, dan limbah pertanian atau perkebunan, bahkan limbah rumah tangga, kota dan industri merupakan potensi yang sangat besar sebagai sumber energi biomassa di Indonesia. Sumber energi tersebut sangat berpotensi untuk pembangkit tenaga listrik, baik melalui proses konversi energi secara langsung maupun konversi energi antara.
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis sehingga biomassa juga memiliki sebutan yang diberikan untuk material yang tersisa dari tanama atau hewan seperti kayu dari hutan, material sisa pertanian serta limbah organik manusia dan hewan. Energi yang terkandung dalam biomassa berasal dari matahari. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara di transformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energy kima yang tersimpan dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan dan hewan lagi) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Sehingga energi yang terdapat dalam biomassa termasuk kelas energi terbarukan. Adapun jenis sumber energi biomassa yaitu kayu yang berasal dari hutan, limbah hutan berupa bagian pohon/tumbuhan sisa hasil pemanenan hutan, limbah perkebunan seperti pelepah,
limbah pertanian seperti kulit padi, limbah peternakan seperti kotoran sapi, limbah pabrik kertas yang dimana bahan baku pembuatan kertas itu sendiri adalah kayu, limbah saluran pembuangan, limbah dapur seperti sisa bahan masakan, gula dan biji-bijian yang ditanam untuk membuat alcohol yang direncanakan untuk digunakan sebagai bahan bakar seperti pembuatan etanol dari biji durian, gula dan biji-bijian yang ditanam untuk produksi biodiesel seperti biji jarak atau alpukat. Semua Jenis biomassa memiliki kandungan energi yang berbeda-beda. Beberapa diantanya adalah kayu hijau yang memiliki kandungan energi 8 MJ/kg yang setara dengan 2,22 kwh (kilowatt hour), Materil yang dikeringkan menggunakan oven 20 MJ/kg setara dengan 5,56 kwh (kilowatt hour), gas metan 55 MJ/kg setara dengan 15,277 kwh (kilowatt hour).
Konversi Biomassa Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana sebenarnya telah dilakukan oleh nenek moyang kita beberapa abad yang lalu. Penerapannya masih sangat sederhana, biomassa langsung dibakar dan menghasilkan panas. Di zaman modern sekarang ini panas hasil pembakaran akan dikonversi menjadi energi listrik melali turbin dan generator. Panas hasil pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator. Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-magnet dalam generator. Pembakaran langsung terhadap biomassa memiliki kelemahan, sehingga pada penerapan saat ini mulai menerapkan beberapa teknologi untuk meningkatkan manfaat biomassa sebagai bahan bakar, dijelaskan pada Gambar. Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biomassa dan men ghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
Gambar Teknologi Konversi Biomass
Dari gambar di atas secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar. Beberapa penerapan teknologi konversi biomassa yaitu :
a. Pembakaran L angsun g
Pembakaran biomassa merupakan penggunaan biomassa termudah untuk mendapatkan panas . Proses pembakaran yang dilakukan secara langsung kepada bahan. Hasil dari proses
pembakaran biomassa adalah bentuk energi panas yang dapat dikonversi menjadi energi listrik
b. Biobriket
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa di bikin briket. Biomassa lain seperti sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk ka yu, dan limbahlimbah biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit. Di IPB terdapat banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai dari yang manual, semi mekanis, dan yang memakai mesin.
b. Pirolisis
Pirolisis adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas ( pyro) pada suhu yang lebih o
dari 150 C. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses, yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut karena akan memicu reaksi pembakaran. Proses ini sebenarnya bagian dari proses karbonisasi yaitu proses un tuk memperoleh karbon atau arang, tetapi sebagian menyebut pada proses pirolisis merupakan high temperature carbonization (HTC), lebih dari o
500 C. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon, cairan berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lainnya adalah gas berupa karbon dioksida (CO2 ), metana (CH4 ) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil.
c. Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquification tejadi pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan.
d. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol.
e. Densifikasi
Praktek yang mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah membentuk menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan dalam penanganan biomassa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan densitas dan memudahkan penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum densifikasi (pembentukan briket atau pellet) mempunyai beberapa keuntungan (bhattacharya dkk, 1996) yaitu : menaikan nilai kalor per unit volume, mudah disimpan dan diangkut, mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam.
f. Karbonisasi
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi arang. pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi. g. An aer obic di gesti on
Proses anaerobic digestion yaitu proses dengan melibatkan mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini menghasilkan gas produk berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa gas yang jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan H2S. Proses ini bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion kering dan basah. Perbedaan dari kedua proses anaerobik ini adalah kandungan biomassa dalam campuran air. pada anaerobik kering memiliki kandungan biomassa 25 – 30 % sedangkan untuk jenis basah memiliki kandungan biomassa kurang dari 15 % (Sing dan Misra, 2005).
h. Gasifikasi
Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses konversi bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi ( gasifier ) menjadi bahan bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan generator pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah
satu alternatif dalam rangka program penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat gasifikasi, yaitu : (a) unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi atau gasifier , (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.
i. Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses biokimia. Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic digestion. An-aerobic digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses biokimia. Adapun tahapan proses anaerobik digestion adalah diperlihatkan pada Gambar. Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas 99.5%.
Perkembangan Sistem Pembangkit Listrik Energi Biomassa di Indonesia Pengelolaan sampah menjadi energi listrik bukanlah barang baru di negara-negara maju, Austria dan Inggris. Namun di Indonesia , pemanfaatan teknologi GALFAD (Gassification, Landfill and Anaerobic Digestion) untuk mengubah sampah menjadi energi yang bernilai ekonomis ini baru dilakukan di Bali melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST). Berdasarkan hasil studi PPP-SWM (1999) volume sampah yang dihasilkan dari keempat daerah ini di tahun 2002 mencapai 3000 m3/hari atau sekitar 1000 ton/hari, dimana 70% di antaranya adalah sampah organik. Volumenya meningkat tiap tahun. Sementara sarana dan prasarana yang dimiliki tiap pemda terbatas, termasuk masalah sulitnya mencari TPA baru.
Apalagi ada aturan agama Hindu yang melarang pembangunan sebuah unit bangunan berbau ‘kotor’ di hulu, tapi harus di hilir. Sedangkan memposisikan TPA pada lokasi yang dekat dengan laut/pantai bukan pekerjaan mudah, sebab hampir semua pantai yang ada di wilayah Sarbagita mempunyai nilai ekonomi tinggi. Kenyataan inilah yang mendorong terjadinya kerja sama. Pengelolaan yang semakin baik dengan sistem pengelolaan yang semakin efisien, profesional serta penggunaan teknologi tepat guna menjadi hal yang sangat diperlukan. Proyek pengolahan sampah yang melibatkan empat kabupaten / kota di Bali meliputi Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita) akhirnya mencapai titik terang. Rencana pembangunan instalasi pengolahan sampah terpadu (IPST) ini nantinya akan dipusatkan di tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung dan akan menghasilkan produk utama energi listrik. Bila investasi yang melibatkan investor dari Inggris ini berhasil dilaksanakan, Bali merupakan provinsi yang pertama memanfaatkan teknologi mengubah sampah menjadi listrik di Indonesia. Pengunaan teknologi GALFAD oleh PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) ini akan mengolah sampah lama maupun sampah baru. Tentunya perlakuan untuk kedua jenis sampah ini berbeda mengingat karakteristik yang dimiliki. Namun yang jelas, kedua-duanya akan diolah untuk menghasilkan energi listrik yang bisa dijual kembali guna memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pemanfaatan Teknologi GALFAD (Gassification, Landfill and Anaerobic Digestion) yang dilakukan di Bali dan berpusat di TPA Suwung. 1. Gassification
Pada proses Gassification maka sampah akan dimusnahkan melalui proses pembakaran, sehingga menghasilkan gas yang nantinya bisa digunakan sebagai penggerak Generator listrik. Sebagai tahap awal, akan dipergunakan teknik pemisahan yang sesuai, sehingga berbagai jenis sampah dapat dipakai pada setiap jenis peralatan konversi energi. Dengan upaya ini, evisiensi konversi akan terjadi, sehingga bisa memaksimalkan seluruh persediaan sampah yang ada menjadi energi yang bernilai ekonomis. Pada tahap awal ketika sampah masuk ke TPA akan dilakukan pemisahan antara sampah basah dan kering dengan menggunakan floating tank dan metode lain. Bahkan untuk lebih memperketat pemilahansampah ini, selain penggunaan teknologi juga akan dilibatkan SDM yang sudah memperoleh pengetahuan mengenai pemilahan sampah ini. Setelah sampah berhasil
dipisah antara sampah basah dan sampah kering, kemudian untuk sampah basah akan dilakukan proses pencacahan sampah dengan menggunakan mesin pencacah (Shredder) dimana sampah akan dipecah menjadi lebih kecil dan memiliki ukuran yang sama besarnya. Setelah sampah dicacah, maka tahap selanjutnya adalah melalui proses pengeringan sampah seperti sampah kayu, daun, kertas yang basah. Setelah menjadi kering maka untuk proses selanjutnya akan sama dengan pengolahan sampah kering. Dimana sebelumnya sampah kering tersebut telah dilakukan proses pemotongan dengan menggunakan mesin shredder . Sampah kering tersebut dimasukkan ke dalam gasifier yaitu sebuah reaktor tertutup yang keluaran dari alat tersebut akan menghasilkan gas berupa synt heti c gas(synergy) yang digunakan sebagai gas bahan bakar untuk menggerakkanmotor gas yang selanjutnya bertugas memutar sebuah generator listrik.
Gambar . Bagan Proses Gasification
Prinsip kerja dari reaktor gasifier ini adalah melalui 4 proses, pertama sampah organik kering yang telah melalui proses shredder akan dimasukkan ke dalam suatu tangki reaktor gasifier dan kemudian akan melalui proses pengeringan dengan pembakaran sampah yang o
temperatur pembakarannya antara 100 – 200 C, kemudian pada proses selanjutnya sampah berada pada daerah pirolisa dengan melakukan pembakaran dengan temperatur suhu antara 200o
500 C, pada proses ini sudah dapat menghasilkan gas berupa CO2(karbon dioksida), CO (karbon monoksida), CH4(metana), dan gas H2(hidrogen). Proses selanjutnya sampah akan melewati daerah oksidasidimana gas yang dihasilkan berupa gas CO dan energi panas, temperatur suhu o
yang digunakan antara 1200-1400 C. Proses terakhir adalah sampah berada pada daerah reduksi dimana pada tahap ini dibakar o
dengan temperatur suhu antara 500-1200 C dan dilakukan pencampuran gas udara, yang nantinya keluaran dari proses ini merupakan gas akhir berupa CO, H2, CH4, H2, CO2 dan gas lain yang tidak diperlukan, yang nantinya akan dipisahkan melalui proses treatment gas. Limbah yang dihasilkan proses gasifier ini adalah berupa abu dimana abu ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.
2. Landfill
Tujuan dari pemakaian gas dari landfill adalah untuk menghindarkan gas metan yang sangat beracun lepas dari tumpukan sampah dimana dalam banyak kasus telah ditumpuk jauh sebelum sistem GALFAD ini diterapkan. Landfill adalah suatu proses pengambilan gas methan dari tumpukan sampah lama (landfilling). Tumpukan sampah lama ditutup dengan lapisan tanah untuk menghindari lepasnya gas methan yang sangat berbahaya bagi lingkungan (karena gas ini mudah terbakar). Selanjutnya, jaringan pipa gas perforasi dimasukkan ke dalam tumpukan sampah untuk menyedot gas methan menuju fasilitas gas treatment. Landfill merupakan pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill , limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
Gambar 2.1:
Modern Landfill.
Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep
landfill modern yang di dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.
Pertama pada lahan dilakukan penggalian lahan dengan kedalaman tertentu kemudian pada dasar galian dilapisis dengan lapisan tanah liat yang padat, pada lapisan ini disebut ground lini er . Selanjutnya tanah dilapisi kedua kalinya dengan bahan geo membran , lapisan mirip plastik berwarna dengan ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyetilin, salah satu senyawa dari minyak bumi. Lapisan inilah yang nantinya akan menahan air kotor yang berbau yang berasal dari sampah sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah di atas bumi. Di atas lapisan geomembran akan dilapisis dengan geo texti le yang gunanya memfilter kotoransehingga tidak bercampur dengan air kotoran tersebut. Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk di atas lapisan geo textile ini kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen. Satu jaringan pipa gas dimasukkan ke dalam tumpukan sampah, melalui pipa inilah gas disedot menuju ke sebuah tr eatment gas . Selanjutnya energi panas yang dihasilkan dari proses ini akan diolah menjadi listrik. Setelah masing-masing jenis sampah diolah, akan dihasilkan biogas yang dimasukkan dulu ke dalam fasilitas gas treatment sebelum menjadi gas bahan bakar bagi mesin pembangkit listrik. Dari fasilitas pengolahan sampah ini, dengan kapasitas pengolahan mencapai 500 ton per hari dapat dihasilkan listrik berkisar antara 5-8 MW secara kontinyu. Kapasitas pengolahan ini dapat diperbesar seiring dengan jumlah sampah yang dihasilkan keempat kabupaten/kota.
3. Anaerobic Digestion
Perlakuan berbeda diterapkan pada sampah organik basah seperti sampah buah-buahan dan sampah sayur-sayuran, pertama sampah akan direduksi menjadi partikel yang ukurannya kecil-keil, kemudian melalui proses anaerobi c digesti on maka sampah akan diolah menjadi gas dengan bantuan suatu bakteri, gas keluaran inilah yang nantinya digunakan untuk membangkitkan mesin pembangkit listrik. Gas buang yang dihasilkan dari proses ini akan disaring terlebih dahulu dengan menggunakan suatu filter untuk menghasilkan gas yang tidak membahayakan lingkungan
Gambar . Bagan proses Anaerobic Digestion Proses kerja dari anaerobic digestion adalah, pertama sampah yang sudah di shredder sedemikian rupa sehingga menjadi sampah yang berukuran kecil-kecil dimasuikan ke dalam sebuah tangki tertutup dan dibiarkan selama beberapa hari sampai terdapat mikroba pengurai. Mikroba-mikroba pengurai tersebut hidup dalam suasana tidak ada oksigen bebas, jadi pada tangki diharapkan tertutup rapat dan tidak ada celah udara keluar masuk tangki. Setelah sampah terurai oleh mikroba pengurai maka akan menghasilkan gas dan kemudian untuk proses selanjutnya gas tersebut diolah sehingga dapat digunakan.
Pembangkit IPST di TPA Suwung ini dilandasi kegagalan melakukan hal yang sama di Tabanan beberap waktu lalu. Pembangunan IPST ini dikatakannya sudah memperoleh ijin dari Menteri Kehutanan sekitar April 2004 dengan luas lahan yang bisa digunakan 10 Hektar. Disamping itu pemilihan TPA Suwung sebagai tempat pembangunan juga didasari telah digunakannya tempat tersebut sebagai TPA wilayah Denpasar dan Badung. Berdasarkan ijin yang dikeluarkan Departement Kehutanan, pembangunan IPST hanya boleh menggunakan lahan seluas 10 Hektar, dimana luas TPA Suwung seluruhnya adalah 40 Hektar. Untungnya investor Inggris yang bernaung di bawah PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) ini hanya memerlukan lahan seluas 6 Hektar untuk mewujudkan sistem pengolahan sampah menjadi energi listrik. Untuk saat ini sampah yang dihasilkan Badung dan Denpasar sekitar 3
2.000-2500 m . Sedangkan bila digabung dengan wilayah Tabanan dan Gianyar, data tahun 3
2000 menunjukkan sampah yang dihasilkan mencapai 3.000 m atau setara dengan 1.000 ton. Sampah yang ada di Bali pada umumnya merupakan sampah basah yang terdiri atas daundaunan, janur dan sampah rumah tangga lainnya. Dengan demikian dibutuhkan energi yang luar biasa untuk mengubah sampah menjadi kebutuhan lain termasuk menjadikan energi listrik. Berbeda jika sampah itu berasal dari industri yang sebagian besar terdiri dari kertas (kering), sehingga tidak dibutuhkan energi yang terlalu besar untuk mengubahnya.
Syarat minimal pembangunan IPST di Bali adalah : 1.Tersedianya lahan yang cukup luas sebagai tempat untuk beroperasinya mesin-mesin pengolahan sampah. 2.Menghasilkan energi listrik untuk dapat memenuhi kebutuhan listrik di daerah sekitar pembangunan
Dampak Pemanfaatan Energi Biomassa Semua jenis energi di alam baik itu yang tak terbarukan maupun terbarukan pastinya tak lepas dari dampak yang ditimbulkan. Begitu juga dengan energi biomassa tentu mempunyai dampak baik itu dampak positif maupun negatif.
a. Dampak Positif
Ada banyak sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan. Biomassa pun bisa dijadikan salah satu alternatif yang menjanjikan. Pemanfaatan energi biomassa sebagai sumber energi khususnya sebagai bahan baku produksi energi listrik mempunyai kelebihan atau dampak positif, antara lain: 1. Merupakan sumber energi paling murah karena jumlahnya melimpah tersedia di alam bisa dikatakan gratis. 2. Dapat diperoleh dengan mudah misalnya sampah atau limbah disekitar kita 3. Biaya operasional sangat rendah, hal ini karena bahan baku tersedia melimpah dan gratis. 4. Tidak mengenal problem limbah karena dari limbah justru akan diperoleh energy biomassa. 5. Proses produksinya lebih ramah lingkungan karena proses pembakarannya lebih sempurna, tidak meninggalkan residu atau sisa pembakaran semisal CO2. 6. Tidak menyebabkan efek rumah kaca atau global warming. 7. Tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass, 1980). 8. Mengurangi polusi udara ; pembakaran biomassa dari limbah pertanian dilakukan di dalam ruang bakar menggunakan boiler untuk mengurangi efek polusi asap karena pembakaran dalam industri menggunakan peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap, sehingga lebih efisien dan bersih daripada pembakaran langsung. 9. Mengurangi hujan asam dan kabut asap; Melalui pembakaran biomassa efek hujan asam ini akan direduksi, karena pembakaran biomassa akan menghasilkan partikel emisi asam sulfur (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran biomasa lebih efisien dan sempurna bila diproses melalui karbonisasi karena akan menghasilkan bahan bakar yang terbebas dari volatile matter atau gas mudah terbakar.( www.kamase.or g)
b. Dampak Negatif
Dari beberapa segi, diantaranya :
1. Ekonomi
Dari segi ekonomi terutama biomassa yang diperoleh dari bahan baku pangan semisal gandum, tebu dan jagung akan memberikan dampak samping salah satunya naiknya harga bahan baku pangan. Penyebabnya macam-macam. Di Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat subsidi pemerintah kata ahli biologi Dr. Andre Baumann: “Ini memicu persaingan antar petani yang menanam gandum untuk pangan dan petani biomassa. Selama ini, produsen gandum untuk biomassa mendapat keuntungan lebih besar daripada petani biasa. Baru belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan gandum, petani biasa dapat bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak lagi dapat membeli bahan dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima tahun terakhir.“ Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro. Tapi bila gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum mencukupi untuk menutup kebutuhan pangan dunia. ( www.dw-world.de).
2. Li ngkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal: “Biomassa sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang, manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup.“ Contohnya di Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat diperbarui luas digunakan. Banyak warga masih memakai
kayu untuk memasak. Namun, dampak negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak terkontrol. Hilangnya vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur. Akibatnya, lahan pertanian pun makin berkurang.“ Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global. ( www.dw-world.de).
2.1 Kendala Penghambat Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia
Di indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi biomassa khususnya untuk produksi energi listrik, seperti: 1. Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga solar/minyak disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara di Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam k ali lebih tinggi. 2. Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri. 3. Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal. 4. Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan. 5. Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil. 6. Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung
pada
kondisi
beyoureself.blogspot.com).
alam
yang
perubahannya
tidak
tentu.
(