LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN Frekuensi, Kerapatan, Kerapatan, Dominansi dan Indeks Nilai Penting
Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah praktikum ekologi tumbuhan pada program studi Biologi semester IV (empat) tahun ajaran 2013-2014 Dosen pengampu: Astri Yuliawati, M.Si.
Oleh: Cecep Sumarna NIM.1127020006 NIM.1127020006 Kelompok 1 Biologi IV /A Tanggal Praktikum
: 04 April 2014
Tanggal Penggumpulan
: 10 April 2014
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014
Praktikum ke-4 ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN Frekuensi, Kerapatan, Kerapatan, Dominansi dan Indeks Nilai Penting
Tanggal/hari : Jum’at, 4 April 2014 Waktu
: pkl.07.00-11.00 WIB
Tempat
: Arboretum Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang
I.
Pendahuluan 1.1 Tujuan
Mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi dan masyarakat tumbuhan.
1.2 Dasar Teori
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Dari segi floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara random sampling hanya hanya mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman (Marsono, 1977). Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama terutama yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponenya, maupun oleh kombinasi dan struktur sifat-
sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fungsional (Sucipto, 2008). Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983). Mulyana et al. (2005) mengemukakan bahwa struktur suatu vegetasi merupakan organisasi dalam ruang, tegakan, tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan dengan unsur utamanya adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan tumbuhan. Lebih jauh, struktur vegetasi hutan dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu (1) struktur vertikal (stratifikasi berdasarkan lapisan tajuk), (2) struktur horisontal (stratifikasi berdasarkan penyebaran spasial individu suatu jenis dalam populasi), dan (3) kelimpahan jenis. Disamping ketiga komponen tersebut, masih terdapat struktur didalam satuan waktu, yaitu suksesi dan klimaks yang hanya dipusatkan pada struktur spasial yang merupakan struktur yang berhubungan dengan dengan waktu. Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990). Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Tjitrosoepomo, (Tjitr osoepomo, 2002).
Sucipto (2008), menyatakan bahwa luas area tempat pengambilan contoh komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung pada bentuk atau struktur vegetasi tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan luas minimum yang dipakai adalah seluas papaun percontohan diambil harus dapat menggambarkan bentuk vegetasi secara keseluruhan. Percontohan yang diambil dianggap memadai apabila seluruh atau sebagian besar jenis tumbuhan pembentuk vegetasi itu berada dalam vegetasi akan didapatkan suatu luas terkecil yang dapat mewakili vegetasi, kecuali untuk hutan tropika yang sangat sulit ditentukan luas terkecilnya. Luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas tumbuhan atau komunitas tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan disebut luas minimum. Transek adalah penampang melintang atau pandangan samping dari suatu wilayah. Transek merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran informasi kondisi biofisik suatu wilayah kajian. Arti harfiah dari transek itu sendiri adalah gambar irisan muka bumi. Pada awalnya, transek dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati wilayah-wilayah ekologi, yaitu pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan sifat khusus keadaannya (Odum, E. P., 1971). Tujuan dari pembuatan transek, yaitu untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan. Ada dua macam transek: 1. Belt transect (transek sabuk) Belt transek merupakan merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang. Lebar jalur ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan yang sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. Panjang transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya (Kershaw, 1979). 2. Line transect (transek (transek garis) Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada tepat pada garis dicatat jenisnya jenisn ya dan berapa kali terdapat atrau dijumpai. Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
II. Metode Kerja 2.1 Alat dan Bahan Alat
Jumlah
Bahan
Jumlah
Meteran 20-50 meter
1 buah
Area lingkungan
Secukupnya
Kuadrat
5 buah
Tali/kawat/senar
Secukupnya
Paku dan palu
1 buah
Penggaris
1 buah
Catatan
1 buah
Alat tulis
1 buah
2.2 Cara Kerja Metode Belt Transek membuat jalur transek 100 m
membuat plot secara selang-seling dengan dengan ukuran 10x10 meter untuk pohon dan 4x4 meter untuk pancang
mengamati dan dilakuka pencatatan jumlah, jenis dan penutupan tumbuhan
menganalisis frekuensi, kerapata dan kerimbunannya
hasil
III. Hasil Pengamatan dan Pembahasan Pembahasan 3.1 Hasil Pengamatan
Tabel I: gambar hasil pengamatan Gambar
Keterangan
Spesies 1 (mahoni)
Pancang: berada di subplot 1 Pohon: berada di plot 3
Spesies 2 ( Patodea cantalata) cantalata)
Pancang: berada di subplot 1 dan subplot 2
Spesies 3 (daun kupu-kupu)
Pancang: berada di subplot 1 dan 3 Pohon: berada di plot 3
Spesies 4 (Bohinia)
Pancang: berada di subplot 1
Spesies 5
Pancang: berada di subplot 2
Spesies 8
Pohon: berada di plot 1
Spesies 9
Pohon: berada di plot 2 dan plot 3
Spesies 10 (Rukam)
Pohon: berada di plot 2
Spesies 11
Pohon: berada di plot 2
Spesies 12
Pohon: berada di plot 2
Rumus perhitungan frekuensi, kerapatan, dominansi dan indeks nil ai penting (INP):
Frekuensi Mutlak=
Frekuensi Relatif=
Kerapatan Mutlak=
Kerapatan Relatif=
Luas Basal Area=
Dominansi Mutlak=Luas Basal Area×kerapatan mutlak
Dominansi Relatif=
Indeks Nilai Penting= Frekuensi Relatif + Kerapatan Relatif + Dominansi Relatif
Tabel II: hasil perhitungan analisis untuk vegetasi pancang Jumlah individu dan diameter individu setiap
Jumlah
subplot (4x4 m)
Total
Spesies 1
2
3
FM
FR
KM
KR
dt
dr
BA
DM
DR
INP
Individu
2 (diameter: Spesies 1 Mahoni
0,8 cm dan 3 cm)
2
0,33 14,29
0,222
22,2
3,8
1,9
1,49 0,33144
19,1
55,58
2
0,67 28,57
0,222
22,2
2,8
1,4
1,1 0,24422
14,1
64,84
3
0,67 28,57
0,333
33,4
5,9 1,97
1,54 0,51461
29,6
91,62
1
0,33 14,29
0,111
11,1
2,4
2,4
1,88 0,20933
12,1
37,45
cm)
1
0,33 14,29
0,111
11,1
5
5
3,93 0,43611
25,1
50,51
TOTAL
9
2,33
100
1
100
FM
FR
Spesies 2 Patodea 2 Patodea 1 (diameter:
1 (diameter: 2
cantalata
cm)
0,8 cm)
Spesies 3 Daun 1 (diameter:
2 (diameter: 1,3
kupu-kupu
cm dan 2,4 cm)
2,2 cm)
Spesies 4 Bohinia
1 (diameter: 2,4 cm) 1 (diameter: 5
Spesies 5
1,7358
300
Tabel III: hasil perhitungan analisis untuk vegetasi pohon
Jumlah individu dan diameter individu setiap plot
Jumlah
(10x10 m)
Total
Spesies 1
2
3
KM
KR
dt
dr
BA
DM
DR
INP
Individu
1 (diameter: 24
Spesies 1 Mahoni
cm)
Spesies 3 Daun
1 (diameter: 36
kupu-kupu
cm)
1
0,33 12,5
0,1
10
24
24
18,84
1,884 8,0402
30,54
1
0,33 12,5
0,1
10
36
36
28,26
2,826 12,06
34,56
2
0,33 12,5
0,2
20
73
36,5
28,653
5,731 24,456
56,956
2
0,67 25
0,3
20
35
17,5
13,738
4,121 17,588
62,588
1
0,33 12,5
0,1
10
39
39
30,615
3,062 13,065
35,565
2
0,33 12,5
0,2
20
36
18
14,13
2,826 12,06
44,56
2 (diameter: Spesies 8
26 cm dan 47 cm)
Spesies 9
1 (diameter: 18
1 (diameter: 17
cm)
cm)
Spesies 10
1 (diameter: 39
Rukam
cm)
Spesies 11
2 (diameter: 13 cm dan 23 cm)
Tabel III: hasil perhitungan analisis untuk vegetasi pohon
Jumlah individu dan diameter individu setiap plot
Jumlah
(10x10 m)
Total
Spesies 1
2
3
FM
FR
KM
KR
dt
dr
BA
DM
DR
INP
Individu
1 (diameter: 24
Spesies 1 Mahoni
cm)
Spesies 3 Daun
1 (diameter: 36
kupu-kupu
cm)
1
0,33 12,5
0,1
10
24
24
18,84
1,884 8,0402
30,54
1
0,33 12,5
0,1
10
36
36
28,26
2,826 12,06
34,56
2
0,33 12,5
0,2
20
73
36,5
28,653
5,731 24,456
56,956
2
0,67 25
0,3
20
35
17,5
13,738
4,121 17,588
62,588
1
0,33 12,5
0,1
10
39
39
30,615
3,062 13,065
35,565
2
0,33 12,5
0,2
20
36
18
14,13
2,826 12,06
44,56
1
0,33 12,5
0,1
10
38
38
29,83
2,983 12,73
35,23
10
2,67
1
100
23,43
300
2 (diameter: Spesies 8
26 cm dan 47 cm)
Spesies 9
1 (diameter: 18
1 (diameter: 17
cm)
cm)
Spesies 10
1 (diameter: 39
Rukam
cm) 2 (diameter: 13 cm
Spesies 11
dan 23 cm)
Spesies 12
1 (diameter: 38
Meningi
cm) TOTAL
Keterangan: FM: Frekuensi Mutlak FR: Frekuensi Relatif (%) KM: Kerapatan Mutlak/Jenis KR: Kerapatan Relatif (%) dt: diameter total (cm) dr: diameter rat-rata (cm) 2
BA: Luas Basal Area (cm ) DM: Dominansi Mutlak DR: Dominansi Relatif (%) INP: Indeks Nilai Penting
100
Spesies 12
1 (diameter: 38
Meningi
cm) TOTAL
1
0,33 12,5
0,1
10
10
2,67
1
100
100
38
Keterangan: FM: Frekuensi Mutlak FR: Frekuensi Relatif (%) KM: Kerapatan Mutlak/Jenis KR: Kerapatan Relatif (%) dt: diameter total (cm) dr: diameter rat-rata (cm) 2
BA: Luas Basal Area (cm ) DM: Dominansi Mutlak DR: Dominansi Relatif (%) INP: Indeks Nilai Penting
Grafik Perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) Setiap Pancang 100 90 80 s k 70 e d 60 n I 50 a k 40 g n A 30 20 10 0
91.62
64.84 55.58
50.51 INP
37.45
Spesies 1 Mahoni Mahoni Spesies Spesies 2 Patodea Spesies 3 Daun cantalata kupu-kupu
S pe pe si si es es 4 Bo Bo hi hi ni ni a
S pe pe si si es es 5
Pancang
Grafik Perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) Setiap Pohon 70 60 s k 50 e d 40 n I a 30 k g n20 A 10 0
56.95
62.58 44.56
30.54
35.56
34.56
35.23 INP
Spesies 1 Mahoni
Spesies 3 daun kupukupu
Spesies 8
Spesies 9
Pohon
Spesies 10 Rukam
Spes Spesie iess 11
Spes Spesie iess 12 Meningi
38
29,83
2,983 12,73
35,23
23,43
300
Grafik Perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) Setiap Pancang 100 90 80 s k 70 e d 60 n I 50 a k 40 g n A 30 20 10 0
91.62
64.84 55.58
50.51 INP
37.45
Spesies 1 Mahoni Mahoni Spesies Spesies 2 Patodea Spesies 3 Daun cantalata kupu-kupu
S pe pe si si es es 4 Bo Bo hi hi ni ni a
S pe pe si si es es 5
Pancang
Grafik Perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) Setiap Pohon 70 60 s k 50 e d 40 n I a 30 k g n20 A 10 0
56.95
62.58 44.56
30.54
35.56
34.56
35.23 INP
Spesies 1 Mahoni
Spesies 3 daun kupukupu
Spesies 8
Spesies 9
Spesies 10 Rukam
Spes Spesie iess 11
Spes Spesie iess 12 Meningi
Pohon
3.2 Pembahasan
Pada praktikum analisis vegetasi ini dilakukan di Arboretum Universitas Padjadjaran, Jatinangor, pada hari Jum’at Jum’at 4 April 2014. 2014. Adapun metode yang digunakan adalah metode Belt Transek dimana transek sepanjang 100 meter dan dibuat plot berukuran 20×20 meter secara berselang-seling, setiap plot dibuat subplot untuk pengamatan semai sebesar 2×2 meter, pancang plot berukun 5×5 meter, tiang pada plot berukuran 10×10 meter dan pohon dengan plot terbesar yaitu 20×20 meter. Namun dikarenakan keterbatasan waktu dan kurangnya lahan pengamatan serta vegetasi pohon dan tiang yang kurang mengakibatkan adanya perubahan metode, ukuran transek hanya 30 meter, dibuat 3 buah plot ukuran 10×10 meter untuk pengamatan tiang dan pohon, kemudian subplot pengamatan pancang berukuran 4×4 meter tanpa adanya pengamatan untuk vegetasi semai. Pengelompokkan pancang dan pohon hanya berdasarkan diameter batang sejajar dada, dimana diameter pancang < 10 cm dan diameter pohon > 10 cm, data
3.2 Pembahasan
Pada praktikum analisis vegetasi ini dilakukan di Arboretum Universitas Padjadjaran, Jatinangor, pada hari Jum’at Jum’at 4 April 2014. 2014. Adapun metode yang digunakan adalah metode Belt Transek dimana transek sepanjang 100 meter dan dibuat plot berukuran 20×20 meter secara berselang-seling, setiap plot dibuat subplot untuk pengamatan semai sebesar 2×2 meter, pancang plot berukun 5×5 meter, tiang pada plot berukuran 10×10 meter dan pohon dengan plot terbesar yaitu 20×20 meter. Namun dikarenakan keterbatasan waktu dan kurangnya lahan pengamatan serta vegetasi pohon dan tiang yang kurang mengakibatkan adanya perubahan metode, ukuran transek hanya 30 meter, dibuat 3 buah plot ukuran 10×10 meter untuk pengamatan tiang dan pohon, kemudian subplot pengamatan pancang berukuran 4×4 meter tanpa adanya pengamatan untuk vegetasi semai. Pengelompokkan pancang dan pohon hanya berdasarkan diameter batang sejajar dada, dimana diameter pancang < 10 cm dan diameter pohon > 10 cm, data pengamatan yang harus ada mencakup jumlah spesies dan individu, serta diameter masig-masing individu. Sucipto (2008), menyatakan bahwa luas area tempat pengambilan contoh komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung pada bentuk atau struktur vegetasi tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan luas minimum yang dipakai adalah seluas papaun percontohan diambil harus dapat menggambarkan bentuk vegetasi secara keseluruhan. Pada tabel 1 menunjukkan gambar hasil pengamatan dalam metode Belt Transek ini. Dalam 3 plot pangamatan, terdapat 10 spesies teridentifikasi, dengan jumlah vegetasi pancang sebanyak 5 spesies dan vegetasi pohon sebanyak 8 spesies, 3 spesies tambahan pada vegetasi pohon merupakan spesies yang juga terdapat pada vegetasi pancang. Dari 10 spesies yang ditemukan, hanya 6 spesies yang berhasil diketahui jenisnya, sisanya diberikan identitas dengan variabel angka. Namun dikarenakan adanya human error , sehingga urutan variabel yang tidak berurutan.
Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi frekuensi mutlak dan relatif setiap spesies, kerapatan mutlak dan relatif setiap spesies, luas basal area setiap spesies, dominansi mutlak dan relatif setiap spesies dan indeks nilai penting (INP) setiap spesies. Pada tabel perhitungan II ditujukan terhadap vegetasi pancang dalam area pengamatan, frekuensi relatif terdapat pada spesies 2 ( Potadea Potadea cantalata) cantalata) dan spesies 3 (daun kupu-kupu) dengan nilai 28,57%. Kerapatan relatif tertinggi berasal dari spesies 3 dengan nilai 33,4%. Luas basal area terbesar adalah spesies 5 yang memiliki diameter 5 cm dengan luas basal 3,93 cm2. Dominansi relatif terbesar adalah spesies 3 dengan nilai 29,6%. Untuk vegetasi pohon pada 3 plot pengamatan, frekuensi relatif terbesar adalah pada spesies 9 dengan nilai 25%, berbeda dengan kerapatan relatif terbesar yang dimiliki oleh 3 spesies sekaligus, yaitu spesies 8, 9 dan 11 dengan nilai 20%. Luas basal area terbesar adalah spesies 10 (rukam) yang memiliki diameter ratarata 39 cm memiliki luas basal 30,61 cm 2. luas basal ini mempengaruhi terhadap dominansi relatif, dominansi terbesar dimiliki oleh spesies 8 dengan nilai 24,45%. Indeks nilai penting (INP) merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominansi) yang telah diukur sebelumnya. Pada grafik yang ditunjukkan, INP terbesar pada vegetasi pancang adalah spesies 3 (daun kupu-kupu) dengan nilai 91,62. Sementara untuk INP terbesar pada vegetasi pohon adalah spesies 9 dengan nilai indeks 62,58. Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000), Indeks Nilai Penting (INP) merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan spesies yang bersangkutan dalam komunitasnya komunitasnya atau pada lokasi penelitian.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa vegetasi pancang di daerah pengamatan Arboretum Arboretum UNPAD Jatinangor yang memiliki peranan terbesar dalam komunitasnya adalah daun kupu-kupu, sementara untuk vegetasi pohon adalah pohon spesies 9.
Daftar Pustaka
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Oxford: Blackwell Scientific Publications. Kershaw, K.A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. Ecology . London: Edward Arnold Publishers. Marsono,
D.
1977. Diskripsi 1977. Diskripsi
Vegetasi
dan
Tipe-tipe
Vegetasi
Tropika. Tropika.
Yogyakarta: Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Mulyana, M., T.Hardjanto dan G.Hardiansyah. 2005. Membangun Hutan Tanaman, Meranti, Membedah Mitos Kegagalan Melanggengkan Tradisi Pengusahaan Hutan. Hutan. Tangerang: Tangerang: Wana Aksara Serpong. Odum, E. P., 1971. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press. Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Tumbuhan. Malang: JICA. Sucipto, Hariyanto. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga (Airlangga Press). Sundarapandian, SM. and P.S. Swamy. 2000. Forest ecosystem structure and composition along an altitudinal gradient in the Western Ghats, South India. Journal India. Journal of Tropical Forest Science. Vol.12 no.(1): ISSN 104-123. Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan Tumbuhan.. Bandung: ITB. Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan. Tumbuhan . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.