Hidrolisis Pati Enzimatis
Mochamad Iqbal Fernanda, 230110130132, Kelompok 10, Kelas B
Jurusan Perikanan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang KM.21 Jatinangor Telp. (022) 84288888/ 1888 www. unpad.ac.id
Abstrak Hidrolisis merupakan suatu proses pemecahan molekul air yaitu H2O menjadi molekul kation berupa H+ dan anion berupa OH-, sedangkan hidrolisis pati enzimatis merupakan suatu proses pemecahan polimer menjadi monomer dengan bantuan enzim dan penambahan katalisator berupa larutan asam, dan enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh sel-sel organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia. Prinsip kerja praktikum ini adalah reaksi pemotongan ikatan α-1,4 glikosidik pada produk pati oleh α amilase. Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu memahami proses hidrolisis pati menggunakan enzim amylase. Praktikum ini menguji 4 sampel yaitu aci, meizena, terigu dan juga tepung beras. Prosedur kerja dari praktikum ini pertama menyiapkan larutan pati yang berupa 4 sampel yang telah disebutkan, kemudian ke empat sampel tersebut dilarutkan dimana tiap satu sampel dilarutkan menjadi 4 ml dan 5 ml, kemudian sampel disimpan dalam tabung reaksi dan selanjutnya ditambahkan larutan iodin sebanyak 2 tetes sehingga menyebabkan perubahan pada larutan tersebut, selanjutnya setiap tabung reaksi ditambahkan enzim amilase sebanyak 6 tetes dan 10 tetes, dan kemudian larutan diinkubasi, setelah diinkubasi larutan dipanaskan, dan kemudian ditambahkan aquades kemudian dihomogenkan dengan vortex mixer, lalu sampel diukur absorbansinnya menggunakan spektofotometer,dan diamati perubahannya. Kata Kunci : Hidrolisis Pati Enzimatis, Enzim Amilase, Spektofotometer
PENDAHULUAN
Pati atau yang sering kita kenal dengan istilah amilum merupakan karbohidrat atau hidrat arang yang bersifat kompleks yang tidak larut dalam air, dengan wujud bubuk yang berwarna putih, berasa tawar, dan tidak memiliki bau. Pati adalah bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan gukosa(sebagai produk fotosintesis) dalam jangka waktu yang panjang. Pada hewn dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Kata “Karbohidrat” berarti “hidrat” dari karbon atau hidrat arang atau “sakarida” berasal dari bahasa Yunani sakcharon yang berarti “gula” adalah segolongan besar senyawa organik yang paling banyak serta melimpah di muka bumi ini. Karbohidrat memiliki
banyak fungsi dalam tubuh makhluk hidup , terutama sebagai bahan bakar atau energi (contohnya glukosa), sebagai cadangan makanan (contohnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), sebagai materi pembangun (contohnya selulosa pada tumbuhan serta kitin pada hewan dan jamur). Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Akan tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, terutama sumber makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui fotosintesis, klorofil tumbuhan dengan bantuan sinar matahari akan menyerap dan menggunakan energi matahari tersebut untuk membentuk karbohidrat dengan bahan utama karbondioksida (CO2) berasal dari udara dan air (H2O) dari tanah. Energi kimia yang terbentuk akan disimpan di dalam daun, batang, umbi, buah dan biji-bijian. Karbohidrat yang dihasilkan adalah karbohidrat sederhana (glukosa). Di samping itu dihasilkan oksigen (O2) yang dilepas di udara. Sinar matahari
6 CO2 + 6 H2O
C6H12O6 + 6O2 Karbohidrat
Produk yang dihasilkan terutama dalam bentuk gula sederhana yang mudah larut dalam air dan mudah diangkut ke seluruh sel-sel guna penyediaan energi. Sebagian dari gula sederhana ini kemudian mengalami polimerasi dan membentuk polisakarida yaitu salah satu jenis karbohidrat. Jenis-jenis karbohidrat antara lain Karbohidrat Sederhana dan Karbohidrat Kompleks. Karbohidrat Sederhana terdiri dari Monosakarida (Glukosa, Fruktosa, Galaktosa, manosa, dan Ribosa), Disakarida (sukrosa/sakarosa, maltosa, laktosa dan trehaltosa), Gula Alkohol (sorbitol, manitol, dulsitol dan inositol), dan Olisakarida (Rafinosa, stakiosa, verbaskosa, dan Fruktan). Karbohidrat Kompleks terdiri dari Pati, Dekstrin, Glikogen, dan Polisakarida Nonpati/Serat. Struktur karbohidrat terdiri atas molekul karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Contohnya adalah glukosa (C6H12O6), sukrosa atau gula tebu (C12H22O11), dan selulosa ((C6H10O5)n), dari ketiga contoh tersebut maka karbohidrat mempunyai rumus umun Cn(H2O)n, Rumus molekul glukosa misalnya, dapat dinyatakan sebagai (C6H12O6). Oleh karena komposisi demikian, kelompok senyawa ini pernah disebut sebagai hidrat karbon
sehingga diberi nama karbohidrat. Akan tetapi, sejak tahun 1880, disadari bahwa senyawa tersebut bukanlah hidrat dari karbon. Nama lain dari karbohidrat adalah sakarida yang artinya gula. Karbohidrat sederhana mempunyai rasa manis sehingga dikaitkan dengan gula. Berdasarkan gugus fungsinya, karbohidrat merupakan suatu polihidroksialdehida atau polihidroksiketon atau senyawa yang pada hidrolisis menghasilkan senyawa seperti itu. Lihat beberapa struktur karbohidrat pada Gambar 1. Semuanya mempunyai gugus aldehida (--CHO) atau gugus keton (---CO) dan beberapa gugus hidroksil. Glukosa mengandung satu gugus aldehida dan 5 gugus hidroksil, sedangkan fruktosa mengandung satu gugus keton dan 5 gugus hidroksil. Berdasarkan jumlah karbohidrat sederhana yang dihasilkan pada proses hidrolisis, karbohidrat dapat digolongkan menjadi monosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida merupakan satuan karbohidrat paling sederhana, tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat lain yang sederhana. Monosakarida dapat berikatan satu sama lainnya membentuk dimer, trimer, dan seterusnya dan akhirnya membentuk polimer. Dimer dari monosakarida disebut disakarida. Monosakarida dan disakarida larut dalam air dan umumnya berasa manis. Karbohidrat yang tersusun dari dua sampai delapan monosakarida biasa disebut oligosakarida, sedangkan yang tersusun dari lebih delapan monosakarida disebut polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana. Monosakarida meliputi glukosa, galaktosa, fruktosa, manosa, dan lain-lain. a.
Glukosa Glukosa merupakan suatu aldoheksosa, disebut juga dekstrosa karena memutar bidang
polarisasi ke kanan. Glukosa merupakan komponen utama gula darah, menyusun 0,0650,11% darah kita. Glukosa dapat terbentuk dari hidrolisis pati, glikogen, dan maltosa. Glukosa sangat penting bagi kita karena sel tubuh kita menggunakannya langsung untuk menghasilkan energi. Glukosa dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi lembut seperti pereaksi Tollens sehingga sering disebut sebagai gula pereduksi.
D-glukosa
b.
β-D-glukosa
α-D-glukosa
Galaktosa Galaktosa merupakan suatu aldoheksosa. Monosakarida ini jarang terdapat bebas di
alam. Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis jika dibandingkan dengan glukosa dan kurang larut dalam air. Seperti halnya glukosa, galaktosa juga merupakan gula pereduksi.
D-galaktosa c.
β-D-galaktosa
α-D-galaktosa
Fruktosa Fruktosa adalah suatu heksulosa, disebut juga levulosa karena memutar bidang
polarisasi ke kiri. Merupakan satu-satunya heksulosa yang terdapat di alam. Fruktosa merupakan gula termanis, terdapat dalam madu dan buah-buahan bersama glukosa. Fruktosa dapat terbentuk dari hidrolisis suatu disakarida yang disebut sukrosa. Sama seperti glukosa, fruktosa adalah suatu gula pereduksi.
(a). Strukturterbuka.
(b). Struktursiklis
karbohidrat yang terbentuk ketika dua monosakarida mengalami reaksi kondensasi yang meliputi eliminasi sejumlah kecil molekul, seperti air, dari gugus fungsional saja. Seperti monosakarida, disakarida membentuk larutan berair ketika dilarutkan dalam air. Tiga contoh umum disajarida adalah sukrosa, laktosa, dan maltosa. Disakarida merupakan salah satu dari empat kelompok zat kimia karbohidrat (monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida). Ada dua tipe disakarida yang berbeda, yaitu: disakarida yang mereduksi, di mana satu monosakarida, gula reduksi, masih memiliki unit hemiasetal bebas; dan disakarida non-reduksi, di mana komponen-komponen yang berikatan melalui rantai asetal antara pusat-pusat anomer mereka dan tidak satu pun monosakarida memiliki unit hemiasetal bebas. Sellobiosa dan maltosa merupakan contoh dari disakarida reduksi. Sukrosa dan trehalosa adalah contoh-contoh disakarida non-reduksi. Disakarida terdiri dari sukrosa, maltosa, dan laktosa. Dimana setiap disakarida terdiri dari dua monosakarida. Maltosa merupakan contoh dari disakarida yang tersusun dari dua molekul glukosa. Laktosa merupakan suatu contoh dari disakarida yang tersusun dari molekul polisakarida jenis galaktosa dan glukosa. Sedangkan sukrosa merupakan jenis disakarida yang terdiri dari molekul glukosa jenis fruktosa dan glukosa. Oligosakarida adalah polimer derajat polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul disebut disakarida, dan bila terdiri dari 3 molekul disebut triosa. Bila sukrosa (sakarosa atau gula tebu). Terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa. Polisakarida Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang spesifik kerjanya. Polisakarida merupakan polimer dari monosakarida, mengandung banyak satuan monosakarida yang dihubungkan oleh ikata nglikosida. Hidrolisis lengkap dari polisakarida
akan menghasilkan monosakarida. Glikogen dan amilum merupakan polimer glukosa. Berikut beberapa polisakarida terpenting. a.
Selulosa Selulosa merupakan polisakarida yang banyak dijumpai dalam dinding sel pelindung
seperti batang, dahan, daun dari tumbuh-tumbuhan. Selulosa merupakan polimer yang berantai panjang dan tidak bercabang. Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer rantai lurus dari 1,4’-β-D-glukosa. Hidrolisis selulosa dalam HCl 4% dalam air menghasilkan D-glukosa.
Struktur selulosa Dalam sistem pencernaan manusia terdapat enzim yang dapat memecahkan ikatan αglikosida, tetapi tidak terdapat enzim untuk memecahkan ikatan β-glikosida yang terdapat dalam selulosa sehingga manusia tidak dapat mencerna selulosa. Dalam sistem pencernaan hewan herbivora terdapat beberapa bakteri yang memiliki enzim β-glikosida sehingga hewan jenis ini dapat menghidrolisis selulosa. Contoh hewan yang memiliki bakteri tersebut adalah rayap, sehingga dapat menjadikan kayu sebagai makanan utamanya. Selulosa sering digunakan dalam pembuatan plastik. Selulosa nitrat digunakan sebagai bahan peledak, campurannya dengan kamper menghasilkan lapisan film (seluloid). b. Pati / Amilum Pati terbentuk lebih dari 500 molekul monosakarida. Merupakan polimer dari glukosa. Pati terdapat dalam umbi-umbian sebagai cadangan makanan pada tumbuhan. Jika dilarutkan dalam air panas, pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Perbedaan terletak pada bentuk rantai dan jumlah monomernya.
Amilosa adalah polimer linier dari α-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4α. Dalam satu molekul amilosa terdapat 250 satuan glukosa atau lebih. Amilosa membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan iodium. Warna ini merupakan uji untuk mengidentifikasi adanya pati.
Struktur amilosa Molekul amilopektin lebih besar dari amilosa. Strukturnya bercabang. Rantai utama mengandung α-D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4'-α. Tiap molekul glukosa pada titik percabangan dihubungkan oleh ikatan 1,6'-α.
Struktur amilopektin
Hidrolisis lengkap pati akan menghasilkan D-glukosa. Hidrolisis dengan enzim tertentu akan menghasilkan dextrin dan maltosa. Pati atau amilum adalah
karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau.Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh glukosa (sebagai produk
tumbuhan untuk menyimpan kelebihan
fotosintesis) dalam jangka panjang.Hewan dan manusia juga
menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Enzim merupakan satu
atau beberapa gugusan dari polipeptida (protein) yang
berfungsi sebagai katalis(senyawa yang dapat mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan
energi pengaktifan atau juga disebut dengan energi
aktivasi dimana dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaanstruktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α- amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa. Hidrolisis merupakan suatu proses pemecahan molekul air yaitu H2O menjadi molekul kation berupa H+ dan anion berupa OH-, sedangkan hidrolisis pati enzimatis merupakan suatu proses pemecahan polimer menjadi monomer dengan bantuan enzim dan penambahan katalisator berupa larutan asam, dan enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh sel-sel organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia.
METODOLOGI Praktikum hidrolisis pati enzimatis ini dilaksanakan pada hari pada hari Jumat, pada tanggal 7 November 2014, pukul 13.00 WIB. Praktikum hidrolisis pati enzimatis dilaksanakan di Laboratorium Biotektonologi Kelautan, gedung 4 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Peralatan yang digunakan dalam praktikum hidrolisis pati enzimatis ini adalah gelas ukur, fungsi dari alat ini adalah alat untuk mengukur volume larutan dalam skala tertentu. Alat alain yang digunakan adalah alumunium foil yang berfungsi sebagai alat pembungkus dalam autoklaf atau biasa digigunakan dalam hot plate dan sterilisasi, kemudian alat yang digunakan adalah labu ukur yang digunakan sebagai alat untuk membuat larutan baku dan juga pengenceran, alat yang digunakan selanjutnya adalah spektofotometer yang berfungsi sebagai alat untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan chaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek yang disebut dengan kuvet, alat selanjutnya yakni hot plate yang digunakan untuk memanaskan sampel, alat lainnya yang digunakan dalam
praktikum ini adalah vortex mixer yang berfungsi sebagai alat untuk menghomogenkan larutan. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum hidrolisis pati enzimatis adalah pati yang berupa aci, meizena, terigu, dan tepung beras yang dijadikan larutan. Bahan lainnya yang digunakan dalam praktikum ini adalah glukosa, larutan iodin, enzim amilase. Bahanbahan tersebut digunakan sesuai dengan prosedur yang telah ada didalam modul praktikum biokimia mengenai hidrolisis pati enzimatis. Prosedur Percobaan Menyiapkan sampel pati yang terdiri dari aci, meizena, terigu, dan tepung beras. Setiap sampel terdiri dari 0,2 gram. Sampel disimpan dalam alumunium foil.
Melarutkan sampel menjadikan sampel tersebut menjadi 4 ml, dan 5 ml. Kemudian menyimpan sampel dalam tabung reaksi.
Menambahkan larutan iodin sebanyak 2 tetes pada setiap sampel yang telah disimpan dalam tabung reaksi. Lalu mengamati sampel
Kemudian menambahakan enzim amilase sebanyak 6 tetes dan 10 tetes pada setiap sampel yang telah disimpan dalam tabung reaksi, Memanaskan sampel, lalu mengamati sampel
Menginkubasi setiap sampel dalam tabung reaksi pada suhu 55oC selama 10 menit, setelah itu mengamati perubahan pada larutan tersebut.
Memanaskan kembali sampel setelah diinkubasi, memanaskan sampel dilakukan sampai sampel mendidih, atau berbuih. Menghomogenkan larutan dengan menggunakan vortex mixer, namun sebelumnya larutan yang telah dipanaskan, didinginkan terlebih dahulu, kemudian perlakuan selanjutnya adalah menambahkan aquades secukupnya, dan menghomogenkan larutan tersebut. Mengambil sampel dari larutan tersebut dan menyipannya didalam kuvet, lalu mengukur absorbansi larutan sampel tersebut dengan menggunakan spektofotomter, kemudian mengamati perubahan yang terjadi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel Pengamatan Pembuatan Kurva Larutan Standar Glukosa No
1 2 3
X (Konsentrasi Glukosa) 0,4 gr/ml 0,3 gr/ml 0,2 gr/ml
Σ
0.9
Y (Absorbansi) 0,030 0,026 0,013 0.069
(data untuk kelas Perikanan A, B, C)
Kemudian buat persamaan: Y=a+bX
Perhitungan Glukosa Standar Dimana rumus untuk mencari a yaitu: a=
∑
∑
∑ ∑
∑
∑
= = =
= -0,0025
Perhitungan Glukosa Standar b=
∑
∑ ∑
∑
∑
b= = =
= 0,085
X.Y
X2
0.012 0.0078 0.0026 0.0224
0.16 0.09 0.04 0.29
Sehingga,
y = -0,0025+0,085x
0.035 0.03
Absorbansi
0.025 0.02 0.015
absorban Linear (absorban)
0.01 0.005 0 0
0.2
0.4
0.6
Konsentrasi Glukosa
Dari persamaan diatas maka dapat dihitung konsentersi glukosa seperti dibawah ini : y = -0,0025+0,085x
X=
Maka (Data Kelompok 10 ( Sampel aci 5 ml)) : Untuk 6 tetes : X =
= 16.26 gr/ml
Untuk 6 tetes : X =
= 22.91 gr/ml
Setelah dilakukan pembuatan kurva maka didapatkan hasi koefisien korelasi yaitu : R= .
nΣxy– (Σx)(Σy) √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
= 3( 0,0224)-(0,8)(0,069) √{3(0,29)-(0,8)2}{3(0,001745)-(0,069) 2}
R= 0,914 Jika dilihat dari nilai koefisien korelasi maka dapat kita Bandingkan nilai koefisien korelasi R2 dengan tabel interpretasi, yaitu hasil dari koefisien korelasi adalah sebesar 0, 914 itu berarti nilainya menunjukan nilai yang sangat kuat karena Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati +1 (positif Satu) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y memiliki Korelasi Linear Positif yang kuat/Erat.
Data Konsenterasi glukosa kel
sampel
Konsentrasi glukosa( gr/mL) 6 tetes
10 tetes
9
Aci
15.78
17.08
10
Aci
16.24
22.97
11
Maizena
12.68
16.35
12
Maizena
11.29
12.13
13
Terigu
8.85
3.44
14
Terigu
14.97
14.13
15
Tepung beras
12.91
8.78
16
Tepung beras
16.38
3.00
Pembahasan Hidrolisis pati enzimatis merupakan suatu proses pemecahan atau penguraian polimer menjadi monomer dengan bantuan enzim dan penambahan katalisator berupa larutan asam. Enzim yang dilakukan dalam pengujian ini adalah enzim α- amilase. Pengujian hidrolisis pati enzimatis ini adalah menggunakan beberapa sampel berupa aci, meizena, terigu, dan juga tepung beras. Pengujian ini dilakukan dengan cara mengukur absobansi pada setiap sampel. Aci, meizena, terigu, dan tepung beras merupakan salah satu contoh dari amilum atau yang sering dikenal dengan istilah pati. Dalam praktikum pengujian hidrolisis pati enzimatis ini sampel yang digunakan berupa amilum seperti aci, meizena, tepung terigu, dan tepung beras. Setiap kelompok melakukan pengujian dengan sampel yang berbeda-beda, namun ada beberapa kelompok yang melakukan pengujian dengan sampel yang sama anmun dengan takaran yang berbeda. Kelompok 10 melakukan uji hidrolisis pati enzimatis dengan sampel berupa aci sebanyak 0,2 gram, mula-mulanya aci dibungkus oleh alumunium foil. Setelah mendapatkan samp[el, kemudian dilakukan pengenceran atau melarutkan sampel berupa aci tersebut sebanyak 5 ml, kemudian menyimpan sampel dalam 2 tabung reaksi yang berbeda pula. Pelarutan ini dilakukan sebagai prosedur awal dalam pengujian sebab proses pengujian hidrolisis pati enzimatis ini dilakukan dalam kondisi cair, pelarutan sampempel ini menggunakan aquades. Setelah sampel dilarutkan maka prosedur selanjutnya yakni penambahan larutan berupa iodine sebanyak 2 tetes, setelah dilakukan penambahan larutan iodi n tersebut maka
didapat hasil dengan perubahan warna yang terjadi pada larutan, mula-mulanya larutan berwarna putih seperti susu kemudian setelah penambahan larutan iodine, warna berubah menjadi biru pekat. Kegiatan yang dilakukan setelah penambahan iodine dan setelah pemanasan adalah penambahan enzim amylase. Penambahan enzim dilakukan pada 2 tabung reaksi dengan tabung reaksi yang berbeda. Pada tabung reaksi pertama ditambahkan 6 tetes enzim amylase dan pada tabung reaksi kedua ditambahkan 10 tetes enzim amylase. Setelah ditambahkan enzim dapat dilihat perubahan yang terjadi, yakni pada tabung reaksi 1 yang ditambahkan enzim amylase 6 tetes, warna berubah tetapi masih berwarna biru pekat, dan pada tabung reaksi kedua yakni sampel yang ditambahkan 10 tetes enzim amylase warna sampel berubah menjadi biru sangat pekat. Kemudian larutan dipanaskan sambil diaduk menggunakan spatula, hal tersebut diperuntukan agar sampel tidak menggumpal. Setelah penambahan enzim amylase dan setelah dipanaskan, lalu sampel didinginkan terlebih dahulu kemudian langkah yang selanjutnya dilakukan adalah proses inkubasi pada sampel tersebut, proses inkubasi ini dilakukan agar larutan sampel tetap stabil dan agar enzim tidak terdenaturasi, inkubasi ini dilakukan selama 10 menit, setelah dilakukakan perlakuan inkubasi dapat dilihat perubahan pada sampel tersebut yakni pada sampel yang diberi 6 tetes enzim amylase terjadi perubahan yakni pada lapiasan tersebut terdapat 2 lapisan dimana pada bagian atas berwarna biru dan pada lapiasan bawah terdapat warna coklat, dan pada sampel yang ditambah enzim amylase 10 tetes didapatkan hasil yaitu pada larutan terdapat 2 lapisan juga dengan bagian atas berwarna biru pekat dan pada lapiasan bawah terdapat warna coklat. Setelah dilakukan proses inkubasi, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah proses pemanasan kembali, proses pemanasan ini dilakukan sampai larutan berbuih atau agak mendidih. Setelah dilakukan pemanasan larutan di amati kembali dan didapatkan hasil yakni pada bagian atas berwarna biru dan pada lapiasan bawah terdapat warna coklat perubahan tidak terlalu signifikan. Pada sampel yang ditambah 10 tetes enzim yang kemudian diinkubasi dan selanjutnya dipanaskan kembali maka dapat diamati yaitu pada larutan terdapat 2 lapisan juga dengan bagian atas berwarna biru pekat dan pada lapiasan bawah terdapat warna coklat perubahan pada larutan ini juga tidak berubah secara signifikan. Setelah proses pemanasan selesai dilakukan maka sampel ditambah aquades dan dihomogenkan menggunakan vortex mixer. Setelah itu sampel diukur aborbansinya menggunakan spektofotometer, pengukuran ini dilakukan dengan cara mnuangkan larutan sampel yang telah dihomogenkan menggunakan vortex mixer kedalam kuvet, kemudian diukur absorbansinya.
Didapatkan hasil dari pengukuran absorbansi dari larutan sampel aci sebaanyak 5 ml, dengan nilai absorbansi sebesar 1,38 untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 6 tetes, dan nilai absorbansi sebesar 1,95 untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 10 tetes. Langkah yang dilakukakan selanjutnya yakni penghitungan konsenterasi glukosa seperti yang telah dijelaskan diatas,dan didapatkan hasil yaitu nilai konsenterasi glukosa sebesar 16.26 gr/ml untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 6 tetes, dan nilai konsenterasi glukosa sebesar 22.91 gr/ml untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 10 tetes. Dan jika kita membandingkan dengan kelompok yang sampel yang sama namun dengan takaran atau ukuran pelarutan yang berbeda maka dapat dilihat bahwa pada prosedur yang dilakukan sampel rata-rata mengalami perubahan yang sama baik secara warna ataupun konsenterasi, namun jika dilihat dari segi nilai absorbansi ternyata memilik perbedaan dalam nilai absorbansi pada kelompok yang menggunakan sampel yang sama namun dengan takaran pelarutan yang berbeda, ternyata nilai absorbansi yang terukur adalah sebesar 1,339 untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 6 tetes, dan nilai absorbansi sebesar 1,455 untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 10 tetes. Langkah yang dilakukakan selanjutnya yakni penghitungan konsenterasi glukosa seperti yang telah dijelaskan diatas,dan didapatkan hasil yaitu nilai konsenterasi glukosa sebesar 15.78 gr/ml untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 6 tetes, dan nilai konsenterasi glukosa sebesar 17.08 gr/ml untuk larutan sampel yang ditambahkan enzim amylase sebanyak 10 tetes. Perbedaan ini wajar terjadi karena beberapa faktor, misalkan faktor-faktor pada saat prosedur percobaan berlangsung, begitu pula dengan kelompok lainnya yang memilik nilai aborbansi yang berbeda beda pula. Dimana perbedaan data tersebut telah dituliskan pada table data aborbansi dan konsenterasi glukosa diatas. Pengujian hidrolisis pati enzimatis ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menyebabkan keberhasilan dalam pengujian. Data yang menyebabkan nilai absorbansi diatas satu adalah warna larutan yang akan diabsorbansi terlalu pekat dikarenakan konsenterasi larutan yang terlalu pekat, hal tersebut dapat disebabkan dari pemberian iodine yang terlalu banyak pada larutan sehingga nilai absorbansinya terlalu tinggi yaitu lebih dari satu. Selain itu juga hal yang dapat menyebabkan nilai absorbansinya terlalu tinggi yaitu pada saat pemanasan pada lrutan, tidak dilakukan pengadukan, atau pengudukan kuarng maksimal, sehingga sampel dalam larutan cepat bergumpal. Faktor lainnya juga yaitu pada saat
pemanasan suhu penangas air yang kurang panas, ataupun pemanasan larutan yang kurang lama, atau juga bias disebakan karena larutan tidak homogen. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan larutan yang telah dihomogenkan tetap berwarna biru pekat sehingga tidak dapat terbaca oleh spektofotometer, atau nilai yang tertera di spektofotometer lebih dari satu atau terlalu besar, jika nilai yang didapatkan dari spektofotometer lebih dari satu maka dapat dikatakan bahwa sampel kurang baik, karena data yang baik untuk larutan ialah jika nilai absorbansi pada larutan tersebut kurang dari satu, namun jika terlalu mendekati nol pun tidak terlalu baik, karena nilai yang terlalu mendekati nol disebabkan karena larutan terlalu encer, jika nilai absorbansinya semakin baik maka konsenterasi glukosa dapat dihitung mendekati keakuratan
KESIMPULAN Jadi kesimpulan yang didapatkan dari praktikum hidrolisis pati enzimatis ini adalah bahwa hidrolisis pati enzimatis merupakan suatu proses pemecahan polimer menjadi monomer dengan bantuan enzim dan penambahan katalisator berupa larutan asam, dan enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh sel-sel organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia. Konsenterasi larutan dapat diketahui dengan mengukur absorbansi larutan oleh spektofotometer. Jika nilai aborbansi dibawah satu maka data semakin akurat, namun jika data diatas satu maka data kurang baik. Data yang menyebabkan nilai absorbansi diatas satu adalah warna larutan yang akan diabsorbansi terlalu pekat dikarenakan konsenterasi larutan yang terlalu pekat, hal tersebut dapat disebabkan dari pemberian iodine yang terlalu banyak pada larutan sehingga nilai absorbansinya terlalu tinggi yaitu lebih dari satu. Selain itu juga hal yang dapat menyebabkan nilai absorbansinya terlalu tinggi yaitu pada saat pemanasan pada lrutan, tidak dilakukan pengadukan, atau pengudukan kuarng maksimal, sehingga sampel dalam larutan cepat bergumpal. Faktor lainnya juga yaitu pada saat pemanasan suhu penangas air yang kurang panas, ataupun pemanasan larutan yang kurang lama, atau juga bias disebakan karena larutan tidak homogen. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan larutan yang telah dihomogenkan tetap berwarna biru pekat sehingga tidak dapat terbaca oleh spektofotometer, atau nilai yang tertera di spektofotometer lebih dari satu atau terlalu besar, jika nilai yang didapatkan dari spektofotometer lebih dari satu maka dapat dikatakan bahwa sampel kurang baik, karena data yang baik untuk larutan ialah jika nilai absorbansi pada larutan tersebut kurang dari satu, namun jika terlalu mendekati nol pun tidak terlalu baik, karena nilai yang terlalu mendekati
nol disebabkan karena larutan terlalu encer, jika nilai absorbansinya semakin baik maka konsenterasi glukosa dapat dihitung mendekati nilai yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA Hart,H, 1987, Kimia Organik, alih bahasa: Sumanir Ahmadi, Erlangga, Jakarta. Poedjiadi,Anna, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta. Winarno, F.G, 1997, Kimia Pangan Dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN