BAB II KONSEP DASAR TEORI
1. GAGAL GINJAL I.
Definisi
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjalmengalami penurunan hingga hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekalidalam hal penyaringan pembuangan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangancairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine.Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakitserius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri.Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa,terlebih dewasa,terle bih pada kaum lanjut usia. ( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Gagal ginjal adalah tergangunya ginjal untuk melakukan fungsinya secaraoptimal. Pada gagal ginjal kemampuan ginjal untuk membuang zat-zat sisa dancairan yang berlebihan dari dalam tubuh akan menurun. Pada akhirnya, akhirn ya, kondisiini dapat menyebabkan perlunya penanganan dengan jenis terapi tertentu,seperti transplantasi atau dialisis. (Nursalam 2008) Kesimpulan kelompok kami dari pengertian diatas, gagal ginjal adalah penurunan
fungsi ginjal sehingga ginjal tidak mampu berfungsi secara optimal terutama untuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit.
II. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626) Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
1
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sis temik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
III. Epidemiologi
Kita tidak dapat mengetahui dengan tepat prevalensi Gagal Ginjal Kronis (GGK) sebetulnya oleh karena banyak pasien yang tak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknnya pasien GGK yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. Dari data yang didasarkan atas kreatini serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien GGK adalah sekitar 2000 per juta penduduk (PJP). Kebanyakan diantara pasien ini tidak memerlukan pengobatan pengganti, karena sudah lebih dahulu meninggal oleh sebab lain. Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, stroke, diabetes melitus, dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar oleh karena biaya pengobatannya amat mahal. Dari data negara maju (Jepang, Australia, Amerika Serikat, Inggris) didapatkan variasi yang cukup besar pada insidensi dan prevalensi GGK terminal. Insidensi berkisar antara 77-283 per juta penduduk (PJP), sedangkan prevalensi yang menjani dialisis antara 476-1150 per juta penduduk (PJP). Perbedaan ini disebabkan antara lain perbedaan kriteria, geografis, etnik, dan fasilitas kesehatan yang disediakan. (Suhardjono, 2003)
IV. Manifestasi Manifestasi Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia s angat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006). Kelainan hemopoeisis
2
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan hubungan dengan dekompresi oleh flora usus usus sehingga terbentuk amonia.Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik.Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsi um pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka muka dan dinamakan urea frost Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. Kelainan neuropsikiatri neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien
3
GGK.Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada sta dium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Manifestasi Klinik Menurut Stadium
Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat:nokturia, penderita sering berkemih di malam hari karena ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sebagai akibatnya volume air kemih bertambah tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan stroke atau gagal jantung. Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama-lama limbah metabolik yang tertimbun di darah semakin banyak.Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejalagejala, letih, mudah lelah, kurang siaga, kedutan otot, kelemahan otot, kram, perasaan tertusuk jarum pada anggota gerak, hilangnya rasa di daerah tertentu, kejang terjadi jika tekanan darah tinggi atau kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak, nafsu makan menurun, mual, muntah, peradangan lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak di mulut, malnutrisi, penurunan berat badan.
Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan perdarahan saluran pencernaan.Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik).Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh.
V. Klasifikasi 4
Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.
2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
VI. Stadium
Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) ditandai dengan tiga tahap, yaitu : 1. Berkurangnya Cadangan Ginjal
Fase pertama ditandai dengan kadar BUN dan kreatinin normal dan tidak terlihat gejala apapun. Fase ini disebabkan oleh berkurangnya aliran darah yang menuju ke ginjal atau oleh kondisi-kondisi yang menyebabkan kerusakan ginjal, seperti misalnya gagal ginjal akut yang tidak diberikan perawatan, atau sebagai perkembangan dari gagal ginjal akut. Awal mula dan durasinya seringkali tidak terdeteksi karena tidak adanya gejala. 2. Gangguan Ginjal
Fase gagal ginjal kronis yang kedua adalah gangguan ginjal. Ini terjadi jika GFR berada pada posisi 25% dari normal (McCarley & Lewis, 1996), dan kadar BUN serta kreatinin mengalami peningkatan. Manifestasi klinis yang nampak adalah lelah, lemah, sakit kepala, mual, dan pruritus. Pasien mungkin juga mengalami nokturia dan poliuria yang disebabkan oleh penurunan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. 3. ESRD (End Stage Renal Disease)
Fase ketiga adalah ESRD atau uremia. Ini terjadi jika GFR kurang dari 5-10ml/menit (McCarley & Lewis, 1996). Dengan semakin parahnya gagal ginjal kronis, zat-zat yang tertinggal dalam organ tubuh mengalami kerusakan, yang akhirnya 5
menyebabkan gangguan multisistem. Manifestasi kinis ESRD adalah defisit neurologi, defisit hematologis, gangguan GI, gangguan pernafasan, gangguan pada cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, dan kerusakan integritas kulit. (Reeves, 2001)
The U.S. National Kidney Foundation’s Kidneys Disease Outcomes Quality Initiative telah mengalami revisi dan menjelaskan stadium penyakit ginjal kronis. Stadium dibuat berdasarkan ada tidaknya gejala dan progesivitas penurunan Glomerulus Filtrate Rate (GFR), yang dikoreksi per uukuran tubuh (per 1,73 m 2). GFR normal pada orang dewasa sehat kira-kira 120 sampai 130 ml per menit. Stadium penyakit ginjal tersebut adalah : 1. Stadium 1
:
Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau di atas 90 ml per menit (≥ 75% dari nilai normal). 2. Stadium 2
:
Laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per menit (kira-kira 50% dari nilai normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal. 3. Stadium 3
:
Laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59 ml per menit (25% sampai 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nofron terus-menerus mengalami kematian. 4. Stadium 4
:
Laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29 ml per menit (12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa. 5. Stadium 5
:
Gagal ginjal stadium lanjut; laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml per menit ( < 12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal. (Elizabeth J. Corwin, 2009) 6
VII.
Pemeriksaan PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Urin:
Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada (anuria).
Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,dan rasio urin/ serum sering 1:1.
Klirens kreatinin: agak menurun Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium.
Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah:
BUN/ kreatinin: meningkat, > 100 mg sehubungan dengan sindrom uremik. Kadar kreatinin 10 mg/dL atau lebih besar mengindikasikan sindrom uremik.
Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia.
GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO 2 menurun.
Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan natrium”) atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap 7
akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
Magnesium/fosfat: meningkat.
Kalsium: menurun.
Osmolaritas serum: menunjukkan > 285 mOsm/kg.
Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. EKG
: melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia) b. Ultrasonografi (USG) renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat. Untuk melihat adanya obstruksi akibat batu atau massa tumor c. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Dilarang berpuasa. d. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa diiobati. e. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial. Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun f. Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi g. Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter h. Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible i. Arteriogram
ginjal:
mengkaji
sirkulasi
ginjal
dan
mengidentifikasi
ekstravaskuler, massa. j. KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya obstruksi. k. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi. 8
Karsinoma kandung kemih perlu dibedakan dari tumor ureter yang menonjol dalam kandung kemih, karsinoma prostat,dan hipertrofi prostat lobus median prostat. Untuk membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi, urografi atau IVP, CT Scan, USG dan sitoscopy. a. Pemeriksaan Urografi (IVP) Menggunakan sinar – x untuk mengevaluasi sistem saluran kemih. b. CT scan/MRI Merupakan teknik non invasive yang akan memberikan gambar penampang ginjal serta salurah kemih sangat jelas. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang luasnya lesi invasive pada ginjal.Untuk menentukan diagnosis dan stadium karsinoma sel ginjal. CT urogram menyediakan pemandangan tiga dimensi ginjal dan sistem urin. Selain itu dapat melihat organ-organ lain, seperti hati atau kelenjar getah bening, untuk memastikan bahwa tumor dari kandung kemih belum menyebar ke organ lainnya. c. Ultrasonografi (USG) Test ini mengunakan alat yang dipegang dan diletakkan di atas permukaan kulit untuk memeriksa kandung kemih dan struktur di pelvis dengan bantuan gelombang suara. Test ini menunjukan hubungan tumor dan penyebaran tumor. d. Endoskopi Dilakukan untuk melihat bentuk dan besar tumor. e. Sistokopi Adalah pemeriksaan pada kandung kemih dan prostat dengan menggunakan alat yang dinamakan sistoskop, untuk mendeteksi penyebab sumbatan pada kandung kemih. f. Systoreustroskopi Dilakukan untuk melihat posisi tumor. VIII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin. Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif 9
dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan dimulai kertika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan. a. Penatalaksanaan Konservatif Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas eksresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi di arahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi. a)
Pengaturan Diet Protein Penderita azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun masih diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan. Protein dibatsi karena urea, asam urat, dan asam organic-hasil pemecahan makanan dan protein jaringan-akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus memi;liki nilai biologis tinggi (produk susu, telur, daging). Protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi adalah substansi protein lengkap dan menyuplai asam amino utama yang diperlukan untuk penambahan dan perbaikan sel. Jumlah protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kg/hari untuk pasien gagal ginjal berat pradialisis yang stabil (GFR< 24ml/menit). Sedangkan jumlah protein yang diperbolehkan untuk pasien yang menerima dialysis yang teratur dapat dibebaskan hingga 1g/kg/hari. Selain itu, suplemen karbohidrat dapat diberikan untuk memastikan kalori yang memedai untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Suplemen vitamin B kompleks, piridoksin, dan asam askorbat harus diberikan bersama regimen ini. Oleh karena itu, status nutrisi pasien harus dipantua untuk memastikan bahwa berat bdan dan indicator lainnyan seperti albumin serum tetap stabil (≥3 g/dL).
b)
Pengaturan Diet Kalium Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau maaknan yang tinggi kandungan kalium seperti tambahan garam (yang mengandung ammonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kaloium sitrat, dan makanan sup, pisang, dan jus buah murni. 10
c)
Pengaturan Diet Natrium dan Cairan Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g natrium), tetapi asupan natrium yuang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membantu regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal l anjut, karena haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan intoksitasi cairan. Sedangkan asupan yang kurang dari optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500600ml untuk 24 jam.
d)
Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi
Hipertensi Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif kontrol volume
intravaskuler. Obat penghambat ACE (missal, kaptopril) dapat bermanfaat untuk pasien hipertensi esensial. Obat tersebut juga dapat menurunkan proteinuria, tekanan intraglomerulus dan memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis Bila penderita sedang menjalani hemodialisis, maka perlu menghentikan pemberian obat antihipetensi sebelum pengobatan untuk mencegah hipotensi dan syok dengan keluarnya cairan intravaskuler melalui vasoknstriksi vascular yang normal. Penambahan obat antihipertensi lain seperti penyekat kanal kalsium atau minoksidil (Linoten) biasanya dapat mengontrol tekanan darah. Bila semua cara gagal, masih dapat dipertimbangkan nefrektomi bilateral sebagai saran terakhir. Namun, tindakan tersebut dapat memperberat anemia karena ginjal stadium akhir masih memproduksi sedikit eritropoetin. Akhirnya, penatalaksanaan yang paling efektif yaitu dengan mengatur asupan natrium dan cairan serta dialysis intermiten, karena hipertensi pada kebanyakan pasien uremia disebebkan oleh kelebihan beban cairan.
Hiperkalemia Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialysis
yangadekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan 11
kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu diberikan secara oral.
Anemia Anemia pada gagal ginjal ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia
rekombinana, EPO). Terapi epogen diberikan utnuk memperoleh nilai hematokrit sebesar 33-38%, yang biasanya memulihkan gejala anemia. Epogen diberikan secara intravena atau subkutan (25-125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Naiknya hemtokrit memerlukan waktu 2-6minggu, sehingga Epogen tidak diindiaksikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping terapi ini mencakup hipertensi (terutama tahap awal penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang dan penipisan cadangan besi tubuh.
Asidosis Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak
memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16-20 mEq/l.
Osteodistrofi ginjal Untuk
mencegah
timbulnya
hiperparatiroidisme
sekunder
dan
segala
akibatnya adalah dengan diet rendah fosfat dengan pemberian agen yang dapat mengikat fosfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya juga rendah fosfat.dahulu, gel antasida alumunium sering digunakan untuk pengobatan. Namun demikian, sekarang diketahui bahwa regimen ini dapat menimbulkan intoksikasi aluminium akibat penimbunan bertahap aluminium dalam jaringan, dengan gejala neurologis dan osteomalasia. Sehingga diganti dengan pemberian natrium karbonat dosis tinggi. Antasid mengandung magnesium juga harus dihindari untuk mencegah toksisitas magnesium. Kalsium karbonat (1-2g) dan antasid pengikat fosfat harus diminum bersama dengan makanan agar efektif. Komplikasi utama pada pasien yang meminum kalsium karbonat sebagi pengikat fosfat adalah timbulnya hiperkalsemia. Sehingga kadar fosfat serum harus dipantau setidaknya setiap bulan untuk
12
memastikan bahwa hasil akhir kalsium fofat dalam rentang normal (<60) untuk menghindari kalsifikasi metastatik. Apabila terjadi keterlibatan rangka yang parah akibat kurangnya atau walaupun terapi preventif dengan agen pengikat fosfat, maka diindikasikan terapi vitamin D atau partiroidektomi subtotal.
Hiperurisemia Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada gagal ginjal lanjut biasanya
adalah alopurinol, yang mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh.
b. Terapi Penggantian Ginjal a)
Dialisis Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui
suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cairan lainnya. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purnawaktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal atau gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah mencapai 85 – 90 persen. Seperti halnya ginjal sehat, tindakan dialisis juga menjaga agar tubuh berada dalam keseimbangan. Tindakan dialisis dilakukan untuk membuang sisa – sisa metabolisme, dan kelebihan cairan agar tidak menumpuk di dalam tubuh, menjaga level yang aman dari unsur – unsur kimiawi dalam tubuh seperti potasium dan sodium. Selain itu tindakan dialisis juga untuk membantu mengkontrol tekanan darah. Ada dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis, yaitu Hemodialisis dan dialisis peritoneal. Prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Hemodialisis
13
Hemodialisa berasal dari kata: "hemo" = darah "dialisis" = proses pemisahan. Jadi, hemodialisis adalah proses pemisahan zat-zat tertentu dari darah melalui membran semipermiabel. Pada hemodialisis, sebuah ginjal buatan (dialyzer) digunakan untuk menyaring dan membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan maupun unsur kimiawi lainnya dari dalam darah. Untuk mengalirkan darah penderita ke dialyzer, diperlukan semacam akses ke pembuluh darah yang dapat dilakukan dengan cara bedah minor di tangan maupun paha. Prinsip-prinsip hemodialisis: i.
Proses difusi yaitu proses pengeluaran solut dan solvent karena perbedaan konsentrasi dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul / zat ini melalui suatu membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Proses difusi dipengaruhi oleh:
ii.
-
Perbedaan konsentrasi
-
Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)
-
QB (Blood Pump)
-
Luas permukaan membrane
-
Temperatur cairan
-
Proses konvektik
-
Tahanan / resistensi membrane
-
Besar dan banyaknya pori pada membrane
-
Ketebalan / permeabilitas dari membrane
Proses osmosis yaitu proses perpindahan air dari zat dengan konsentrasi tinggi ke zat dengan konsentrasi rendah. Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis.
iii.
Proses ultrafiltrasi yaitu proses perpindahan solvent,terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan 14
ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negative dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg. Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh: -
TMP
-
Luas permukaan membrane
-
Koefisien Ultra Filtrasi (KUF)
-
Qd & Qb
-
tekanan osmotic
TMP= Pbi : Tekanan di blood inlet Pdi : Tekanan di dialisat inlet Pbo : Tekanan di blood outlet Pdo : Tekanan di dialisat outlet KUF (koefisien ultra filtrasi) dalam ml/jam /mmHg merupakan karakteristik dari
dializer
yang
menyatakan
kemampuan
atau
koefisien
untuk
mengeluarkan air dan luas permukaan dializer.
Biasanya hemodialisis dilakukan 2-3 kali seminggu selama masing-masing 4-5 jam per tindakan. Namun beberapa petimbangan turut berkontribusi terhadap waktu yang dibutuhkan untuk tindakan hemodialisa yaitu : o
Berapa baik ginjal penderita bekerja
o
Berapa berat kenaikan tubuh penderita diantara dua tindakan hemodialisa
o
Berapa banyak racun yang ada dalam tubuh pasien
o
Berapa besar tubuh penderita
o
Tipe dialyzer yang digunakan
Indikasi hemodialisis: i. Segera Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi dan asidosis metabolic, hipertensi maligna, edema paru, oligouri berat atau anuri. ii. Dini atau profilaksis -
Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan.
-
Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia (kreatinin 8 – 12 mg%, BUN 100 – 120 mg%, CCT kurang dari 5 – 10 mL.menit) 15
Dialisat Yaitu cairan yang digunakan dalam hemodialisis,terdiri dari campuran air dan elektrolit yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai serum normal. Fungsi dialisat:
-
Membuang zat-zat sisa dan cairan yang keluar dari penderita seperti ureum,kreatinin,elektrolit dan lain-lain.
-
Untuk menjaga keseimbangan elektrolit
-
Mencegah penurunan air yang sangat berlebihan
Komposisi dialist: Dialisat dibuat dari konsentrat dan air. Kosentrat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam konsentrasi tertentu. Sumber air untuk hemodialisis berasal
dari
air
ledeng,dan
air
sumur.
Air
ini
secara
idealis
harus
dilakukan water treatment lebih dulu. Komposisi elektrolit dalam dialisat standar adalah: - Na: 132-135 meq/L -
K: 2-3 meq/L
-
Cl: 100-110 meq/L
-
Ca: 3.5 meq/L
-
Mg: 1.5 meq/L
-
Asetat: 35-45 meq/L
Proses pelaksanaan hemodialisa: o
Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi
o
Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemik dilakukan dengan : a.
Cara Sementara Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih salah satu vena di tangan.
b.
Cara permanent
16
Yaitu dengan membuat shunt antara lain:
o
-
cimino shunt
-
seribner shunt
Antikoagulansia Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah selama HD. Obat yang digunakan adalah heparin. Pemakaian heparin : -
Intermiten : diberikan selama 1 jam
-
Continous : terus-terusan selama HD berjalan
-
Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah
-
Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin
Dosis heparin : 1000 unit / jam -
Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu darah mulai ditarik.
-
Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal
KONSEP TEORI HEMODIALISA 1. Pengertian Menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).
17
2. Indikasi Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,hiperkalemia,asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8 – 10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
3. Kontra Indikasi Menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
4. Tujuan Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain: a) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisasisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. b) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. 18
c) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. d) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
5. Proses Hemodialisa Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke
dalam
sebuah
mesin
yang
dihubungkan
dengan
sebuah
membran
semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu.Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200 – 300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air,dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena
sebagian
sel
darah
merah
rusak
dalam
proses
hemodialisa.
6. Komplikasi Hemodialisa Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain: a. Kram otot
19
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. b. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. c. Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. e. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. f. Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan. g. Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. i.
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
20
Dialisis peritoneal
Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan di dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang akses berupa catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat
21
tindakan, area abdominal pasien akan secara perlahan diisi oleh cairan dialisat melalui catheter. Ada dua macam peritoneal dialysis yaitu continous peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih lazim digunakan daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri tindakan medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari masing – masing selama 30 menit.
Transplantasi Ginjal Transplantasi
ginjal
pencangkokan ginjal dari
adalah terapi penggantian orang
hidup
atau
ginjal mati
yang
kepada
melibatkan orang
yang
membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Ginjal transplan biasanya tidak ditempatkan di tempat asli ginjal yang sudah rusak, kebanyakan difossa iliaka, sehingga diperlukan pasokan darah yang berbeda, seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka eksterna. 22
Terdapat sejumlah komplikasi (penyulit) setelah transplantasi, seperti rejeksi (penolakan), infeksi,sepsis, gangguan
proliferasi
limfa
pasca-transplantasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dsb. Donor Ginjal
Untuk transplantasi ginjal, ada dua jenis donor yaitu donor yang masih hidup dan donor yang sudah meninggal. Donor yang masih hidup biasanya berasal dari anggota keluarga atau teman dekat. Sedangkan ginjal dari donor yang sudah meninggal berasal dari seseorang yang sudah meninggal namun memiliki ginjal yang sehat. Untuk ginjal yang berasal dari donor yang sudah meninggal biasanya akan ada daftar tunggu karena lebih banyak pasien yang membutuhkan daripada ginjal yang tersedia. Kecocokan
Meskipun sudah ada ginjal yang berasal dari donor baik yang masih hidup atau sudah meninggal, namun masih diperlukan kecocokan antara pasien dan donor. Ginjal donor harus cocok dengan jenis darah dan jaringan tubuh penerima ginjal (pasien). Beberapa tes dan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan baik pada pasien maupun donor potensial untuk menentukan apakah ginjal akan cocok atau tidak.
Gambar: Ginjal donor biasanya ditempatkan lebih rendah daripada lokasi anatomisnya yang normal.
23
IX.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain (Menurut Smletzer,2000) : Hiperkalemia, Akibat penurunan eksresi asidosis metabolic, kata bolisme dan
masukan diet berlebih Perikarditis, efusi perincardial dan temponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat Hipertensi , Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron Anemia, Akibat penurunan eritroprotein, penurunan rentang usia sel darah merah,
pendarahan gasstrointestina akibat iritasi Penyakit tulang, akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme
vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium X.
Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda.
XI.
Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan bagi pasien hemodialisa Hal-hal penting dalam program pendidikan bagi pasien hemodialisa mencangkup: 1.
Alasan rasional & tujuan terapi dialisis
2.
Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis
3.
Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberikan dokter mengenai efek samping tersebut
4.
Perawatan akses vaskuler: pencegahan, pendeteksian, dan pentalaksanaan komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler
5.
Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan: konsekuensi akibat kegagalan dalam mematuhi pembatasan ini
6.
Pedoman pencegahan dan penatalaksanaan berlebihan volume cairan 24
7.
Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus, neuropati serta gejala-gejala lainnya
8.
Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis, pembatasan diet, dan obat-obatan)
9.
Strategi untuk menangani atau mengurangi kecemasan serta ketergantungan pasien sendiri dan anggota keluarga mereka
10. Pengaturan
finansial
untuk
dialisis:
strategi
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan sumber-sumber finansial 11. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota keluarga. (Suharyanto, Toto & Madjid, Abdul. 2009) Pendidikan pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) 1.
Menyampaikan informasi dasar tentang CAPD: anatomi dan fisiologi, proses penyakit, prosedur pertukaran, risiko komplikasi, teknik memeriksa tanda-tanda vital, perawatan kateter, dan contact person
2.
Menjelaskan terapi diet
Mengkonsumsi makanan tinggi protein
Meningkatkan asupan serat untuk menghindari konstipasi, karena dapat mengganggu drainase cairan dialisat
Membatasi asupan karbohidrat untuk menghindari kenaikan berat badan yang berlebihan
3.
Biasanya tidak diperlukan pembatasan asupan kalium, natrium dan cairan
Menjelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut untuk mengingatkan kembali teknik aseptik untuk menghindari infeksi
Mengganti selang bila diperlukan
Mengevaluasi hasil pemeriksaan kimia darah
Memberikan umpan balik
Memberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan pengetahuan tambahan
4.
Memberikan kesempatan dan semangat kepada pasien untuk mengungkapkan keprihatinan, keraguan dan kecemasannya.
(Suharyanto, Toto & Madjid, Abdul. 2009)
25
G. Pengkajian 1. Aktifitas Gejala : Kelelahan ekstrem, kalemahan, malaise
-
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen) Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
-
2. Sirkulasi -
Gejala : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat palpatasi, nyeri dada (angina)
-
Tanda : Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak
tangan. Nadi
lemah,
hipotensi
ortostatikmenunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.Kecenderungan perdarahan 3. Integritas Ego -
Gejala : Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya. Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
-
Tanda :
Menolak,
ansietas,
takut,
marah,
mudah
terangsang,
perubahan kepribadian. 4. Eliminasi Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
-
lanjut). Abdomen kembung, diare, atau konstipasi Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
-
5. Makanan / cairan -
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia). Penggunaan diurotik
-
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).Perubahan turgor kulit/kelembaban Edema (umum, targantung) Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6. Neurosensori -
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah. 26
Tanda : Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian,
-
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis 7. Nyeri / kenyamanan -
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
-
Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah
8. Pernapasan Gejala : Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan
-
banyak Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
-
Batuk dengan sputum encer (edema paru) 9. Keamanan Gejala : Kulit gatal
-
Ada / berulangnya infeksi Tanda : Pruritis
-
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal Ptekie, area ekimosis pada kulit Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi 10. Seksualitas
-
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
11. Interaksi sosial -
Gejala :
Kesulitan
menentukan
kondisi,
contoh
tak
mampu
bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga. 12. Penyuluhan / Pembelajaran - Gejala : Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi. Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
H. Diagnosa keperawatan Kemungkinan diagnosa keperawatan dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut:
27
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut. 3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah. 4. Resiko
tinggi
terhadap
penururnan
ketidakseimbangan cairan
curah
jantung
berhubungan
dengan
mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial,
tahanan vaskular sistemik, gangguan frekuensi, irama, akumulasi toksin (urea), klasifikasi jaringan lunak (deposit kalsium dan fosfat). 5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit. 6. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan dan prognosis
I. Intervensi keperawatan 1.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
a. Kaji status cairan : Timbang BB/H, distensi vena jugularis, balance cairan, vital sign
b. Batasi intake cairan c. Jelaskan mengenai pembatasan cairan pada pasien & keluarga d. Tingkatkan oral higine 2.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut a. Kaji status nutrisi: Perubahan BB, protein ,kadar besi,BUN, elektrolit serum b. Kaji pola diet : riwayat diet, makan kesukaan, hitung kalori c. Kaji faktor yg mempengaruhi masukan nutrisi : anoreksia, mual muntah, depresi, stomatitis, makanan yg tidak menyenangkan, pengetahuan manfaat makan
3.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah. a. Kaji faktor yg menyebabkan keletihan : anemia, ketidakseimbangan cairan & elektrolit, retensi produk sampah, depresi b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yg dapat ditoleransi, bantu jikan keletihan Anjurkan istirahat setelah dialisis.
28
4.
Resiko
tinggi
terhadap
penurunan
ketidakseimbangan cairan
curah
jantung
berhubungan
dengan
mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial,
tahanan vaskular sistemik, gangguan frekuensi, irama, akumulasi toksin (urea), klasifikasi jaringan lunak (deposit kalsium dan fosfat).
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan keluhan dispnea. b. Kaji adanya/derajat hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural (duduk, berbaring, berdiri) c. Awasi pemeriksaan laborat (elektrolit : kalium, natrium, kalsium, magnesium, ureum ; pemeriksaan foto dada) d. Siapkan untuk dialysis 5.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit. a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna/turgor b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kuit dan membrane mukosa c. Inspeksi area tergantung terhdap edema d. Alih baring setiap 2 jam sekali e. Anjurkan pasien kompres lembab/dingin, anjurkan pakai pakaian longgar
6. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana tindakan dan prognosis a. Diskusikan masalah nutrisi lain b. Dorong pemasukan kalori tinggi c. Obs. Tekanan Darah
(Supratman 2003)
29