LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS
A. DEFINISI Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis merupakan suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik/non spesifik atau virus, yang dapat menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS) Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
B.
ANATOMI LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater. 1. Duramater Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.
Gambar 2 : Lapisan-lapisan selaput otak/meninges 2. Arachnoidea Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerahdaerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna
pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii). 3. Piamater Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu. C. KLASIFIKASI MENINGITIS Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu : 1. Meningitis serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak
yang
jernih.
Penyebab
terseringnya
adalah
Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia. 2. Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), haemolyticuss,
Neisseria
meningitis
Staphylococcus
(meningokok),
aureus,
Haemophilus
Streptococus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. Meningitis dibagi berdasarkan agen infeksius : 1. Meningitis bacterial Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang
susunan
saraf
pusat,
mempunyai
resiko
tinggi
dalam
menimbulkan kematian dan kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri. Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta. Pada umumnya meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari septikemia. Pada meningitis
meningokokus, prodomnya ialah infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan multiplikasi meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman - kuman tersebut. Etiologi dari meningitis bakterial antara lain: - S. pneumonie - N. meningitis - Group B streptococcus atau S. agalactiae - L. monocytogenes - H. influenza - Staphylococcus aureus 2. Meningitis tuberkulosa Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia
karena
morbiditas
tuberkulosis
masih
tinggi.
Meningitis
tuberculosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis. Etiologi dari meningitis tuberkulosa adalah Mycobacterium tuberculosis. 3. Meningitis viral Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks, dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzim neurotransmiter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis. 4. Meningitis jamur Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan
imunitas, angka kejadian meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam cairan serebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu pertumbuhannya. Etilogi dari meningitis jamur antara lain: - Cryptococcus neoformans - Coccidioides immitris D. INFECTIOUS AGENT MENINGITIS Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5
tahun
(balita)
disebabkan
oleh
H.influenzae,
Meningococcus
dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria. Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik (viral). E. MANIFESTASI KLINIS Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen. Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah. Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK : 1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering) 2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. 3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb: -
Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
-
Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
-
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya. 5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. 6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tibatiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata F. PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK 1. Anamnesa Anamnesis menunjukkan keluhan utama seperti panas tinggi, nyeri kepala, dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Keluhan meningismus, letargi, malaise, kejang, atau muntah proyektil karena peningkatan tekanan intrakranial tetapi keluhan ini tidak sama pada satu penderita dengan yang lain (tidak khas). Anak umur kurang dari tiga tahun belum dapat mengatakan nyeri kepala sedang pada bayi akan lebih susah lagi karena hanya datang dengan keluhan demam, rewel, letargi, malas minum dan high-pitched cry. Keluhan lain yang harus digali yaitu riwayat penyakit infeksi sebelumnya (Graham dkk., 1996; Kohrman dkk., 2007) misal keluhan diare, batuk-pilek, rinorrhea, otorrhea sebagai port of entry dari meningitis (Saharso dan Hidayati, 1999). 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik awal adalah Status present yaitu gangguan kesadaraan dapat berupa hanya rewel sampai penurunan kesadaran yang dapat diukur sesuai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Pemeriksaan lingkar kepala dilakukan untuk menilai apakah ada hidrosefalus atau peningkatan tekanan intra kranial. Anak kurang dari satu tahun sering didapatkan ubun ubun yang membonjol. Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan papil edema pada pemeriksaan mata. Strabismus akibat penekanan pada saraf abdusen dan dilatasi pupil yang tidak berespon terhadap cahaya terjadi karena penekanan saraf okulomotorik. Bradikardi dan hipertensi arteri dapat terjadi karena tekanan pada batang otak (Stefan dan Florian, 2000; Saharso dan Hidayati, 1999 ). Pemeriksaan Rangsang Meningeal a. Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri
dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. b. Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral. 3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. 1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-). 2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapajenis bakteri. b. Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
1) Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. 2) Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit. c. Pemeriksaan Radiologis 1) Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan. 2) Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada. G. PENATALAKSANAAN 1. Meningitis bacterial Terapi bertujuan untuk mengobati penyebab infeksi disertai perawatan intensif suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap bakteri penyebab, dapat diberikan obat sebagai berikut : (Mansjoer Arif dkk, 2005)
-
Kombinasi ampisilin 12-18 gram dan kloramfenikol 4 gram, diberikan
-
secara intravena dalam dosis terbagi 4 kali per hari. Dapat ditambahkan campuran trimetoprim 80 mg, sulfametoksazol 400
-
mg intravena Dapat pula ditambahkan seftriakson 4-6 gram intravena
Bila sebab diketahui :
-
-
Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok o Ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi per hari, selama minimal 10 hari atau hingga sembuh Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenza o
Kombinasi ampisilin dan kloramfenikol seperti diatas, kloramfenikol disuntikkan intravena 30 menit setelah ampisilin. Lama pengobatan 10 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan kloramfenikol.
-
Meningitis yang disebabkan Enterobacteriaceae o
Sefotaksim 1-2 gram intravena tiap 8 jam. Bila resisten terhadap sefotaksim berikan campuran trimetoprim 80 mg dan sulfometoksazol 400 mg per infus 2 kali 1 ampul per hari, selama minimal 10 hari.
2. Meningitis tuberculosis Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberkulostatika. Tiap jenis tuberkulostatika mempunyai mempunyai spesifikasi farmakologis tersendiri.
Berikut ini adalah beberapa contoh tuberkulostatika yang dapat diperoleh di Indonesia : (Harsono, 2005)
a. Rifampisin Diberikan dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB/hari. Pada orang dewasa diberikan dengan dosis 600 mg/hari, dengan dosis tunggal.
b. Isoniazid Diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Pada dewasa dengan dosis 400 mg/hari.
c. Etambutol Diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari selama lebih kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.
d. Streptomisin Diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan. Tidak boleh digunakan terlalu lama. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari.
e. Kortikosteroid Biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari (dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid lebih kurang diberikan 3 bulan. Steroid diberikan untuk menghambat reaksi inflamasi, menurunkan edema serebri, dan mencegah perlengketan meningens.
f. Pemberian tuberkulin intratekal Pemberian tuberkulin intratekal bertujuan untuk mengaktivasi enzim lisosomal yang menghancurkan eksudat di bagian dasar otak. Berbagai macam tuberkulostatika mempunyai efek samping yang beragam. Di samping sifat autotoksik, streptomisin juga bersifat nefrotoksik. INH dapat mengakibatkan neuropati, rifampisin dapat menyebabkan neuritis optika, muntah, kelainan darah perifer, gangguan hepar, dan flu-like symptoms.
Etambutol
bersifat
hepatotoksik
dan
dapat
menimbulkan
polineuropati dan kejang (Harsono, 2005). 3. Meningitis viral Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan secara komplit).
H. KOMPLIKASI 1. Hidrosefalus obstruktif 2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ) 3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral) 4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ) 5. Efusi subdural 6. Kejang 7. Edema dan herniasi serebral 8. Cerebral palsy 9. Gangguan mental 10. Gangguan belajar 11. Attention deficit disorder
I.
PENCEGAHAN 1. Pencegahan Primer Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.\ Vaksinasi Hib dapat mlindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan
karena
Meningococcus
dinilai dapat
belum
dapat
dicegah
membentuk
dengan
antibodi.
pemberian
Meningitis
kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan
penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.35 meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan
cara
mengurangi
kontak
langsung
dengan
penderita
dan
mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugakesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini.10 Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
a. Meningitis Purulenta - Haemophilus influenzae b: ampisilin, kloramfenikol, setofaksim -
seftriakson. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin,
-
seftriakson. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan
seftriakson. b. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa) - Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid
berupa prednisone digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. 3. Pencegahan Tertier Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisikondisi
yang
tidak
diobati
lagi,
dan
mengurangi
kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.