57
64
65
72
25
63
47
59
43
57
67
19
2
LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI
DI PT ANUGRAH ANALISIS SEMPURNA
Oleh
Muhammad Ariq Alwan Winata
NIS. 11.57.07079
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri
Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK
Bogor
2015
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Disetujui dan disahkan oleh:
Disetujui oleh:
Slamet Tri Ariyanto, S.Si. Nur Zamilah, S.Si.
NIP NIP 19800919 200312 2 005
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Disahkan oleh
Dra. Hadiati Agustine
NIP 19570817 198103 2 002
Kepala Sekolah SMK - SMAK Bogor
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya berupa kekuatan lahir maupun batin serta semangat pada penyusun sehingga dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Industri ini tepat pada waktunya. Penyusun menyajikan hasil seluruh kegiatan yang telah dilakukan selama masa kegiatan Praktik Kerja Industri dan juga dilengkapi dengan sejarah singkat dari institusi terkait.
Laporan yang berjudul Laporan Praktik Kerja Industri, merupakan salah satu syarat kelulusan pada semester VIII tahun ajaran 2014/2015 Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor. Isi laporan ini meliputi kegiatan penyusun yang dilakukan di laboratorium kimia PT Anugrah Analisis Sempurna Cimanggis Depok yang dilaksanakan mulai tanggal 3 November 2014 sampai 28 Februari 2015. Selama melakukan Praktik Kerja Industri, penyusun mendapatkan banyak sekali pengalaman kerja. Akan tetapi, laporan ini lebih menekankan pada Analisis Pengujian Residu Aflatoksin Total pada Kacang Tanah secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Selama penulisan laporan, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Atas selesainya laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Hadiati Agustine, selaku Kepala Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor.
2. Ibu Annie Susilowati selaku Manager Puncak PT Anugrah Analisis Sempurna.
3. Ibu Amilia Sri Ghani selaku Wakil Kepala SMK-SMAK Bogor bidang Hubungan Kerja Industri.
4. Bapak Sonly H. Saragih selaku Manajer Laboratorium PT Anugrah Analisis Sempurna.
5. Bapak Slamet Tri Ariyanto selaku Penyelia Laboratorium Kimia PT Anugrah Analisis Sempurna.
6. Ibu Nur Jamilah selaku pembimbing sekolah.
7. Kakak-kakak yang selalu memberikan arahan, masukan, dan ilmu saat di laboratorium : Tama, Deris, Yuli, Weidha, Ilva, Putri, Hadi, Evita, Runni, Azzam, Febri, Dita, Nurfaida, Dewi serta semua pihak PT Anugrah Analisis Sempurna yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
8. Staf dan guru SMK-SMAK Bogor.
9. Ayah, ibu, dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan saran dalam segala bentuk, abstrak dan konkrit.
10. Teman-teman seperjuangan di PT Anugrah Analisis Sempurna. yaitu Fadlil, Kania, dan Fifi
11. Sahabat Karib Farlan, Dhiya, Mutia, Faiz, Dede, Luki, Jenny, Dea, Icha, Madhan, Yoga, Virgi, Udin.
12. Seluruh pihak yang sudah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Amin.
Depok, Maret 2015 Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Prakerin 2
C. Tujuan Penulisan Laporan 3
BAB II 5
INSTITUSI PRAKERIN 5
A. Sejarah Singkat PT AAS Laboratory 5
B. Gambaran Umum Perusahaan 5
C. Visi, Misi dan Strategi 7
D. Struktur Organisasi 7
E. Disiplin Kerja 15
F. Administrasi Laboratorium 15
G. Sistem Jaminan Mutu Laboratorium 17
BAB III 20
KEGIATAN DI LABORATORIUM 20
A. Tinjauan Pustaka 20
1. Kacang Tanah 20
2. Aflatoksin 23
3. Sumber Aflatoksin 24
4. Macam, Sifat, dan Struktur Aflatoksin 26
5. Daya Racun Aflatoksin 28
6. Kromatografi 30
B. Jaminan Mutu Pengujian 40
1. Umum (ISO/IEC 17025) 40
2. Jaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pengujian 40
C. Metode Analisis 44
1. Dasar 44
2. Tujuan 44
3. Alat dan Bahan 44
4. Cara Kerja 45
BAB IV 47
PEMBAHASAN 47
A. Hasil dan Data Analisis 47
B. Pembahasan 50
BAB V 57
KESIMPULAN DAN SARAN 57
A. Kesimpulan 57
B. Saran 58
DAFTAR PUSTAKA 59
LAMPIRAN 61
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persyaratan Kompetensi Lab Uji sesuai ISO/IEC 17025:2008 18
Tabel 2. Gizi kacang tanah dalam 100 g 22
Tabel 3. Beberapa sifat fisika aflatoksin 28
Tabel 4. Nilai LD50 Aflatoksin B1, pada beberapa Spesies Hewan 29
Tabel 5. Persyaratan nilai recovery Berdasarkan AOAC Peer Verified Method Program 43
Tabel 6. Hasil Uji Jangkauan Kerja Linear 47
Tabel 7. Data Sampel 48
Tabel 8. Kadar Sampel 48
Tabel 9. Data Kontrol Sampel 49
Tabel 10. Hasil Koefisen Korelasi Standar Aflatoksin 51
Tabel 11. Nilai %RPD pada Kontrol Sampel 52
Tabel 12. Nilai %RPD pada sampel 52
Tabel 13. Nilai %Recovery pada Kontrol Sampel 53
Tabel 14. Batas Toleransi Aflatoksin pada Pangan 55
Tabel 15. Komposisi Standar induk Error! Bookmark not defined.
Tabel 16. Data konsentrasi (ppb) sampel kacang tanah 67
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Logo PT Anugrah Analisis Sempurna 6
Gambar 2. Tumbuhan Kacang Tanah Varietas Holle dan Scheffer. 20
Gambar 3. Aspergillus flavus 25
Gambar 4. Struktur Aflatoksin B1, G1, B2, G2 26
Gambar 5. Struktur Bifuran dan Kumarin 27
Gambar 6. Mekanisme Pemisahan pada KCKT 33
Gambar 7. Botol Fase Gerak 35
Gambar 8. Skema Injeksi menggunakan Katup 37
Gambar 9. Kolom pada KCKT 37
Gambar 10. Skema Detektor Fluoresense 39
Gambar 11. Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 39
Gambar 12. Grafik Pengawasan Mutu (Control Chart) 42
Gambar 13. Kurva Linearitas AFB1 dan AFB2 47
Gambar 14. Kurva Linearitas AFG1 dan AFG2 47
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam dunia industri, ilmu kimia memiliki peranan penting. Selain sebagai ilmu terapan di dunia industri, kimia juga digunakan dalam bidang analisis, sehingga diharapkan dengan penerapan ilmu kimia dalam dunia industri, akan berdampak langsung pada produk barang maupun jasa yang dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitasnya, karena ilmu kimia berperan penting di dunia kerja maka tenaga kerja yang berperan khususnya di bidang kimia sangat dibutuhkan. Terutama tenaga kerja yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan potensi akan mewujudkan harapan dunia industri saat ini.
Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor merupakan salah satu sekolah SMK yang berada di bawah pembinaan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, sehingga sebagai sekolah kejuruan bidang analisis kimia, maka SMK-SMAK Bogor diharapkan dapat menghasilkan lulusan analis kimia yang kompeten dan terampil dalam memenuhi tuntutan dunia kerja dan industri.
Seperti halnya sekolah menengah kejuruan lainnya, Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Bogor mempunyai visi dan mengemban misi sebagai berikut.
VISI
Menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Analisis Kimia Nasional bertaraf internasional yang menghasilkan lulusan profesional dan bermartabat.
MISI
Melaksanakan pendidikan kejuruan analisis kimia yang berkualitas mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha dan dunia industri baik tingkat nasional maupun internasional.
Meningkatkan kemitraan nasional dan membina kemitraaan internasional.
Membina dan menyelenggarakan fungsi sosial dan kemasyarakatan
Pendidikan kejuruan mempunyai orientasi mempersiapkan lulusannya untuk menjadi tenaga kerja siap pakai dalam dunia industri atau instansi lain yang berhubungan dengan bidangnya. Sehubungan dengan hal itu, maka dunia pendidikan kejuruan mengadakan kerjasama dengan dunia industri untuk memperkenalkan segala kegiatan dunia industri kepada setiap siswanya melalui program Praktik Kerja Industri (Prakerin).
Kerjasama antara dunia industri dan sekolah perlu dijalin demi kebaikan kedua belah pihak tersebut. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah menyediakan fasilitas belajar dengan teknologi dalam batas-batas tertentu. Maka untuk mengatasi keterbatasan teknologi yang digunakan di sekolah, perlu diadakan studi tentang teknologi di dunia kerja. Adapun bagi dunia industri, karyawan yang telah terampil dan siap menghadapi tantangan dan persaingan dalam dunia kerja sangat diharapkan. Sehingga suatu program pelatihan kerja sangat dibutuhkan bagi sekolah maupun dunia industri. Dalam hal ini, pelatihan kerja tersebut dikenal dengan Praktik Kerja Industri (Prakerin).
Dalam Program ini penyusun mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan Prakerin selama 4 bulan, yaitu terhitung mulai tanggal 3 November 2014 hingga tanggal 28 Februari 2015 di PT Anugrah Analisis Sempurna (AAS).
Tujuan Prakerin
Pengetahuan dan keterampilan yang menjurus pada satu bidang pekerjaan yang diperoleh melalui pendidikan kejuruan secara khusus memerlukan suatu media yang bersifat melatih. Salah satu bentuk nyata dari pelatihan tersebut yaitu dengan kegiatan Praktik Kerja Industri (Prakerin).
SMK-SMAK Bogor sebagai salah satu unit pendidikan yang bernaung di bawah pembinaan Kementerian Perindustrian, bertugas untuk menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga menengah yang terampil dalam bidang analisis kimia khususnya, sehingga diharapkan jika siswa-siswi terjun ke masyarakat dan terjun pada bidang yang sesuai dengan program studi kejuruannya, tidak lagi menemui kesulitan yang mendasar.
Secara umum Praktik Kerja Industri (Prakerin), dilaksanakan untuk menerapkan pengetahuan yang diterima selama belajar di sekolah, menambah pengetahuan serta pengenalan lingkungan kerja di industri.
Adapun tujuan yang harus dicapai dari kegiatan Prakerin ini adalah:
Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan siswa/i sebagai bekal kerja yang sesuai dengan program studi kimia analisis.
Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap profesional siswa/i dalam rangka memasuki lapangan kerja.
Meningkatkan wawasan siswa/i pada aspek-aspek yang potensial dalam dunia kerja, antara lain: struktur organisasi, disiplin, lingkungan dalam sistem kerja, tatakrama.
Meningkatkan pengetahuan siswa/i dalam hal penggunaan instrumen kimia analisis yang lebih modern dan terbarukan, dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia di sekolah.
Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan mengembangkan pendidikan di SMK Analis Kimia Bogor (SMAKBo).
Tujuan Penulisan Laporan
Sebagai tugas akhir dari Praktik Kerja Industri (Prakerin), siswa/i wajib membuat suatu laporan akhir lengkap yang meliputi semua kegiatan selama Praktik Kerja Industri (Prakerin). Laporan ini akan dipresentasikan pada saat ujian lisan sebagai bahan pertanggungjawaban siswa/i selama kegiatan tersebut. Berikut adalah beberapa tujuan pembuatan laporan.
Memantapkan siswa dalam pengembangan dan penerapan pelajaran dari sekolah di institusi tempat Praktik Kerja Industri (Prakerin).
Siswa mampu mencari alternatif dalam pemecahan masalah analisis secara mendalam (seperti yang terungkap dalam laporan Praktik Kerja Industri yang dibuat).
Mengumpulkan data yang telah diperoleh sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk laporan dan memberikan simpulan dari data hasil analisis tersebut.
Menambah koleksi pustaka di perpustakaan sekolah maupun di institusi prakerin sehingga dapat menambah pengetahuan, baik bagi penulis maupun para pembaca.
BAB II
INSTITUSI PRAKERIN
Sejarah Singkat PT AAS Laboratory
PT. Anugrah Analisis Sempurna (AAS) Laboratory merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Saraswanti Group. PT. AAS Laboratory merupakan laboratorium pengujian yang telah berdiri sejak tanggal 9 Desember 2009 di Jakarta, sesuai dengan Akta Notaris Nyoman Kamajaya, SH No. 2 serta Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-62017.AH.01.01 Tahun 2009 tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan dengan Daftar Perseroan nomor AHU-0084928.AH.01.09 Tahun 2009 tanggal 21 Desember 2009.
Sejak Berdiri pada tahun 2009 hingga tahun 2014 PT. AAS Laboratory beralamat di Jl. RC. Veteran Raya No. 08 Bintaro, Jakarta Selatan. Mulai Awal tahun 2015 hingga sekarang PT. AAS Laboratory beralamat di Jl. Raya Jakarta Bogor KM. 37 RT 005/04 Kelurahan Suka maju, Kecamatan Cilodong, Depok. Dikelola dengan menerapkan sepenuhnya sistem manajemen mutu sesuai dengan ISO/SNI 17025:2008 dan sudah terakreditasi oleh KAN dengan nomor Laboratorium Penguji LP-565-IDN. Selain itu PT. AAS Laboratory telah mengikuti standar internasional dan lolos uji profisiensi yang diselenggarakan oleh FAPAS di Inggris. Dengan demikian hasil analisis PT. AAS Laboratory mempunyai ketelusuran yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Gambaran Umum Perusahaan
PT. Anugrah Analisis Sempurna (AAS Laboratory) berdiri pada tanggal 9 Desember 2009 dan mulai beroperasi pada tanggal 5 juni 2010. Kantor AAS Laboratory berdudukan di Depok dengan:
Alamat : Jl. Raya Jakarta Bogor KM. 37, Depok
No.Telepon : 021-29629393/29629394/29629395
No. Faks : 021-29629393/29629394/29629395
E-mail :
[email protected]
Website : www.aaslaboratory.com
Gambar 1. Logo PT Anugrah Analisis SempurnaGambar 1. Logo PT Anugrah Analisis Sempurna
Gambar 1. Logo PT Anugrah Analisis Sempurna
Gambar 1. Logo PT Anugrah Analisis Sempurna
PT Anugrah Analisis Sempurna atau AAS Laboratory, merupakan laboratorium independen yang mempunyai fokus utama dalam bidang jasa analisis untuk parameter-parameter: yaitu keamanan pangan (food safety), validasi metode pengembangan produk farmasi atau sejenisnya, lingkungan, dan kesehatan lingkungan kerja (industrial hygiene) serta biomonitoring.
Hal tersebut menjadikan AASLab sebagai One Line Laboratory Services yang terintegrasi dalam satu pintu pelayanan dan sebagai salah satu laboratorium yang dikenal dengan kredibilitas meyakinkan serta sungguh-sungguh berorientasi memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
AASLab juga membangun jejaring dengan sesama laboratorium sejenis di dalam negeri, baik yang dikelola oleh swasta nasional/internasional, maupun laboratorium riset lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Di samping itu, AASLab juga membangun jejaring dengan Gabungan Asosiasi Perusahaan Makanan & Minuman Indonesia (GAPMMI), Gabungan Perusahaan Farmasi (GPF), dan Asosiasi Laboratorium Penguji Indonesia (ALPI) serta beberapa asosiasi terkait.
Harapan ke depan adalah AASLab dapat menjalankan kompetensinya dengan baik dan mampu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dari berbagai latar yang beragam, guna membantu penyelesaian permasalahan yang ada sesuai dengan kompetensi dari AAS Laboratory.
Visi, Misi dan Strategi
Visi dari PT. Anugrah Analisis Sempurna adalah menjadi "Intergrated Enviro-Food-Pharmacy Laboratory Services" yang Independen, memiliki Integritas dan Kredibilitas Tinggi serta Professional.
Misi dari PT. Anugrah Analisis Sempurna adalah :
Menjadi salah satu perusahaan penyedia Jasa Analisis Laboratorium rujukan yang diakui secara Nasional dan Internasional.
Memberikan Nilai Lebih kepada mitra AASLab melalui hasil jasa analisis yang berkualitas dan sumber daya manusia yang berkompeten dibidangnya.
Strategi yang diterapkan oleh PT. Anugrah Analisis Sempurna antara lain:
Teliti: Memiliki Akurasi dan Presisi Tinggi dari Hasil analisis yang dilakukan.
Pengukuran: Memakai Metode Analisis yang diakui secara Nasional dan Internasional.
Intergritas: Memiliki Integritas tinggi bagi semua stakeholders AAS Laboratory.
Tidak ada kompromi: Menyajikan hasil analisis tanpa pengaruh pihak manapun.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah susunan hubungan antara karyawan dan aktifitas satu sama lain serta terhadap keseluruhan, pertanggungjawaban, wewenang, melalui tujuan perusahaan pada pencapaian sasarannya. Uraian tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing bagian berdasarkan struktur organisasi pada PT Anugrah Analisis Sempurna secara umum dapat dilihat sebagai berikut:
Manajer Puncak
Manajer puncak merupakan pucuk pimpinan laboratorium PT Anugrah Analisis Sempurna yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan laboratorium serta memimpin organisasi untuk mencapai tingkat prestasi yang paling baik.
Kepemimpinan organisasi laboratorium, manajer puncak dibantu oleh para manajer. Manajer puncak mempunyai wewenang membuat keputusan terhadap kebijakan maupun sumber daya laboratorium untuk mencapai mutu data pengujian sesuai kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Manajer puncak mempunyai tugas sebagai berikut:
Menetapkan dan mengesahkan panduan mutu laboratorium.
Menyelenggarakan kaji ulang sistem manajemen mutu laboratorium minimal 12 bulan satu kali.
Membuat perencanaan pengembangan bisnis berkaitan dengan laboratorium.
Menjamin implementasi, pemeliharaan dan peningkatan atau penyempurnaan sistem manajemen mutu.
Mengidentifikasi kejadian penyimpangan dari sistem manajemen dan memulai tindakan untuk mencegah dan meminimalkan penyimpangan tersebut.
Memberikan delegasi kepada manajer terkait, apabila berhalangan.
Manajer Mutu
Manajer mutu adalah personil yang mempunyai akses langsung ke manajer puncak serta memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk memastikan bahwa sistem manajemen mutu yang sesuai dengan ruang lingkup kegiatan laboratorium dikomunikasikan, dimengerti, diterapkan dan dipelihara oleh seluruh personil pada semua tingkatan organisasi laboratorium dalam setiap waktu. Manajer mutu mempunyai tugas sebagai berikut:
Merencanakan, mengkoordinir dan mengevaluasi penyusunan serta melakukan kaji ulang dokumentasi sistem manajemen mutu laboratorium.
Menetapkan dan mengesahkan dokumen sistem manajemen mutu kecuali panduan mutu.
Merencanakan, mengkoordinasi, dan mengevaluasi pelaksanaan program audit internal laboratorium terhadap semua elemen sistem manajemen mutu termasuk kegiatan pengujian.
Apabila diperlukan, melaksanakan kaji ulang terhadap temuan ketidaksesuaian dan rekomendasi tindakan perbaikan yang dilakukan oleh Tim Audit Internal dalam pelaksanaan program audit internal.
Melaksanakan audit tindak lanjut untuk memverifikasi penerapan dan efektifitas tindakan perbaikan yang dilakukan oleh audit, apabila diperlukan.
Memberikan delegasi kepada manajer terkait, apabila berhalangan.
Manajer Laboratorium
Manajer laboratorium bertanggung jawab kepada manajer puncak atas semua aspek operasional teknis dan kelengkapan sumber daya yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa mutu data hasil pengujian tercapai sesuai kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Manajer laboratorium mempunyai tugas, sebagai berikut:
Merencanakan mengkoordinir dan mengevaluasi kegiatan pengujian baik di lapangan maupun di laboratorium.
Mengkoordinasi penerapan jaminan mutu dan pengendalian mutu (QA/QC) untuk semua jenis pengujian.
Melakukan validasi data hasil pengujian.
Memilih dan menentukan subkontraktor laboratorium.
Menandatangani laporan hasil pengujian.
Melakukan penelusuran terhadap pengaduan/keluhan dari pelanggan yang berkaitan dengan mutu data hasil pengujian.
Melakukan kaji ulang permintaan,dan kontrak.
Melaksanakan pengawasan yang cukup terhadap penyelia maupun analisis.
Merencanakan, menyusun dan mengevaluasi program kalibrasi dan perawatan peralatan laboratorium.
Menentukan laboratorim kalibrasi yang kompeten untuk melaksanakan kalibrasi peralatan.
Mengidentifikasi kejadian penyimpangan dari prosedur untuk melaksanakan pengujian dan memulai tindakan untuk mencegah atau meminimalkan penyimpangan tersebut.
Memberikan delegasi kepada penyelia laboratorium apabila berhalangan.
Manajer Umum
Manajer umum bertanggung jawab kepada Manajer puncak dalam hal merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi semua aspek yang berkaitan dengan pengembangan personil serta pemeliharaan peralatan dan fasilitas laboratorium.
Manajer umum mempunyai tugas, sebagai berikut:
Menjamin bahwa akomodasi dan kondisi lingkungan pengujian harus memungkinkan untuk dapat melakukan pengujian dengan benar.
Berkoordinasi dengan personil terkait di laboratorium untuk menentukan jenis pelatihan bagi seluruh personil laboratorium.
Menjamin bahwa semua personil mempunyai kualifikasi yang cukup untuk melaksanakan tugas sesuai dengan uraian kerjanya.
Memelihara rekaman kualifikasi seluruh personil laboratorium.
Memberikan delegasi kepada personil yang menjadi tanggung jawabnya, apabila berhalangan.
Menjamin pengelolaan kerumah-tanggaan laboratorium dapat terlaksana secara optimal.
Manajer Pemasaran
Manajer pemasaran bertanggung jawab kepada manajer puncak dalam hal merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi semua aspek yang berkaitan dengan pemasaran, administrasi penerimaan contoh uji serta laporan hasil pengujian. Manajer pemasaran mempunyai tugas, sebagai berikut:
Mengembangkan dan menerapkan strategi pemasaran baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan promosi.
Menyelesaikan semua administrasi yang dibutuhkan antara laboratorium dengan pihak lain serta memelihara dokumen administrasi laboratorium.
Bertanggung jawab atas penerimaan contoh uji, pemindahan data hasil pengujian ke dalam format laporan hasil pengujian dan menyampaikan laporan hasil pengujian kepada pelanggan.
Melindungi kerahasiaan informasi dan hak kepemilikan pelanggan sesuai prosedur pelaksanaan.
Menerima pengaduan/keluhan termasuk keluhan umpan balik pelanggan dan berkoordinasi dengan manajer terkait untuk menyelesaikannya.
Memberikan delegasi kepada personil yang menjadi tanggung jawabnya, apabila berhalangan.
Manajer Keuangan
Manajer keuangan bertanggung jawab kepada manajer puncak dalam hal merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi semua aspek yang berkaitan dengan keuangan. Manajer keuangan mempunyai tugas, sebagai berikut:
Menyelesaikan semua aspek yang berkaitan dengan keuangan baik untuk pihak dalam maupun pihak luar termasuk sistem penggajian personil laboratorium.
Membuat laporan keuangan tahunan.
Merencanakan dan melaksanakan pengadaan peralatan, instrumentasi, bahan kimia, bahan habis pakai, serta perlengkapan laboratorium lainnya.
Bersama-sama dengan manajer laboratorium melakukan pemeriksaan atau memverifikasi barang atau peralatan yang telah dibeli sebelum digunakan.
Mengevaluasi dan memelihara rekaman pemasok yang digunakan.
Memberikan delegasi kepada personil yang menjadi tanggung jawabnya, apabila berhalangan.
Pengendali Dokumen
Pengendali dokumen bertanggung jawab kepada manajer mutu dalam hal mengendalikan seluruh dokumentasi sistem manajemen mutu yang diterapkan di laboratorium. Pengendali dokumen mempunyai tugas, sebagai berikut:
Memelihara dan mengendalikan dokumentasi sistem manajemen mutu baik dalam bentuk cetakan maupun elektronik serta mendistribusikannya kepada personil laboratorium yang tepat.
Menjamin bahwa dokumen yang digunakan oleh seluruh personil laboratorium adalah dokumen mutakhir.
Memusnahkan dokumen laboratorium yang sudah kadaluarsa.
Memelihara sistem computer yang meliputi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan di laboratorium termasuk sistem keamanan, surat elektronik, dan cetakan.
Tim Audit Intenal
Tim audit internal bertanggung jawab kepada manajer mutu dalam hal pelaksanaan audit internal laboratorium. Tim audit internal mempunyai tugas, sebagai berikut:
Menyiapkan dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan Audit Internal.
Melaksanakan audit internal laboratorium.
Melaporkan hasil kegiatan audit internal termasuk temuan ketidaksesuaian ke manajer mutu.
Penyelia Laboratorium
Penyelia laboratorium bertanggung jawab kepada manajer laboratorium dalam pelaksanaan pengujian di laboratorium. Penyelia laboratorium mempunyai tugas sebagai berikut:
Mengkoordinasikan dan mengawasi penerapan jaminan mutu dan pengendalian mutu (QA/QC) sesuai metode yang digunakan untuk semua jenis pengujian yang dilakukan oleh analisis.
Melakukan verifikasi terhadap data hasil pengujian.
Meminimalisasi penyimpangan yang dapat mengakibatkan menurunnya mutu data hasil pengujian di laboratorium dan melakukan tindakan perbaikan apabila ditemukan ketidaksesuaian.
Bertanggung jawab melaksanakan pengujian ulang terhadap retained sample jika ada keluhan dari pelanggan, apabila memungkinkan.
Melakukan penyelia yang memadai kepada maksimum 5 analis.
Melakukan pelatihan dan mengembangkan profesionalisme analis sehingga mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas sesuai urutan kerjanya.
Memantau, mengendalikan, dan merekam kondisi lingkungan pengujian.
Menunjuk analis senior yang menjadi tanggung jawabnya, apabila berhalangan.
Penyelia Pengambil Contoh
Penyelia pengambil contoh bertanggung jawab kepada manajer laboratorium dalam hal pelaksanaan pengambilan contoh uji. Penyelia pengambil contoh mempunyai tugas sebagai berikut:
Membuat perencanaan pengambilan contoh uji dan melaksanakan Good Sampling Practice.
Mengkoordinasikan dan mengawasi penerapan jaminan mutu dan pengendalian mutu (QA/QC) di lapangan.
Meminimasi penyimpangan yang dapat mengakibatkan menurunnya mutu data di lapangan dan tindakan perbaikan apabila ditemukan ketidaksesuaian.
Melakukan penyelia yang memadai kepada maksimum lima petugas pengambil contoh uji.
Mengadakan pelatihan dan mengembangkan profesionalisme petugas pengambil contoh uji sehingga mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas sesuai urutan kerjanya.
Menunjuk petugas pengambil contoh uji senior yang menjadi tanggung jawabnya, apabila berhalangan.
Prosedur Sistem Berjalan
Prosedur pengolahan data uji laboratorium pada PT Anugrah Analisis Sempurna adalah menyangkut tentang penerimaan sampel, pengujian analisa/sampel, pembuatan laporan hasil uji, bagian keuangan. Beberapa prosedur yang harus dijalankan adalah sebagai berikut:
Prosedur Penerimaan Sampel (kontrak uji)
Seorang customer membawa sampel, surat pengantar (lampiran) kepada petugas penerimaan sampel dan mengisi Form Kontrak Pengujian (FKP) FR.26.3/FPP yang diberikan oleh petugas penerimaan sampel mengisi Form Spesifikasi Pengujian (FSP) FR.26.3/FPP dan Form Kendali Mutu (FKM) FR.26.3/FPP untuk diberikan ke administrasi Lab dan diarsipkan.
Prosedur Penyelia
Setelah administrasi laboratorium menerima FSP, FKM dan sampel uji maka dilakukan pemisahan sampel uji, lalu diberikan ke Penyelia laboratorium untuk dicek sebelum diserahkan ke analis laboratorium.
Prosedur Pengujian Analisis sampel
Sampel uji FSP, FKM diberikan kepada analisis laboratorium untuk dilakukan pengujian analisa/sampel, setelah mendapatkan Data Hasil Analisis Sampel (DHAS) lalu diarsipkan dan diberikan kembali ke penyelia laboratorium untuk diverifikasikan.
Prosedur Verifikasi Hasil analisis
Penyelia laboratorium memberikan DHAS acc beserta FSP, FKM ke administrasi laboratorium, lalu Administrasi laboratorium membuatkan draft hasil uji (DHU) dan akan diserahkan ke penyelia laboratorium untuk diverifikasi ulang, setelah data-data tersebut telah disetujui oleh penyelia QC maka dikembalikan lagi ke administrasi laboratorium dan diarsipkan.
Pembuatan LHP
Administrasi laboratorium memberikan DHU dan FKM ke petugas pembuatan LHP untuk dibuatkan LHP lalu memberikannya ke pelanggan dan mengarsipkannya.
Disiplin Kerja
Jam kerja karyawan yang bekerja di PT Anugrah Analisis Sempurna Cimanggis Depok adalah sebagai berikut:
Senin-Jumat : Pukul 08.00 s.d.17.00 WIB
Sabtu : Libur
Jam istirahat : Pukul 12.00 s.d. 13.00 WIB (hari Jumat pukul 11.30 s.d. 13.00).
Seluruh karyawan harus mematuhi semua peraturan yang berlaku, misalnya masuk tepat pada waktunya, keluar pada waktunya, makan pada tempatnya, tidak merokok di area kerja, dan sebagainya.
Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, saat berada di laboratorium karyawan diharuskan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), seperti jas lab, sepatu lab, sarung tangan, masker, serta pelindung mata.
Administrasi Laboratorium
Laboratorium umum ini digunakan untuk preparasi semua jenis sampel yang akan dianalisis baik sampel makanan, minuman, sisa pestisida, limbah, tanah, dan lain sebagainya. Disini juga dilakukan analisis konvensional menggunakan alat-alat yang telah tersedia seperti, titrasi, soklet, evaporasi, dan alat analisis konvensional lainnya.
Laboratorium Instrumentasi
Laboratorium ini digunakan untuk pengujian sampel yang telah dipreparasi menggunakan alat instrumentasi (GC MS, HPLC, Spektrofotometri UV-Vis, dan AAS). Pengujian didasarkan pada parameter-parameter yang telah ada. Contoh pengujian yang dilakukan adalah pengujian kandungan logam pada sampel menggunakan AAS atau pengukuran kadar suatu senyawa pada sampel makanan menggunakan HPLC.
Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium ini digunakan untuk menguji dan menganalisa mikroba dalam bahan makanan dan minuman serta produk lain yang sejenis untuk mengetahui jumlah mikroba Kapang dan Khamir, Salmonella, E.coli, Coliform, jamur, Legionella, dan berbagai jenis Bakteri.
Jasa laboratorium yang dilakukan di PT AAS Laboratory meliputi :
Parameter pengawasan makanan
Uji Proksimat (uji keadaan, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat)
Uji cemaran logam (Pb, Cd, Hg, As, Zn, Sn dan lain-lain)
Uji Aflatoksin
Uji jenis Pemanis dan Pengawet Makanan
Uji lain yang berkaitan seperti Asam Lemak, Asam Amino, Vitamin, Antioksidan & Informasi Nilai Gizi
Residu Pestisida
Pengujian Residu Pestisida Golongan Organofosfat
Pengujian Residu Pestisida Golongan Organoklorin
Piretroid, Carbamat dan lainnya
Parameter Lingkungan Hidup
Parameter Pemantauan Udara Ambient (SO2, NO2, CO, O3, NH3, H2S, Hidrokarbon, Debu dan lainnya)
Parameter Pemantauan Udara Emisi (Sumber Bergerak dan Tidak Bergerak)
Parameter Pemantauan Air Limbah (Limbah Industri, Domestik, dan lainnya)
Parameter Pemantauan Air Bersih dan Air Minum
Parameter Pemantauan Air Permukaan (Sungai, Danau, dan Laut)
Parameter Pemantauan Kebisingan Lingkungan
Parameter Industrial Hygine
Parameter pemantauan udara lingkungan kerja (organik dan an-organik)
Parameter pemantauan paparan kimia personal (organik dan an-organik)
Pemantauan debu lingkungan kerja dan personal (inhalable dan respirable)
Pemantauan mikrobiologi udara lingkungan kerja (bakteri, Jamur Kapang, Legionella)
Pemantauan paparan fisika (heatstress, vibration (hand arm & whole body), noise dose, lux meter, radiation, ergonomic
Parameter biomonitoring
Parameter an-organik (logam Pb dalam darah maupun urin)
Parameter organik (Benzena, Toluena, dan Xylena)
Sistem Jaminan Mutu Laboratorium
Salah satu cara membuktikan bahwa suatu laboratorium penguji mempunyai kompetensi teknis dalam menghasilkan data hasil uji, maka laboratorium tersebut sebaiknya menerapkan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium. Laboratorium Anugrah Analisis Sempurna telah mengimplementasikan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan mendapatkan sertifikat ISO/SNI 17025:2008 dengan nomor LP-565-IDN. Dengan demikian hasil analisis AASLab mempunyai ketelusuran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan.
ISO/IEC 17025:2008 merupakan persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi, yang berisi persyaratan manajemen dan teknis yang harus dipenuhi oleh laboratorium penguji dan kalibrasi yang ingin menerapkan sistem mutu. Syarat-syarat tersebut diantaranya dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 1. Persyaratan Kompetensi Lab Uji sesuai ISO/IEC 17025:2008
No
Persyaratan Manajemen
Persyaratan Teknis
1.
Organisasi
Umum
2.
Sistem manajemen
Personil
3.
Pengendalian dokumen
Kondisi akomodasi dan lingkungan
4.
Kaji ulang permintaan, tender dan kontrak
Metode pengujian, metode kalibrasi, dan validasi metode.
5.
Subkontrak pengujian dan kalibrasi
Peralatan
6.
Pembelian jasa dan perbekalan
Ketertelusuran pengukuran
7.
Pelayanan kepada customer
Pengambilam sampel
8.
Pengaduan
Penanganan barang yang diuji dan kalibrasi.
9.
Pengendalian pekerjaan pengujian dan atau kalibrasi yang tidak sesuai
Jaminan mutu hasil pengujian dan kalibrasi
10.
Peningkatan
Pelaporan hasil
11.
Tindakan perbaikan
-
12.
Tindakan pencegahan
-
13.
Pengendalian rekaman
-
14.
Audit internal
-
15.
Kaji ulang manajemen
-
Pada praktik kerja industri kali ini penyusun ditempatkan di divisi makanan. Analisis yang dilakukan meliputi :
Analisis logam dalam sampel makanan dengan menggunakan AAS.
Analisis kadar transfat dalam makanan dengan menggunakan GC-MS.
Analisis kadar aflatoksin dalam sampel kacang tanah dengan menggunakan immuno affinity kolom dengan menggunakan HPLC.
Analisis Kadar Benzo(a)pirene dalam makanan menggunakan HPLC.
Pada praktik kerja industri kali ini penyusun menilik judul laporan Analisis Pengujian Residu Aflatoksin Total pada Kacang Tanah secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
BAB III
KEGIATAN DI LABORATORIUM
Tinjauan Pustaka
Kacang Tanah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman berupa semak, berasal dari benua Amerika, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, dinegara Bolivia, Peru, dan Brazilia. Tanaman kacang tanah telah dibudidayakan orang sejak tahun 1500 SM oleh orang-orang Indian di Amerika Selatan. Kemudian pembudidayaan kacang tanah mengalami perkembangan yang pesat di berbagai Negara setelah diketahui mempunyai manfaat yang lebih banyak (tidak hanya sebagai bahan makanan saja). Bermula dari benua Amerika, penyebaran kacang tanah berlanjut ke benua Afrika, Eropa, lalu menyebar ke benua Asia.
Tanaman kacang tanah masuk ke Indonesia di perkirakan antara tahun 1521 hingga tahun 1529. Tanaman kacang tanah masuk ke Indonesia mula-mula dibawa oleh pedagang-pedagang Spanyol yang melakukan pelayaan dari Meksiko ke Provinsi Maluku, Sulawesi. Tanaman kacang tanah mulai dibudidayakan di Indonesia pada awal abad ke-18 dan baru satu varietas tipe menjalar yang dibudidayakan. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1863 seorang bangsa asing bernama Holle membawa kacang tanah masuk ke Indonesia dari Inggris. Sedangkan pada tahun 1864 seorang bernama Scheffer membawa kacang tanah masuk ke Indonesia dari Mesir.
Gambar 2. Tumbuhan Kacang Tanah Varietas Holle dan Scheffer.Gambar 2. Tumbuhan Kacang Tanah Varietas Holle dan Scheffer.
Gambar 2. Tumbuhan Kacang Tanah Varietas Holle dan Scheffer.
Gambar 2. Tumbuhan Kacang Tanah Varietas Holle dan Scheffer.
Di Republik Rakyat Cina, kacang tanah merupakan hasil komoditas utama terbesar di dunia, disusul India sebagai penghasil terbesar kedua. Kacang tanah menempati urutan keempat setelah padi, jagung, dan kedelai di Indonesia, sehingga banyak petani yang membudidayakan tumbuhan tersebut. Tumbuhan ini dapat ditanam di lahan kering atau di sawah irigasi saat musim kemarau. Kacang tanah dapat dimanfaatkan secara luas, baik untuk diolah lebih lanjut atau dikonsumsi secara langsung.
Di Indonesia, pusat produksi kacang tanah terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bali, Flores, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Di Jawa Timur, Tuban merupakan penghasil utamanya. Sedangkan di Jawa Tengah, Jepara merupakan penghasil utamanya. (Cahyono, 2007)
Kacang tanah adalah hasil tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berupa polong (gelondongan) dan atau biji (wose) yang telah dikupas dan dibersihkan dari kulit polongnya. Kacang tanah polong (gelondong) adalah kacang tanah berupa polong, dimana biji-biji masih berada didalam kulit polong dan tidak pecah atau rusak, sedangkan kacang tanah biji (wose) adalah hasil tanaman kacang tanah yang telah kering, dilepaskan dan dibersihkan dari kulit polongnya (SNI, 1995).
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan anggota famili Papilionidae, sub famili leguminosa, genus Arachis, dan spesies Arachis hypogaea. Genus Arachis merupakan tanaman herba, daunnya terdiri dari 3-4 helai, memiliki daun penumpu, bunganya berbentuk kupu-kupu dengan tabung hipantium, dan buah atau polongnya tumbuh didalam tanah (Sumarno, 1993 dalam Ramdani, 2004).
Nilai gizi kacang tanah untuk setiap 100 gram bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 2. Gizi kacang tanah dalam 100 g
Kandungan
Kacang goreng
Mentega
Kacang mentah
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Abu (g)
Kalsium (mg)
Vit.A (SI)
Besi (mg)
Fosfor (mg)
Tiamin (mg)
Riboflamin (mg)
Niasin (mg)
585
26
49,8
18,8
2,4
3,8
74
-
2,1
401
0,32
0,32
17,2
589
25,2
50,6
18,8
1,8
3,7
59
-
1,9
380
0,12
0,12
14,7
687
9,2
71,2
14,6
2,3
1,6
73
130
2,4
289
0,86
0,13
9
Sumber : Anonim, 1973 dalam Suprapto, 1998
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting pada menu makanan masyarakat Indonesia. Biji kacang tanah banyak mengandung protein (17-29%) dan lemak (44-56%). Dari komposisi gizi tersebut, kacang tanah merupakan sumber lemak. Namun, lemak yang terkandung, 80% merupakan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh merupakan lemak baik karena dapat membantu menurunkan kadar kolesterol LDL darah (kolesterol jahat), tanpa memengaruhi kolesterol HDL (kolesterol baik).
Kacang tanah dapat diolah menjadi berbagai produk, diantaranya selai kacang, kacang asin, permen kacang, minyak kacang, bermacam aneka makanan, dapat digunakan sebagai bahan pembuat minyak goreng. Di bidang industri, digunakan sebagai bahan untuk membuat keju, mentega, sabun dan minyak goreng. Hasil sampingan dari minyak dapat dibuat bungkil (ampas kacang yang sudah diambil minyaknya) dan dibuat oncom melalui fermentasi jamur. Ampas kacang ataupun daunnya digunakan sebagai pupuk hijau dan sebagai bahan pangan dan pakan ternak yang bergizi tinggi (Somaatmadja, 1993).
Namun kebutuhan kacang tanah, terutama bagi pabrik besar, tidak dapat dipenuhi dari petani Indonesia sehingga Indonesia mengimpor kacang tanah (Hartono, 2011). Hal tersebut disebabkan kandungan aflatoksin kacang tanah dalam negeri yang masih melebihi batas maksimal yang dipersyaratkan, yakni kurang dari 20 ppb (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI tahun 2004).
Teknologi pascapanen yang belum maju dan iklim yang mendukung pertumbuhan jamur menjadikan Indonesia negara yang mempunyai resiko tinggi terkontaminasi jamur, termasuk kontaminasi oleh jamur penghasil aflatoksin. Menurut Carlile et al. (2001) di Negara-negara yang tidak memiliki fasilitas memadai untuk memanen tanaman dengan kerusakan minimum, atau untuk penyimpanan yang baik tanaman panen tersebut, dan dimana suhu lingkungan dan kelembaban mendukung pertumbuhan jamur. Sebagai contoh, setumpuk kacang tanah, banyak dengan kulit ari rusak, disimpan dibawah kain terpal akan membentuk lahan pertumbuhan ideal bagi jamur.
Jamur yang tumbuh pada kacang tanah diantaranya adalah Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus, keduanya adalah jamur yang menghasilkan aflatoksin. Menurut Wagacha et al. (2013), 73% isolate A. flavus dan A. parasiticus memproduksi paling tidak satu dari berbagai jenis aflatoksin. Aflatoksin B1 (AFB1) telah diklasifikasi oleh International Agency for Research on Cancer sebagai karsinogen pada manusia (grup 1 A) (IARC, 1993).
Aflatoksin
Menurut Dr. Ir Deddy Muctadi, pada tahun 1960 di Inggris terjadi kasus 100.000 ekor ayam kalkun mengalami kematian yang tidak diketahui penyebabnya, penyakit ini mempunyai gejala hilangnya nafsu makan, kelesuan dan kelemahan sayap. Sehingga pada waktu itu dinamakan Turkey X Disease. Penyakit ini tidak hanya menyerang ayam kalkun di Inggris, tetapi juga pada itik dan hewan-hewan lain di Kenya dan Uganda yang mati dengan gejala serupa. Akhirnya penyakit tersebut dapat diketahui yaitu sejenis racun yang terdapat di dalam kacang tanah pada pakan ternak (Goldbatt, 1969).
Toksin penyebab Turkey X Disease dihasilkan oleh suatu zat hasil metabolit kapang (jamur) Aspergillus flavus yang tumbuh pada kacang tanah yang diimpor dari Brasil. Kacang tanah yang dikenal dengan nama "Rossetti meal" (diambil dari nama kapal yang mengangkutnya) ini terbukti bersifat toksik dan karsinogenik. Para peneliti kemudian mengekstrak toksin tersebut dan diberi nama Aflatoksin yang diambil dari singkatan nama genus (Aspergillus) dan spesies (flavus). Sejak itu Aflatoksin mendapat perhatian yang cukup besar karena toksisitasnya yang tinggi dan dapat menimbulkan kelainan hati pada binatang sehingga diduga manusia juga tidak kebal terhadap Aflatoksin.
Aflatoksin adalah senyawa racun atau toksin yang dihasilkan oleh metabolit sekunder kapang atau jamur Aspergillus flavus. Aflatoksin merupakan segolongan mikotoksin (racun atau toksin yang berasal dari fungi/kapang/jamur) yang sangat mematikan dan karsinogenik (pemicu kanker) bagi manusia dan hewan. Tingginya kandungan aflatoksin pada makanan atau pakan akan berbuntut keracunan dan berakibat kematian. Indonesia memiliki iklim tropis, hal ini membuat tingkat kelembaban yang tinggi sehingga kondisi tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan kapang atau jamur. Kapang ini biasanya ditemukan pada bahan pangan atau pakan yang mengalami proses pelapukan (Diener dan Davis 1969), antara biji kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, dan bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, lada, jahe, serta kunyit) dan serealia (seperti padi, gandum, sorgum dan jagung).
Sumber Aflatoksin
Aspergillus flavus merupakan jamur yang berasal dari genus Aspergillus yang dikenal sebagai produsen Aflatoksin terbesar. Jamur ini hidup secara bebas sebagai cemaran pada berbagai macam bahan makanan, biji-bijian, palawija, dan komoditi pertanian. Jamur ini menghasilkan metabolit toksin (mikotoksin) yang sangat berbahaya untuk manusia dan hewan bila jamur ini mencemari makanan.
Keterangan: Konidia Sterigmata Vesikula Konidiofor Sel kaki MiseliumKeterangan: Konidia Sterigmata Vesikula Konidiofor Sel kaki Miselium
Keterangan:
Konidia
Sterigmata
Vesikula
Konidiofor
Sel kaki
Miselium
Keterangan:
Konidia
Sterigmata
Vesikula
Konidiofor
Sel kaki
Miselium
Gambar 3. Aspergillus flavusGambar 3. Aspergillus flavus
Gambar 3. Aspergillus flavus
Gambar 3. Aspergillus flavus
Jamur Aspergillus flavus tergolong dalam genus Aspergillus, famili Aspergillaceae, ordo Aspergillales, klas Ascomyceres, dan divisio Thallophyta (Hawksworth et al., 1995 dalam Tutu Romdoni, 2005). Jamur ini dikenal sebagai jamur yang berwarna kuning kehijauan. Ciri-ciri spesifik yaitu mempunyai hifa bersepta dan miselium bercabang, koloni kompak, konidiofora kasar, berbentuk bulat serta relatif panjang. Konidia membentuk rantai berwarna hijau, coklat, atau hitam, muncul dari sterigmata yang pendek serta mempunyai sel kaki.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur pada pakan adalah aktivitas air, konsentrasi ion hidrogen, suhu, konsistensi yakni padat atau cair, status nutrien, dan adanya bahan pengawet. Aspergillus flavus umumnya terdapat dimana-mana, di udara, air, tanah, dan dapat tumbuh pada bahan pangan maupun pakan seperti jagung, beras, dan biji kapas.
Batas pertumbuhan optimum Aspergillus flavus yakni pada kelembaban relatif (relative humidity/RH) 82 - 85 % dan suhu 30-32 °C, dan kondisi optimum untuk menghasilkan Aflatoksin adalah pada suhu 25 – 30 °C, RH 85 %, dan kadar air 15-30 %. Kemampuan kapang membentuk dan menimbun Aflatoksin tergantung beberapa faktor, yaitu potensial genetik kapang, persyaratan-persyaratan lingkungan (substrat, kelembaban, suhu, pH) dan lamanya kontak antara kapang dengan substrat.
Macam, Sifat, dan Struktur Aflatoksin
Aflatoksin diberi nama sesuai dengan penampakan fluoresensnya pada lempeng kromatografi dengan silika gel yang disinari dengan sinar ultra violet. Ada empat jenis senyawa aflatoksin, yaitu Aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 (AFB1, AFB2, AFG1 dan AFG2). Keempat jenis Aflatoksin tersebut merupakan Aflatoksin induk yang telah dikenal secara alami dan sering dijumpai di alam (Rachmawati, 2004).
Pada gambar berikut akan ditunjukkan rumus struktur dari aflatoksin golongan utama (B1, G1, B2, G2):
Gambar 4. Struktur Aflatoksin B1, G1, B2, G2
Apabila penampakan fluoresensnya biru maka diberi kode B (blue), sedangkan bila hijau maka diberi kode G (green). Dari sifat ini dapat digunakan untuk menentukan Aflatoksin secara kualitatif dan kuantitatif. Kedua jenis Aflatoksin dibagi menjadi empat macam yaitu B1, B2, G1, dan G2.
Selain itu dikenal juga Aflatoksin jenis M (milk) yang berasal dari susu sapi, yakni M1 dan M2, masing-masing dianggap sebagai turunan dari Aflatoksin jenis B1 dan B2 yang dihasilkan lewat metabolisme sapi. AFM1 dan AFM2 pertama kali diisolasi dari susu yang dihasilkan oleh sapi yang diberi pakan yang terkontaminasi aflatoksin. Pada urin domba yang mengkonsumsi Aflatoksin juga mengandung Aflatoksin M1 dan M2 (Goldblatt,1969)
Struktur kimia semua jenis Aflatoksin induk terdiri dari cincin bifuran dan kumarin seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 5. Struktur Bifuran dan Kumarin
Molekul Aflatoksin induk memiliki inti kumarin yang berikatan dengan bifuran atau pentanon seperti pada AFB1 dan AFB2 (difurokumarosiklopentanon), atau lakton seperti pada AFG1 dan turunannya AFG2 (difurokumarolakton). Hingga saat ini telah diketahui ada 18 jenis Aflatoksin yang berhasil diidentifikasi. Berikut adalah struktur dari beberapa jenis Aflatoksin.
Berdasarkan strukturnya, Aflatoksin merupakan senyawa kimia yang berupa sebuah gugus heterosiklik, suatu jenis mikotoksin (toksin dari kapang) yang mengandung oksigen dan memiliki cincin bisdifurano (Zulhadi, 2008).
Tidak seperti racun yang dihasilkan oleh bakteri, racun yang dihasilkan oleh jamur ini relatif stabil terhadap pemanasan. Aflatoksin memiliki stabilitas yang tinggi bahkan dengan pemanasan sampai suhu ± 200 °C tidak rusak.
Tabel 3. Beberapa sifat fisika aflatoksin
Aflatoksin
Rumus Senyawa
Bobot Molekul
Titik Lebur (oC)
B1
C17H12O6
312
268-269
B2
C17H14O6
314
286-289
G1
C17H12O7
328
244-246
G2
C17H14O7
330
237-240
M1
C17H12O7
328
299
M2
C17H14O7
330
293
B2A
C17H12O7
328
240
G2A
C17H14O7
346
190
Aflatoksin murni tidak larut dalam petroleum hidrokarbon dan memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air (10-20 µg/ml), tetapi larut dalam pelarut dengan tingkat kepolaran sedang seperti metanol, etanol, kloroform dan benzene. Reaksi dengan asam dan basa serta oksidasi dapat mengurangi toksisitas Aflatoksin.
Aflatoksin bila dalam larutan basa akan mengalami hidrolisis pada sebagian lakton. Kehadiran asam-asam mineral bisa menyebabkan perubahan struktur Aflatoksin B1 dan G1. Pengasaman akan mengkatalisis penambahan air yang menyerang ikatan rangkap pada cincin furan.
Daya Racun Aflatoksin
Efek toksik Aflatoksin pada ternak dan manusia disebut aflatoksikosis. Tingkat daya meracuni (toksisitas) Aflatoksin sangat bervariasi bergantung pada jenis dan umur ternak, serta pada jenis Aflatoksin yang dikonsumsi. Batas maksimum kandungan Aflatoksin yang diperbolehkan menurut FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat yakni 20 ppb untuk pakan ternak dan 15 ppb untuk bahan pangan konsumsi manusia, sedangkan di Australia 15 ppb untuk bahan dari kacang tanah dan 5 ppb untuk bahan yang bukan dari kacang tanah. Untuk menangani masalah kelemahan kalori dan protein di daerah miskin, FAO/WHO mengizinkan sampai batas maksimum 20 ppb bagi bahan yang diberikan sebagai bahan makan campuran (Winarno, 1997).
Aflatoksin dapat menyebabkan toksigenik (menimbulkan keracunan), karsinogenik (menimbulkan kanker pada jaringan) mutagenik (menimbulkan mutasi) dan teratogenik (menimbulkan penghambatan pada pertumbuhan janin). Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Semua efek toksik terjadi karena interaksi biokimiawi antara toksikan dan atau metabolitnya dengan struktur reseptor tertentu didalam tubuh. (Lu, 1995). Jenis Aflatoksin yang paling berbahaya adalah B1. Urutan toksisitas dari jenis-jenis Aflatoksin adalah B1>B2>G1>G2.
Aflatoksin akan masuk kedalam tubuh penderita bersama makanan dan sesuai dengan sistem peredaran akan tersebar di bagian-bagian tertentu tubuh. Hati merupakan target organ Aflatoksin sehingga Aflatoksin disebut sebagai mikotoksin hepatatoksik (Makfoeld, 1993). Hati merupakan pusat organ metabolisme kimiawi dan akan menerima mikotoksin khususnya Aflatoksin B1 yang terkonsentrasi setelah zat tersebut masuk. Akumulasi Aflatoksin dalam hati dapat menyebabkan gangguan, diantaranya adalah nekrosis hepatoseluler (kematian sel hati), pendarahan, dan infiltrasi lemak. Dosis mematikan (LD50) Aflatoksin B1 adalah 0,73 mg/kg berat badan (Ramdoni, 2005).
Tabel 4. Nilai LD50 Aflatoksin B1, pada beberapa Spesies Hewan
Spesies hewan
LD50, bobot badan
Kelinci
1,00
Kucing
1,38
Babi
1,55
Anjing
2,50
Domba
5,00
Monyet
5,50
Ayam
8,80
Tikus
29,30
Sumber: Sri Rachmawati (2004).
Flatoksikosis pada ternak yang paling tinggi terjadi pada itik karena itik merupakan hewan yang paling peka, sehingga sering digunakan sebagai hewan uji. Ramdoni (2005) mengemukakan bahwa Aflatoksin dapat menurunkan pertambahan bobot badan itik, kalkun, angsa, burung, dan ayam. LD50 dari Aflatoksin terhadap anak itik adalah B1: 0,36 mg/kg berat badan; G1: 0,78 mg/kg; B2: 1,70 mg/kg; G2; 2,45 mg/kg.
Kromatografi
Sejarah
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi contoh diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan, yang diperkenalkan oleh ahli biologi dari Rusia Michael Tswett pada tahun 1906 yang membuktikan bahwa klorofil daun tidak hanya terdiri dari satu macam warna saja dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4).
Warna tersebut terdiri dari tiga macam warna utama yaitu hijau kekuningan, kuning, dan merah sindur. Caranya adalah dengan melarutkan cairan hijau dari daun perasan daun segar dalam pelarut organik seperti kloroform, heksana, diklorometana, atau yang lainnya lalu dituangkan larutan tersebut ke dalam kolom. Cairan hijau daun akan terpisah menjadi tiga macam warna yang terpisah membentuk pita-pita warna. Warna tersebut mengilhami Tswett menggunakan proses pemisahan tersebut dengan istilah kromatografi. Kromatografi berasal dari gabungaan kata "chroma" (warna) dan "graphein" (menuliskan). Kemudian banyak penemuan-penemuan lain yang menggunakan dasar kromatografi. Misalnya Reighstein dari Jerman pada tahun 1938 menemukan "Flowing Chromatogram" yaitu jenis kromatografi berdasarkan aliran cairan fasa gerak. Pada tahun 1941 Martin dan Synge menemukan kromatografi partisi.
Perkembangan tentang kromatografi agak lambat untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair. Kemudian pada akhir tahun 1930-an dan permulaan tahun 1940-an, kromatografi mulai berkembang. Dasar Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952, Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas. Antara tahun 1952 dan akhir tahun 1960-an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih.
Semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair. Dalam praktiknya, kromatografi cair ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, pada dasarnya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960 an, sebagai suatu teknik mengimbangi kromatografi gas, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) telah berhasil dikembangkan dari usaha ini.
Dasar Kromatografi
Dalam menganalisa suatu zat kimia, maka langkah pertama ialah memisahkan komponen-komponen dari campurannya. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan kromatografi. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Fase gerak dalam kromatografi dapat berupa cairan ataupun berupan gas. Fase diamnya berupa sejenis pasir silikat.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan jenis kromatografi kolom yang lebih baik jika dibandingkan dengan kromatografi kolom lainnya. Hal ini terutama disebabkan karena bentuk dan ukuran partikel penyusun kolom yang sedemikian kecil, sehingga kolom menjadi lebih padat dan difusi menjadi berkurang. Karena padatnya kolom sehingga menyebabkan diperlukannya tekanan supaya fase gerak dapat mengalir melaluinya. Jadi pada kromatografi cair kinerja tinggi tekanan jauh lebih besar dari kromatografi kolom biasa dan kemampuan mencapai keseimbangan antara fase diam dan fase gerak lebih besar pula.
Fase diam yang digunakan adalah zat padat seperti silica gel, alumina, serta arang aktif yang dimampatkan. Bahan tersebut terikat pada polimer berpori yang terdapat di dalam kolom baja tahan karat bergaris tengah kecil. Fasa gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang dapat bercampur seperti air, metal klorida, n-heksana, asam asetat glasial, asetonitril, dan metanol.
Prinsip kerja KCKT yaitu: dengan bantuan pompa, fase gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam fase gerak melalui penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara molekul yang terlarut dalam fase gerak terhadap fase diam maka terjadilah pemisahan. Komponen yang lemah interaksinya dengan fase diam akan lebih dulu keluar dari kolom. Setiap komponen campuran yang keluar dari kolom akan dideteksi oleh detektor, kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Jumlah puncak/peak menyatakan jumlah komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran.
KCKT dapat menganalisis cuplikan yang mudah terurai oleh pemanasan, karena analisis dengan KCKT dilakukan pada suhu kamar. Analisis secara KCKT tidak terbatas untuk senyawa organik saja, tetapi juga dapat menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa anorganik. Keuntungan lain dibandingkan dengan kromatografi gas, KCKT dapat menganalisis cuplikan yang mempunyai berat molekul yang tinggi seperti polimer.
Teknik pemisahan dapat dilakukan seacra teknik isokratik dan teknik elusi gradien. Teknik isokratik merupakan teknik pemisahan dimana selama analisis komposisi fase gerak tidak berubah, sedangkan teknik elusi gradien merupakan teknik pemisahan dimana selama analisis komposisi fasa gerak berubah secara periodik.
Mekanisme Pemisahan dalam Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Dalam instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memiliki empat jenis mekanisme pemisahan. Mekanisme pemisahan tersebut ditentukan oleh jenis kolom yang digunakan dalam analisis. Beberapa mekanisme pemisahan tersebut ialah adsorpsi, partisi, pertukaran ion, serta eksklusi.
Gambar 6. Mekanisme Pemisahan pada KCKTGambar 6. Mekanisme Pemisahan pada KCKT
Gambar 6. Mekanisme Pemisahan pada KCKT
Gambar 6. Mekanisme Pemisahan pada KCKT
Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor.
Kromatografi fase terikat
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.
Kromatografi penukar ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.
Kromatografi Pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.
Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.
Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi biokimiawi yang spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks.
Adapun Bagian-bagian alat KCKT yaitu:
Tempat Fase Gerak
Peralatan KCKT dilengkapi dengan satu atau beberapa tampungan fase gerak berbahan gelas dengan ukuran bekisar 100 ml hingga 1000 ml. peralatan degasser disertakan untuk menghilangkan gas terlarut berupa oksigen atau nitrogen yang akan mempengaruhi dengan membentuk gelembung pada kolom dan detektor.
Gambar 7. Botol Fase Gerak
Pompa
Berfungsi untuk mengalirkan pelarut ke dalam kolom selama proses analisis suatu sampel. Gerakan pompa diatur sedemikan rupa dapat mengatur kecepatan alir pelarut. Kecepatan alir pelarut dapat diprogram secara manual atau dengan alat tambahan. Jika kecepatan alir sejak awal hingga akhir analisis tidak berubah maka disebut sistem isokratik. Jika kecepatan alirnya diubah-ubah selama analisis maka disebut elusi gradien.
Injektor
Sistem injeksi sampel merupakan keterbatasan dari sistem kromatografi cair. Masalah ini dapat mengakibatkan pelebaran puncak yang diakibatkan kolom mengalami kelebihan kapasitas. Maka hal itu, volume injeksi harus dibatasi. Untuk menginjeksikan sampel ke dalam kolom terdapat tiga metode yang dibagi menjadi:
Injeksi pada Kolom
Metode injeksi ini juga dikenal sebagai injeksi aliran terhenti (stopped flow injection). Dalam penggunaan metode ini, aliran pompa dimatikan kemudian katup injeksi dibuka untuk menginjeksikan sampel pada injektor. Setelah itu pompa dinyalakan kembali dan aliran fase gerak kembali seperti pada pengaturan awal.
Injeksi menggunakan Syringe
Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Sampel diinjeksikan melalui sebuah penyegel septum. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 - 70 atmosfer.
Injeksi menggunakan Katup
Tipe injektor yang umum digunakan pada saat ini. Sampel yang dialirkan ke dalam fase gerak berlangsung dengan cepat, aliran fase gerak tidak dihentikan, mudah untuk digunakan, dan dapat disesuaikan dengan penggunaan injeksi otomatis. Katup enam jalur digunakan berpasangan dengan loop sampel.
Pada saat menginjeksikan sampel, katup terpisah dari jalur aliran fase gerak dan tidak terjadi tekanan sehingga dapat terisi sampel. Dengan memutarkan rotor pada posisi injeksi, loop akan yang telah terisi akan berhubungan dengan aliran fase gerak dan terbawa ke dalam kolom.
Gambar 8. Skema Injeksi menggunakan KatupGambar 8. Skema Injeksi menggunakan Katup
Gambar 8. Skema Injeksi menggunakan Katup
Gambar 8. Skema Injeksi menggunakan Katup
Kolom
Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi digunakan kolom yang berbentuk lurus, tidak bengkok dan melingkar agar mencegah terjadinya turbulensi. Dua jenis kolom yang digunakan dalam KCKT yaitu:
Kolom dengan jenis porous particle berisi partikel dengan diameter 3-10 m yang terbuat dari alumina, silika, resin, sintetis divinil benzene polystirena yang kemudian dilapisi lapisan tipis film berbahan organik.
Jenis pellicular terdiri dari partikel dengan bentuk bola, tidak berpori, berbahan dasar gelas dengan diameter 30 hingga 40 m. Kolom merupakan jantung dari sebuah Kromatografi. Berhasilnya suatu KCKT tergantung pada pemilihan kolom serta kondisi percobaan yang sesuai. Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi.
Gambar 9. Kolom pada KCKTGambar 9. Kolom pada KCKT
Gambar 9. Kolom pada KCKT
Gambar 9. Kolom pada KCKT
Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, stabil dan memiliki keterulangan yang baik dalam pembacaan, respon yang linear terhadap kenaikan konsentrasi, dan waktu respon yang singkat.
Jenis detektor yang dapat digunakan pada KCKT adalah :
Detektor Visible dan Ultra Violet
Untuk mendeteksi zat yang menyerap cahaya pada daerah cahaya tampak atau pada daerah UV, detektor ini mempunyai kepekaan cukup tinggi.
Detektor Refraktif Indeks
Setiap zat yang dapat memberikan respon, kepekaan yang dihasilkan rendah dan sangat peka.
Detektor Elektrokimia
Detektor dengan mendasarkan kerjanya berdasarkan pada pengukuran arus listrik yang dihasilkan dari reaksi reduksi oksidasi suatu zat.
Detektor Spektra Massa
Detektor ini digunakan untuk pengukuran rumus struktur suatu senyawa yang telah diionisasikan serta dipisahkan oleh analisator dan kemudian menghasilkan spektrum massa.
Detektor Fluorosen
Detektor ini hanya dapat mendeteksi zat-zat yang dapat berfluoresensi.
Gambar 10. Skema Detektor FluoresenseGambar 10. Skema Detektor Fluoresense
Gambar 10. Skema Detektor Fluoresense
Gambar 10. Skema Detektor Fluoresense
Pengolahan Data
Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada recorder. Waktu retensi dan volume retensi dapat diketahui atau dihitung. Hal ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif suatu komponen. Lebar puncak dan tinggi puncak sebanding atau proporsional dengan konsentrasi dan dapat digunakan untuk memperoleh hasil secara kuantitatif. Ilustrasi dari sistem kromatografi Cair Kinerja Tinggi:
Gambar 11. Skema Kromatografi Cair Kinerja TinggiGambar 11. Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Gambar 11. Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Gambar 11. Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Jaminan Mutu Pengujian
Umum (ISO/IEC 17025)
Sesuai dengan klausul 5.9 dalam SNI 17025-2005, laboratorium harus mempunyai prosedur pengendalian mutu untuk memantau keabsahan pengujian yang dilakukan. Data yang dihasilkan harus direkam sedemikian rupa sehingga semua kecenderungan dapat dideteksi dan bila memungkinkan teknik statistik harus diterapkan pada pengkajian hasil. Pemantauan tersebut harus direncanakan dan dikaji serta mencakup tapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:
Keteraturan penggunaan bahan acuan bersertifikat dan/atau pengendalian mutu internal menggunakan bahan acuan sekunder.
Partisipasi dalam uji banding antar laboratorium.
Replika pengujian menggunakan metode yang sama atau berbeda.
Pengujian ulang atas barang yang masih ada.
Data pengendalian mutu harus dianalisis dan bila ditemukan berada di luar kriteria tindakan yang telah ditentukan sebelumnya, tindakan tertentu harus dilakukan untuk mengoreksi permasalahan dan mencegah pelaporan hasil yang salah.
Jaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pengujian
Untuk menjamin mutu hasil pengujian aflatoksin, hal-hal berikut ini harus mendapat perhatian:
Jaminan Mutu
Simpan sampel uji maupun sampel cadangan (retain sample) pada kulkas (temperatur di bawah 0).
Gunakan bahan kimia p.a untuk ekstraksi.
Gunakan alat gelas bebas kontaminasi.
Pengujian dilakukan oleh analis yang kompeten.
Lakukan uji konfirmasi aflatoksin
Pengendalian Mutu
Pengendalian Mutu Pengujian dapat dilakukan dengan penyertaan pengujian Reference Material bersama dengan sampel pengujian. Apabila hasil pengujian Reference Material mendekati nilai benarnya, maka hal ini menunjukkan bahwa pengujian sampel yang telah dilakukan sesuai prosedur. Definisi umum Reference Material adalah suatu bahan yang cukup homogen dan memiliki nilai yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan, sehingga dapat digunakan untuk :
Penggunaan Bahan Acuan
Bahan acuan adalah suatu bahan yang satu atau lebih sifat-sifatnya telah diketahui dengan prosedur teknis tertentu. Sampel bahan acuan adalah Certified Reference Material (CRM) dan Standarized Reference Material (SRM). CRM merupakan bahan acuan yang satu atau lebih sifat-sifatnya diberi sertifikat dengan prosedur teknis yang telah baku, dan dapat ditelusuri ke suatu sertifikat atau dokumen lain yang diterbitkan oleh badan sertifikasi yang diakui secara luas di seluruh dunia. Sedangkan SRM merupakan bahan acuan yang nilai benarnya diperoleh melalui uji profisiensi.
Mengingat SRM dan CRM relatif sukar diperoleh, maka umumnya pengujian SRM/CRM hanya dilakukan pada saat laboratorium menyiapkan dan menetapkan nilai analit pada In house Reference Material (IRM) maupun Control Sample.
Penggunaan IRM (In house Reference Material)
Setiap kali melakukan pengujian/analisis sampel rutin, harus disertai dengan pengujian control sample sebanyak 2 ulangan. Diupayakan agar control sample mempunyai matriks dan tingkat konsentrasi yang setara dengan sampel rutin yang diuji. Pengujian control sample dilakukan bersamaan dengan working sample pada satu batch pengujian yang sama.
Nilai rata-rata dan standar deviasi pengujian kontrol sampel. Kemudian diplot hasil pengujian kontrol sampel pada grafik pengawasan mutu / control chart. Apabila hasil pengujian kontrol sampel terletak pada daerah > X + 2 SD atau < X – 2 SD, maka hasil pengujian working sample dan control sample harus diulang setelah dilakukan kajian untuk mencari penyebab kesalahan analisis.
Keberterimaan Hasil Pengujian kontrol sampel, sebagai berikut:
Gambar 12. Grafik Pengawasan Mutu (Control Chart)Gambar 12. Grafik Pengawasan Mutu (Control Chart)
Gambar 12. Grafik Pengawasan Mutu (Control Chart)
Gambar 12. Grafik Pengawasan Mutu (Control Chart)
Apabila nilai yang diperoleh dari pengujian bahan acuan berada di luar batas yang diijinkan, berarti telah terjadi ketidakbenaran atau kesalahan dalam pengujian yang dapat berasal dari alat atau pelaksana
Apabila terjadi kasus (item a) harus dicari sumber kesalahan tersebut dan lakukan tindakan perbaikan.
Pengujian Spike Sample
Pada kondisi laboratorium tidak memiliki Reference Material, maka pengujian spike sample dapat dilakukan untuk pengendalian mutu internal. Spike sample dibuat dengan cara menambahkan larutan standar analit yang diketahui jumlah dan konsentrasinya ke dalam sejumlah tertentu sampel. Dilakukan pengujian secara bersamaan dengan metode pengujian yang sama terhadap:
sampel tanpa penambahan larutan standar
sampel dengan penambahan larutan standar
Lakukan perhitungan terhadap:
kandungan analit pada sampel tanpa penambahan larutan standar (A).
kandungan analit pada sampel dengan penambahan larutan standar (B).
kandungan analit yang ditambahkan kepada sampel (C).
Nilai temu balik (Recovery) diperoleh dari persamaan berikut :
% Recovery = B – A x 100 %
C
Tabel 5. Persyaratan nilai recovery Berdasarkan AOAC Peer Verified Method Program
Analit (%)
Rasio Analit
Satuan
% Recovery
100
1
100 %
98-102
10
10-1
10 %
98-102
1
10-2
1 %
97-103
0.1
10-3
0.1 %
95-105
0.01
10-4
100 ppm
90-107
0.001
10-5
10 ppm
80-110
0.0001
10-6
1 ppm
80-110
0.00001
10-7
100 ppb
80-110
0.000001
10-8
10 ppb
60-115
0.0000001
10-9
1 ppb
40-120
Metode Analisis
Dasar
Sampel yang mengandung aflatoksin dipisahkan dari lemak dan protein, diekstrak dengan methanol. Kemudian dilakukan proses clean-up (pemurnian) menggunakan kolom imunoafinitas (aflatest) dan di elusi. Hasil pemurnian yang telah ditampung dalam vial kemudian dikeringkan. Diderivatisasi menggunakan TFA (Tri Fluoro Asetat) dan didiamkan. Ditambahkan fase gerak. Sampel siap untuk diinjeksikan pada alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kadar aflatoksin diperoleh dengan mengalikan konsentrasi dalam kromatogram dengan faktor pengenceran dan dibagi bobot sampel yang dianalisis.
Tujuan
Menetapkan kadar aflatoksin campuran (B1, G1, B2, G2) dalam contoh sampel kacang tanah secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam satuan konsentrasi ppb.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan, yaitu:
Botol Schott
Erlenmeyer 300 ml
Gelas ukur 100 ml
Corong
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Vortex
Neraca Digital
Nitrogen Generator
Neraca digital
Piala gelas 100 ml
Pipet mikro 100 l dan 1000 l
Rak tabung reaksi
Sonikator
Spatula
Syringe 5 ml
Tips
Vial
Vakum milipore
Tabung sentrifuse 50 ml
Kolom imunoafinitas (aflatest)
Blender
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu :
Aquabidest
Kacang tanah
Metanol
Natrium klorida
Acetonitril
Standar induk Aflatoksin total 2,6 ppm
Gas nitrogen
Tri Fluoro Asetic acid (TFA)
Kertas saring berabu
Kertas saring microfiber
Cara Kerja
Preparasi Sampel
Ditimbang 25 g contoh dan 5 g NaCl.
Dilarutkan dengan 125 ml metanol 75% ke dalam piala gelas 250 mL.
Dimasukan kedalam blender, atur kecepatan tinggi biarkan selama 2 menit.
Disaring dengan kertas saring berabu dan filtratnya ditampung dalam wadah Erlenmeyer.
Hasil filtrat dipipet sebanyak 15 ml, pindahkan ke tabung centrifuge.
Ditambahkan 30 ml aquabidest dengan gelas ukur.
Disaring kembali menggunakan kertas saring mikrofiber.
Dipipet 15 ml filtrat, dimasukan kedalam kolom Imunoafinitas.
Sampel dikeluarkan dengan kecepatan alir 1 tetes/detik.
Kolom dicuci dengan aquabidest sebanyak 10 ml, dengan kecepatan alir 2 tetes/detik.
Kemudian aflatoksin dielusi dengan metanol 100% sebanyak 1 ml, hasil dimasukan kedalam vial.
Vial dikeringkan dengan nitrogen, hingga volume berkurang dan terlihat hampir kering.
Ditambahkan 100 µl TFA, kemudian dikocok dan didiamkan selama 2 jam.
Kemudian ditambahkan 900 µl acetonitril : air (1:9).
Sampel siap diinjeksi pada KCKT.
Pembuatan Standar Aflatoksin Total
Dipipet sebanyak 384,6 l dari Standar induk 2,6 ppm, ditambahkan 615,4 l metanol
Dimasukan kedalam vial dan homogenkan
Dipipet berturut-turut sebanyak 10 l, 20 l, dan 50 l.
Dikeringkan dengan gas nitrogen hingga agak kering.
Diderivatisasi dengan 100 l TFA.
Didiamkan selama 2 jam.
Dilarutkan standar dengan 900 µl acetonitril : air (1:9).
Pembuatan Fase Gerak sebanyak 1000 ml
Disiapkan alat Erlenmeyer Milipore, vakum, dan botol schott.
Dimasukkan Acetonitril 100 ml, Metanol 300 ml, dan Aquabidest 600 ml ke dalam botol schoot.
Saring dengan membran filter dengan ukuran pori 0,45 m.
Dimasukkan larutan fase gerak ke dalam botol schott dan disonikasi dengan alat sonikator selama 30 menit dan siap digunakan.
Kondisi alat KCKT
Diukur konsentrasinya pada KCKT dengan kondisi :
Kolom : C18 µ Inert Sil ODS-3
Detektor : Fluoresens, λem 365 nm dan λeks 425 nm
Volume Injeksi : 20 µl
Waktu retensi : 15 menit
Mode pompa : Isokratik
Fase gerak : Metanol : Acetonitril : Aquabidest
(30 : 10 : 60)
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil dan Data Analisis
Berdasarkan hasil pengujian, linearitas pada larutan standar aflatoksin total (B1, G1, B2, G2). diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 6. Hasil Uji Jangkauan Kerja Linear
Aflatoksin
Luas Area
Konsentrasi
(ppm (g/kg))
Koefisien Korelasi
AFB1
776570
1525289
3842512
10.11
19,87
50,03
0,9999
AFG1
350541
702922
1778027
9,88
19,81
50,10
0,9999
AFB2
310098
664795
1647758
2,82
6,10
15,01
0,9997
AFG2
185694
328631
967911
2,94
5,20
15,33
0,9957
Keterangan : syarat batas uji linearitas > 0,995.
Gambar 13. Kurva Linearitas AFB1 dan AFB2Gambar 13. Kurva Linearitas AFB1 dan AFB2
Gambar 13. Kurva Linearitas AFB1 dan AFB2
Gambar 13. Kurva Linearitas AFB1 dan AFB2
Gambar 14. Kurva Linearitas AFG1 dan AFG2Gambar 14. Kurva Linearitas AFG1 dan AFG2
Gambar 14. Kurva Linearitas AFG1 dan AFG2
Gambar 14. Kurva Linearitas AFG1 dan AFG2
Berdasarkan hasil analisis aflatoksin total (B1, G1, B2, G2) pada sampell kacang tanah secara KCKT, diperoleh data seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Data Sampel
Nomor sampel
Bobot sampel (g)
Aflatoksin
Fp
Slope
Area sampel
12.010
25.0360
Aflatoksin G1
1
35488.41
TT
25.0634
1
35488.41
TT
Rata-rata
25.0360
Aflatoksin B1
1
76799.02
362543
25.0634
1
76799.02
372687
Rata-rata
25.0360
Aflatoksin G2
1
63139.00
TT
25.0634
1
63139.00
TT
Rata-rata
25.0360
Aflatoksin B2
1
130646.38
83756
25.0634
1
130646.38
83326
Rata-rata
Keterangan : Tidak Terdeteksi (TT)
Berdasarkan hasil analisis kadar aflatoksin total (B1, G1, B2, G2) pada sampel kacang tanah secara KCKT, diperoleh hasil seperti terlihat pada tebel berikut.
Tabel 8. Kadar Sampel
Sampel
Hasil (ppb atau µg/kg)
Jumlah
(µg/kg)
G1
B1
G2
B2
12.010 a
TT
4.72
TT
0.77
5.49
12.010 b
TT
4.86
TT
0.76
5.62
Rata-rata
5.55
Keterangan : Tidak Terdeteksi (TT)
Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan data kontrol sampel penetapan analisis total aflatoksin (B1, G1, B2, G2) sebagai berikut:
Tabel 9. Data Kontrol Sampel
Nomor sampel
Bobot sampel (g)
Aflatoksin
Fp
Slope
Area sampel
Kadar sampel (µg/kg)
Kontrol
Sampel
25.0012
Aflatoksin G1
25
35488.41
214984
6.06
25.0631
25
35488.41
210099
5.91
Rata-rata
5.98
25.0012
Aflatoksin B1
25
76799.02
812623
10.58
25.0631
25
76799.02
812005
10.55
Rata-rata
10.56
25.0012
Aflatoksin G2
25
63139.00
105220
1.67
25.0631
25
63139.00
109083
1.72
Rata-rata
1.69
25.0012
Aflatoksin B2
25
130646.38
233176
1.78
25.0631
25
130646.38
233734
1.78
Rata-rata
1.78
Pembahasan
Menurut ISO/IEC 17025:2008 klausul 5.9, Pemantauan jaminan mutu dapat dilakukan dengan beberapa cara, berikut merupakan hal-hal yang dilakukan:
Keteraturan penggunaan bahan acuan bersetifikat dan/atau pengendalian mutu internal menggunakan bahan acuan sekunder, misalnya Certified Reference Material (CRM) atau Standarized Reference Material (SRM).
Partisipasi dalam uji banding antar laboratorium atau program uji profesiensi.
Replika pengujian atau kalibrasi menggunakan metode yang sama atau berbeda, misalnya melakukan pengujian ulang (duplo) pada saat pengujian, melakukan uji verifikasi pada metode yang digunakan.
Pengujian ulang atau kalibrasi ulang atas barang yang masih ada.
Kolerasi hasil untuk karakteristik yang berbeda dari suatu barang.
Pada pengujian aflatoksin total (B1, B2, G1, G2) dengan sampel kacang tanah, pemantaun jaminan mutu hasil analisa yang dilakukan, berupa uji jangkauan kerja liniear, pengerjaan duplo dan kontrol sampel (sampel yang di spike), Hal ini sering dilakukan oleh laboratorium penguji.
Akan tetapi, pemantauan jaminan mutu hasil analisa seperti ini hanya bias dilakukan dalam laboratorium tersebut (intra lab), tidak dapat dibandingkan dengan laboratorium lainnya. Pengujian ini bertujuan untuk memantau keabsahan hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan data yang sedemikian rupa agar dapat tertelusur.
Pada pengujian penetapan aflatoksin total (B1, B2, G1, G2) kali ini, jaminan mutu pengujian yang digunakan adalah menggunakan alat penunjang yang sudah terkalibrasi, uji linearitas pada standar, uji pungut ulang pada sampel atau duplo, dan kontrol sampel.
Uji linearitas pada standar aflatoksin didapatkan hasil koefisien korelasi sebagai berikut:
Tabel 10. Hasil Koefisen Korelasi Standar Aflatoksin
Aflatoksin
Koefisien Korelasi
AFB1
0,9999
AFG1
0,9999
AFB2
0,9997
AFG2
0,9957
Jangkauan kerja linear (linearitas) merupakan kisaran konsentrasi analat yang secara eksperimen mampu memenuhi persyaratan mutu metode uji melalui penetapan presisi, akurasi dan lineritas pengujian (Wood et al, 1998). Berdasarkan hasil pengujian linearitas pada larutan standar campuran aflatoksin diperoleh hasil koefisien relasi yang memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh SNI ISO/IEC 17025:2008 dengan batas hasil uji linearitas >0,995. Maka, hasil uji linearitas pada standar aflatoksin yang ditetapkan sudah memenuhi persyaratan.
Hubungan linear menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka luas areanya pun akan semakin tinggi pula atau berbanding lurus. Semakin linear suatu grafik, maka semakin berbanding lurus pula koefisien korelasi dengan luas area serta koefisien korelasi akan mendekati nilai satu.
Pengujian ulang dari suatu pengujian dalam 1 laboratorium uji (intralab), dilakukan untuk mengukur kemampuan suatu metode pengujian untuk menunjukan kedekatan atau presisi. Untuk dua kali pengulangan (duplo) dinyatakan dalam RPD (Repeatability Persen Difference), persyaratan RPD menurut persamaan Horwitz adalah sebagai berikut:
0,66 x CVHorwitz
Dimana CV (Nilai Horwitz) = 2(1-0.5logC)
Dimana nilai C (fraksi konsentrasi) = 1 x 10-9
Pada pengujian aflatoksin didapatkan hasil nilai RPD pada kontrol sampel dan sampel sebagai berikut:
Tabel 11. Nilai %RPD pada Kontrol Sampel
Aflatoksin
Kadar sampel (µg/kg)
%RPD
Aflatoksin G1
6.06
2.55
5.91
Rata-rata
5.98
Aflatoksin B1
10.58
0.32
10.55
Rata-rata
10.56
Aflatoksin G2
1.67
3.36
1.72
Rata-rata
1.69
Aflatoksin B2
1.78
0.01
1.78
Rata-rata
1.78
Tabel 12. Nilai %RPD pada sampel
Aflatoksin
Kadar sampel (µg/kg)
%RPD
Aflatoksin G1
0.00
0.00
0.00
Rata-rata
<0.50
Aflatoksin B1
4.71
2.65
4.84
Rata-rata
4.78
Aflatoksin G2
0.00
0.00
0.00
Rata-rata
<0.12
Aflatoksin B2
0.64
0.62
0.64
Rata-rata
0.64
Uji temu balik atau Recovery test dilakukan apabila suatu metode memerlukan cara kerja yang panjang, akan tetapi kadar yang dihasilkan kecil dan dapat juga untuk mengetahui jumlah analit yang hilang dalam proses pengujian. Cara ini dilakukan dengan spiking sample (contoh uji yang diperkaya dengan larutan baku dengan konsentrasi tertentu) kedalam analit. Nilai uji temu balik dapat dicari dari persamaan berikut:
% Recovery = B – A x 100 %
C
Dimana:
kandungan analit pada sampel tanpa penambahan larutan standar (A)
kandungan analit pada sampel dengan penambahan larutan standar (B)
kandungan analit yang ditambahkan kepada sampel (C)
Tabel 13. Nilai %Recovery pada Kontrol Sampel
Aflatoksin
Kadar sampel (µg/kg)
Spike (ug/kg)
Recovery (%)
Aflatoksin G1
6.06
5.77
105.00
5.91
5.77
102.36
5.98
103.68
Aflatoksin B1
10.58
5.77
101.69
10.55
5.77
98.90
10.56
100.30
Aflatoksin G2
1.67
1.73
96.28
1.72
1.73
99.57
1.69
97.93
Aflatoksin B2
1.78
1.73
103.12
1.78
1.73
103.11
1.78
103.11
Pada pengujian aflatoksin total (B1, B2, G1, G2). Nilai Recovery yang digunakan dalam pengujian ini antara 60% sampai dengan 115%. Jika hasil pengujian spike sample berada di luar kriteria, maka pengujian sampel harus diulangi.
Metode penetapan kadar aflatoksin total (B1, B2, G1, G2) dalam kacang tanah, dilakukan berdasarkan metode AOAC (Association of Official Analytical Chemistry) Official Method 991.31 yang menggunakan alat KCKT yang sudah mengalami pengembangan.
Pada tahap awal yaitu ekstraksi, sampel sebanyak 25 gram dicampurkan dengan metanol : aquabidest (70 : 30) sebanyak 125 ml guna untuk mengekstrak aflatoksin dalam matrik, dan mengurangi pengotor yang terdapat di dalamnya. Penggunaan sebanyak 125 ml metanol juga bertujuan untuk mendapatkan 0.2 gram sampel tiap 1 ml metanol. Metanol dipakai karena aflatoksin larut dalam metanol, proses yang dilakukan lebih hemat bahan maupun biaya, waktu dan menyesuaikan pereaksi dengan kolom afinitas yang digunakan. Penambahan garam NaCl juga bertujuan untuk mengoptimasi saat pengekstrakan berlangsung. Matrik yang tidak larut dalam metanol dapat dihilangkan dengan cara proses penyaringan.
Pada tahap kedua, sampel melalui proses pemurnian, sebelum dimurnikan dengan kolom afinitas, sampel akan ditambahkan aquabidest, ini bertujuan untuk mengencerkan sampel, agar diharapkan terdapat 0,0667 g sampel tiap 1 ml metanol. Setelah itu disaring kembali dengan kertas saring mikrofiber, hal ini bertujuan agar menyaring partikel-partikel yang tidak larut sehingga tidak menyumbat saat proses penggunaan kolom afinitas. Sebanyak 15 ml larutan filtrat dimasukan kedalam kolom, ini bertujuan agar didapatkan kurang lebih 1 gram sampel yang akan dianalisa. Pengaturan tetes saat pemurnian maupun saat pencucian menggunakan kolom afinitas, nantinya akan mempengaruhi hasil yang didapatkan. Diusahakan saat permunian, kecepatan alir harus 1 tetes per 1 detik dan saat pencucian kecepatan alir harus 2 tetes per 1 detik. Proses permurnian berguna untuk menangkap ekstrak aflatoksin dengan antibodi, sehingga zat selain ekstrak aflatoksin dapat dikeluarkan dari kolom afinitas.
Setelah itu dielusikan dengan pelarut metanol 100 %, dengan tujuan agar senyawa aflatoksin yang terikat pada kolom afinitas akan terelusi. Ekstrak yang telah dielusi dikeringkan dan diderivatisasi, perlakuan derivatisasi ini bertujuan untuk membentuk gugus senyawa yang sensitif terhadap detektor fluoresens, pada alaminya golongan B1 dan B2 sudah terdapat gugus ini, tetapi pada golongan G1 dan G2, gugus ini tidak ada. Maka dari itu proses derivatisasi harus dilakukan. Kemudian dibaca dengan KCKT menggunakan fase gerak acetonitril : metanol : aquabidest (10 : 30 : 60) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit.
Berdasarkan hasil analisis kadar aflatoksin campuran (B1, G1, B2, G2) yang telah dilakukan terhadap sampel kacang tanah dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), didapatkan hasil yang positif terhadap sampel kacang tanah dengan kisaran konsentrasi aflatoksin 5,55 µg/kg. Dengan batas toleransi yang dikeluarkan oleh BSN pada SNI 7385:2009 sebesar 20 ppb atau 20 µg/kg, sampel yang telah dianalisis berada dibawah batas toleransi dan aman dimakan oleh manusia maupun hewan ternak.
Tabel 14. Batas Toleransi Aflatoksin pada Pangan
No.
Pangan
Jenis
Batas Maksimum
(ppb atau µg/g)
1.
Kacang tanah dan produk olahan
B1
15
Total
20
2.
Jagung dan produk olahan
B1
15
Total
20
3.
Rempah-rempah bubuk
B1
15
Total
20
Sumber: SNI 7385:2009
Walaupun manusia maupun hewan ternak mengkonsumsi kacang tanah yang mengandung aflatoksin yang berada dibawah batas toleransi standar, konsumsi dalam jangka waktu panjang akan menyebabkan efek samping yang disebut aflatoksikosis (keracunan akut). Aflatoksikosis dipengaruhi oleh umur, dosis yang termakan dan lamanya aflatoksin yang terpapar dan jenis makanan.
Aflatoksin tidak meyebabkan keracunan secara akut, namun secara kronis dapat menyebabkan kelainan organ hati. Kemampuan aflatoksin menginduksi kanker hati diduga disebabkan aflatoksin dapat terikat pada makromolekul hati dalam jumlah rendah dan bila tinggi makan akan menyebabkan kematian.
Untuk menanggulangi bahaya aflatoksin, harus dilakukannya pengawasan dari saat pra panen hingga masa pasca panen. Dalam hal penyimpanan suatu kacang tanah harus memperhatikan pula aspek kritis yang dapat yang mempengaruhinya suatu pertumbuhan kapang atau cendawan. Serta pengetahuan terhadap sifat kapang atau cendawan penghasil aflatoksin haruslah diketahui.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis terhadap aflatoksin campuran (G1, B1, G2, B2) yang telah dilakukan, didapatkan hasil kadar aflatoksin pada kacang tanah 5,49 µg/kg dan 5,62 µg/kg. Dari 2 sampel yang telah dianalisis, semua sampel kacang tanah mengandung aflatoksin dan semua sampel berada dibawah batas toleransi yang ditetapkan dalam SNI 7385:2009 tentang batas maksimum kandungan mikotoksin dalam pangan yaitu sebesar 20 µg/kg (ppb).
Pada uji jangkauan kerja linear didapatkan koefisien korelasi atau yang disebut regresi untuk aflatoksin G1 sebesar 0,9999, aflatoksin B1 sebesar 0,9999, aflatoksin G2 sebesar 0,9957, dan aflatoksin B2 sebesar 0,9997. Hasil ini memenuhi persyaratan menurut SNI ISO/IEC 17025:2008 dengan batas uji linearitasnya >0,9950
Sedangkan pada pengujian ulang pada sampel (duplo), didapatkan nilai %RPD untuk G1 sebesar 2.55%, aflatoksin B1 sebesar 0.32%, aflatoksin G2 sebesar 3.36%, dan aflatoksin B2 sebesar 0.01%. Pada sampel didapatkan hasil untuk aflatoksin B1 sebesar 2.65 dan aflatoksin B2 sebesar 0.62%. untuk nilai Horwitz pada konsentrasi <10 µg/kg sebesar 16.00%, maka untuk pengujian ini semua hasil memenuhi kriteria %RPD.
Pada uji temu balik pada sampel yang dispike, didapatkan nilai recovery untuk aflatoksin G1 sebesar 103.68%, aflatoksin B1 sebesar 100.30%, aflatoksin G2 sebesar 97.93%, dan aflatoksin B2 sebesar 103.11%. Hasil pengujian ini, memenuhi kriteria nilai % recovery antara 60% sampai dengan 115%.
Saran
Analisis aflatoksin total (B1, G1, B2, G2) dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memiliki sensitifitas yang tinggi, analisis harus dilakukan dengan teliti dan presisi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam melakukan analisis kadar aflatoksin sebaiknya diperhatikan:
Saat menggunakan kolom Imunoafinitas, jangan sampai ada kebocoran saat melakukan ekstraksi, karena dapat terjadi kesalahan negatif.
Pembilasan setelah contoh saat menggunakan kolom Imunoafinitas, harus dipastikan kolom terbebas dari aquabidest agar mempermudah dalam penguapan setelah ditambahkan metanol.
Saat membuat fase gerak, terlebih dulu disaring dan di hilangkan gelembungnya (dihilangkan dengan supersonic) agar mempermudah dan dapat memberikan hasil yang terbaik saat membaca respon contoh dengan KCKT.
Perlu dilakukan kontrol residu aflatoksin pada kacang tanah yang rentan ditumbuhi oleh kapang Aspergillus flavus saat pra panen, pasca panen (penyimpanan, distribusi, dll.) sebelum didistribusikan untuk diolah menjadi makanan bagi manusia dan diolah menjadi pakan ternak untuk hewan ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI) 7385-2009. Batas Maksimum
Kandungan Mikotoksin dalam Pangan.Dewan Standarisasi Nasional (DSN).
Annisa.Analisis Pengujian Residu Aflatoksin Campuran pada Pakan Ternak
Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).Bogor.Smakbo.
Wati, Yatmika.Jaminan Mutu Pengujian Aflatoksin B1 pada Kacang Tanah.
Bogor.Smakbo.
Makfoeld, D. 1993. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Bimo Setiarto, Haryo dan Rahmansyah, Maman. 2011. Profil Zat Racun Aflatoksin. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Blount, W.P. 1961. Turkey "X" Disease. J. Brit. Turkey Fed. 9:52.
C. Lu, Frank. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia.
Goldbatt, Leo A. 1969. Afaltoxin (Scientific Background, Control, and Implications). New York: Academic Press.
Ismail, E. Krisnandi dan Arifin, Zaenal. 2014. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Bogor: Departemen Perindustrian. Pusdiklat Industri. SMAK Bogor.
Makfoeld, Ir. Djarir. 1993. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta. Kanisus Yogyakarta
Aksi Agraris Kanisius. 1990. Kacang Tanah. Yogyakarta: Kanisius.
Bainton, S.J., dkk. 1980. Micotoxin Training Manual. London: Tropical Products Insitute.
Horwitz, William (editor), dan George W. Latimer, Jr. (Assistant editor). 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International, edisi Kelima. USA: AOAC International Suite.
HS, Suprapto. 1998. Bertanam Kacang Tanah. Bogor: Penebar Swadaya.
Imamkhasani, Soemanto. 1990. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia. Jakarta: PT Gramedia.
ISO/IEC 17025. 2005. Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Jakarta: Komite Akreditasi Nasional.
La Ega C.C Nurnitri, Rizal Syarif. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. Bogor: IPB Press.
Ningsih, Ratna. 2004. Pemisahan Aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 dari Aspergillus flavus Toksigen. Bogor: UNPAK.
RSNI 01. 2007. Batas Kandungan Mikotoksin dalam Pangan, edisi Keenam. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Tim Kepala Pusat Informasi dan Keamanan Hayati. 2007. Pedoman Teknis Pengujian Cemaran Kimia Mikotoksin pada Pangan Segar Asal Tumbuhan.
Winarno, F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wood, Roger, Amders Nilsson, dan Harriet Wallin. 1998. Quality in The Food Analysis Laboratory. London: The Royal Society of Chemistry.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Jabatan PT Anugrah Analisis Sempurna
Manajer PuncakManajer MutuManajer UmumManajer TeknisManajer KeuanganPenyelia KeuanganManajer LitbangManajer PemasaranManajer HSEStaff KeuanganStaff UmumPenyelia Pengambiil ContohPenyelia Lab.AnalisPenyeliaStaff PemasaranPengendali DokumenTim AuditPetugas Pengambil Contoh
Manajer Puncak
Manajer Mutu
Manajer Umum
Manajer Teknis
Manajer Keuangan
Penyelia Keuangan
Manajer Litbang
Manajer Pemasaran
Manajer HSE
Staff Keuangan
Staff Umum
Penyelia Pengambiil Contoh
Penyelia Lab.
Analis
Penyelia
Staff Pemasaran
Pengendali Dokumen
Tim Audit
Petugas Pengambil Contoh
Lampiran 2. Bagan Alir Sampel
25 gr sampel kacang tanah halus25 gr sampel kacang tanah halusLampiran 3. Prosedur Analisis Aflatoksin B1 Total dalam Pakan menurut Park et al. 1994 of AOAC International 991.31 yang telah mengalami pengembangan.
25 gr sampel kacang tanah halus
25 gr sampel kacang tanah halus
+ 125 ml metanol 70%+5 gr Nacl+ 125 ml metanol 70%+5 gr Nacl
+ 125 ml metanol 70%
+5 gr Nacl
+ 125 ml metanol 70%
+5 gr Nacl
Blender 2 menit kecepatan highBlender 2 menit kecepatan high
Blender 2 menit kecepatan high
Blender 2 menit kecepatan high
Saring dengan KS. BerabuSaring dengan KS. Berabu
Saring dengan KS. Berabu
Saring dengan KS. Berabu
15 ml filtrate, tabung centrifuge, + 30 ml aquabidest15 ml filtrate, tabung centrifuge, + 30 ml aquabidest
15 ml filtrate, tabung centrifuge, + 30 ml aquabidest
15 ml filtrate, tabung centrifuge, + 30 ml aquabidest
Saring dengan KS. microfiberSaring dengan KS. microfiber
Saring dengan KS. microfiber
Saring dengan KS. microfiber
15 ml filtrat15 ml filtrat
15 ml filtrat
15 ml filtrat
Kolom Afinitas (aflatest)+ 10 ml Aquabidest Kolom Afinitas (aflatest)+ 10 ml Aquabidest
Kolom Afinitas (aflatest)
+ 10 ml Aquabidest
Kolom Afinitas (aflatest)
+ 10 ml Aquabidest
Elusi dengan 1 ml methanol 100%Elusi dengan 1 ml methanol 100%
Elusi dengan 1 ml methanol 100%
Elusi dengan 1 ml methanol 100%
Dikeringkan dan + 100 µl TFADikeringkan dan + 100 µl TFA
Dikeringkan dan + 100 µl TFA
Dikeringkan dan + 100 µl TFA
Siap diinjek ke dalam HPLCFase gerak metanol : asetonitril : aquabidest (30 : 10 : 60)Siap diinjek ke dalam HPLCFase gerak metanol : asetonitril : aquabidest (30 : 10 : 60)
Siap diinjek ke dalam HPLC
Fase gerak metanol : asetonitril : aquabidest (30 : 10 : 60)
Siap diinjek ke dalam HPLC
Fase gerak metanol : asetonitril : aquabidest (30 : 10 : 60)
Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan Standar Aflatoksin Campuran (G1, B1, G2, dan B2).
Larutan standar yang tersedia, mempunyai komposisi sebagai berikut:
Tabel 15. Komposisi Standar induk
Konsentrasi
AFB1
AFG1
AFG2
AFB2
10 ppb
4
4
1
1
20 ppb
8
8
2
2
50 ppb
20
20
5
5
Kemudian dikeringkan hingga agak kering, ditambahkan dengan TFA sebanyak 100 l, lalu didiamkan selama 2 jam, kemudian ditambahkan 900 l acetonitrile : aquabidest 1 : 9.
Apabila yang tersedia larutan induk dengan konsentrasi 2600 ppb maka diencerkan hingga konsentrasi 1000 ppb terlebih dahulu sebanyak 1 ml atau 1000 l. Dengan rumus pengenceran:
V1 x K1 = V2 x K2
Keterangan: V1 = Volume awal (l)
V2 = Volume akhir (l)
K1 = Konsentrasi awal (ppb)
K2 = Konsentrasi akhir (ppb)
K1 = 2600 ppb V1 x 2600 ppb = 1000 l x 1000 ppb
V1 = 384,6 l
Setelah didapatkan pengenceran dengan konsentrasi 1000 ppb, Dibuat larutan dengan konsentrasi masing-masing sebesar 10 ppb ; 20 ppb ; 50 ppb. Kemudian dikeringkan hingga agak kering, ditambahkan dengan TFA sebanyak 100 l, lalu didiamkan selama 2 jam, kemudian ditambahkan 900 l acetonitrile : aquabidest 1 : 9.
Lampiran 5. Perhitungan Spiking sampel
Sebelum menghitung %RPD, harus diketahui sampel yang akan dispike terlebih dahulu, kemudian dapat menghitung %RPD pada kontrol sampel aflatoksin.
Misalnya ingin spiking sampel aflatoksin sebanyak 5 ppb, maka:
5 ppb =5 g 1000 g= X g 25,0000 g
X=0,125 g
Standar aflatoksin yang tersedia sebesar 1000 ppb, maka:
1000 g 1000 ml= 0,125 g X ml
Pada ppb memiliki satuan g/L satuan tersebut dapat diubah menjadi g/ml. Sehingga hasil yang ditambahkan dari standar aflatoksin 1000 ppb sebanyak 125 l.
Apabila ingin mengetahui kosentrasi berapa yang di spike pada aflatoksin G1 yang di spiking sebanyak 10 ppb berdasarkan perbandingan komposisi penyusunnya, yaitu:
4 10x 10 ppb
Maka hasilnya sebesar 4 ppb.
Lampiran 6. Perhitungan Kadar Analisis Aflatoksin Total (G1, B1, G2, dan B2).
Tabel 16. Data konsentrasi (ppb) sampel kacang tanah
Sampel
Hasil (ppb atau µg/kg)
Jumlah
(µg/kg)
G1
B1
G2
B2
12.010 a
TT
4,72
TT
0,77
5,49
12.010 b
TT
4,86
TT
0,76
5,62
Keterangan: TT (Tidak Terdeteksi)
Contoh perhitungan kadar aflatoksin B1 dalam sampel 12.010 a:
ppb contoh=area-interceptslope×fpbobot contoh
ppb contoh=36254376799.0219×2525.0360
ppb aflatoksin B1 = 4,72 µg/kg
Lampiran 6. Kromatogram Standar dan Sampel Kacang Tanah
ii
4
vi
v