BAB I PENDAHULUAN Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dirasakannya belajar sebagai suatu kebutuhan yang vital karena semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya. (Malik. H, 2011) Pendidikan merupakan salah satu proses yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan bersifat sepanjang hayat dan hanya akan berhenti ketika seseorang telah dijemput oleh kematian. Berangkat dari hal tersebut maka muncullah salah satu jenis pendidikan yang kita sebut sebagai pendidikan orang dewasa. (Yulianto. I, 2011) Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah megenai konsep pendidikan untuk orang dewasa, tidak selamanya kita berbicara dan mengulas seputar peserta didik yang berusia muda (Andragogi). Pada kenyataannya, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan formal maupun non-formal. Masalah yang sering muncul dalam pembelajaran orang dewasa adalah bagaimana kiat dan strategi mengajar orang dewasa yang tentunya memiliki keunikan tersendiri, dalam hal ini orang dewasa sebagai peserta didik dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti peserta didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, kita harus memahami bahwa orang dewasa pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, bergerak dari ketergantungan
menuju kearah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. (Nursalam dan Efendi. F, 2008) Sejak tahun 1920 pendidikan orang dewasa telah dirumuskan dan diorganisasikan secara sistematis. Pendidikan dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya. Pendidikan orang dewasa (Andragogy) berbeda dengan pendidikan anak-anak (Paedagogy). Pendidikan anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah. (Suprijanto, 2009) Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu tumbuh dari teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi merupakan ilmu yang memiliki dimensi luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar. Secara singkat andragogi memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai peserta didik. Dengan menggunakan teori andragogi, kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan dan realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh. Hal ini juga harus didukung oleh konsep teoritis atau penggunaan teknologi yang dapat di pertanggungjawabkan. (Nursalam dan Efendi. F, 2008)
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Andragogi berasal dari bahasa Yunani, andros (berarti orang dewasa) dan agogus (berarti memimpin). Menurut Kartini, Kartono (1997) dalam Nursalam dan Efendi, Andragogi adalah Ilmu membentuk manusia, yaitu membentuk kepribadia seutuhnya agar mereka mampu mandiri ditengah lingkungan sosialnya. Andragogi adalah seni atau ilmu untuk membantu otrang dewasa dalam belajar. (Soenarno, 2008) Menurut UNESCO (Suprijanto, 2009) Pendidikan orang dewasa adalah keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan, metode, baik formal maupun tidak, yang melanjutkan maupun meggantikan pendidikan semula disekolah, akademi dan universitas serta latihan kerja, yang
membuat
mengembangkan
orang
yang
dianggap
kemampuannya,
dewasa
memperkaya
oleh
masyarakat
pengetahuannya,
meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatka prubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan social, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas. Secara harfiah andragogi dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan mengajar dosen (Nursalam dan Efendi. F, 2008) B. Karakteristik Peserta Didik Dewasa Supaya dalam memberikan pengajaran yang optimal maka kita perlu memahami karakter dari peserta didik dewasa seperti yang jelaskan di bawah ini:
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda-beda. 2. Orang dewasa lebih suka menerima saran dari pada di gurui 3. Orang dewasa lebih memberikan perhatian pada hal-hal yang menarik bagi mereka dan menjadi kebutuhannya 4. Orang dewasa lebih suka di hargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan 5. Orang
dewasa
pernah
mengalami
putus
sekolah
mempunyai
kecenderungan untuk menilai lebih rendah belajarnya 6. Apa
yang
biasa
dilakukan
orang
dewasa
menunjukkan
tahap
pemahamannya 7. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama 8. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan itikad yang baik, adil, dan masuk akal 9. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu, mereka lebih cenderung tidak mau bergantung pada orang lain 10. Orang dewasa menyukai hal-hal yang praktis 11. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalin hubungan dekat dengan teman baru (Nursalam dan Effendi F, 2008) C. Teori Belajar Orang Dewasa dan Tokohnya 1. Carl Rogers Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu: (1) kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya; (2) Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya; (3) Manusia tidak bisa belajar kalau berada di bawah tekanan (4) Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir.
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah: (1) meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa; (2) meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa. Menurut Biehler (1971: 509-513) dan jarvis (1983: 106-108) Carl Rogers adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan perluasan penggunaan teknik psikoterapi dalam bidang pembelajaran. Menurut pendapatnya, peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai diri mereka melalui kelompok yang lebih intensif. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah latihan sensitivitas: kelompok, group, workshop intensif, hubungan masyarakat. Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk membantu peserta belajar berbagai rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan interpersonal di antara mereka. Rogers menanamkan sistem tersebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar pada hakekatnya merupakan versi terakhir dari metode penemuan (discovery method). Rogers mengemukakan adanya tiga unsur yang penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning), yaitu: a. Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin ditemukan pemecahannya. b. Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah sikap terhadap masalah tersebut. c. Adanya sumber belajar, baik berupa manusia maupun berbentuk bahan tertulis atau tercetak.
Teori belajar berpengalaman dari Carl Rogers, Javis mengemukakan bahwa teori tersebut mengandung nilai keterlibatan personal, intelektual dan afektif yang tinggi, didasarkan atas prakarsa sendiri (self Initiated). Peranan fasilitator dalam belajar berpengalaman ialah sekedar membantu memudahkan peserta belajar menemukan kebutuhan belajar yang bermakna baginya. Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Roger dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan
mengalami
belajar
eksperensial
(experiential
learning)
(Budiningsih A, 2005). 2. Robert M. Gagne Gagne mengemukakan yang terpenting bagi pendidikan orang dewasa terutama yang berkaitan dengan kondisi belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar seperti diuraikan sebagai berikut: a. Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja
dari hierarki sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka. b. Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan
Operant Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki. c. Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, sedangkan
d. Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote
learning). e. Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki
kawasan keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus. f. Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai
dipelajari pada masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep. g. Belajar
Aturan;
merupakan
kemampuan
merespon
terhadap
keseluruhan isyarat, merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne. h. Pemecahan Masalah; Tipe pemecahan masalah bertujuan untuk
menemukan jawaban terhadap situasi problematik. 3. Paulo Freire Paulo Freire adalah seorang pendidik di negara Brazilia yang gagasannya tentang
pendidikan
orang
dewasa.
Menurut Flaire,
pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan diri pribadi (self affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan kemerdekaan diri. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut dengan conscientization yang terdapat tiga prinsip: a. Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga, b. Tak seorang pun yang belajar sendiri,
c. Orang-orang harus belajar bersama-sama, bertindak di dalam dan pada dunia mereka. Gagasan ini memberikan kesempatan kepada orang dewasa untuk melakukan analisis kritis mengenali lingkungannya, untuk memperdalam persepsi diri mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya dan untuk membina kepercayaan terhadap kemampuan sendiri dalam hal kreativitas kapablitasnya untuk melakukan tindakan. Fasilitator dan peserta belajar hendaknya bersama-sama bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses pengembangan fasilitator dan peserta belajar. 4. Jack Mezirow
Mezirow adalah Teacher College Universitas Columbia, beliau mengemukakan: “Belajar dalam kelompok pada umumnya merupakan alat yang paling efektif untuk menimbulkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu”. Mezirow berpendapat bahwa pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi budaya penjajah, namun ia melihat kemerdekaan dari perspektif yang lebih bersifat psikologis, dan kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengubah realita masyarakat. Keinginan belajar terjadi sebagai akibat dari refleksi pengalaman, dan ia menyatakan adanya perbedaan tingkatan refleksi, menetapkan perbedaan refleksi dan menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam masa kedewasaan, yaitu: b. Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku c. Refleksivitas Afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasa
tentang apa yang dirasakan, dipikirkan atau dilakukan.
d. Refleksivitas Diskriminasi: menilai kemanjuran (efficacy) persepsi,
dll. e. Refleksivitas Pertimbangan: membuat dan menjadikan sadar akan
nilai pertimbangan yang dikemukakan. f. Refleksivitas
Konseptual:
menilai
kememadaian
konsep
yang
digunakan untuk pertimbangan. g. Refleksivitas
Psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian
perasaan mengenai dasar informasi terbatas. h. Refleksivitas Teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan
perspektif lebih atau kurang memadai untuk menjelaskan pengalaman personal.
5. Malcolm Knowles Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu
orang
dewasa
belajar.
Knowles
(1970)
andragogi-
concepts/mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut: Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia
tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak. Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih
mengembangkan
teknik
pengalaman
(experimental-
technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai. Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat. Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya. Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject
centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan
yang
dipaksakan
dari
luar.
Sedang
orang
dewasa
berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya. Kempat asumsi dasar itulah yang dipakai sebagai pembandingan antara konsep pedagogi dan andragogi Lebih rinci Knowles menegaskan adanya perbedaan antara belajar bagi orang dewasa dengan belajar bagi anak-anak dilihat dari segi perkembangan kognitif mereka. Menurut Knowles, ada empat asumsi utama yang membedakan antara andragogi dan pedagogi, yaitu: a. Perbedaan dalam konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebesan yang lebih bersifat pengarahan diri. b. Perbedaan pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman c. Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang
permasalahan yang kini mereka hadapi dan anggap relevan. Perbedaan dalam orientasi ke arah kegiatan belajar, orang dewasa orientasinya berpusat pada masalah dan kurang kemungkinannya berpusat pada subjek. Knowles membedakan orientasi belajar antara anak-anak dengan orang dewasa, dilihat dari segi perspektif waktu yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya perbedaan manfaat yang mereka harapkan dari belajar. Anak-anak berkecenderungan belajar untuk memiliki kemampuan yang kelak dibutuhkan untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan/ perguruan tinggi, yang memungkinkan mereka memasuki alam kehidupan yang bahagia dan produktif dalam masa kedewasaan. Orang dewasa cenderung memilih kegiatan belajar yang dapat segera diaplikasikan, baik pengetahuan maupun keterampilan yang dipelajari. Bagi orang dewasa, pendidikan orang dewasa pada
hakekatnya adalah proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialami sekarang. (Malik H, 2011)
D. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa Menurut
Soenarno
(2008),
Pertumbuan
orang
dewasa
dimulai
pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai prihadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan dijamin kelentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri, istilah Rogers dalam Knowles (1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau penemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan prosess of becoining a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-uchuslizatiun). Menurut Knowles (1970) (Ridwan, 2009), mengembangkan konsep andragogi berdasarkan lima pokok asumsi sebagai berikut: 1.
Konsep Diri
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain, secara umum konsep diri anakanak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. 2.
Peranan Pengalaman Sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahitgetirnya kehidupan. Pengalaman tersebut merupakan sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan
dalam
pelatihan
konvensional
dan
menjadi
lebih
mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal
dengan
"Experiential
Learning
Cycle"
(Proses
Belajar
Berdasarkan Pengalaman). 3.
Kesiapan Belajar Bahwa setiap individu akan semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak
ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi masalah dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. 4.
Orientasi Belajar Mempradugakan bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada penguasaan kurikulum, sedangkan pada orang dewasa orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolaholah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosialnya.
5.
Perspektif Waktu Bagi anak-anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya, sedangkan bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan dapat meneruskan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.
E. Metode Pembelajaran Orang Dewasa Penetaan pemilihan metode yang tepat seharusnya mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin di capai yaitu: mengacu pada garis besar program pengajaran yang di bagi menjadi 2 jenis 1. Proses pembelajaran yang dirancang unuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi pengalaman baru dengan berpedoman pada masa lalu yang pernah di alami. Serta mampu member wawasan baru bagi masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa
yang sudah diketahuinya. Contoh: latihan keterampilan melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, pelatihan kepekaan, dll. 2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, dan keterampilan baru, sehingga dapat mendorong masing-masing individu dewasa guna meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, serta keterampilan yang diperlukan. Contoh: belajar dengan menggunakan program computer yang dibutuhkan ditempat mereka bekerja. Dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai, maka perlu dilakukan kajian mendalam terhadap kebutuhan peserta didik dengn mengintegrasikan konsep andragogi. Berikut ini uraian ringkas beberapa cirri model pembelajaran: Metode Belajar
Hal yang dilakukan peserta didik Small Group •Membentuk kelompok 5-10 Discussion orang •Memilih bahan diskusi •Mempresentasikan makalah dan mendiskusikannya di kelas Simulasi •Mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan kepadanya •Mempraktikkan/mencoba berbagai model (computer) yang telah disiapkan Discovery Mencari, mengumpulkan, dan Learning menyusun informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan
Self-Directed Learning Cooperative Learning
Hal yang dilakukan pengajar
•Membuat rancangan bahan discusi dan aturan diskusi •Menjadi moderator sekaligus mengulas hasil diskusi mahasiswa pada akhir sesi •Merancang situasi/kegiatan yang mirip dengan sesungguhnya, bisa bermain peran, model computer, atau berbagai latihan simulasi •Membahas kinerja mahasiswa •Menyediakan data atau petunjuk (metode) untuk menelusuri suatu pengetahuan yang harus dipelajari oleh mahasiswa •Memeriksa dan member ulasan terhadap hasil belajar mandiri mahasiswa Merencanakan kegiatan belajar, Sebagai fasilitator melaksanakan, dan menilai belajarnya sendiri Membahas dan mengumpulkan •Merancang dan memantau masalah/tugas yang diberikan proses belajar dan hasil dosen secara berkelompok kelompok belajar mahasiswa •Menyiapkan suatu masalah/kasus atau bentuk
tugas untuk diselesaikan oleh mahasiswa secara berkelompok Collaborative •Bekerja sama dengan anggota •Merancang tugas yang bersifat Learning kelompoknya dalam open ended mengerjakan tugas •Sebagai fasilitator dan •Membuat rancangan proses dan motivator bentuk penilaian berdasarkan consensus kelompoknya sendiri Contectual •Membahas konsep (teori) •Menjelaskan bahan kajian yang Instruction berkaitan dengan situasi nyata bersifat teori dan mengaitkannya dengan situasi •Melakukan studi lapangan/terjun di dunia nyata untuk nyata dalam kehidupan seharuhari, kerja professional, mempelajari kesesuaian teori managerial, atau entrepreneurial •Menyusun tugas untuk studi mahasiswa terjun ke lapangan Project Based •Mengerjakan tugas (berupa •Merancang suatu tugas (proyek) Learning proyek) yang telah dirancang yang sistematis agar mahasiswa secara sistematis belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses •Menunjukkan kinerja dan mempertanggungjawabkan hasil pencarian/ penggalian (inquiry) yang terstruktur dan kompleks kerjanya di forum •Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan Problem based Belajar dengan menggali/ •Merancang tugas untuk learning mencari informasi (inquiry) mencapai kompetensi tertentu serta memanfaatkan informasi •Membuat petunjuk (metode) tersebut untuk memecahkan untuk mahasiwa dalam mencari masalah factual atau yang pemecahan masalah yang dirancang oleh dosen dipilih oleh mahasiswa sendiri atau yang ditetapkan.
F. Kebutuhan Belajar Orang Dewasa Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan,
meningkatkan
kualifikasi
keteknisannya
atau
keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di
suatu sisi mampu mengembangankan pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang, dan berkesinambungan. Dalam hal ini, terlihat adanya tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin dikembangankan dalam aktivitas kegiatan di lapangan. Pertama untuk mewujudkan pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang bersangkutan. Tambahan pula, bahwa pendidikan orang dewasa mencakup segala aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa, baik pria maupun wanita, sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing. Dengan demikian hal itu dapat berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran orang dewasa yang tampak pada adanya perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian kemampuan/keterampilan yang memadai. Di sini, setiap individu yang berhadapan dengan individu lain akan dapat belajar bersama dengan penuh keyakinan. Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan, merupakan hasil dari adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi perubahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau keterampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya. Pertambahan pengetahuan saja tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya mampu melahirkan perubahan ke arah positif berupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan berkesinambungan. Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini, sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan
bagi orang lain, disebabkan produktivitas yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar, sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih ke arah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih masih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya. Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan yang fundamental, penulis mengacu pada teori Maslow tentang piramida kebutuhan sebagai berikut. Gambar 1 Piramida Kebutuhan menurut Teori Maslow
Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan), sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanaan, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu rasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan,
dan
kekhawatiran
akan
keselamatan
dirinya,
sebab
ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri. Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa
yang memiliki harga diri dan jati dirinya membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara psikologis, dengan mengetahui
kebutuhan
orang
dewasa
sebagai
peserta
kegiatan
pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus diciptakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan. Menurut Lunandi (1987) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah: Apa yang dipelajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari suatu pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar atau pelatih atau penceramah dalam pertemuan itu. G. Proses Belajar Mengajar Orang Dewasa Proses
belajar
mengajar
orang
dewasa
adalah
suatu
proses
berlangsungnya kegiatan belajar yang dilakukan oleh pelajar atau peserta didik dan kegiatan mengajar yag dilakukan oleh pendidik atau pembimbing. Melalui proses belajar, seorang pelajar atau peserta didik yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Proses belajar ini sebenarnya merupakan masalah yang kompleks. Dikatakan demikian karena proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar tanpa dapat terlihat secara lahiriah. Oleh karena itu proses belajar tersebut disebut proses intern. Sedangkan yang tampak dari luar adalah proses ekstern yang merupakan pencerminan terjadinya proses intern dalam diri peserta didik. Proses ekstern ini merupakan indikator yang menunjukkan apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar atau tidak. Proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung melalui enam tahapan : 1. Motivasi Yang dimaksud motivasi disini adalah keinginan untuk mencapai sesuatu hal. Sedangkan motivasi jangka pendek berupa minat belajar pada saat
itu, dan motivasi belajar jangka panjang dapat berupa keinginan mendapat nilai ujian yang baik, keinginan berprestasi dan sebagainya. 2. Perhatian pada pelajaran Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini sangat tergantung pada pembimbing, apabila pendidik dapat menarik perhatian peserta didik maka perhatian mereka akan tinggi. 3. Menerima dan mengingat Setelah memerhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi dalam diri orang yang sedang mengajar. Beberapa factor yang memengaruhi penerimaan dan pengingatan ini seperti: a. Struktur Penjelasan pendidik akan mudah diterima dan diingat oleh peserta didik jika memiliki struktur yang jelas. b. Makna Jika suatu pelajaran ada hubungannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik, maka pelajaran itu akan lebih bermakna, dan akan lebih mudah diterima dan diingat. c. Pengulangan Pengulangan suatu pelajaran akan meningkatkan daya ingat peserta didik d. Interverensi Kekalutan dalam pikiran seseorang yang sedang belajar akibat terlalu banyak menerima pelajaran sehingga pelajaran tersebut menjadi berdesak-desak dalam pikirannya 4. Reproduksi Seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia harus dapat menemukan apa-apa yang pernah ia terima.
5. Generalisasi Pada tahap ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain. 6. Menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan balik Peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang telah diajarkan.untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar memahami, maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat mengetahui seberapa jauh ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri. Suprijanto (2009)
BAB III KESIMPULAN Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, maka kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran apa yang mereka inginkan, mencari apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan itu, menentukan tindakan apa yang harus dilakukan, dan merencanakan serta melakukan apa saja yang perlu dilakukan untuk mewujudkan keputusan itu. Dapat dikatakan disini tugas pendidik pada umumnya adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri
mereka
sendiri,
mengatur
urusan
kehidupan
mereka
sendiri
dan
mempertimbangkan pandangan dan interest orang lain. Dengan singkat menolong orang lain untuk berkembang dan matang. Dalam andragogi, keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar jauh lebih besar, sebab sejak awal harus diadakan suatu diagnose kebutuhan, merumuskan tujuan, dan mengevaluasi hasil belajar serta mengimplementasikannya secara bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA Soenarno, Dkk. 2008. The Dinamics of Human Recources Becoming A True HR Specialist. Jakarta: Grasindo Nursalam dan Efendi F. 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Ridwan, Wawan. 2009. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tanggal 8 April
2011.
http://bdkjakarta.kemenag.go.id/file/media/ForumPrinsip
PendidikanOrangDewasa.pdf Smart Click. 2011. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tanggal 8 April 2011. http://www.g-excess.com/id/prinsip-pendidikan-orang-dewasa.html Sudrajat, Akhmad. 2009. 9 Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tangal 8 April
2011.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/02/15/9-prinsip-
pendidikan-orang-dewasa/ Yulianto, Irfan. 2011. 10 Prinsip Pendidikan Orang Dewasa. Diakses tangal 8 April
2011.
http://www.shirocoo.co.cc/2011/03/10-prinsip-pendidikan-
orang-dewasa.html Rusliana, Ade. 2007. Teori Belajar Orang dewasa. Diakses tangal 8 April 2011. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=3 Budiningsih, Asih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Malik, Halim. 2011. Teori Belajar Andragogi dan Penerapannya. Dipublikasi 23 February
2011.
Diakses
tanggal
15
April
2011.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/23/teori-belajar-andragogi-danpenerapannya/