ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PRE EKLAMSI BERAT DI RUANG VK RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
Tanggal 11-16 Desember 2017
Oleh : MUHAMMAD AL IHSAN, S.Kep NIM. 1730913310005
PENDIDIKAN PROFESI NERS PRODI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2017
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PRE EKLAMSI BERAT DI RUANG VK RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
Oleh: Muhammad Al Ihsan, S.Kep NIM. 1730913310005 1730913310005
Banjarmasin, 16 Desember 2017 Mengetahui, Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
Devi Rahmayanti., S. Kep, Ns, M. Imun NIP. 19780101200812 19780101200812 2 002
Helmina, S.Kep, Ns NIP. 19750101 19750101 199002 02 008 008
LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM DENGAN PEB
A.
KONSEP DASAR POST PARTUM 1. Definisi
Masa nifas (peurperium) adalah pulihnya kembali mulai dari partus atau persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya 6 – 8 minggu. Masa nifas dimulai sejak berakhirnya pengeluaran plasenta hingga kembalinya alat reproduksi seperti sebelum hamil. 2. Periode Masa Nifas
a)
Puerperium dini kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
b)
Puerperium intermedial kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
c)
Puerperium remote waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.
B.
ADAPTASI FISIOLOGI POST PARTUM
1.
Involusio uterus Secara berangsur – angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri 3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam
10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu tiga minggu.
2.
Serviks Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadangkadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
3.
Payudara Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
4.
Sistem Urinary Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1) Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
5.
Sistem Endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina. 6.
Sistem Gastrointestinal Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya karena makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
7.
Sistem musculoskeletal Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain: a. Nyeri punggung bawah Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada
sistem
muskuloskeletal
akibat
posisi
saat
persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri
punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas
hidup
sehari-hari
penting
diberikan.
Pereda
nyeri
elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien. b.
Sakit kepala dan nyeri leher Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.
c.
Nyeri pelvis posterior Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior. Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
d.
Disfungsi simfisis pubis Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas
pelvis
yang
abnormal,
diperburuk
dengan
terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya
berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat. Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai. e.
Diastasis rekti Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis. Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari – hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
f.
Osteoporosis akibat kehamilan Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .
8.
Lochea Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium. a.
Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b.
Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pasca persalinan
c.
Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d.
Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
e.
Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
f. 9.
Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
Pembuluh Darah Rahim Dalam
kehamilan,
uterus
mempunyai
banyak
pembuluh-
pembuluh darah yang besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak. Bila pembuluh darah yang besar, tersunbat karena perubahan pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri. 10. Vagina dan perineum Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau mengejan. Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatanlipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran
bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009). 11. Sistem Kardiovaskuler a. Volume Darah Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya kehilangan
darah
selama
melahirkan
dan
mobilisasi
serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia
yang
diakibatkan
kehamilan
menyebabkan
kebanyakan ibu bisa mentoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi
dengan
mekanisme
kompensasi
dengan
timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum. Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita : 1)
Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%-15%.
2)
Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi
3)
Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil.
b. Curah Jantung Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
12. Tanda-tanda Vital Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009). 13. Endometrium Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta. Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan selaput janin.
C.
KONSEP DASAR PRE EKLAMSIA BERAT 1. Definisi
Pre-eklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias berupa hipertensi,
proteinuri, dan edema pada bagian kaki atau tangan. Pre-eklamsia cenderung terjadi pada trimester kedua (diatas 20 minggu). Pre-eklamsia timbul akibat kehamilan dan berakhir setelah terminasi kehamilan. 2. Etiologi
Penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui. Penyebab yang diperkirakan terjadi, adalah : a)
Kelainan aliran darah menuju rahim.
b)
Kerusakan pembuluh darah.
c)
Masalah dengan sistem pertahanan tubuh.
d)
Diet atau konsumsi makanan yang salah. Preeklampsia
umumnya
terjadi
pada
kehamilan
pertama,
kehamilan pada usia remaja dan kehamilan pada wanita usia diatas 40 tahun. Faktor lainnya yang dapat meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia, yaitu: a.
Riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya.
b.
Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua.
c.
Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
d.
Obesitas.
e.
Mengandung lebih dari satu janin.
f.
Riwayat diabetes, kelainan ginjal
3. Manifestasi Klinis
Preeklamsi berat ditandai dengan: a.
Sakit kepala.
b.
Penglihatan kabur, dan lebih sensitif pada cahaya silau.
c. Nyeri di daerah lambung. d.
Mual atau muntah.
e.
Adanya pitting edema setelah bangun pagi atau tirah baring lebih dari 1 jam (didaerah pretibia, tangan dan wajah)
f.
Tekanan darah sistol 160/110 mmHg atau lebih
g.
Proteinuria 5 gr/liter atau lebih (+3 atau 4)
4. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation. Preeklamsia berat dihubungkan dengan kerusakan endotelial vaskuler yang disebabkan oleh vasospasme dan vasokontriksi arteriolar. Sirlulasi arteri terganggu oleh adanya area konstriksi dan dilatasi yang bergantian. Kerusakan endoterial menyebabkan kebocoran plasma kedalam ruang ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi trombosit. Tekanan osmotik koloid menurun saat protein masuk keruang ekstravaskuler, dan wanita beresiko mengalami hipovolemia dan perubahan perfusi dan oksigenasi jaringan. Edema paru dapat terjadi paru non kardiogenik atau kardiogenik. Edema paru non kardiogenik terjadi karena kapiler pulmonari menjadi lebih permeabel dan rentang terhadap kebocoran cairan. Edema paru kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler pulmonari, peningkatan ini terjadi karena penumpukan cairan dalam bantalan pulmonari. Vasospasmen arteri dan kerusakan endotelial juga mengurangi perfusi keginjal. Penurunan perfusi keginjal menyebabkan penurunan GFR dan oliguria. Kerusakan
endotelial
kapiler
glomerulus
menembus
membran
kapiler
dan
menyebabkan
proteinuria,
masuk
peningkatan
memungkinkan kedalam
nitrogen
protein
urine,
urea
yang
darah
dan
peningkatan kreatinin serum. Hati juga terpengaruh oleh vasospasme multisistem
dan
kerusakan
endotelial.
Penurunan
menyebabkan iskemik dan nekrosis (Manuaba, 2009).
perfusi
kehati
Web Of Caution (WOC) Faktor penyebab Pre Ekslamsia Kerusakan endotel vaskuler Vasokontraksi meningkat, Vasodilator menurun Tekanan darah meningkat, protein uria, transudasi Kejang / penurunan kesadaran Terminasi kehamilan
Pervagina
Pervagina
Sistem Urologi
Sistrm kardiovaskuler
Dilatasi menurun
Perubahan pereabilitas pembuku darah
Kehilangan darah dan cairan
Oliguria
Retensi sodium dan air
Perdarahan
Edem
Edem
Dx. Risiko Syok
Dx. Kelebihan volume cairan
Sistem saraf
Diskontinutas / luka
Imobilisasi
Dx. Risiko Infeksi
Nyeri
Dx. Nyeri Akut
5. Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran klinis preeklamsia berat, bila ditemukan salah satu dari tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg, edema, oligouria <400 cc/24 jam, proteinuria 5g/24 jam dan terdapat disnpea sianosis (Manuaba, 2007). Pemeriksaan laboratoris yang diperlukan berikut: a)
urine: pemeriksaan reagen urine : protein ≥ (+) diikuti pemeriksaan urin 24 jam,
b)
darah: pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosa preeklamsia berat adalah dengan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal untuk mengetahui total urin selama 24 jam kreatinin klirens (Varney, 2007).
6. Penatalaksanaan a) Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di berikan: 1) Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan magnesium sulfat hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Jika terjadi toksisitas, segera berikan antidot kalsium glukonas 10% secara intravena selama 3 menit. 2) Klopromazin 50 mg intramuskulus. 3) Diazepam 20 mg intramuskulus, Digunakan bila MgSO 4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri). 2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan. 3) Pemberian obat antikejang. 4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid. 5) Pemberian antihipertensi Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off ) tekanan darah,
untuk
pemberian
antihipertensi.
Misalnya
Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. 7. Komplikasi
a) Berkurangnya aliran darah menuju plasenta. Pre-eklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir dengan berat kurang. b) Pre-eklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan. c) Lepasnya plasenta. Pre-eklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir, sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi maupun ibunya. d) Sindrom HELLP HELLP adalah singkatan dari Hemolysis (perusakan sel darah merah), Elevated liver enzym dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan
darah). Gejalanya pusing dan muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas. e) Eklampsia Jika pre-eklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia dapat mengakibatkan kerusakan permanen organ tubuh ibu, seperti otak, hati atau ginjal. Eklamsia berat menyebabkan ibu mengalami koma, kerusakan otak bahkan berujung pada kematian janin maupun ibunya.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian 1. Identitas klien dan penanggung jawab Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum, tanda vital dengan tekanan darah diatas 160/100. 2. Keluhan utama Nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, bengkak pada ekstremitas atau tubuh, sering buang air kecil. 3. Data Riwayat penyakit a. Riwayat kesehatan sekarang. Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada PEB meliputi pusing, nyeri kepala, nyeri epigastrium, bengkak dan sering buang air kecil. b. Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS , dll c. Riwayat kehamilan Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA) jumlah anak hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura, jumlah persalinan dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat kehamilan dengan hypertensi, berat badan bayi lahir d. Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
4. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu. Hal yang diinspeksi antara lain mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya. b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan:
menentukan
karakter
nadi,
mengevaluasi
edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
5. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah (albumin yang menurun) dan urin (protein dalam urin +3 atau +4 serta pemeriksaan penunjang. 6. Data lain-lain : a. Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS. b. Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan. c. Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien d. Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa. e. Kaji kondisi bayi f. Payudara g. pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan ) h. VT i. Vagina j. Lochea b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul 1. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi 2. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik 3. Resiko syok f.r. kehilangan cairan aktif 4. Resiko
infeksi
f.r.
diskontinuitas
jaringan
c. Intervensi Keperawatan No.
Diagnosa Keperawatan
1.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan. gangguan mekanisme regulasi
Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil
F luid Balance Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam, masalah teratasi dengan kriteria hasil: 1. Mempertahankan urin output dalam batas normal sesuai dengan usia, dan BB, 2. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi Manajemen hipervolemi 1. Timbang berat badan setiap hari
2. 3. 4. 5.
6. 7. 8.
2.
2.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Risiko syok dengan faktor risiko hipovolemia
Rasional
1. Memantau perubahan berat badan Monitir TTV 2. Memantau perubahan TTV Moitor edem perifer 3. Memantau edem pasien Monitor intake dan output 4. Mengetahui keseimbangan cairan didalam tubuh Berikan infus IV (Ringer 5. Mencegah peningkatan Laktat) preload 6. Memperbaiki ventilisasi Tinggikan posisi kepala pasien 7. Mencegah peningkatan edem Batasi asupan natrium 8. Mengurangi cairan dalam Kolaborasi dalam pemberian tubuh obat
Pain Control
Pain M anagement
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 15 menit, diharapkan pasien dapat
1. Lakukan pengkajian dengan PQRST
beradaptasi terhadap nyeri persalinan, dengan kriteria hasil: 1. Pasien dapat menggunakan teknik manajemen nyeri nyeri yang diajarkan 2. Pasien dapat mengontrol nyeri
2. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan yang dapat mempengaruhi rasa nyeri bertambah respon pasien terhadap ketidaknyamanan 3. Melatih ibu agar bisa 3. Lajarkan teknik manajemen mengendalikan/beradaptasi nyeri seperti pernapasan dalam dengan nyeri yang di rasakan 4. Memantau hasil intervensi 4. Monitor tingkat nyeri pasien yang sudah di berikan
Risk detection Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien tidak mengalami syok dengan kriteria hasil: 1. Status TTV (tidak terjadi peningkatan ± 50 mmHg, tidak takikardi & suhu dalam rentang 36,5-37,5oC) 2. Hb 12-15 g/dl
nyeri 1. Untuk mengetahui skala, intensitas dan frekunsi nyeri 2. Menghindari faktor-faktor
Management shock : volume 1. Observasi TTV 2. Anjurkan pasien istirahat yang cukup 3. Berikan transfusi kebutuhan
untuk
1. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2. Istirahat yang cukup akan menurunkan sesuai kebutuhan energi dan kerja metabolisme tidak meningkat 3. Transfusi darah dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang
beradaptasi terhadap nyeri persalinan, dengan kriteria hasil: 1. Pasien dapat menggunakan teknik manajemen nyeri nyeri yang diajarkan 2. Pasien dapat mengontrol nyeri 2.
Risiko syok dengan faktor risiko hipovolemia
Risk detection Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien tidak mengalami syok dengan kriteria hasil: 1. Status TTV (tidak terjadi peningkatan ± 50 mmHg, tidak takikardi & suhu dalam rentang 36,5-37,5oC) 2. Hb 12-15 g/dl
4.
Resiko infeksi. Faktor risiko: diskontinuitas jaringan
2. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan yang dapat mempengaruhi rasa nyeri bertambah respon pasien terhadap ketidaknyamanan 3. Melatih ibu agar bisa 3. Lajarkan teknik manajemen mengendalikan/beradaptasi nyeri seperti pernapasan dalam dengan nyeri yang di rasakan 4. Memantau hasil intervensi 4. Monitor tingkat nyeri pasien yang sudah di berikan
Management shock : volume 1. Observasi TTV 2. Anjurkan pasien istirahat yang cukup 3. Berikan transfusi kebutuhan
untuk
1. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2. Istirahat yang cukup akan menurunkan sesuai kebutuhan energi dan kerja metabolisme tidak meningkat 3. Transfusi darah dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang
I nfection Control
I nfection C ontrol
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil : tidak ditemukan tanda-tanda adanya infeksi.
1. Lakukan perawatan parienal setiap 4 jam. 2. Catat tanggal dan waktu pecah ketuban. 3. Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu, dengan menggunakan tehnik aseptik . 4. Pantau suhu, nadi dan sel darah putih. 5. Gunakan tehnik asepsis bedah pada persiapan peralatan. Menurunkan resiko kontaminasi.
Kolaborasi : 6. Berikan antibiotik sesuai indikasi..
1. Membantu
meningkatkan kebersihan , mencegah terjadinya infeksi uterus asenden dan kemungkinan sepsis.ah kliendan janin rentan pada infeksi saluran asenden dan kemungkinan sepsis
2. Dalam 4 jam setelah ketuban pecah akan terjadi infeksi
3. Pemeriksaan vagina berulang meningkatkan endometrial.
resiko
infeksi
4. Peningkatan suhu atau nadi > dapat menandakan infeksi.
5. Digunakan
dengan kewaspadaan karena pemakaian antibiotik dapat merangsang pertumbuhan yang berlebih dari organisme resisten
4.
Resiko infeksi. Faktor risiko: diskontinuitas jaringan
I nfection Control
I nfection C ontrol
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x4 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil : tidak ditemukan tanda-tanda adanya infeksi.
1. Lakukan perawatan parienal setiap 4 jam. 2. Catat tanggal dan waktu pecah ketuban. 3. Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu, dengan menggunakan tehnik aseptik . 4. Pantau suhu, nadi dan sel darah putih. 5. Gunakan tehnik asepsis bedah pada persiapan peralatan. Menurunkan resiko kontaminasi.
Kolaborasi : 6. Berikan antibiotik sesuai indikasi..
1. Membantu
meningkatkan kebersihan , mencegah terjadinya infeksi uterus asenden dan kemungkinan sepsis.ah kliendan janin rentan pada infeksi saluran asenden dan kemungkinan sepsis
2. Dalam 4 jam setelah ketuban pecah akan terjadi infeksi
3. Pemeriksaan vagina berulang meningkatkan endometrial.
resiko
infeksi
4. Peningkatan suhu atau nadi > dapat menandakan infeksi.
5. Digunakan
dengan kewaspadaan karena pemakaian antibiotik dapat merangsang pertumbuhan yang berlebih dari organisme resisten
DAFTAR PUSTAKA
Bluechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M., 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6 ed. Yogyakarta: Mocomedia. Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. 10 penyunt. Jakarta: EGC. Ladewig, P. W., London, M. L. & O, S. B., 2006. Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC. Manuaba, I. B. G., 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed. Yogyakarta: mocomedia. Nugroho, T., 2010. Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:
DAFTAR PUSTAKA
Bluechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M., 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6 ed. Yogyakarta: Mocomedia. Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. 10 penyunt. Jakarta: EGC. Ladewig, P. W., London, M. L. & O, S. B., 2006. Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC. Manuaba, I. B. G., 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed. Yogyakarta: mocomedia. Nugroho, T., 2010. Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Nurjannah, I., 2016. ISDA (Intan's Screening Diagnoses Assesment). 6 ed. Yogyakarta: Mocomedia. Prawirohardjo, S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP. Sujiyatini, Mufdlilah & Hidayat, A., 2009. Buku asuhan patologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.