Case Report Session
MENINGITIS
OLEH: Yuriko Andre 0910312086
PEMBIMBING: Prof. DR. dr. Darwin Amir, Sp.S (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR M. DJAMIL PADANG 2013
0
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous sistem, yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan piamater). Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti agen infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan jamur. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis
ANATOMI DAN FISIOLOGI Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu : a. Piamater Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini. b. Arachnoid Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater. c. Duramater Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
1
ETIOLOGI Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : 1. Bakteri:
Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Staphylococcus
Escherichia coli
Salmonella
2
Mycobacterium tuberculosis
2. Virus : Enterovirus 3. Jamur : Cryptococcus neoformans Coccidioides immitris
PATOFISIOLOGI Agen penyebab ↓ Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah ↓ Bermigrasi ke lapisan subarachnoid ↓ Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal, dan ventrikuler ↓ Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal ↓ Kerusakan neurologist Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada fraktur basis cranii yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar.
MANIFESTASI KLINIK Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif.
3
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. Gejala meningitis meliputi :
Gejala infeksi akut Panas Nafsu makan tidak ada Anak lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial Kesadaran menurun Kejang-kejang Ubun-ubun besar menonjol
Gejala rangsangan meningeal kaku kuduk Kernig Brudzinky I dan II positif
4
DIAGNOSIS Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan tekanan
intrakranial
dan
rangsang
meningeal
perlu
diperhatikan.
Untuk
mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah dan cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbal puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.
KLASIFIKASI MENINGITIS BAKTERI atau PURULENTA Meningitis bakteri atau purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang susunan saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri. Penyebab meningitis purulenta yang tersering adalah Haemophilus influenza, Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitides, Streptococcus B haemolitikus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp.
Haemophilus influenza tipe B (HiB)
5
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
ETIOLOGI 1.
Neonatus : Escherichia coli, Streptokokus, Listeria
2.
Anak
: Haemophilus influenza, Neisseria meningitides (meningokokus), Pneumokokus
3.
Dewasa
: Neisseria meningitides, Pneumokokus, Streptococcus,Staphylococcus
PATOGENESA Bakteri mencapai selaput otak dan ruang subarachnoid melalui : - Trauma terbuka kepala - Operasi - Fraktur basis kranium - Langsung dari infeksi telinga, sinus paranasalis, tulang - Hematogen: sepsis, radang paru, infeksi jantung, infeksi kulit, infeksi gigi dan mulut
Patogenesa dari meningitis dapat terjadi melalui beberapa fase : 1. Penyebaran kuman ke tuan rumah 2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring 3. Invasi ke dalam traktus respiratorius 4. Penyebaran hematogen 5. Invasi ke susunan saraf pusat Bila bakteri mencapai ruang subarachnoid akan terjadi proses inflamasi. Neutropil masuk ke dalam ruang subarachnoid menghasilkan eksudat yang purulen. Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning keabu-abuan atau kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam sisterna pada daerah basal otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam mulkus Sylvii dan Rolandi.
6
Eksudat purulen terkumpul dalam sisterna ini dan meluas ke dalam sisterna basal dan di atas permukan posterior dari medulla spinalis. Eksudat juga dapat meluas ke dalam selubung arachnoid dari saraf cranial dan ruang perivaskuler dari korteks. Dalam jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam cairan ventrikel dan melekat pada dinding ventrikel dan pleksus choroideus, sehingga cairan ventrikel tampak berawan dan hal ini terjadi pada akhir minggu pertama.
GEJALA KLINIS -
TRIAS MENINGITIS : Demam Sakit kepala Tanda rangsang meningeal (+)
- Muntah, photophobia - Kejang, defisit fokal neurologik (hemiparesis, paresis saraf cranial) - Letargi, iritabilitas, gangguan intelektual, penurunan kesadaran - Gambaran klinis yang khas
Rash ( petechia, purpura )
Eksantema
: -Meningococcus : -Pneumococcus -Haemophilus influenza
Artritis, artralgia
: -Meningococcus -Haemophilus influenza
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.
Lumbal pungsi : -Pemeriksaan LCS (warna keruh, sel meningkat, dominan PMN, protein meningkat) -Pemulasan gram -Kultur dan sensitivitas
2.
EEG
: perlambatan difus
3.
Darah
: Leukosit, Hitung jenis, Elektrolit
4.
Radiologik : CT scan otak, cari fokus infeksi (rontgen kepala, rontgen dada)
7
Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dan terdapatnya organisme atau antigennya dalam cairan cerebrospinal. Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan : 1.
Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua
2.
Jumlah sel meningkat lebih dari 100 sel/ml
3.
Jenis sel terutama PMN
4.
Kadar gula darah turun antar 0-20 mg/ml
5.
Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit
6.
Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat pengobatan sebelumnya.
7.
Kadar asam laktat dan pH meningkat
8.
Pada sediaan dengan methylene blue (+)
PENATALAKSANAAN Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut: 1. Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok. Ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi per hari, selama minimal 10 hari atau hingga sembuh. 2. Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenzae. Kombinasi ampisilin dan kloramfenikol seperti di atas, kloramfenikol disuntikkan intravena 30 menit setelah ampisilin. Lama pengobatan minimal 10 hari. Bila pasien alergis terhadap penisilin, berikan kloramfenikol saja. 3. Meningitis yagn disebabkan enterobacteriaceae. Sefotaksim 1-2 gram intravena tiap 8 jam. Bila resisten terhadap sefotaksim, berikan: campuran trimetoprim 80 gram dan sulfametoksazol 400 mg per infuse 2 kali 1 ampul per hari, selama minimal 10 hari. 4. Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus yang resisiten terhadap penisilin. Berikan sefotaksim atau seftriakson 6-12 gram intravena. Bila pasien alergi terhadap penisilin: Vankomisin 2 gram intravena per hari dalam dosis terbagi. 5. Bila etiologi tidak diketahui.
8
Pada orang dewasa berikan ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi dikombinasi dengan kloramfenikol
4 gram per hari intravena. Pada anak
ampisilin 400 mg/kgBB ditambah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena. Pada neonatus ampisilin 100-200 mg/kgBB disertai gentamisin 5 mg/kgBB perhari. Bila setelah diberi terapi yang tepat selama 10 hari pasien masih demam, cari sebabnya di antaranya: 1. Efusi subdural 2. Abses 3. Hidrosefalus 4. Empiema subdural 5. Trombosis 6. Sekresi hormone antidiuretik yang berkurang 7. Pada anak-anak: ventrikulitis
KOMPLIKASI Komplikasi akut meningitis adalah kejang, pembentukan abses, hidrosefalus, sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai, dan syok septik. Manifestasi berat syok septik dengan koagulasi intravaskular diseminata dan perdarahan adrenal adalah komplikasi meningitis meningokokal (sindrom Waterhouse – Friderichsen). Komplikasi penyakit meningokokal lainnya adalah artritis, baik artritis septik atau diperantarai kompleks imun.
MENINGITIS TUBERCULOSA Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.
9
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis. Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari tuberkulosa yang mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bila tidak diobati. Oleh karena itu penyakit ini memerlukan diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat dan rasional. Insidensi meningkat pada pasien dengan : - resistensi obat - program pemberantasan tidak adekuat - infeksi HIV / AIDS
ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis
PATOFISIOLOGI
BTA masuk tubuh ↓ Tersering melalui inhalasi Jarang pada kulit, saluran cerna ↓ Multiplikasi ↓ Infeksi paru / focus infeksi lain ↓ Penyebaran hematogen ↓ Meningens ↓ Membentuk tuberkel ↓ BTA tidak aktif / dormain
10
Bila daya tahan tubuh menurun ↓ Rupture tuberkel meningen ↓ Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid ↓ MENINGITIS
Terjadi peningkatan inflamasi granulomatous di leptomeningen (piamater dan arachnoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul di daerah basal otak.
GEJALA KLINIS Stadium I : Stadium awal - Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia Stadium II : Intermediate - Gejala menjadi lebih jelas - Mengantuk, kejang, - Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N. VII, gerakan involunter - Hidrosefalus, papil edema Stadium III : Advanced - Penurunan kesadaran - Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
DIAGNOSIS 1. Lumbal pungsi LCS
:
-Warna jernih / xantokrom -Sel meningkat -Limfositer -Protein meningkat 11
-Glukosa menurun Periksa : -Ziehl-Neelsen ( ZN ) -PCR ( Polymerase Chain Reaction ) 2. Rontgen thorax -TB apex paru -TB milier 3. CT scan otak - Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis - Tuberkuloma
: massa nodular, massa ring-enhanced
- Komplikasi
: hidrosefalus
4. MRI
TERAPI 1. Rifampicin ( R ) Efek samping
: Hepatotoksik
2. INH ( H ) Efek samping
: Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6
3. Pyrazinamid ( Z ) Efek samping
: Hepatotoksik
4. Streptomycin ( S ) Efek samping
: Gangguan pendengaran dan vestibuler
5. Ethambutol ( E ) Efek samping Nama Obat INH
: Neuritis optika DOSIS Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari
+ piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin
20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan
12
Etambutol
25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari
Rifampisin
Dewasa : 600 mg/hari
Anak 10-20 mh/kgBB/hari
Disamping itu, tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak.
Steroid Diberikan untuk: Menghambat reaksi inflamasi Mencegah komplikasi infeksi Menurunkan edema serebri Mencegah perlekatan Mencegah arteritis/infark otak Indikasi: Kesadaran menurun Defisit neurologist fokal Dosis: Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
DIAGNOSA BANDING - Meningitis bakteri dengan terapi tidak adekuat - Infeksi jamur - Encefalitis viral
13
MENINGITIS VIRAL
Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan cairan cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks cerebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis.
ETIOLOGI - Sering : ENTEROVIRUS Coxsackie dan Echovirus termasuk dalam family Enterovirus merupakan hampir 50% penyebab dari meningitis virus (meningitis aseptic). - Virus neurotropik
GAMBARAN KLINIS - TRIAS MENINGITIS : o Sakit kepala o Demam o Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, Kerniq, Brudzinski) - Muntah, irritabilitas, malaise, photophobia, myalgia
DIAGNOSA 1.
Pungsi lumbal LCS : -Tekanan meningkat -Sel meningkat (awal PMN → limfositer) - Warna jernih - Peotein normal/ sedikit meningkat -Glukosa normal Periksa : -PCR ( Polymerase Chain Reaction ) : DNA / RNA virus 14
-Kultur virus -Titer antibodi 2.
Darah -Titer antibodi
3.
Swab orofaring, feses -Kultur virus
TERAPI Simptomatik
MENINGITIS JAMUR
Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka kejadian meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam cairan cerebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu pertumbuhannya.
ETIOLOGI 1. Cryptococcus neoformans Cryptococcus neoformans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang ada dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur sistemik yang disebut cryptococcis, dahulu dikenal dengan nama Torula hystolitica. Jamur ini paling dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamur dan merupakan penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan imunitas. Cryptococcus neoformans dapat ditemukan pada kotoran burung (terutama merpati), tanah, binatang juga pada kelompok manusia (colonized human). Dengan adanya AIDS, insiden Cryptococcal meningitis meningkat drastis. Di Amerika, meningitis ini termasuk lima besar penyebab infeksi opportunistik pada pasien AIDS. 2. Coccidioides immitris 15
PATOGENESA Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari foramen luschka dan magendi sehingga terjadi hydrocephalus. Pada jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang subarachnoid dan kista kecil di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrate meningen terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada Mycobacterium tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.
GEJALA KLINIS Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau sebagai meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama observasi (paling kurang empat minggu). Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam, nyeri kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis. Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.
DIAGNOSA Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan seperti laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi Cryptococcus sama dengan meningitis tuberculosa. Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan Cryptococcus dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India, kultur dalam media sabouraud dan berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan. Jamur ini juga dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum tulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan cairan cerebrospinal dapat menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum tulang.
16
Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur 10-500 sel/mm3 (dengan dominasi limfosit) Peningkatan kadar protein Penurunan kadar gula biasanya sekitar 15-35 mg Kultur bakteri yang negatif membedakan dengan meningitis bakterial
TERAPI Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari (dalam empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.
PERBANDINGAN GAMBARAN LCS ANTARA MENINGITIS PURULENTA, TB, VIRAL, DAN JAMUR
Warna
PURULENTA
TUBERKULOSA
VIRUS
Tekanan >180 mm H2O
Bila didiamkan terbentuk pelikula Mikroskopis : kuman TBC
Keruh sampai purulen Leukosit meningkat 95 % PMN
Pemeriksaan Kultur bakteri negatif mikroskopik Biakan cairan otak Pemeriksaan serologik serum dan cairan otak Jernih Jernih
Protein
Meningkat, >75 mg%
Jernih atau xantokrom Meningkat, <500/mm3, MN dominan meningkat
Klorida
Menurun, <700 mg%
menurun
Normal / sedikit meningkat Normal
Glukosa
Menurun, <40 mg %, atau < 40 % gula darah
menurun
Normal
Sel
Meningkat antara 101000/mm3
JAMUR
10 -500 sel/mm3 dengan dominasi limfosit Meningkat
Menurun, sekitar 15-35 mg
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill. 2. Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors’ Principles of Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill. 3. Anonim.
2007.
Apa
Itu
Meningitis.
URL:
http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html 4. Ellenby, M., Tegtmeyer, K., Lai, S., and Braner, D. 2006. Lumbar Puncture.The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL: http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf 5. Harsono.
2003.
Meningitis.
Kapita
Selekta
Neurologi.
2
URL:
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm 6. Japardi,I. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL: http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf 7. Quagliarello, VJ., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New
England
Journal
of
Medicine.
336
:
708-16
URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf 8. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503
18
BAB II ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN : Nama
: Nn PH
Jenis kelamin : Perempuan Umur
: 17 tahun
Suku bangsa : Minangkabau Alamat
: Jambi
Pekerjaan
: pelajar
Alloanamnesis : Seorang pasien, Nn perempuan umur 17 tahun dirawat di bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 11 Apri 2013 dengan:
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,awalnya pasien demam sejak 1 bulan yang lalu, tidak tinggi , tidak menggigil.dan hilang timbulkemudian demam disertai nyeri kepala hebat dibagian samping kepala sejak 4 hari sebelum masuk RS. Dua hari kemudian pasien tampak mengantuk dan hanya menyahut bila dipanggil. Lama kelamaan sudah tidak bias diajak komunikasi sejak 1 hari. Dan juga Nampak anggota gerak kanan pasien kurang aktiv disbanding anggota gerak kiri.
Mual dan muntah tidak ada.
Kejang tidak ada
Mulut mencong kesatu sisi tidak ada
Gangguan gerakan bola mata tidak ada
Sesak napas dan batu-batuk saat ini disangkal
Pasien sempat dirawat beberapa hari di RSUD kerinci, kemudian akhirnya di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil.
19
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Pasien pernah mengalami batuk-batuk lama saat umur 12 tahun dan mendapatkan pengobatan lama untuk batuknya tapi tidak diminum rutin dan setelah itu terputus.
Pasien tidak pernah mengalami sakit gigi, infeksi telinga , hidung, dan trauma sebelumnya.
Pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang seperti ini.
Riwayat pribadi dan sosial :
Pasien seorang pelajar SMA dan tinggal bersama orang tua
PEMERIKSAAN FISIK I.
Umum
Keadaan umum : Buruk Kesadaran
: GCS ( E3M2V3) 11
Nadi/ irama
: 84 x/menit, nadi teraba kuat, teratur
Pernafasan
: 20 x/menit, torakoabdominal, teratur
Tekanan darah
: 130/90 mmHg
Suhu
: 38,2oC
Turgor kulit
: baik
II. Status internus Kulit
: turgor tidak menurun, tidak ada sianosis
Kelenjar getah bening Leher
: tidak teraba pembesaran KGB
Aksila
: tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal
: tidak teraba pembesaran KGB
Rambut
: hitam, tidak mudah dicabut
Mata
: edem palpebra OS, sekret bernanah campur darah
Thorak
20
Paru
: Inspeksi
: normo chest, simetris kiri dan kanan
Palpasi
: Fremitus sukar dinilai
Perkusi
: sonor
Auskultasi : bronkovesikuler, Rh+/+ basah di apek paru kanan, whz -/-
Jantung
:
Inspeksi
: ictus cordis tak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-) Abdomen Inspeksi
: tidak membuncit
Palpasi
: hepar dan lien tak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi : bising usus (+) N Korpus vertebrae Inspeksi
: deformitas (-)
Palpasi
: gibus (-)
Alat kelamin
: tidak diperiksa
III. Status neurologikus 1.
2.
3.
Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk
: (+)
Brudzinsky I
: (-) / (+)
Brudzinsky II
: (-) / (+)
Tanda Kernig
: (-) / (+)
Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pupil anisokor, diameter 3mm/5 mm, reflek cahaya +/+, Papil edema (-)
Muntah proyektil tidak ada
Pemeriksaan nervus kranialis
21
N. I (Olfaktorius)
:
N. II (Optikus)
Tidak bisa dinilai :
Reflek cahaya +/+
N. III (Okulomotorius), N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusen) : Doll’s eyes movement bergerak N. V (Trigeminus)
:
reflek kornea (+)
N. VII (Fasialis)
: Plikanasolabialis kanan lebih datar dari kiri
N. VIII (Vestibularis)
: Refleks oculoauditorik (+)
N. IX (Glossopharyngeus), N X : reflek muntah (+),arkus faring simetris, uvula ditengah N. XI (Asesorius)
: Tidak bisa dinilai
N. XII (Hipoglosus)
: deviasi lidah kekiri saat istirahat
4.
Koordinasi : tidak bisa dinilai
5.
Motorik Gerakan dengan rangsangan nyeri ekstremitas kanan kurang aktif, dengan tes jatuh anggota gerak kanan lebih dahulu jatuh
6.
Tonus
: hipertonus
Tropi
: eutrofi
Sensorik Sensibilitas sukar dinilai
7.
Fungsi otonom : unhinited blader (-)
8.
Refleks RF: Biseps
: ++/++
Triseps
: ++/++
KPR
: ++/++
APR
: ++/++
Dinding perut : ++/++ RP : Babinsky
: +/+
Chaddok
: +/-
Oppenheim
: +/-
Schaefer
: +/-
Gordon
: +/22
Hoffman trommer : +/9.
Fungsi luhur : sukar dinilai
Pemeriksaan laboratorium Darah : Rutin
: Hb
: 10,2 gr/dl
Leukosit
: 13.700/mm3
Trombosit
: 353.000/mm3
Hematokrit
: 31 %
LED
: 132 mm/jam
Pemeriksaan penunjang.
Rontgen Foto Thorak PA: Tampak infiltrate dilapangan paru kanan
LP : makroskopis Volume 1 cc, Tidak keruh warna bening jernih Makroskopis : Jumlah sel 4 / mm3, PMN 74 %, MN 26 % Kimia : protein reagaen tidak ada, glukosa 360 mg/dl
Diagnosis : Diagnosis Klinis
: Penurunan kesadaran + hemiparse dextra tipe sentral + meningitis sub akut
Dianosis Topik
: Leptomeningen + sub kortek hemisfer serebri sinistra
Diagnosis Etiologi
: Infeksi meningitis TB
Diagnosis Sekunder :
Diagnosis Banding Meningitis purulenta
Prognosis : Quo ad vitam
: dubia ed malam
Quo ad sanam
: dubia ed malam
Quo ad fungsionam
: dubia ed malam
Terapi :
23
-
Umum : Elevasi kepala 30 derajat IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf Awasi keadaan umum (ABCD) O2 3L/menit Pasang NGT, diet nabati + ekstrak putih telur Kateterisasi urine, hitung balance cairan
-
Khusus : ceftriaxon 1 x 2 gr (PO) Ciprofloxacin 2 x 200 mg IV Dexametason 4 x 5 mg (IV) Alinamin F 1 x 25 mg (IV) Paracetamol 3x500 mg (Inf) OAT : INH 1 x 300 mg Pyrazinamid 1 x 400 mg Rifampisin 1 x 150 mg
Anjuran pemeriksaan 1. Biakan LCS 2. Pemeriksaan BTA sputum 3. Pemeriksaan IgG anti TB 4. Brain CT
FOLLOW UP
24 juli 2010 : S/
Penurunan kesadaran (+), demam (+)
O/ KU
Kesadaran
TD
Nd
Nf
T
sedang
Somnolen
100/60
87x/menit
24 x/menit
38,00C
Status neurologis : GCS
: E3 M5 V4 TRM
: Kaku kuduk (+),kernig (-/+), brudzinsky I (-/+),
brudzinsky II (-/+). N.Cranial
↑ TIK
: (-)
: Pupil isokhor, Ø 3 mm/4 mm, RC +/+ 24
Doll’s Eye Movement bergerak Refleks kornea (+) Motorik
: sukar dinilai
Sensorik
: Respon terhadap nyeri
RF
: ++/++
RP
: +/+
A/ Hemiparese dextra + parese N VII dextra tipe sentral + meningitis sub akut
Th/ -
Umum : Elevasi kepala 30 derajat IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf Awasi keadaan umum (ABCD) O2 3L/menit Pasang NGT, diet nabati + ekstrak putih telur Kateterisasi urine, hitung balance cairan
-
Khusus : ceftriaxon 1 x 2 gr (PO) Ciprofloxacin 2 x 200 mg IV Dexametason 4 x 5 mg (IV) Alinamin F 1 x 25 mg (IV) Paracetamol 3x500 mg (Inf) OAT : INH 1 x 300 mg Pyrazinamid 1 x 400 mg Rifampisin 1 x 150 mg
24 April 2013 : S/
Penurunan kesadaran (+), demam (+)
O/ KU
Kesadaran
TD
Nd
Nf
T
sedang
Somnolen
100/60
80x/menit
19 x/menit
37,80C
Status neurologis : GCS
: E3 M5 V4 TRM
: Kaku kuduk (+),kernig (-/+), brudzinsky I (-/+), 25
↑ TIK
brudzinsky II (-/+). N.Cranial
: (-)
: Pupil isokhor, Ø 3 mm/5 mm, RC +/+ Doll’s Eye Movement bergerak Refleks kornea (+)
Motorik
: sukar dinilai
Sensorik
: Respon terhadap nyeri
RF
: ++/++
RP
: +/+
A/ Hemiparese dextra + parese N VII dextra tipe sentral + meningitis sub akut
25 april 2013 : S/
Penurunan kesadaran (+), demam (+)
O/ KU
Kesadaran
TD
Nd
Nf
T
sedang
Somnolen
100/60
82x/menit
21 x/menit
37,90C
Status neurologis : GCS
: E3 M5 V4 TRM
: Kaku kuduk (+),kernig (-/+), brudzinsky I (-/+),
brudzinsky II (-/+). N.Cranial
↑ TIK
: (-)
: Pupil isokhor, Ø 3 mm/5 mm, RC +/+ Doll’s Eye Movement bergerak Refleks kornea (+)
Motorik
: sukar dinilai
Sensorik
: Respon terhadap nyeri
RF
: ++/++
RP
: +/+
A/ Hemiparese dextra + parese N VII dextra tipe sentral + meningitis sub akut
Th/ -
Umum : Elevasi kepala 30 derajat IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/kolf 26
Awasi keadaan umum (ABCD) O2 3L/menit Pasang NGT, diet nabati + ekstrak putih telur Kateterisasi urine, hitung balance cairan -
Khusus : ceftriaxon 1 x 2 gr (PO) Ciprofloxacin 2 x 200 mg IV Dexametason 4 x 5 mg (IV) Alinamin F 1 x 25 mg (IV) Paracetamol 3x500 mg (Inf) OAT : INH 1 x 300 mg Pyrazinamid 1 x 400 mg Rifampisin 1 x 150 mg
27