LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA PADA ANAK
Disusun Oleh : Restiana Rahmawati
22020111140105 22020111140105
Galuh Forestry M
22020111130056 22020111130056
Anggi Faisal H
22020111130034 22020111130034
Tri Purnaningsih
22020111130026 22020111130026
Kartika Ekawati
22020111130042 22020111130042
Rosa Lia Aini La’bah
22020111130063
Lovinda Rosianita
22020111130020 22020111130020
Prima Sharah Sekarini
22020111130050 22020111130050
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014
LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA PADA ANAK
A. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008) Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008) Klasifikasi Leukemia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani (2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau mielositik) dan perjalan penyakit (akut atau kronik). 1. Leukemia Akut Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia mieloid akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien biasanya mengalami riwayat penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan, pucat, lelah, dan infeksi berulang di mulut dan tenggorokan. Hitung darah lengkap sering kali menunjukkan anemia dan trombositopenia. Hitung sel darah putih dapat meningkat atau sangat rendah. Perdarahan di area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital. 2. Leukemia Mieloid Akut AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring pertambahan usia. AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati dengan kemoterapi sitotoksik atau radioterapi.
1|Page
3. Leukemia Limfoblastik Akut ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak. Akan tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens seiring pertambahan usia. Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian besar menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami manifestasi spesifik ynag meliputi pembesaran nodus limfe (limfadenopati), hati, dan limpa ( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat. 4. Leukemia Mieloid Kronik CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia, namun terutama berusia antara 40 dan 60 tahun. 5. Leukemia Limfosit Kronik CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di darah, sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada individu berusia di atas 50 tahun.
B. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus. 1. Faktor genetik Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia. 2. Radioaktif Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi sesudah 5 tahun. 3. Virus Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
2|Page
sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah manusia.
C. Patofisiologis
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, selsel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali, dll. (Hidayat, 2006)
D. Manifestasi Klinis Leukimia
Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium lanjut. 1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia 2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih 3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi 4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat progresif. 5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik. 3|Page
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi. 7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan menjadi tiga tipe: 1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifesta si keluhan yang paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri. 2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia cukup sering terjadi. 3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005) a. Leukemia limfoblastik akut Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm 3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm 3 [normalnya 1500/mm 3] sering dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
4|Page
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William, 2004) b. Leukemia nonlimfositik akut Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm 3. Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis. (William, 2004) c. Leukemia mielositik kronis Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004) 2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005) 3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick, 2005) 4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patr ick, 2005) 5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patric k, 2005) 6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan trombosit. (Patrick, 2005) 7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi 5|Page
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2005) 8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)
6|Page
F. PATHWAY Faktor genetik Sinar radioaktif Virus
leukemia
Poliferasi sel darah putih tanpa terkendali atau leukosit abnormal
Peningkatan jumlah leukosit imatur/abnormal
Masuk sumsum tulang belakang
Masuk ke organ tubuh
Menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang belakang
Pembesaran limfa
Nyeri
dan hati
tulang/persendian
Gagal atau terganggunya Jika sudah kronis
produksi sel
Sel darah merah
Trombosit
Sel darah putih
menurun
menurun
normal
Nyeri
menurun Anemia
Pucat, lemah, lemas
Kelemahan
Terjadi gangguan
Kekebalan tubuh
pembekuan
menurun
darah
Resiko injury
Resiko infeksi
7|Page
G. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia
1. Kemoterapi Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan. Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat. Pasien harus diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL). Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi. a. Fase Induksi Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%. b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan system saraf pusat. c. Konsolidasi Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
8|Page
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi: 1. Prednison untuk efek antiinflamasi 2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel selama metaphase 3. Asparaginase
untuk
menurunkan
kadar
asparagin
(asam
amino
untuk
pertumbuhan tumor) 4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah 5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat. 6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi biokimia. 7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat. 8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut (Hidayat, Aziz. 2008)
2. Transplantasi sumsum tulang Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang 9|Page
tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat mechanism imunologis.
3. Resusitasi Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi, transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat
infeksi.
Lebih
mudah
menghentikan
pemberian
antibiotic
daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi antibiotik. (Patrick. 2005)
H. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar (monozigot) c. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat d. Kaji adanya tanda
–
tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus e. Kaji adanya tanda
–
tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda invasi ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.
10 | P a g e
2. Analisa Data Keperawatan
a. Data Subjektif Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :
Lelah Letargi Pusing Sesak Nyeri dada Napas sesak Priapismus Hilangnya nafsu makan Demam Nyeri Tulang dan Persendian. b. Data Objektif Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :
Pembengkakan Kelenjar Lympa
Anemia
Perdarahan
Gusi berdarah
Adanya benjolan tiap lipatan
Ditemukan sel – sel muda
3. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan / Keletihan (00093) b. Risiko cidera (00086) c. Risiko infeksi (00004) d. Nyeri (00132)
11 | P a g e
I. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa
Tujuan dan criteria hasil
intervensi
keperawatan 1
Kelemahan/keletihan NOC: (00093)
NIC:
-
Endurance
-
Concentrasion
-
Energy conservation
pembatasan klien
-
Nutritional status:
dalam melakukan
energy
aktivitas
Criteria hasil : -
-
Energy management -
-
Observasi adanya
Dorong anak untuk
Memverbalisasikan
mengungkapkan
peningkatan energy
perasaan terhadap
untuk merasa lebih baik
keterbatasan
Menjelaskan
-
Kaji adanya factor
penggunaan energy
yang menyebabkan
untuk mengatasi
kelelahan
kelelahan
-
Monitor nutrisi dan
-
Kecemasan menurun
sumber energy yang
-
Glukosa darah adekuat
adekuat
-
Kualitas hidup
-
Monitor klien akan
meningkat
adanya kelelahan
-
Istirahat cukup
fisik dan emosi secara
-
Mempertahankan
berlebihan
kemampuan untuk
-
Monitor respon kardiovaskuler
berkonsentrasi
terhadap aktivitas -
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat klien
-
Dukung klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan 12 | P a g e
berhubungan dengan perubahan hidup yang disebabkan keletihan -
Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan
-
Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas (tingkatkan periode istirahat)
-
Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan asupan makanan yang berenergi tinggi
Behavior Management Activity Terapy Energy Management Nutrition Management 2
Risiko cidera
NOC: -
NIC: Risk Control
Criteria hasil -
-
Klien terbebas dari
(manajemen lingkungan) -
Sediakan lingkungan
cidera
yang aman untuk
Klien mampu
klien
menjelaskan
-
Environment management
-
Identifikasi
cara/metode untuk
kebutuhan keamanan
mencegah injury/cedera
klien, sesuai kondisi
Klien mampu
fisik dan fungsi
menjelaskan factor
kognitifn klien dan
resiko dari
riwayat penyakit
13 | P a g e
lingkungan/perilaku personal -
-
-
terdahulu klien -
Menghindarkan
Mempunyai gaya hidup
lingkungan yang
untuk mencegah injury
berbahaya (misalnya
Menggunakan fasilitas
memindahkan
kesehatan yang ada
perabotan)
Mampu mengamati
-
tempat tidur
perubahan status kesehatan
Memasang side rail
-
Menyediakan tempat tidur nyaman dan bersih
-
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau klien
-
Membatasi pengunjung
-
Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
-
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
-
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
-
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
14 | P a g e
3
Resiko infeksi
NOC:
NIC:
-
Immune status
Infection control (control
-
Knowledge : infection
infeksi)
control -
-
setelah dipakai klien
Risk control
lain
Keiteria hasil: -
Klien bebas daru tanda
-
Mendeskripsikan proses
-
-
Instruksikan kepada pengunjung untuk
penularan serta
mencuci tangan
penatalaksanaannya
sebelum berkunjung
Menunjukkan
dan setelah
kemampuan untuk
meninggalkan klien. -
Gunakan sabun
infeksi
antimikroba untuk
Jumlah leukosit dalam
cuci tangan
batas normal -
-
mempengaruhi
mencegah timbulnya
-
Batasi pengunjung bila perlu
penularan penyakit, factor yang
Pertahankan teknik isolasi
dan gejala infeksi -
Bersihkan lingkungan
-
Cuci tangan setiap
Menunjukkan perilaku
sebelum dan sesudah
hidup sehat.
melakukan tindakan keperawatan -
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
-
Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
-
Ganti letak IV perifer dan line control dan dressing sesuai
15 | P a g e
dengan petunjuk umum -
Tingkatkan intake nutrisi
-
Berikan terapi antibiotic bila perlu
4
Nyeri akut
NOC:
NIC:
-
Pain level
-
Pain control
-
Comfort level
Pain management -
nyeri secara komprehensif
Criteria hasil : -
Mampu mengontrol
termasuk lokasi,
nyeri (tahu penyebab
karakteristik, durasi,
nyeri, mampu
frekuensi, kualitas
menggunakan teknik
dan factor presipitasi
untuk mengurangi nyeri,
-
Observasi reaksi nonverbal dari
Melaporkan bahwa nyeri
ketidaknyamanan -
Gunakan teknik
menggunakan
komunikasi
management nyeri
teraupetik untuk
Mampu mengenali nyeri
mengetahui
(skala, intensitas,
pengalaman nyeri
frekuensi dan tanda
klien
nyeri) -
-
mencari bantuan)
berkurang dengan
-
Lakukan pengkajian
-
Kaji kultur yang
Menyatakan rasa
mempengaruhi
nyaman setelah nyeri
respon nyeri
berkurang.
-
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-
Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang
16 | P a g e
ketidakefektifan control nyeri masa lampau -
Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
-
Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebingungan
-
Kurangi factor presipitasi nyeri
-
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan interpersonal)
-
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
-
Ajarkan tentang teknik non farmakologis
-
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-
Evaluasi keefektifan control nyeri
17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC. Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC. Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika . Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC. Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC. Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar Swadaya
18 | P a g e