I. II.
III.
Judul Pematahan Dormansi Biji Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. Tinjauan Pustaka Biji terdiri dari embrio, endosperma, dan selaput biji yang berasal dari
integumen. Ovarium berkembang menjadi buah saat ovulnya menjadi biji. Setelah disebarkan,
biji
dapat
bergerminasi
jika
kondisi-kondisi
lingkungan
menguntungkan. Selaput akan pecah dan embrio muncul sebagai semaian, menggunakan cadangan makanan di dalam endosperma dan kotiledon (Campbell, 2008 : 194) Biji berasal dari bakal biji adalah suatu hal yang mudah dikenal. Pada biji yang telah masak saja masih dapat kita kenal mikropil-nya, yang bagi biji merupakan jalan keluar akar lembaga dan batang hipokotil. Sambungan dengan tali pusar yang pada biji telah terputus tampak sebagai pusat atau hilum, dan jika bakal biji dulu bengkok (anatrop), pada biji kelihatan suatu garis yang keluar dari hilum, yaitu garis biji atau rafe, bekas jalan berkas pengangkutan dari tali pusar ke biji (Tjitrosoepomo, 2010 : 59). Biji merupakan salah satu alat perkembang-biakan tanaman hijauan, yang memiliki arti penting bagi kelanjutan pertumbuhan tanaman. Biji atau benih yang akan digunakan seringkali mengalami kerusakan oleh berbagai macam organisme perusak berupa hama dan patogen, atau juga karena kulit biji yang tebal, sehingga menyebabkan kualitas benih menjadi turun atau sangat rendah. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya (Lima, 2012). Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula dari benih/biji. Secara visual dan morfologis suatu benih yang berkecambah ditandai dengan terlihatnya radikula dan plumula dari biji. Perkecambahan benih Sengon termasuk tipe perkecambahan epigeal dimana perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan cotyledon muncul dipermukaan tanah (jika ditanam pada media tanah) (Kaya, E. Marthen, dan H. Rehatta, 2013).
1
Proses perkecambah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu. Air berperan dalam melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2, pengenceran protoplasma untuk aktifitas fungsi dan alat transportasi makanan. Suhu berperan dalam pematahan dormansi, aplikasi fluktuasi suhu yang tinggi diharapkan akan berhasil mematahkan dormansi pada kulit biji yang keras. Suhu yang tinggi dapat melunakkan permukaan kulit biji sedangkan oksigen dibutuhkan untuk proses oksidasi pemben-tukan energi perkecambahan (Kuswanto, 1996). Dengan demikian dengan perlakuan air panas pada suhu 60oC dapat mempercepat daya kecambah dari suatu spesies tanaman hijauan leguminosa sebagai pakan ternak. Perlakuan air panas diharapkan dapat merubah suhu pada permukaan kulit biji sehingga permukaan kulit biji menjadi lunak, memungkinkan proses perkecambah akan berlangsung (Lima, 2012). Perbanyakan cara generatif yaitu melalui biji tanaman banyak menghadapi kendala, salah satu kendalanya adalah sifat permeabilitas kulit biji tanaman sehingga menyebabkan adanya sifat dormansi pada biji. Dormansi adalah keadaan dimana sebuah biji dikatakan hidup tetapi tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor dalam biji itu sendiri, kemungkinan kulit biji yang kedap air dan udara atau karena adanya zat penghambat perkecambahan (Kamil, 1980) (Nurshanti, 2013). Dormansi bisa disebabkan karena sifat fisik kulit benih, keadaan fisiologis dari embrio, atau interaksi dari keduanya (Sadjad, 1980). Penyebab dormansi yang sangat meluas adalah karena pada beberapa jenis tanaman benih memiliki organ tambahan berupa struktur penutup benih yag keras. Kulit benih yang keras ini biasanya menyebabkan dormansi melalui satu dari tiga cara, adalah kulit yang keras mungkin menyebabkan impermeabel terhadap air, gas atau mungkin secara mekanik menekan perkembangan embrio. Kulit benih ini tahan terhadap gesekan dan kadang terlindungi oleh lapisan seperti lilin. Kulit benih yang keras ini sebenarnya secara alamiah berfungsi untuk mencegah kerusakan benih dari serangan jamur atau serangga predator (Leadem, 1997) (Yuniarti, 2013). Keadaan dormansi pada benih apabila dipandang dari segi ekonomis tidak
2
menguntungkan, oleh karena itu diperlukancara untuk dapat mempersingkat dormansi tersebut. Pemecahan dormansi dan penciptaan lingkungan yang ideal sangat diperlukan oleh benih untuk memulai suatu perkecambahan. Berbagai perlakuan dapat diberikan pada biji, baik mekanis maupun kimia (Sutopo, 2010) (Nurshanti, 2013). IV.
Metode Penelitian
4.1 Alat dan Bahan
Alat 1. Beaker glass 2. Petridish/cawan petri 3. Kertas ampelas Bahan 1. Biji asam atau biji lain yang berkulit keras 2. Asam sulfat pekat 3. Kertas hisap 4. Kapas 5. Air
4.2 Cara Kerja a. perlakuan Memilih 30 biji asam membagi dalam 3 kelompok.
Merendam 10 biji dengan hati-hati dalam asam sulfat selama 15 menit kemudian cuci dengan air.
Menghilangkan kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan cara digosok menggunakan ampelas sebanyak 10 biji, kemudian bilas dengan air.
Menyusun biji-biji di atas petridish/cawan petri yang telah dilapisi dengan kertas hisap/kapas basah, menutup dengan kertas hisap/kapas basah lagi diatasnya.
3
Untuk menjaga kelembaban siram dengan air secukupnya tiap hari.
Sebagai kontrol, melakukan perkecambahan terhadap 10 biji tanpa perlakuan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancanagan acak lengkap (RAL) dengan ulangan sesuai dengan kelompok.
Mengamati proses terbentuknya radikel yang menandai biji telah berkecambah dan menghitung per sentase perkecambahannya.
Menghentikan pengamatan setelah 2 minggu
Menganalisis data hasil pengamatan dengan software SPSS 4.3 Hasil Pengamatan Kel 1 2
Perlakuan Kontrol Ampelas H2SO4 Kontrol
Biji yang berkecambah 9 -
Persentase 0% 90 % 0% 0%
4
Ampelas H2SO4 Kontrol Ampelas H2SO4 Kontrol Ampelas H2SO4
3 4
V.
5 5 9 -
50 % 0% 0% 50 % 0% 0% 90 % 0%
Pembahasan Pada praktikum ini melakukan percobaan tentang pematahan dormansi biji
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan perlakuan fisik dan perlakuan kimia. Bahan yang digunakan adalah biji asam yang memiliki kulit biji yang sangat keras, perlakuan pertama yang dilakukan adalah perlakuan fisik dengan cara menggosok 10 biji asam dengan ampelas sehingga kulit biji terkikis habis sampai terlihat bagian endosperma-nya kemudian di letakkan di atas petridish atau cawan petri yang telah dilapisi dengan kertas hisap/ kapas yang telah diberi air dan ditutup lagi dengan kapas yang telah dibasahi, hal tersebut bertujuan untuk memberikan kondisi lembab terhadap biji asam tersebut. Perlakuan kedua adalah perlakuan kimia yang menggunakan 10 biji asam tanpa di ampelas namun dilakukan perendaman terlebih dahulu dengan asam pekat selama 15 menit, kemudian biji juga diletakkan diatas petridish yang telah dilapisi kapas yang basah dan ditutupi dengan kapas yang basah juga, menggunakan 10 biji asam yang tanpa perlakuan yang dijadikan sebagai kontrol. Pada praktikum ini terdapat 4 kelompok kecil yang melakukan percobaan diatas namun hanya terdapat 1 kontrol yang digunakan yang tidak terjadi proses perkecambahan sehingga pada kontrol tidak terjadi pematahan dormansi. Pada kelompok 1, 2, 3 dan 4 biji asam yang diberikan perlakuan kimiawi dengan perendahaman ke dalam larutan asam pekat selama 15 menit tidak mengalami proses perkecambahan sehingga dapat ditelaah bahwa perlakuan kimiawi juga tidak terjadi pematahan dormansi. Namun pada perlakuan fisik terjadi pematahan dormansi yaitu; pada kelompok 1 dan 4 terdapat 9 biji yang mengalami
5
perkecambahan dengan persentase 90 % dan kelompok 2 dan 3 terdapat 5 biji yang mengalami perkecambahan dengan persentase 50 %. Biji asam yang berkecambah paling banyak adalah pada percobaan yang dilakukan oleh kelompok 1 dan 4 yaitu 9 biji dengan persentasi 90 % hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan yaitu faktor internal (dalam) bisa ditelaah bahwa biji asam yang digunakan pada kelompok 1 dan 4 berada pada tingkat kemasakan yang sesuai, memiliki ukuran biji yang lebih besar dibandingkan dengan biji asam kelompok lain dan disebabkan karena proses penggosokan kulit biji yang baik sehingga biji asam yang tumbuh lebih banyak. Sedang faktor eksternal yang mempengaruhi adalah air yang diberikan pada biji asam lebih sesuai yang mempengaruhi kelembaban, temperatur tempat yang baik untuk proses perkecambahan, tersedianya oksigen yang cukup dan cahaya yang didapatkan cukup untuk menunjang terjadinya perkecambahan. Menurut pustaka Nurshanti (2013) dormansi adalah keadaan dimana sebuah biji dikatakan hidup tetapi tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor dalam biji itu sendiri, kemungkinan kulit biji yang kedap air dan udara atau karena adanya zat penghambat perkecambahan. Proses secara umum perkecambahan, pada awal perkecambahan di mulai dengan berakhirnya masa dormansi pada biji. Berakhirnya masa tersebut ditandai dengan proses imbibisi, yaitu masuknya air ke dalam biji yang mengakibatkan biji mengembang dan kulit pada biji pecah. Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting, yang pertama adalah absorbsi air atau penyerapan air oleh biji (imbibisi) yang menyebabkan biji mengembang dan kulit pada biji pecah, yang kedua terjadi proses metabolisme pemecahan materi cadangan makanan yang berfungsi dalam proses pertumbuhan atau germinasi (perkecambahan) yang berlangsung, yang ketiga terjadi transpor materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif tumbuh untuk proses pertumbuhan selanjutnya menjadi individu baru yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri, yang keempat Terjadi proses pembentukan kembali materi-materi baru dan yang terakhir adalah terjadi proses respirasi pada
6
tumbuhan tersebut karena telah menjadi individu baru yang siap melangsungkan hidupnya dilingkungan Faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkecambahan pada biji. Faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan biji meliputi air, temperatur, oksigen, dan cahaya. Sifat kulit biji dan jumlah air yang tersedia pada lingkungan sekitarnya mempengaruhi penyerapan air oleh biji. Pada saat perkecambahan, respirasi meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energi. Faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan biji meliputi tingkat keasaman (pH) biji, ukuran biji, dormansi dan penghambat perkecambahan. Dormansi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas atau resistensi kulit biji terhadap pengaruh mekanis, dormansi sekunder dan bahan penghamba perkecambahan.
V.I Penutup 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. Perlakuan secara fisik dengan menggosok biji asam sampai kulitnya mengelupas dan perlakuan kimia dengan merendam 10 biji asam dalam asam pekat selama 15 menit. Dapat disimpulakan yang dapat mematahkan dormansi biji adalah perlakuan fisik. Perkecambahan biji
7
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (luar) meliputi air, temperatur, oksigen, dan cahaya dan faktor-faktor internal (dalam) meliputi tingkat keasaman (pH) biji, ukuran biji, dormansi dan penghambat perkecambahan. dormansi adalah keadaan dimana sebuah biji dikatakan hidup tetapi tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor dalam biji itu sendiri, kemungkinan kulit biji yang kedap air dan udara atau karena adanya zat penghambat perkecambahan. 6.2 Saran 6.2.1 Sebaiknya saat proses pemilihan biji asam dilakukan lebih teliti agar biji yang digunakan itu dalam kedaan baik sehingga percobaan pematahan dormansi berjalan dengan baik.
8