35
Nilai Kekerasan Rockwell (HRC)
No. Test
Nilai kekerasan
Nilai Kekerasan Vickers (BHN)
No. Test
Nilai Kekerasan
Nilai Kekerasan Brinell (BHN)
No. Test
Nilai Kekerasan
Tanggal diterima
Nilai
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL
PERCOBAAN UJI KEKERASAN
Oleh :
Nama : Okta Syahputra Sembiring
NPM : 1415021065
Kelompok : 10
Hari/Tanggal Praktikum : Jumat, 03 Juli 2015
Asisten : Rd. Tommy Riza (1015021049)
Mario Salimor (1015021066)
LABORATORIUM MATERIAL
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai Itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat. Dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji. Uji kekerasan merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat mekanis suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas. Uji keras juga dapat digunakan sebaagai salah satu metode untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang telah mengalami cold working, hot working, dan heat treatment, dapat diketahui gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji kekerasan kita dapat dengan mudah melakukan quality control terhadap material untuk mengetahui kualitas dari material yang diuji sehingga dapat digunakan atau dipakai pada benda sesuai
dengan kapasitasnya. Maka dari itu praktikum pengujian kekerasan ini sangat penting dilakukan oleh mahasiswa agar memahami dan mampu melakukan pengujian kekerasan material, dan juga mampu melakukan perhitungan nilai kekerasan dari material yang diuji.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui nilai kekerasan suatu spesimen material yang diuji.
Untuk mengetahui macam-macam metode pengujian kekerasan material serta aplikasinya.
Untuk mengetahui prosedur dan standar pengujian keras.
Untuk mengetahui sistem kerja dan bagian dari mesin uji kekerasan.
Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan pada saat melakukan pengujian uji kekerasan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Kekerasan merupakan ukuran ketahanan bahan terhadap deformasi tekan. Deformasi yang terjadi dapat berupa kombinasi perilaku elastis dan plastis. Pada permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu terhadap lainnya akan terjadi deformasi elastis maupun plastis. Deformasi elastis kemungkinan terjadi pada permukaan yang keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lebih lunak. Pengaruh deformasi bergantung pada kekerasan permukaan bahan (logam). Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh atau tarik logam, karena selama indentasi (penjejakan) logam mengalami deformasi sehingga terjadi regangan dengan persentase tertentu. Nilai kekerasan Vickers didefinisikan sama dengan beban dibagi luas jejak piramida (indentor) dalam kg/mm2 dan besarnya kurang lebih tiga kali besar tegangan luluh untuk logam-logam yang tidak mengalami pengerjaan pengerasan cukup berarti. Keras-lunak permukaan bahan logam di setiap lokasi penjejakan akan berbeda-beda karena faktor kehalusan permukaan, porositas, jenis perlakuan maupun perbedaan unsur-unsur paduan. Diagonal jejakan (d) yang lebih panjang pada
suatu bahan uji memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan rendah, sebaliknya diagonal jejakan lebih pendek memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan tinggi. Makin besar beban, diagonal indentasi (d) makin besar pula di sisi lain makin besar diagonal indentasi maka nilai kekerasan makin rendah. Hal ini tentu saja terkait dengan ketahanan bahan terhadap deformasi yang dilakukan indentor.
Proses etsa pada prinsipnya merupakan peristiwa korosi logam yang terkendali, namun tetap mengakibatkan porositas dipermukaan bahan uji yang mempengaruhi kekerasan mikro. Hasil pengujian kekerasan mikro bahan sebelum dan sesudah dietsa kemungkinan akan berbeda. Demikian pula perbedaan hasil uji yang kemungkinan terjadi pada pengunaan wax (malam). Peningkatan kekerasan atau penurunan kekerasan mungkin saja terjadi setelah logam terkena bahan kimia yaitu material mengalami Stress Corrosion Cracking (SCC) oleh adanya bahan kimia etsa yang berdampak pada meningkatnya nilai kekerasan. Misalnya pada AlMg2 non-etsa, menunjukkan kekerasan mikro = 61.76 HVN, sedangkan AlMg2 yang di-etsa menghasilkan kekerasan = 45.6 HVN. Hal ini berarti terjadi penurunan kekerasan setelah logam terkena bahan kimia etsa yang menimbulkan pori-pori (porositas) dipermukaan bahan sehingga pada saat indentor dijejakkan, diagonal indentasi makin melebar dan berarti terjadi penurunan kekerasan. Etching sampel logam hanya diperlukan untuk proses metalografi, sedangkan etching sampel logam pada pengujian kekerasan mikro tidak diperlukan.
Hal ini dapat menghasilkan penyimpangan data uji. Pengaruh penggunaan wax. Kondisi bahan uji yang proporsional dalam arti permukaan sampel halus dan rata demikian pula bagian punggung sampel, tentu saja akan memudahkan proses penjejakan. Namun sering pula dijumpai keadaan sampel yang tidak sempurna hasil preparasinya (mounting dan grinding) sehingga memaksa operator micro hardness tester untuk menggunakan bahan pengganjal sampel yang dinamakan malam (wax). Karakteristik micro hardness tester akan menunjukkan perbedaan yang cukup berarti ketika beban indentor yang digunakan makin berat. Sifat elastisitas wax seakan mengakibatkan peningkatan kekerasan material jika wax yang digunakan makin tebal. Penggunaan wax sedapat-mungkin dihindari karena memberikan pengaruh pada saat berlangsungnya indentasi. Penggunaan wax hanya diperkenankan jika permukaan sampel tidak rata/ miring. Bahan yang akan diuji kekerasannya harus memenuhi syarat tertentu yaitu dapat diletakkan dimeja uji dengan posisi rata (horizontal). Seringkali dijumpai beberapa sampel yang tidak rata sehingga perlu dipreparasi ulang khususnya grinding. Dapatdijelaskan beberapa kondisi bahan uji sebagai berikut :
Kondisi bahan uji buram karena permukaannya ter-oksidasi baik oleh bahan kimia etsa maupun udara sekitar, bahan uji tak memenuhi keberterimaan.
Kondisi bahan uji mengkilap dengan permukaan yang halus, memenuhi keberterimaan.
Kondisi bahan uji dengan permukaan yang rata (horizontal), memenuhi keberterimaan.
Kondisi bahan uji yang miring (kegagalan proses grinda), bahan uji tak memenuhi keberterimaan.
Kondisi bahan uji yang bulat (sebelum di grinda), bahan uji tak memenuhi keberterimaan.
Kondisi bahan uji bulat tetapi telah diratakan, memenuhi keberterimaan
(Zuchry, 2012)
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :
Permukaan material
Jenis dan dimensi material
Jenis data yang diinginkan
Ketersedian alat uji
Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan
Adapun faktor yang mempengaruhi kekerasan adalah :
Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan
Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang dimiliki baja. Penambahan kadar karbon sangat mempengaruhi kekerasan, dimana dengan meningkatnya kadar karbon maka kekerasannya semakin meningkat pula.
Unsur Paduan
Unsur paduan logam juga berpengaruh dalam sifat kekerasan logam, beberapa jenis unsur dalam paduan logam adalah sebagai berikut:
Karbon (C)
Pada baja karbon biasanya kekerasan dan kekuatannya meningkat sebanding dengan kekuatan karbonnya, tetapi keuletannya menurun dengan naiknya kadar karbon. Persentase kandungan karbon akan memberikan sifat lain pada baja karbon.
Mangan (Mn)
Mangan berfungsi untuk memperbaiki kekuatan tariknya dan ketahanan ausnya. Unsur ini memberikan pengerjaan yang lebih mengkilap atau bersih dan menambah kekuatan dan ketahanan panas.
Silikon (Si)
Silikon untuk memperbaiki homogenitas pada baja. Selain itu, dapat menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis sehingga baja karbon lebih elastis dan cocok dijadikan sebagai bahan pembuat pegas.
Posfor (P)
Posfor dalam baja dibutuhkan dalam persentase kecil yaitu maksimum 0,04 % yang berfungsi untuk mempertinggi kualitas serta daya tahan material terhadap korosi. Penambahan posfor dimaksudkan pula untuk memperoleh serpihan kecil-kecil pada saat permesinan.
Belerang (S)
Sulfur dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mampu mesin. Keuntungan sulfur pada temperatur biasa dapat memberikan ketahanan pada gesekan tinggi.
Khrom (Cr)
Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menmbah keliatan, menaikkan daya tahan korosi dan daya tahan terhadap keausan yang tinggi, keuletan berkurang.
Nikel (Ni)
Sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, nikel memperbaiki kekuatan tarik, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.
Molibden (Mo)
Molibden mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi, menstabilkan karbida, serta memperbaiki kekuatan baja.
Titanium (Ti)
Titanium adalah logam yang lunak tetapi biola dipadukan dengan nikel dan karbon akan lebih kuat, tahan aus dan tahan korosi.
Wolfram/Tungsten (W/T)
Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil yang sangat keras, menahan suhu pelumasan dan mengembalikan perubahan bentuk/struktur secara perlahan-lahan.
Diagram keseimbangan Fe-Fe3C
Diagram ini menyatakan hubungan antara kandungan kadar karbon, Perubahan suhu dan perubahan fase, struktur dari besi karbon (Fe3C). Diagram ini disebut juga diagram fase atau diagram keseimbangan. Pada diagram ini terdapat dua macam keadaan besi, yaitu daerah cair total (fase cair), daerah cair dan beku (fase cair dan padat) dan darah padat total (fase padat). Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-informasi penting yaitu antara lain:
Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan kondisi pendinginan lambat.
Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila dilakukan pendinginan lambat.
Temperatur cair dari masing-masing paduan.
Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa tertentu.
Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan eutektoid.
Diagram TTT
Diagram TTT adalah suatu diagram yang menghubungkan transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur.
Gambar 2. 1. Diagram TTT (Time TemperatureTransformation)
(http://amazon.com/)
Jika dilihat dari bentuk grafiknya diagram ini mempunyai nama lain yaitu diagram S atau diagram C. Proses perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses transformasi ini dapat dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk kondisi tidak setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti ini maka digunakan diagram TTT. Melalui diagram ini dapat dipelajari kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas, diagram ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan struktur dan sifat mekanik dari baja yang diquench dari temperatur austenitisasinya kesuatu temperatur dibawah A1.diagram ini menunjukan dekomposisi austenit dan berlaku untuk macam baja tertentu. Baja yang mempunyai komposisi berlainan akan mempunyai diagram yang berlainan, selainitu besar butir austenit, adanya inclusi atau elemen lain yang terkandung juga mempunyai pengaruh yang sama.
Perlakuan Panas
Hardening
Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum pada baja. Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (20-30)ºC. Untuk baja eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)ºC diatas Ac1. Selanjutnya ditahan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu dan didinginkan cepat didalam air atau oli, tergantung pada komposisi kimia, bentuk dan dimensinya. Kecepatan pendinginan harus sesuai supaya transformasi yang sempurna dari austenit menjadi martensit. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi kadar karbon, semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang dicapai.
Annealing
Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan tegangan dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan memanaskan baja pada temperatur tertentu, kemudian holding beberapa saat, kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur pemanas atau media terisolasi.
Normalizing
Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki sifat meknik. Prosesnya dengan pemanasan sampai (30-50)ºC diatas AC3 an didingingkan pada udara sampai temperatur ruang. Pendinginan disini lebih cepat dari pada annealing, sehingga pearlite yang terjadi menjadi lebih halus sehingga menjadikan kekerasan (lebih keras) dan lebih kuat dibanding yang diperolah dengan annealing.
Tempering
Mengurangi tegangan dalam, melunakkan bahan setelah hardening, dan memperbaiki keuletan (diebility).
Benda Kerja
Benda kerja yang digunakan adalah St 37. St 37 adalah baja dengan tensile strength (tegangan tarik) sebesar 37MPa (mega pascal) = 37 kg/mm2. demikian seterusnya. Yang dijadikan acuan mutu baja adalah kuat tariknya (St 37,) karena baja memang memiliki kemampuan tahanan tarik yang luar biasa, sedangkan kuat tekannya (tegangan tekan) sangat lemah. Oleh karena sifat ini, maka St 37 sering digunakan sebagai salah satu unsur penyusun beton (baja "tulangan" pada beton). (Faisol,2013).
Metode Pengujian Kekerasan
Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :
Metode Brinnel
Metode uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan dan di susun pembakuannya. Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu semua adalah diameter bola standar internasional. Bola brinell yang standar internasional tersebut ada 2 bahan pembuatannya. Ada yang terbuat dari baja yang di keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang terbuat dari tungsten carbide. Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungsten carbide biasanya dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika kita mengujinya terlebih dahulu menggunakan metoda rockwell, dengan menggunakan indentor kerucut intan, untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa intan adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan rusak jika diindentasikan ke material yang keras.
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers.
Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (P) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,12 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (d) dalam milimeter persegi. identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3.000 N sedang jika diameter identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Pada pengujian brinell akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang mempengaruhinya antara lain sebagai berikut :
Kehalusan permukaan spesimen.
Letak spesimen pada identor.
Adanya kotoran pada permukaan spesimen.
Untuk bahan/ material pengujian brinel harus disiapkan terlebih dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda). Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak (Fauzan, 2013).
Rumus perhitungan pengujian metoda Brinell:
BHN= 2PπD (D-D2-d22......................................(2.1)
Keterangan:
BHN = Brinell Hardness Number
P = Beban yang diberikan (kgf)
D = Diameter indentor (mm)
d = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi
Kelebihan metoda Brinell :
Sangat dianjurkan untuk material-material atau bahan-bahan uji yang bersifat heterogen.
Kekurangan metoda Brinell :
Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi. Pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit untuk setiap lekukan hasil indentasi, belum termasuk persiapan dan perhitungannya.
Gambar 2.2 Metode Brinell
(http://kalogueloe.blogspot.com/)
Pengujian Rockwell
Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil (Gambar 2.) pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi (Gambar 2.). Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman (Gambar 2.). Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell (Husni, 2009).
Tabel 2.1 Rockwell Hardness Scales (http://www.alatuji.com)
Scale
Indentor
F0
(kgf)
F1
(kgf)
F
(kgf)
E
Jenis Material Uji
A
Diamond cone
10
50
60
100
Exremely hard materials, tugsen carbides dll
B
1/16" steel ball
10
90
100
130
Medium hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu dll
C
Diamond cone
10
140
150
100
Hardened steels, hardened and tempered alloys
D
Diamond cone
10
90
100
100
Annealed kuningan dan tembaga
E
1/8" steel ball
10
90
100
130
Berrylium copper,phosphor bronze dll
F
1/16" steel ball
10
50
60
130
Alumunium sheet
G
1/16" steel ball
10
140
150
130
Cast iron, alumunium alloys
H
1/8" steel ball
10
50
60
130
Plastik dan soft metals seperti timah
K
1/8" steel ball
10
140
150
130
Sama dengan H scale
L
1/4" steel ball
10
50
60
130
Sama dengan H scale
M
1/4" steel ball
10
90
100
130
Sama dengan H scale
P
1/4" steel ball
10
140
150
130
Sama dengan H scale
R
1/2" steel ball
10
50
60
130
Sama dengan H scale
S
1/2" steel ball
10
90
100
130
Sama dengan H scale
V
1/2" steel ball
10
140
150
130
Sama dengan H scale
Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar (diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2.5mm, dan diameter 1mm) dan indentor kerucut intan. pengujian ini tidak membutuhkan kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung. tidak seperti metoda pengujian Brinell dan Vickers yang harus dihitung menggunakan rumus terlebih dahulu.Pengujian ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10 kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60kgf sampai dengan 150kgf tergantung material yang akan di uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih (ada HRC, HRB, HRG, HRD, dll pengujian rockwell apa saja, mohon bantuannya bagi yang sudah tau bisa di share di comment. yang pasti, untuk menguji material yang kekerasannya sama sekali belum diketahui kita harus menggunakan rockwell HRC. HRC menggunakan indentor kerucut intan dan beban 150kgf.ini dimaksudkan untuk mencegah rusaknya indentor karena kalah keras dibandingkan material yang di uji. Seperti yang kita tahu bahwa intan adalah logam paling keras saat ini.
Gambar 2.4 Pemberian beban tekan metode rockwell
(http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)
Beban minor sebesar 10kgf diberikan dengan tujuan untuk menyamaratakan semua permukaan benda uji. Dengan adanya sedikit penekanan tersebut membuat material yang akan di uji tidak perlu di persiapkan sehalus dan semengkilap mungkin, cukup bersih dan tidak berkarat. perbedaan kedalaman hasil indentasi berdampak pada tingkat kekerasan material. Semakin dalam indentasi semakin lunak material yang kita uji.
Gambar 2.4. Metode Kekerasan Rockwell
(http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)
Metode pengujian kekerasan Rockwell merupakan metode yang paling sering digunakan unutk mengukur kekerasan karena metode ini mudah dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Beberapa skala yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi yang mungkin dari bermacam – macam indenter dan beban yang berbeda-beda. Indenter ( penekan) terdiri dari bola baja yang dikeraskan mempunyai diameter antara 1/16, 1/8, ¼, dan ½ in (1.588, 3.175, 6.350, dan 12.70 mm), dan penekan intan yang berbentuk kerucut yang digunakan untuk material yang sangat keras. Berbeda dengan pengujian brinell, indentor dan beban yang digunakan lebih kecil sehingga menghasilkan indentasi yang lebih kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di industri karena prosedurnya lebih cepat .Indentor atau "penetrator" dapat berupa bola baja atau kerucut intan dengan ujung yang agak membulat (biasa disebut "brale"). Diameter bola baja umumnya 1/16 inchi, tetapi terdapat juga indentor dengan diameter lebih besar, yaitu 1/8, ¼, atau ½ inchi untuk bahan-bahan yang lebih lunak. Pengujian dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan beban minor 10 kg, dan kemudian beban mayor diaplikasikan. Beban mayor biasanya 60 atau 100 kg untuk indentor bola baja dan 150 kg untuk indentor brale. Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah:
HRa (Untuk material yang sangat keras).
HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derajat dan beban uji sebesar 150 kgf.
Metode Meyer
Metode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell, yang membedakan adalah pada meyer yang diperhatikan adalah projected area pada bekas indentasi sedangkan pada Brinell adalah pada luas area permukaan. Rata–rata tekanan antara permukaan indentor dan indentasinya sama dengan beban dibagi projected area dari bekas indentasi.
Metode Kerucut
Metode ini termasuk metode Rockwell yang dalam penerapannya menggunakan indentor berupa sebuah batu intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 120º. Pada metode ini beban awal dipasang sebesar 10 kgf dan ujung kerucut masuk sedikit ke dalam bahan. Hal ini pertama kali dilakukan agar terhindar dari ketidakrataan permukaan. Selanjutnya penunjuk jam diset pada kedudukan 100. Lalu beban utama sebesar 140 kgf dipasang, sehingga beban seluruhnya sebesar 150 kgf yang menyebabkan kerucut masuk lebih dalam lagi dan penunjuk jam kembali. Setelah beberapa saat beban utama diambil kembali, maka kerucut tersebut merapat kembali karena bentuk elastis dari bahan yang diukur. Penunjuk jam ukur akan berputar sedikit naik, kedudukan penunjuk saat itulah dinyatakan dalam HRC (dengan skala 0 s/d 100).
Metode Knoop Diamond Microhardness Test
Metode yang dikembangkan di Amerika Serikat ini menggunakan indentor intan piramida yang didesain untuk memberikan penekanan tipis dan panjang, panjangnya adalah tujuh kali lebih besar dari lebarnya, dan sekitar 30 kali lebih besar dari kedalamannya . Bentuk ini memberikan keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai kekerasan.
Metode Peluru
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kerucut, hanya pada metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru baja yang dikeraskan dengan diameter 1/16 inchi menggunakan beban tertentu dalam bahannya. Skala yang dipakai adalah 30 s/d 130, dengan skala 30 dianggap beban yang lunak dan 130 adalah beban yang paling keras. Prinsip kerjanya menggunakan dua beban yaitu beban minor (beban awal) dan beban mayor (beban utama), mula-mula peluru ditekan pada bahan dengan beban awal sebesar 10 kgf, kemudian ditambahkan beban utama sebesar 90 kgf. Setelah beberapa lama beban utama diambil dan pengukur menunjukkan beberapa mm peluru ke dalam bahan. Pada metode ini kelebihan dan kekurangannya sama dengan metode kerucut, karena ketelitiannya tidak akurat, maka metode ini hampir tidak dipakai.
Metode Pantulan (rebound hardness)
Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan kepermukaan logam dan kekerasan dinyatakan oleh energi tumbuknya. Skeleroskop Shore (shore scleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. Standar yang digunakan pada metode scleroscope shore adalah ASTM C-886 ). ASTM C-866 merupakan American society for testing and materials dengan spesifikasi C-866 yang merupakan material untuk mesin mesin penguji yang merupakan paduan atau campuran dari carbon, chromium, vanadium, tungsten atau kombinasi cobalt atau standar konversi kekerasan dari logam. Adapun yang termasuk dalam metode pantulan adalah:
Metode scleroscope shore
Metode Kekerasan Sklereskop ditunjukan dengan angka yang diberikan oleh tingginya ujung palu kecil setelah dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250 mm) terhadap permukaan benda uji
(Prayoga Yopi, 2013).
METODOLOGI PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah sebagai berikut:
Hardness Tester
Gambar 3.1 Hardness tester
Cincin Indentor
Gambar 3.2 Cincin indentor
Anvil
Gambar 3.3 Anvil
Spesimen
Gambar 3.4 Spesimen
Lampu Penerangan
Gambar 3.5 Lampu penerangan
Mikroskop
Gambar 3.6 Mikroskop
Indentor
Gambar 3.7 Indentor
Stopwatch
Gambar 3.8 Stopwatch
Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan dalam melakukan praktikum uji kekerasan adalah :
Metode Rockwell
Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen hingga spesimen menyentuh indentor).
Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3 atau titik merah pada skalaminor.
Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
Menyiapkan stopwatch.
Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.
Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel hasil.
Melakukan percobaan selam 3 kali.
MetodeVickers
Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih.
Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen hingga spesimen menyentuh indentor).
Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3 atau titik merah pada skala minor.
Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
Menyiapkan stopwatch.
Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.
Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel hasil.
Melakukan percobaan selam 3 kali..
Metode Brinell
Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
Memilih indentor bola baja dengan diameter 5 mm.
Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen hingga spesimen menyentuh indentor)
Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3 atau titik merah pada skala minor.
Menyiapkan stopwatch.
Menekan crank handle kedepan minimal 20 detik.
Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
Melakukan percobaan selam 3 kali..
Mikroskop
Memilih lensa mikroskop ukuran 40 kali pembesaran.
Memfokuskan diameter utama dengan mata lensa.
Menghidupkan lampu.
Mencari diameter pada spesimen .
Mengukur besar diameter.
Mencatat besar diameter pada tabel.
Mematikan lampu.
Melepas spesimen dari meja uji..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Adapun hasil dari peraktikum uji kekerasan yang sudah dilakukan adalah sebagai berikuk :
Metode Rockwell
Tabel 4.1. Tabel Hasil Pengamatan Rockwell.
Jenis Material
Beban (P) Kg
No. Test
Indentor
Warna Skala
Nilai kekerasan Rockwell (HRC)
Rata-rata HRC
Baja Karbon Rendah
100
1
1/16
Merah
67.8
68
2
1/16
Merah
68
3
1/16
Merah
68.2
Dari grafik data hasil pengujian Rockwell bisa dijelaskan bahwa pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell menggunakan indentor bola baja dengan ukuran 1/16 inchi dan pada saat pengujian di berikan beban sebesar 1000 newton atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa pada pengujian pertama sebesar 67,8 , ke-dua sebesar 68 , dan ke-tiga sebesar 68,2. Maka dari hasil tersebut didapat rata-rata sebesar 68 Nilai kekerasan material yang diuji coba selama 3 kali hasilnya tidak jauh berbeda. Hasil yang didapat berbeda-beda dikarenakan permukaan dari spesimen yang kurang rata. Pada saat pemasangan spesimen kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan.
Gambar 4.1 Grafik Data Hasil Pengujian Rockwell
Hal itu dibuktikan pada grafik diatas, dimana grafik percobaan menurun ini dikarenakan faktor lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan. .
Metode Brinell
Tabel 4.2 Tabel Hasil Pengamatan Brinell.
Jenis Material
Beban (p)
No. Test
D
d
Nilai Kekerasan
Rata-rata
Kg
Brinell (BHN)
(mm)
(mm)
(BHN)
Baja Karbon
1
5
0,9
127,3885
127,3883
100
2
5
0,9
127,3885
3
5
0,8
127,388
Dari gambar data hasil pengujian brinell bisa dijelaskan bahwa pengujian kekerasan dengan menggunakan metode brinell menggunakan indentor berukuran D= 5 mm dan pada saat pengujian diberikan beban sebesar 1000 N atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa nilai kekerasan brinell pada percobaan 1 sebesar 127,3885 , percobaan 2 sebesar 127,3885 , dan percobaan 3 sebesar 127,388. Maka dari hasil percobaan tersebut didapat rata-rata sebesar 127,3883. Perbedaan yang terjadi pada pengujian brinell ini sangat kecil, bahkan hasil nya hampir sama, jadi pengujian yang dilakukan cukup akurat.
Gambar 4.2 Grafik Data Hasil Pengujian Brinell
Salah satu permasalahan pada uji brinell adalah bahwa BHN tergantung pada beban P untuk lekukan yang sama. Umumnya BHN menurun seiring dengan penurunan beban. ASTM standar memberikan spesifikasi secara detail untuk pengujian brinell. Uji brinell tidak dipengaruhi oleh goresan dan kekasaran permukaan, jejak brinel yang besar ukurannya dapat mempengaruhi dan menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan dalam pengujian.
Metode Vickers
Adapun data hasil paraktikum uji kekerasan dengan metode vickersadalah sebagai berikut
Tabel 4.3 Tabel hasil pengamatan vickers.
Jenis Material
Beban (p)
No. Test
d 1
(mm)
d 2 (mm)
Nilai Kekerasan
Rata-rata
Kg
Vickers (VHN)
(VHN)
Baja Karbon
Rendah
100
1
0,9
1,1
92,7
99,376
2
0,9
1
102,714
3
0,9
1
102,714
Dari grafik data hasil pengujian, bisa dijelaskan bahwa pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Vickers menggunakan indentor piramida intan dan pada saat pengujian di berikan beban sebesar 1000 newton atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa pada pengujian pertama sebesar 92,7 , ke-dua sebesar 102,714 , dan ke-tiga sebesar 102,714. Maka dari hasil tersebut didapat rata-rata sebesar 99,376 ini berarti nilai kekerasan material yang diuji coba selama 3 kali hasilnya tidak jauh berbeda. Hasil yang didapat berbeda-beda dikarenakan permukaan dari spesimen yang kurang rata. Pada saat pemasangan spesimen kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan. Hal itu dibuktikan pada grafik diatas, dimana grafik percobaan menurun ini dikarenakan faktor lengkungan, beban, penumbuk dan kekerasan bahan. Perbedaan hasil yang diperoleh melalui percobaan vickers dapat diamati melalui grafik berikut.
Gambar 4.3 Grafik Data Hasil Pengujian Vickerss
Pembahasan
Dalam melaksanakan praktikum uji kekerasan ini kita menggunakan 3 metode yaitu metode rockwell, , metode Vickers dan metode brinell. Praktikum uji kekerasan ini bertujuan untuk mengetahui kekerasan suatu material. Pengujian dengan metode rockwell sendiri lebih mudah dilakukan karena hasil dari pengujiannya langsung tertera pada skala mayor sedangkan untuk mendapatkan nilai kekerasan material dengan menggunakan metode brinell dan metode Vickers perlu menghitungnya terlebih dahulu. Metode rockwell adalah metode pengujian kekerasan material dengan menggunakan indentor 1/16" dengan beban 1000 N atau 100 kg. Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam, beban ditekan dengan waktuk 10 detik, sebelum melakukan percobaan ini sebaiknya specimen dibersihkan dahulu dari kotoran atau debu debu yang menempel agar tidak terjadi perubahan hasil pengujian. Setelah dilakukan pemberian tekanan maka hasil dari pengujian kekerasan tersebut akan muncul pada skala mayor. Pengujian dengan menggunakan metode rockwell ini dilakukan sebanyak tiga kali agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Metode brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (specimen). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam memakai bola baja berukuran 5 mm kemudian ditekan dengan beban 100 kg atau 980 N. Beban ditekan pada material dengan waktu 10 detik, sebelum melakukan percobaan ini sebaiknya specimen dibersihkan dahulu dari kotoran atau debu debu yang menempel agar tidak terjadi perubahan hasil pengujian. Untuk menghitung diameter lekukan hasil pengujian disini praktikan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40 kali, setelah didapatkan diameter lekukan langkah selanjutnya menghitung dengan menggunakan rumus nilai kekerasan vickers.
Pengujian dengan menggunakan metode brinell ini dilakukan sebanyak 3 kali agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Kesalahan yang sering mempengaruhi uji kekerasan antara lain:
Terbalik dalam memutar hand whell, ketika akan melepas specimen dari indentor.
Human error.
Pada pengujian vickers menggunakan identor piramid dari intan, pengujian kekerasan dengan metode vickers bertujuan menentukan nilai kekerasan suatu material dari diameter kedalaman hasil pengujian pada spesimen pengujian ini tidak dilihat dari angka yang ditunjukkan pada alat uji, melainkan dengan menghitung diameter lubang yang dihasilkan oleh identor pada saat pengujian, dengan menggunakan mikroskop dan dengan menggunakan 2 cara pemberian skala atau nilai diameter lubang masing – masing pengujian. Dan pada perhitungan atau dalam menentukan lekukan yang dibuat oleh penumbuk piramida intan harus berbentuk bujur sangkar. Percobaan Vickers dilakukan sebanyak 3 kali untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
Aplikasi metode Brinell dan rockwell pada dunia kerja adalah untuk mengetahui kekuatan suatu material yang digunakan untuk membangun suatu konstruksi atau industri logam didunia, karena uji kekerasan ini adalah salah satu hal yang sangat penting untuk membuat hidup manusia lebih aman dan nyaman serta efisien karena alat-alat, teknologi, transportasi dan lain-lain yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal –hal yang mempengaruhi terjadinya fatik (kelelahan pada material) :
Penyelesaian permukaan
Karena retak fatik seringkali berada pada dekat komponen, kondisi permukaan merupakan hal yang perlu diperhatikan pada fatik. Bekas permesinan dan ketidak rataan lain harus dihilangkan dan usaha ini berpengaruh sekali terhadap sifat fatik. Lapisan permukaan yang diberi tekanan dengan tumbukan partikel akan meningkatkan umur fatik.
Pengaruh temperature
Pengaruh temperatur terhadap fatik mirip dengan pengaruh temperatur terhadap kekuatan tarik maksimum. Kekuatan fatik paling tinggi pada temperatur rendah, dan berkurang secara bertahap dengan naiknya temperatur.
Frekuensi siklus tegangan
Pengaruh frekuensi siklus tegangan terhadap umur fatik untuk berbagai jenis logam umumnya tidak ada, meskipun penurunan frekuensi biasanya menurunkan umur fatik. Efek ini bertambah bila temperatur uji fatik kita naikkan bila umur fatik cenderung bergantung pada waktu uji seluruhnya dan tidak pada jumlah siklus.
Lingkungan .
Fatik yang terjadi didalam lingkungan korosif biasanya disebut fatik
korosi. Telah diketahui bahwa kikisan korosi oleh media cair dapat menimbulkan lubang – lubang etsa yang bersifat sebaga tekuk. Akan tetapi bila mana serangan korosi terjadi secara serentak bersamaan dengan pembebanan fatik efek perusakan jauh lebih besar dibandingkan dari efek tekuk semata.
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
Rata – rata nilai kekerasan rockwell adalah 68 dan rata – rata nilai kekerasan brinell adalah 127,3883, sedangkan rata-rata nilai kekerasan vickers adalah 99,376. Setelah melakukan percobaan diatas mudah untuk kita lebih memahami bagaimana melakukan uji kekerasan terhadap suatu material. Dan lebih mengetahui cara mengoperasikan mesin uji kekerasan.
Metode rockwell lebih mudah digunakan dari pada metode brinell karena pada metode rockwell hasil langsung dapat diketahui.
Besarnya beban yang diberikan mempengaruhi nilai kekerasan material.
Ketelitian dalam melihat besar diameter lekukan dalam melakukan uji kekerasan dengan metode brinell juga mempengaruhi hasil kekerasan material.
Besarnya beban yang diberikan mempengaruhi nilai kekerasan suatu material, semakin besar beban maka diameter cekungan semakin lebar sehingga nilai kekerasanya akan semakin kecil.
Saran
Adapun saran yang diberikan setelah praktikum adalah sebagai berikut :
Sebaiknya gunakanlah jas laboratorium sebelum memasuki ruangan laboratorium.
Pahami apa saja yang dijelaskan oleh asisten laboratorium dan catatlah
bila itu penting.
Jangan pernah bermain - main dalam melakukan praktikum.
Untuk percobaan pengujian kekerasan yang selanjutnya diharapkan memperhatikan waktu dan cara pengoprerasian alat sebab kesalahan pengoperasian dapat menyebabkan data yang kita ambil tidak akurat.
Specimen yang akan kita ukur diameternya melalui mikroskop pastikan permukaannya halus sehingga mudah untuk kita menentukan diameter cekungan dari cekungan yang kita uji.
DAFTAR PUSTAKA
Faisol, 2013. "Laporan uji kekerasan bab pendahuluan". Dapat di unduh di http://faisolafnan.blogspot.com/2013/04/laporan-uji-kekerasan-bab-i-pendahuluan.html.Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 14.00 WIB
Yopi, 2013. "Uji kekerasan material". Dapat di unduh di http://yopiprayoga. blogspot.com/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 14.30 WIB.
Fauzan, 2013."Pengujian keras brinell vickers". Dapat di unduh di http:// kalogueloe. blogspot.com/2013/03/pengujian-keras-brinell-vickers. html. Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 15.00 WIB.
Husni, 2009. "Uji kekerasan". Dapat di unduh di http://belajarmetalurgi. blogspot.com/2009/11/uji-kekerasan.html. Diakses pada tanggal 18 Juni 2015, pukul 15.30 WIB.
Zuchry , 2012,. "Mekanika Teknik, Universitas Tadulako, Palu". Dapat diunduh di http:// eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf. Diakses pada tanggal 18 juni 2015, pukul 16.00 WIB.