LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL MUSKULOSKELETAL DI ASRAMA 10 PSTW GAU MABAJI KABUPATEN GOWA
DI SUSUN OLEH :
NURHASNI, S.Kep 16.04.059
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PROGRAM PROFESI NERS 2016/2017
)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000) Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang akan terus menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental psikologis dan social, neskipun dalam kenyataannya terdapat te rdapat perbedaan anatar satu orang dengan orang lainnya (Departemen Sosial RI, 2002) Perubahan normal musculoskeletal adalah perubahan yang terkait usia pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan dan kekauan kekauan sendi-sendi. Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dan demikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari. Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang bersifat endemis pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia lanjut lebih sering menderita osteoarthritis, penggantian sendi melalui tindakan bedah, maupun kelainan kronis pada rotator cuff . Untuk dapat memahami kelainan muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut, perubahan-perubahan seiring seiri ng dengan pertambahan usia yang timbul pada otot, tulang, persendian, jaringan ikat, dan persarafan harus diketahui. Perubahan
akan
terjadi
pada
tubuh
manusia
sejalan
dengan
makin
meningkatnya usia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan
fungsi otot. Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut. Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin s emakin besarnya besar nya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat mas yarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. B. Perubahan Terkait Usia pada Fungsi Sistem Muskuloskeletal Muskuloskeletal
Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu; modeling dan remodeling, pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi masa tulang yang yang hilang nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini disebut negatively coupled yang yang terjadi pada pada usia lanjut. Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih pourus. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 80 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula dibanding dengan kortek. Pada pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse dengan osteoporosis spinal hanya mempunyai trabekula kurang dari 14%. Selama kehidupan laki-laki kehilangan 20-30% dan wanita 30-40% dari puncak massa tulang. Pada sinofial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi terjadi celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan jaringan peri artikuler mengalami degenerasi Semuanya ini menyebabkan penurunan fungsi
sendi, elastisitas dan mobilitas hilang sehingga sendi kaku, kesu¬litan dalam gerak yang rumit. Perubahan yang jelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama mengenai serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena otropi dan kehilangan serabut otot. Perubahan ini menyebabkan laju metabolik basal dan laju komsumsi oksigen maksimal berkurang. Otot menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat. Selain penurunan masa otot juga dijumpai berkurangnya rasio otot dan jaringan lemak. Perubahan Fisik Sistem muskuloskeletal pada lansia : 1. Tulang kehilangan densikusnya yaitu rapuh. 2. Resiko terjadi fraktur. 3. Kyphosis. 4. Persendian besar & menjadi kaku. 5. Pada wanita lansia > resiko fraktur. 6. Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas. 7. Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang ). a. Gerakan volunter yaitu gerakan berlawanan. b. Gerakan reflektonik yaitu yaitu Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan
pada lobus.
c. Gerakan involunter yaitu Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu
perangsangan terhadap lobus
d. Gerakan sekutu yaitu Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter. Perubahan pada sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut : 1.
Tulang
Tulang menyediakan kerangka untuk semua sistem muskuloskelethal dan bekerja berhubungan dengan sistem otot untuk memfasilitasi pergerakan. Fungsi tambahan tulang pada tubuh manusia adalah penyimpanann calcium, produksi sel darah, dan mendukung serta melindungi jaringan dan organ tubuh. Tulang terbentuk dari lapisan luar yang keras disebut cortical atau tulang padat, dan di bagian dalm terdapat spongy berlubang yang disebut trabecular. Bagian
cortical terhadap komponen tabecular berubah berdasrkan tipe tulang. Tulang panjang misalnya, radius dan femur, mengandung sebanyak 90% corticol, sedangkan tulang vertebrata susunan utamanya adalah sel trabecular. Corticol dan trabecular merupakan komponen tulang yang berpengaruh pada lansia. Pada lansia terdapat perubahan pada susuanan pembentukan tulang yaitu : a. Tulang cortikal Mulai umur 40 tahun, terjadi perubahan penurunan sejumlah tulang cortical 3 % perdecade pada laki-dan wanita berlanjut terus sampai akhir dewasa. Setelah menopause, wanita terjadi penambahan penurunan/ kehilangan tulang cortical, sehingga jumlah rata-rata penurunan mencapai 9% sampai 10 % perdecade pada umur 45-75 tahun. Penurunan tulang corticl berakhir pada umur 70- 75 . Hasil akhir perubahan ini seumur hidup kira-kira 35%23% pada wanita dan laki-laki berturut-turut. b. Tulang trabecular Serangan hilangnya tulang trabecular lebih dulu dari serangan kehilangan cortical pada wanita dan laki-laki. Rata-rata hilangnya tulang trabecular kira-kira 6%-8% perdecade setelah menopause, wanita terjadi kehilangan tulang trabecular secara cepat Hasil akhir kehilangan seumur hidup kirakira 50%- 33% pada wanita dan laki-laki seumur hidup. c. Peningkatan reabsorpsi tulang oleh tubuh. d. Penurunan penyerapan kalsium e. Serum parathyroid hormone meningkat f. Gangguan regulasi aktivitas osteoblast. g. Gangguan pembentukan tulang, sekunder untuk mengurangi matriks tulang. h. Jumlah fungsi sel marrow yang digantikan oleh jaringan sel lemak 2.
Otot
Semua kegiatan sehari-hari (ADL) langsung dipengaruhi oleh fungsi otot, yang di kendalikan oleh saraf motorik. Perubahan yang berhubungan dengan usia berdampak besar pada fungsi otot, yaitu yaitu : a.
Hilangnya masa otot sebagai hasil penurunan dalam ukuran dan jumlah serat otot
b.
Penurunan serat otot dengan penggantian selanjutnya oleh jaringan penghubung dan akhirnya oleh jaringan lemak.
c.
Penurunan membran sel otot dan keluarnya cairan dan pota. Dengan umur 80 tahun, kira-kira masa otot hilang (Tonna, 1987). Pada penjumlahan, terdapat kehilangan saraf motorik yang berhubungan dengan usia, dan ini mempengaruhi fungsi otot. Dan pada akhirnya perubahan yang berhubungan dengan usia adalah kemunduran fungsi motorik dan hilangnya kekuatan dan ketahanan otot.
3.
Persendian
Pada persendian perubahan yang terjadi adalah : a.
Penurunan viskositas cairan synovial
b.
Terbentuknya jaringan perut dan adanya kalsifikasi pada persendian.
c.
Jaringan penghubung (kolagen dan elastis) Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan ikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya da ya mekaniknya karena penuaan, tensile strenght dan kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berja lan, dan hambatan dalam melaksanakn aktivitas sehari-hari
d.
Kartilago Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan
komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas sehari-hari. C. Faktor-Faktor Resiko
Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis spinal. 2. Matabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget. 3. Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati. 4. Radang : polymyalgia rhematica, temporal arthritis, gout. 5. Pengaruh obat. Faktor Penyebab Keluhan Pada Sistem Muskuloskeletal Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal yakni, antara lain: 1. Peregangan Otot yang Berlebihan. Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan ole h pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Hal ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot dan bila sering dilakukan maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal. 2. Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mancangkul, membelah kayu besar, angkat-
angkat dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap Kerja Tidak Alamiah. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996 & Manuaba, 2000). Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih tergantung pada perkembangan teknologi negara-negara maju khususnya dalam pengadaan peralatan industri. Sebagai contoh, pengoperasian mesin-mesin produksi di suatu pabrik yang diimpor dari Amerika dan Eropa akan menjadi masalah bagi sebagian besar pekerja di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena Negara pengekspor di dalam mendesain mesin-mesin
hanya didasarkan
pada
antropometri dari pekerja mereka, yang pada kenyataannya ukuran tubuh mereka lebih besar dibandingkan dengan pekerja di Indonesia. Dapat dipastikan kondisi tersebut akan menyebabkan sikap paksa pada waktu pekerja mengoperasikan mesin. Apabila terjadi dalam kurun waktu yang lama, maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cidera otot. 4. Faktor Penyebab Sekunder a. Tekanan: Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
b. Getaran: Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya akhirnya timbul rasa nyeri otot c. Mikroklimat: Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen kerja otot. Akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen kerja otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. d. Penyebab Kombinasi. Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan misalnya pekerja harus melakukan aktivitas angkat angkut dibawah tekanan panas sinar matahari seperti yang dilakukan para pekerja bangunan. Di samping kelima faktor terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal tersebut diatas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal. D. Konsekuensi Fungsional
Konsikuensi fungsional yang ditimbulkan yaitu: 1. Nyeri 2.
Hambatan mobilitas fisik
3.
Resiko jatuh
BAB II KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Pengkajian pada pasien trauma sistem muskuluskeletal meliputi nama, umur, pekerjaan dan jenis kelamin.
2.
Keluhan Utama : Pasien atau penderita trauma sistem muskuloskeletal biasa mengeluhkan nyeri, nyeri yang sering dirasakan adalah nyeri nyeri
tajam dan
keluhan semakin parah jika ada pergerakan. Meskipun demikian keluhan nyeri pada tulang biasanya tumpul dan dalam yang juga mengakibatkan gangguan pergerakan. 3.
Riwayat Penyakit : a.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien atau penderita trauma sistem muskuloskeletal mengidentifikasikan rasa nyeri, kejang atau kekakuan yang dirasakan pada saat mengalami trauma
b.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien atau penderita mengidentifikasikan atau menjelaskan awal terjadinya trauma sistem muskuloskeletal.
c.
Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien atau penderita menjelaskan ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejadian yang sama seperti dirinya atau tidak.
4.
Pemeriksaan Fisik : Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan pemeriksaan yang baik. Pemeriksaan penderita cedera ekskremitas mempunyai 3 tujuan : menemukan masalah mengancam jiwa (primary survey), menemukan masalah yang mengancam ekstremitas ekstremitas (secondary survey), dan pemerikasaan pemerikasaan tulang secara sistematis untuk menghindari luputnya trauma muskuloskeletal yang lain
(re-evaluasi
berlanjut).
Pemeriksaan
fisik
pada
trauma
sistem
muskuluskletal merupakan pengumpulan data tentang kondisi system dan kemampuan fungsional diperoleh melalui inspeksi, palpasi dan pengukuran sebagai berikut :
a.
Skeletal 1)
Catat penyimpangan dari structur normal menjadi
defrmitas tulang,
perbedaan panjang, bentuk, amputasi amputasi 2) b.
c.
Identifikasi pergerakan abnormal dan krepitasi
Sendi 1)
Identifikasi bengkak yang dapat menunjukkan adanya inflamasi atau effuse
2)
Catat deformiotas yang berhubungan dengan kontraktur atau dislokasi
3)
Evaluasi stabilitas yang mungkin berubah
4)
Gambarkan rom baik aktif maupun pasif
Otot 1)
Inspeksi ukuran dan contour otot
2)
Kaji koordinasi gerakan
3)
Palpasi tonus otot
4)
Kaji kekuatan otot baik dengan evaluasi sepintas dengan jabat tangan atau dengan mengukur skala criteria yaitu 0 untuk tidak ada kontraksi sampai 5 = normal rom dapat melawan penuh gaya gravitasi
5)
Ukur lingkar untuk mencatat peningkatan pembengkakan atau perdarahan atau pengecilan karena atropi.
6)
identifikasi klonus yang abnormal
d. Neurovaskuler 1)
Kaji ststus sirkulasi pada extremitas dengan mencatat warna kulit, suhu, nadi perifer, capillary refill, nyeri
e.
2)
Kaji status neurology
3)
Tes reflek
4)
Catat penyebaan rambut dan keadaan kuku
Kulit 1)
inspeksi truma injury (luka, memar)
2)
kaji kondisi kronis (dermatitis, stasis ulcer)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen biologis (Rhematoid Arthritis) 2.
Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan sendi.
3.
Resiko jatuh
C.
No
INTERVENSI KEPERAWATAN
NANDA: Nursing Diagnosis 2015-2017
1
Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis (Rhematoid Arthritis)
2.
Hambatan mobilitas kekakuan sendi.
fisik
Nursing Outcomes Classification (NOC)
Nursing Interventions Classification (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1400. Manajemen Nyeri halaman 198 jam, klien akan : Aktivitas Keperawatan: 2102. Tingkat Nyeri halaman 577 1. Observasi reaksi nonverbal dari Kriteria Hasil : ketidaknyamanan. a. 210201 nyeri yang dilaporkan ringan 2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif b. 210201 panjangnya episode nyeri ringan termasuk lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi, c. 210206 ekspresi nyeri wajah ringan kualitas dan faktor presipitasi. 3. Ajarkan teknik non farmakologis : tekni relaksasi napas dalam, distraksi, kompres hangat. 4. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri nyeri dirasakan. 2210 2210.. Pem Pemberi an Analge Analgesik sik halaman 247 Aktivitas Keperawatan: 1. Cek kebenaran pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesic yg diresepkan. 2. Cek adanya riwayat alergi obat 3. Pilih analgesic atau kombinasi analgesic yang sesuai ketika lebih dari satu diberikan. 4. Pilih rute pemberian analgesic (Intravena, Intramuskular atau per Oral)
b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien akan : 0206 Pergerakan sendi halaman 452 Kriteria Hasil : a. 020620 Punggung tidak ada deviasi dari kisaran normal. b. 020611 Bahu (kanan) tidak ada deviasi dari kisaran normal. c. 020612 Bahu (kiri) tidak ada deviasi dari kisaran normal. d. 020615 Lutut (kanan) tidak ada deviasi dari kisaran normal. e. 020616 Lutut (kiri) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
0222. Terapi latihan keseimbangan halaman 438 Aktivitas Keperawatan: 1. Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang membutuhkan keseimbangan. 2. Kolaborasi dengan terapis fisik, okupasional dan terapis rekerasi dalam mengembangkan dan melaksanakan program latihan yang sesuai. 3. Evaluasi fungsi sensorik (misalnya penglihatan, pendengaran dan propriosepsi) 4. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan faktorfaktor yang mempengaruhi ketakutan akan jatuh. 5. Sediakan lingkungan yang aman untuk latihan. 6. Instruksikan pasien mengenai pentingnya terapi latihan dalam menjaga dan meningkatkan keseimbangan. 7. Dorong program latihan dengan intensitas rendah dengan memberikan kesempatan untuk berbagi perasaan. 8. Instruksikan pasien untuk melakukan latihan keseimbangan, seperti berdiri dengan satu kaki, membungkuk ke depan, peregangan dan resistensi yang sesuai. 9. Bantu dengan program penguatan pergelangan kaki dan berjalan. 10. Berikan informasi mengenai alternatif terapi seperti yoga dan Tai Chi. 11. Sesuaikan lingkungan untuk memfasilitasi konsentrasi. 12. Sediakan alat-alat bantu (misalnya, tongkat,
2.
Hambatan mobilitas kekakuan sendi.
fisik
b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien akan : 0206 Pergerakan sendi halaman 452 Kriteria Hasil : a. 020620 Punggung tidak ada deviasi dari kisaran normal. b. 020611 Bahu (kanan) tidak ada deviasi dari kisaran normal. c. 020612 Bahu (kiri) tidak ada deviasi dari kisaran normal. d. 020615 Lutut (kanan) tidak ada deviasi dari kisaran normal. e. 020616 Lutut (kiri) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
0222. Terapi latihan keseimbangan halaman 438 Aktivitas Keperawatan: 1. Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang membutuhkan keseimbangan. 2. Kolaborasi dengan terapis fisik, okupasional dan terapis rekerasi dalam mengembangkan dan melaksanakan program latihan yang sesuai. 3. Evaluasi fungsi sensorik (misalnya penglihatan, pendengaran dan propriosepsi) 4. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan faktorfaktor yang mempengaruhi ketakutan akan jatuh. 5. Sediakan lingkungan yang aman untuk latihan. 6. Instruksikan pasien mengenai pentingnya terapi latihan dalam menjaga dan meningkatkan keseimbangan. 7. Dorong program latihan dengan intensitas rendah dengan memberikan kesempatan untuk berbagi perasaan. 8. Instruksikan pasien untuk melakukan latihan keseimbangan, seperti berdiri dengan satu kaki, membungkuk ke depan, peregangan dan resistensi yang sesuai. 9. Bantu dengan program penguatan pergelangan kaki dan berjalan. 10. Berikan informasi mengenai alternatif terapi seperti yoga dan Tai Chi. 11. Sesuaikan lingkungan untuk memfasilitasi konsentrasi. 12. Sediakan alat-alat bantu (misalnya, tongkat,
walker, bantal atau bantalan) untuk mendukung pasien dalam melakukan latihan. 13. Bantu pasien untuk merumuskan tujuan-tujuan yang realistis dan terukur. 14. Perkuat atau berikan instruksi bagaimana memposisikan tubuh dan bagaimana melakukan gerakan-gerakan untuk mempertahankan atau meningkatkan keseimbangan selama latihan atau aktivitas sehari-hari. 15. Bantu pasien untuk berpartisipasi dalam latihan peregangan sambil berbaring, duduk atau berdiri. berdiri. 16. Bantu pasien untuk pindah ke posisi duduk, menstabilkan tubuh dengan tangan diletakkan di sisi atas tempat tidur/kursi, dan mengayun tubuh di atas lengan yang menyokong. 17. Bantu untuk berdiri (atau duduk) dan mengayun tubuh dari sisi ke sisi untuk menstimulasi mekanisme keseimbangan.’ 18. Dorong pasien untuk mempertahankan dasar dukungan yang luas, jika diperlukan. 19. Bantu pasien berlatih berdiri dengan mata tertutup untuk jangka pendek secara berkala untuk menstimulasi propriosepi. 20. Monitor respon pasien pada latihan keseimbangan. 21. Lakukan pengkajian rumah untuk mengidentifikasi adanya bahaya lingkungan dan perilaku, jika (latihan) dilakukan. 22. Sediakan sumber daya untuk program keseimbangan, latihan, atau program edukasi (pencegahan) jatuh.
walker, bantal atau bantalan) untuk mendukung pasien dalam melakukan latihan. 13. Bantu pasien untuk merumuskan tujuan-tujuan yang realistis dan terukur. 14. Perkuat atau berikan instruksi bagaimana memposisikan tubuh dan bagaimana melakukan gerakan-gerakan untuk mempertahankan atau meningkatkan keseimbangan selama latihan atau aktivitas sehari-hari. 15. Bantu pasien untuk berpartisipasi dalam latihan peregangan sambil berbaring, duduk atau berdiri. berdiri. 16. Bantu pasien untuk pindah ke posisi duduk, menstabilkan tubuh dengan tangan diletakkan di sisi atas tempat tidur/kursi, dan mengayun tubuh di atas lengan yang menyokong. 17. Bantu untuk berdiri (atau duduk) dan mengayun tubuh dari sisi ke sisi untuk menstimulasi mekanisme keseimbangan.’ 18. Dorong pasien untuk mempertahankan dasar dukungan yang luas, jika diperlukan. 19. Bantu pasien berlatih berdiri dengan mata tertutup untuk jangka pendek secara berkala untuk menstimulasi propriosepi. 20. Monitor respon pasien pada latihan keseimbangan. 21. Lakukan pengkajian rumah untuk mengidentifikasi adanya bahaya lingkungan dan perilaku, jika (latihan) dilakukan. 22. Sediakan sumber daya untuk program keseimbangan, latihan, atau program edukasi (pencegahan) jatuh.
23. Rujuk pada terapi fisik dan atau okupasional untuk latihan habituasi vestibular. 3
Resiko terjadinya jatuh Faktor resiko : a. Usia diatas 65 tahun. b. Fisiologis : Artritis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 6490. Pencegahan Jatuh halaman 274 Aktivitas Keperawatan : jam, klien akan : 1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik 1912 kejadian jatuh halaman 119 dari pasien yang mungkin meningkatkan potensi Kriteria Hasil : jatuh pada lingkungan tertentu a. 191201 Jatuh saat berdiri tidak ada. 2. Identifikasi perilaku dan faktor yang b. 191202 Jatuh saat berjalan tidak ada. mempengaruhi risiko jatuh. c. 191203 Jatuh saat duduk tidak ada. 3. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang d. 191209 Jatuh saat ke kamar mandi tidak ada. mungkin meningkatkan potensi jatuh (misalnya lantai licin dan tangga terbuka). 4. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi. 5. Tanyakan pasien mengenai persepsi keseimangan dengan tepat. 6. Ajarkan pasien untuk beradaptasi terhadap modifikasi gaya berjalan yang disarankan 7. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidak seimbangan 8. Instrukasikan pasien untuk memanggil bantuan terkait pergerakan dengan tepat
23. Rujuk pada terapi fisik dan atau okupasional untuk latihan habituasi vestibular. 3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 6490. Pencegahan Jatuh halaman 274 Aktivitas Keperawatan : jam, klien akan : 1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik 1912 kejadian jatuh halaman 119 dari pasien yang mungkin meningkatkan potensi Kriteria Hasil : jatuh pada lingkungan tertentu a. 191201 Jatuh saat berdiri tidak ada. 2. Identifikasi perilaku dan faktor yang b. 191202 Jatuh saat berjalan tidak ada. mempengaruhi risiko jatuh. c. 191203 Jatuh saat duduk tidak ada. 3. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang d. 191209 Jatuh saat ke kamar mandi tidak ada. mungkin meningkatkan potensi jatuh (misalnya lantai licin dan tangga terbuka). 4. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi. 5. Tanyakan pasien mengenai persepsi keseimangan dengan tepat. 6. Ajarkan pasien untuk beradaptasi terhadap modifikasi gaya berjalan yang disarankan 7. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidak seimbangan 8. Instrukasikan pasien untuk memanggil bantuan terkait pergerakan dengan tepat
Resiko terjadinya jatuh Faktor resiko : a. Usia diatas 65 tahun. b. Fisiologis : Artritis
D. Impementasi Impementasi disesuaikan dengan intervensi E. Evaluasi No
1.
Diagnosa Keperawatan Keperawatan
Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan
S:-
agen biologis (rhematoid arthritis)
O:A
:
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam maka (2102) tingkat nyeri dengan kriteria : a. (210201) nyeri yang dilaporkan ringan b. (210201) panjangnya episode nyeri ringan c. (210206) ekspresi nyeri wajah ringan P:-
D. Impementasi Impementasi disesuaikan dengan intervensi E. Evaluasi No
1.
Diagnosa Keperawatan Keperawatan
Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan
S:-
agen biologis (rhematoid arthritis)
O:A
:
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam maka (2102) tingkat nyeri dengan kriteria : a. (210201) nyeri yang dilaporkan ringan b. (210201) panjangnya episode nyeri ringan c. (210206) ekspresi nyeri wajah ringan P:-
2.
Hambatan
mobilitas
berhubungan
dengan
sendi.
fisik S : kekakuan
O:A :
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam maka (0206)
pergerakan
sendi
dengan
kriteria : a. (020620) Punggung tidak deviasi dari kisaran normal. b. (020611) Bahu (kanan) tidak deviasi dari kisaran normal. c. (020612) Bahu (kiri) tidak deviasi dari kisaran normal. d. (020615) Lutut (kanan) tidak deviasi dari kisaran normal. e. 020616 Lutut (kiri) tidak deviasi dari kisaran normal P: -
ada ada ada ada ada
3.
Resiko jatuh
S:O:A
:
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan selama 2x24 jam maka (1912) kejadian jatuh dengan kriteria hasil : a. (191201) jatuh saat berdiri tidak ada b. (191202) jatuh saat berjalan tidak ada c. (191203) jatuh saat duduk tidak ada d. (191209)
jatuh
mandi tidak ada P:-
saat
dikamar
DAFTAR PUSTAKA
Kalu DN, Masaro EJ. The biology of aging, with particular reference to the musculoskeletal system. Clin Geriatr Med 1988; 1988; 4:257-267
Asdie, Ahmad H. Harrison's Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2000.
Dambro. Griffith's 5 Wilkins. 2001.
–
Minutes Clinical Consult. USA: Lippincott Williams and