LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN EKOLOGI HEWAN KERAGAMAN JENIS HERPETOFAUNA NOKTURNAL DI KAWASAN HUTAN ERIA KECAMATAN SINGKAWANG TIMUR
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman jenis herpetofauna di Indonesia boleh jadi merupakan yang terbesar di dunia, tetapi yang patut dipertimbangkan ialah penelitian herpetofauna di Indonesia masih lambat dibandingkan dengan negara tetangga. Jumlah jenis herpetofauna di Indonesia apabila dibandingkan dengan jumlah jenis di seluruh Asia Tenggara dalam kurun 70 tahun telah merosot dari 60% menjadi 50%.2 Jenis reptil dari tahun 2000 hingga 2004 tercatat 271 spesies baru yang ditemukan.5 Keberadaan hutan yang semakin memprihatinkan, menyebabkan habitat herpetofauna semakin berkurang. Kerusakan habitat yang disebabkan oleh hilangnya vegetasi telah banyak meyebabkan dampak terhadap herpetofauna. Jumlah herpetofauna terancam menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species meningkat dramatis dari tahun ke tahun (Iskandar dan Erdelen, 2006). Kalimantan adalah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman jenis tergolong tinggi di dunia (Tahan Uji 2004). Keanekaragaman flora dan fauna di hutan hujan tropis di Kalimantan tercermin dari kekayaan jenis tumbuh-tumbuhannya, yang berupa pohonan, semak belukar, perdu, tanaman merambat, epifit (jenis tanaman anggrek yang hidup menempel pada tanaman lain), lumut, jasad r enik, ganggang dan jamur, serta jenis-jenis faunanya (Kustiwi, 2015). Jenis-jenis fauna yang sangat menarik untuk dipelajari ialah herpetofauna, yakni untuk kelompok amfibi dan reptil. Hal ini dikarenakan keduanya merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti suhu dan kelembaban maupun faktor lainnya. Selain itu hewan tersebut memiliki habitat dan cara hidup yang hampir sama. Contoh umum dari reptil yaitu ular, kadal dan buaya, sedangkan hewan diklasifikasikan sebagai amfibi misalnya, katak dan salamander (BAPPENAS, 2003). Herpetofauna juga memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, karena sebagian besar herpetofauna berperan sebagai
predator pada tingkatan rantai makanan di suatu ekosistem. Amfibi dan Reptil dapat dijumpai hampir di semua tipe habitat, dari hutan ke gurun sampai padang rumput tetapi beberapa jenis Amfibi maupun Reptil yang hanya dijumpai pada tipe habitat spesifik tertentu sehingga baik dijadikan sebagai indikator terjadinya perubahan lingkungan (NRCS 2006). Jenis herpetofauna hidup di habitat yang lembab dan dekat dengan sumber air tawar seperti sungai maupun danau. Riam Eria merupakan salah satu obyek wisata yang memiliki suhu yang cocok untuk area kehidupan jenis herpetofauna karena memiliki air yang jernis, kelembaban yang tinggi. Menurut Micacchion (2004) curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta kondisi danau yang selalu tergenang air merupakan kondisi yang sesuai bagi kehidupan herpetofauna. Objek wisata Riam Eria memiliki hutan tembawang berupa perkebunan karet, durian maupun tanaman lainnya. Pembukaan lahan untuk perkebunan ini akan mnyebabkan penyempitan Kawasan di wilayah tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi keberadaan herpetofauna yang ada di sekitarnya. Sehingga sangat penting untuk mengetahui informasi keberadaan herpetofauna ini dengan cara melihat keanekaragamannya. 1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum lapangan ini yaitu bagaimana keanekaragaman spesies herpetofauna dan jumlah individu yang ditemukan di Riam Eria Kelurahan Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kalimantan Barat. 1.3 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini ialah untuk mengetahui tingkat keanekaragaman spesies herpetofauna dan jumlah individu yang ditemukan di Riam Eria Kelurahan Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kalimantan Barat. 1.4 Manfaat Manfaat yang didapatkan dari praktikum ini ialah memberikan informasi
mengenai keanekaragaman spesies dan jumlah individu herpetofauna yang terdapat
di Riam Eria Kelurahan Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kalimantan Barat sehingga dapat digunakan dalam usaha pelestarian atau konservasi, pengelolaan, pemanfaatan serta perlindungan herpetofauna dimasa mendatang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Herpetofauna Keanekaragaman hayati merupakan variabilitas antar makhluk hidup dari
semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem perairan dan kompleks ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka marga satwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi untuk kepentingan budidaya plasma nutfah yang dialokasikan sebagai kawasan yang dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi setelah Brazil. Keanekaragaman hayati yang dimiliki karena variasi ekosistem dan daerah vegetasi yang dimiliki oleh alam Indonesia (Gautama et al . 2000). Berdasarkan data BAPPENAS (2003) dokumen Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) tingginya keanekaragaman flora dan fauna yang ada di Indonesia disebut juga dengan istilah megadiversity dengan total kurang lebih 38.000 spesies dengan 55% dari spesies tersebut adalah jenis yang endemik. Contoh fauna yang memiliki keragaman yang cukup tinggi ialah herpetofauna. Spesies reptil secara keseluruhan adalah urutan keempat didunia yaitu sebanyak 7,3% (511 spesies, 150 endemik), sementara amfibi (270 spesies, 100 endemik) diurutan keenam. Berdasarkan datadata yang ada, terdapat tiga pulau besar yang menyimpan biodiversitas dan endemisitas yang tinggi, yakni Papua, Kalimantan dan Sumatera. 2.2 Herpetofauna Herpetofauna berasal dari kata “herpeton” yaitu kelompok binatang melata
dengan anggota amfibi dan reptil. Berdasarkan habitatnya yang serupa, sama-sama vertebrata ektotermal, dan metode pengamatan yang serupa, pada saat ini amfibi dan reptil dimasukkan ke dalam satu bidang ilmu herpetologi (Kusrini, 2008).
Meskipun amfibi dan reptil dimasukkan ke dalam satu bidang kajian, mereka tetap organisme yang berbeda. Reptil memiliki kulit bagian luar ( integumen) yang ditutupi oleh sisik kedap air, dimana memungkinkannya untuk tidak bergantung sepenuhnya terhadap air. Sebaliknya amfibi memiliki kulit yang sangat permeabel sehingga mereka harus bergantung sepenuhnya pada air (Paul and Hogan, 2008). Herpetofauna merupakan kelompok hewan melata, anggota dari kelompok ini adalah Amfibi dan reptil. Amfibi dan reptil merupakan hewan yang sering disebut berdarah dingin. Istilah ini kurang tepat karena suhu bagian dalam yang diatur menggunakan perilaku mereka seringkali lebih panas daripada burung dan mamalia terutama pada saat mereka aktif. Amfibi maupun reptil bersifat ektoterm dan poikiloterm yang berarti mereka menggunakan sumber panas dari lingkungan untuk memperoleh energi (Kusrini et al. 2008). Herpetofauna sendiri memiliki peranan penting dalam ekosistem, yaitu secara ekologi maupun ekonomi antaralain yaitu peran penting dalam ekosistem dan merupakan bioindikator lingkungan, merupakan predator hama dan serangga yang merugikan manusia (Duelman dan Trueb, 1976), merupakan salah satu hewan eksotik dan komoditas ekspor (Kusrini dan Alfor d, 2006). 2.3 Amfibi Amfibi merupakan satwa poikilotherm atau ektotermik yang berarti amfibi
tidak dapat menggunakan proses metabolisme di dalam tubuhnya untuk dijadikan sebagai sumber panas, tetapi amfibi memperoleh sumber panas dari lingkungan untuk mendapatkan energi. Oleh karena itu amfibi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan (Mistar 2003). Amfibi memiliki kulit berglandula yang halus tanpa sisik dan dua pasang tungkai atau berkaki empat Pada saat dewasa ekor yang ada pada Ordo Anura hilang dan kepala langsung bersambung dengan tubuh tanpa leher yang bisa mengerut seperti penyu, serta tungkainya berkembang dengan kaki belakang lebih panjang (Goin, Goin & Zug 1978). Amfibi terbagi dalam 3 (tiga) ordo yaitu Urodela (Salamander), Gymnophiona (Sesilia) dan Anura (katak dan kodok). Ordo Urodela (Salamander) merupakan kelompok Amfibi yang berekor. Ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh
memanjang, mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanium. Urodela memiliki 3 sub ordo dan 9 famili dengan terdapat kurang lebih 400 jenis di seluruh dunia, tetapi tidak terdapat anggota jenis yang ditemukan di indonesia. Daerah persebaran terdekat adalah Vietnam, Laos dan Thailand. Ordo Gymnophiona atau dikenal dengan nama Sesilia, terdiri dari 34 genus dan 5 (lima) famili, terdapat 163 jenis atau 3,5 % dari seluruh jenis Amfibi. Jenis ini sulit dijumpai karena hidup di sungai-sungai kecil maupun besar, pada perkembangannya saat stadium larva terdapat sirip pada bagian ekor dan kemudian akan mereduksi setelah dewasa kemudian hidup dalam liang-liang tanah (Mistar 2008). Satwa ini dianggap langka, empat dari tujuh suku dikenal secara lua s, hanya salah satunya, yaitu Ichtyophiidae, yang telah tercatat di Asia Tenggara (Iskandar 1998). Ordo Anura (katak dan kodok), merupakan Amfibi yang terbesar dan sangat beragam, terdiri lebih dari 4.100 jenis katak dan kodok. Katak dan kodok berbeda dari ciri katak yang memiliki kulit tipis dan halus, tubuh ramping, kaki yang lebih kurus dan panjang. Kodok memiliki tubuh yang lebih pendek dan gemuk dengan kulit kasar dan tertutup bintil-bintil. Warna katak bervariasi, dari hijau, coklat, hitam, merah, oranye, kuning dan putih. Ukuran SVL ( Snout Vent Length) Anura berkisar dari 1-35 cm, tetapi kebanyakan berkisar antara 2-12 cm (Kusrini et al. 2008). 2.4 Reptil Reptil berbeda dengan Amfibi yang tidak bersisik, seluruh Reptil
merupakan hewan bersisik dan telurnya mempunyai cangkang ( Calcareous) (Mistar 2008). Warna kulit pada reptil beragam dari warna yang menyerupai lingkungannya sampai warna yang membuat reptil mudah terlihat. Terdapat perbedaan ukuran dan bentuk maupun warna tubuh antara reptil jantan dan betina dan sebagian reptil tidak tergantung pada air sehingga dapat bebas beraktifit as di daratan. Reptil terbagi dalam 4 ordo yaitu ordo Rhyncocephalia (Tuatara), Crocodylia (Buaya), Testudinata (Kura-kura dan penyu), Squamata (Ular dan kadal).
Reptil bernapas dengan paru-patu. Paru-parunya ada dua buah, kiri dan kanan. Pada ular, paru-paru sebelah kiri umumnya rudimeter, sehingga tampak hanya ada satu paru-paru yang sangat panjang (Van Hoeve 2003). Reptil mempunyai peredaran darah ganda. Dalam sekali beredar, darah dua kali melewati jantung. Pertama-tama paru-paru, disebut peredaran darah kecil, yang ke seluruh tubuh disebut peredaran darah besar (Mahardono 1980). Indonesia memiliki tiga dari keempat ordo, yaitu ordo Testudinata, Squamata dan Crocodylia sedangkan ordo Rhyncocephalia merupakan Reptil primitif yang terdiri dari satu jenis dan hanya terdapat di Selandia Baru. Ordo Squamata, dapat ditemukan di tipe habitat terrestrial, arboreal dan juga aquatik. Ordo ini dibagi lebih lanjut menjadi tiga sub-ordo, yaitu Sauria yang mencakup Kadal (Lacertilia), Amphisbaenia, dan Serpentes (Ophidia) yang mencakup Ular. Kadal merupakan kelompok terbesar dalam reptil. Kadal terdiri dari 3,751 jenis dalam 383 genus dan 16 famili, atau 51% dari seluruh jenis reptil. Amphisbaenia terdiri dari empat famili yang kemudian dibagi menjadi 21 genus dan 140 jenis, atau sekitar 2% dari seluruh reptil. Ular atau Serpentes, terdiri dari 2,389 jenis dalam 471 genus dan 11 famili, atau sekitar 42% dari seluruh jenis Reptil (Kusrini et al. 2008). 2.5 Habitat Herpetofauna Habitat adalah kawasan yang terdiri dari komponen fisik (antara lain : air,
udara, garam mineral, tempat berlindung dan berkembang biak), maupun biologi (antara lain : sumber pakan. jenis satwaliar lainnya) yang merupakan suatu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwalia terscbut (Alikodra 1990). Iskandar (1998) membagi amfibi berdasarkan habitatnya, yaitu habitat yang berkaitan dengan kegiatan manusia, di atas pepohonan, habitat yang terganggu, sepanjang sungai atau air mengalir dan hutan primer serta hutan sekunder. Amfibi dan reptil tidak hanya tergantung pada faktor fisik dari lingkungannya, tetapi juga dari interaksi dengan faktor biologinya yaitu pakan, pesaing, predator dan parasit (Goin dkk 1978). Reptilia hidup diberbagai tipe habitat yakni terestrial (pada semak belukar dan tanah), akuatik (rawa, sungai,
danau bahkan laut), semi akuatik dan arboreal (di atas pohon) (Jenkins 2002). Penyu merupakan satwa semi akuatik, dia hidup dilaut dan hanya naik kepantai untuk bertelur (Iskandar 2000). Amfibi merupakan satwa yang hidupnya selalu berasosiasi dengan air, walaupun demikian, amfibi mendiami habitat yang sangat bervariasi, dan tergenang di bawah permukaan air, di lumpur dan kolam sampai yang hidup di puncak pohon yang tinggi (Ommaney 1974 dan Iskandar 1998). Paling tidak tercatat satu spesies yang diketahui mampu hidup di air payau, yaitu F. cancrivora (Iskandar 1998). Amfibi termasuk binatang berdarah dingin yang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya, namun untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum suhu yang dibutuhkan antara 26°C-33° C (Berry 1975). Reptilia hidup aktif pada suhu diantara 20°C-40° C (Van Hoeve 2003). Reptil termasuk satwa ektotermal karena memerlukan sumber panas eksternal untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Pada daerah yang terkena sinar matahari, reptil sering dijumpai berjemur pada pagi hari untuk mencapai suhu badan yang dibutuhkan (Halliday dan Adler 2000). Mistar (2008) menyatakan penggolongan untuk Amfibi dan Reptil dapat berdasar pada tempat yang umum ditemukannya yaitu : 1) Akuatik, kelompok hewan yang sepanjang hidupnya terdapat di perairan. 2) Arboreal, hewan yang hidup di atas pohon dan berkembang biak di genangan air pada lubang-lubang pohon atau cekungan lubang pohon, kolam-kolam, danau, sungai, pada beberapa jenis Amfibi arboreal sering membungkus telur dengan busa untuk menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang dibawahnya terdapat air. 3) Terrestrial, kelompok hewan yang sepanjang hidupnya di atas permukaan tanah, jarang sekali di jumpai di tepi sungai, memanfaatkan genangan air dan kolam di lantai hutan untuk meletakkan telur atau meletakkan telur diantara serasah yang tidak berair tetapi mempunyai kelembaban tinggi dan stabil. 4) Fossorial, hewan yang hidup dalam lubang-lubang tanah.
2.6 Manfaat dan Peranan Herpetofauna Herpetofauna memiliki berbagai peranan bagi manusia. Peranan tersebut
tidak terbatas secara ekologis tetapi juga secara ekonomi. Fungsi ekonomi katak terutama sebagai sumber pangan/protein hewani. Terdapat beberapa jenis katak lokal yang telah diperdagangkan baik untuk keperluan domestik maupun ekspor, antara lain katak sawah (F. cancrivora), katak batu (L. macrodon) dan katak rawa (F. limnocharis). (Kusrini & Alford 2006) Amfibi juga bisa diperdagangkan sebagai hewan peliharaan (Iskandar 1998 ). Amfibi dari segi ilmiah juga berguna bagi manusia sebagai bahan percobaan di bidang medis dan kimia (Iskandar 1998). Keberadaaan spesies amfibi dapat dijadikan bioindikator untuk mengetahui tingkat pencemaran lingkungan (Mulyaniati 1997 dan Iskandar 1998). Begitu juga dengan reptilia, banyak jenis reptil diperdagangkan untuk dijadikan hewan peliharaan. Beberapa jenis ular dan buaya diambil kulitnya untuk dijadikan sebuah produk seperti tas, ikat pinggang bahkan topi. Di China, ular dan labi-labi biasa diperdagangkan untuk dikonsumsi (Mardiastuti & Soehartono 2003).
BAB III METODE KERJA 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Lapangan Ekologi Hewan tentang keanekaragaman jenis
herpetofauna nokturnal dilaksanakan pada hari Sabtu, 29 April 2018 yang berlokasi di Riam Eria, Kelurahan Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Singkawang. Pelaksanaan Praktikum Lapangan dimulai pada pukul 19.50-23.50 WIB kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi jenis-jenis herpetofauna di Laboratorium Zoologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura. 3.2 Deskripsi lokasi Riam Eria secara administratif terletak di Desa Nyarumkop, Kecamatan
Singkawang Timur, Kota Singkawang, Propinsi Kalimantan Barat . Daerah ini terletak di sisi barat Kalimantan Barat dan terletak 145 km ke arah utara dari Kota Pontianak. Bagian timurnya berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang. Bagian barat dan utara berbatasan dengan Laut Natuna, sedang bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Mempawah. Riam Eria merupakan salah satu destinasi wisata yang memiliki air yang jernih dan besih, air riam ini berasal dari pegunungan di sekitar bukit Poteng. Secara geografis Riam Eria tersusun atas hutan sekunder yang telah dimanfaatkan warga sekitar untuk perkebunan Air sungai Eria sangat jernih, segar, dan bersih. Cocok untuk mandi. Anda dapat menikmati kesegaran air Eria dengan berendam di sungai tersebut. Badan
Anda yang penak, akan terasa segar saat berendam di sungai tersebut. Air sungai tersebut berasal dari pegunungan di sekitar gunung Poteng.
Gambar 3.2.1 Peta Lokasi 3.3 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah stick grab,
thermohygrometer, thermometer raksa, head lamp (senter) dan spuit. Sedangkan bahan yang digunakan ialah alkohol 70% dan formalin 40%. 3.4 Metode 3.4.1 Pengambilan Sampel Metode pengumpulan data menggunakan metode survey perjumpaan
visual/VES (Visual Encounter Survey) (Heyer, 1994). Dikombinasikan dengan sistem jalur (transek sampling ) yang peletakkannya dilakukan secara purposive berdasarkan dua tipe habitat yaitu aquatik dan terestrial (Kusrini, 2008). Sebelum penangkapan, dilakukan penentuan jalur habitat terestrial dan akuatik, jumlah jalur yang dibuat sebanyak 3 jalur, untuk tipe habitat akuatik dibuat 1 jalur yaitu menyusuri riam. Sedangkan untuk tipe habitat ter esterial dibuat 2 jalur dengan pengamatan disepanjang badan sungai dan lebar dari badan sungai dengan luar badan sungai berjarak 5 meter dari kanan badan sungai dan jalur kedua dibuat pada habitat terestrial dengan panjang jalur sepanjang stasiun dan lebar ±10 meter,
peletakan jalur terestrial ini sejajar dengan jalur akuatik, pengamatan dilakukan disepanjang jalur dengan melihat obyek yang tampak baik diserasah dan pohon. Pengamatan dilakukan pada malam hari (pukul 19.50 – 23.50 WIB) tanpa pengulangan. Individu yang ditemukan sebagian ditangkap dan dimasukkan dalam kantong plastik untuk kepentingan identifikasi dan untuk organisme yang lain hanya dihitung jumlahnya. 3.4.2 Pengukuran Faktor Lingkungan Pengukuran parameter lingkungan dilakukan dengan cara mengukur
kelembaban dengan thermohigrometer, suhu udara dan air den gan thermometer dan dicatat suhunya. Setelah itu dilakukan pengukuran pH pada sungai dengan mencelupkan pH-meter ke dalam air 3.4.3 Identifikasi Proses identifikasi dilakukan dengan cara melihat langsung karakter
morfologi dari sampel lalu mencocokannya dengan literatur seperti jurnal dan buku The Field Guide of Frog of Borneo, The Amphibians of Java and Bali (Iskandar, 1998), The Amphibian Fauna of Peninsular Malaysia (Berry, 1975). Menurut Iskandar (1998) untuk mengidentifikasi amfibi dapat dilihat dari beberapa ciri morfologi seperti: bentuk tubuh, corak, lipatan dorsolateral, tympanum, moncong, tonjolan kawin, selaput dan tonjolan antar ruas pada jari, ujung jari, alur supraorbital, serta kelenjar paratoid dan Identifikasi jenis-jenis reptil yang ditemukan diidentifikasi dengan menggunakan buku A phothographic Guide of Snakes and Other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singaphore, and Thailand , Venomoues Snakes of Asia, dan 107+ Ular Indonesia. Menurut Yanuarefa et. al., (2012) untuk mengidentifikasi reptil dapat dilihat dari bentuk kepala (buaya), bentuk cangkang/karapaks (kura-kura dan penyu), bentuk jari, corak, dan warna tubuh (kadal), serta bentuk sisik, corak, dan ada tidaknya taring (ular) serta di tambah dengan Journal of Herpetology.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
Hasil Praktikum Lapangan Ekologi Hewan yang dilaksanakan di kawasan Riam Eria, data yang didapatkan adalah sebagai berikut: 4.1.1 Tabel Hasil Keanekaragaman Herpetofauna di Kawasan Riam Eri a No. 1 2 3
4 5 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Spesies Oligodon purpurascens Tropidophorus beccari Cnemaspis kendalli Cyrtodactylus consobrinus Gonocephalus grandis Rhapdophis sp. Hylarana megalonesa Leptolalax gracillis Leptolalax gracillis Megophrys nasuta Phrynoidis asper Polypedates colleti Polypedates leucomystax Ansonia spinolifer Staurois natator Cyrtodactylus malayanus Jumlah
Keterangan:
Jumlah 1 5 7
1 3 1 36 11 6 1 1 1 1 8 6 1 90
H’: Keanekaragaman ID: Indeks Dominan IE: Indeks Evenness
Pi 0,011111 0,055556 0,077778
Ln.Pi -4,49981 -2,89037 -2,5539
Pi.LnPi -0,05 -0,16058 -0,19864
H' 2,0722
ID 0,000123 0,003086 0,006049
0,011111 0,033333 0,011111 0,4 0,122222 0,066667 0,011111 0,011111 0,011111
-4,49981 -3,4012 -4,49981 -0,91629 -2,10191 -2,70805 -4,49981 -4,49981 -4,49981
-0,05 -0,11337 -0,05 -0,36652 -0,2569 -0,18054 -0,05 -0,05 -0,05
0,000123 0,001111 0,000123 0,16 0,014938 0,004444 0,000123 0,000123 0,000123
0,011111 0,088889 0,066667
-4,49981 -2,42037 -2,70805
-0,05 -0,21514 -0,18054
0,000123 0,007901 0,004444
0,011111 1
-4,49981 -55,6986
-0,05 -2,0722
0,000123 1
IE 0,731396