LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
DISUSUN OLEH: ANINDYARANI FITRI G3A016282
PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2017/2018
A.
DEFINISI
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah salah satu bagian dari fisiologi homeostasis.Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.Cairan dan Elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan fisiologis dan lingkungan. (Tamsuri.2004)
B.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Di dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman.Dalam kondisi normal intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi.Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan kehilanagn caiaran antara lain melalui proses
penguapan
metabolisme.
ekspirasi,
penguapan
kulit,
ginjal
(urine),ekresi
pada
proses
1. Intake Cairan : Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-lira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses metabolisme. Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus.Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangakan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah.Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal.
2. Output Cairan : Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu : a. Urine : Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh. b. IWL (Insesible Water Loss) : IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat. Penghitungan IWL sebagai berikut : o
DEWASA = 15 cc/kg BB/hari
o
ANAK = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari
o
Jika ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)
(Dari Iwasa M, Kogoshi S. Fluid Therapy. Bunko do, 1995. P 8.)
c. Keringat : Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit. d. Feces
:
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
3. Perpindahan Cairan dan Elektrolit Tubuh. Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu : a. Fase I : Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal. b. Fase II : Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel. c. Fase III : Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan cara :
Diffusi
Filtrasi
Osmosis
Aktiv Transport
Diffusi dan osmosis adalah mekanisme transportasi pasif.Hampir semua zat berpindah
dengan
mekanisme
transportasi
pasif.Diffusi
sederhana
adalah
perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau gas. Beberapa faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi zat terlarut menembus membran kapiler dan sel yaitu :
Permebelitas membran kapiler dan sel
Konsenterasi
Potensial listrik
Perbedaan tekanan.
Osmosis adalah proses difusi dari air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Difusi air terjadi pada daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang rendah ke daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang tinggi.
Perpindahan zat terlarut melalui sebuah membrane sel yang melawan perbedaan konsentrasi dan atau muatan listrik disebut transportasi aktif.Transportasi aktif berbeda dengan transportasi pasif karena memerlukan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP).Salah satu contonya adalah transportasi pompa kalium dan natrium.
Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di dalam bagian plasma dan bagian cairan interstisial karena konsentrasi natrium hampir sama pada kedua bagian itu. Distribusi air dalam kedua bagian itu diatur oleh tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh darah kapiler, terutama akibat oleh pemompaan oleh jantung dan tekanan osmotik koloid yang terutama disebabkan oleh albumin serum. Proses perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut ultrafilterisasi. Contoh lain proses filterisasi adalah pada glomerolus ginjal.
Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian yang terus menerus namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, suatu keadaan yang disebut keseimbangan dinamis atau homeostatis.
C.
ETIOLOGI
1. Ketidakseimbangan volume cairan a. Kekurangan volume cairan Kehilangan cairan dari system gastrointestinal seperti diare, muntah dari fistula atau selang.
Keringat berlebihan, demam, penurunan asupan cairan per oral, penggunaan ob atobatan diuretic. b. Kelebihan volume cairan Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis, peningkatan kadar aldosteron dan steroid di dalam serum, asupan natrium berlebih. c. Sindrom ruang ketiga Hipertensi portal, abstruksi usus halus, peritonitis, luka bakar d. Ketidakseimbangan hiperosmolar Diabetes insipidus Interupsi dorongan rasa haus yang dikontrol secara neurologis ketoasidosis diabetic, pemberian cairan hipertonik. e. Ketidakseimbangan hipoosmolar Asupan cairan berlebih 2. Ketidakseimbangan elektrolit a. Hiponatremia Penyakit ginjal insufisiensi adrenal kehilangan melalui gastrointestinal pengeluaran diuretic. b. Hipernatremia Mengkonsumsi sejumlah besar larutan garam pekat, Pemberian larutan salin hipertonik lewat IV secara iatrogenic. c. Hipokalemiagastrointestial Penggunaan diuretic yang dapat membuang kalium, diare, muntah atau kehilangan cairan lain melalui saluran. d. Hiperkalemia Gagal ginjal, dehidrasi hipertonik, kerusakan selular yang pa rah seperti akibat luka bakar dan trauma. e. Hipokalsemia Pemberian darah yang mengandung sitrat dengan cepat, hipoalbuminemia, hopoparatiroidisme, difisiensi vitamin D, penyakit-penyakit neoplastik, pancreatitis.
f.
Hiperkalsemia Metastase tumor tulang, penyakit paget, osteoporosis, imobilisasi yang lama.
3. Faktor Predisposisi (Burner & Suddarth.2002) a. Usia Variasi usia berkaitan dengan luas perkembangan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat badan. b. Temperature lingkungan Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat.Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari. c. Kondisi stress Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urin. d. Keadaan sakit Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormone akan mengganggu keseimbangan cairan. e. Diet Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energy, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstitial ke intraseluler.
D.
TANDA DAN GEJALA
Di bawah ini adalah gejala paling umum dari ketidakseimbangan elektrolit:
Kelelahan
Kram otot dan kejang
Mual
Pusing
Pingsan
Lekas marah
Muntah
Mulut kering
Denyut jantung lambat
Kejang
Palpitasi
Tekanan darah rendah
Kurangnya koordinasi
Sembelit
Kekakuan sendi
Dalam kasus ketidakseimbangan elektrolit yang parah (pada kasus ekstrim), gejala berikut akan teramati:
Koma
Kejang
Perhentian jantung (cardiac arrest)
Kematian
Terdapat berbagai jenis ketidakseimbangan elektrolit yang bisa dibedakan berdasarkan jenis mineral yang terlibat di dalamnya. Kadar suatu mineral yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sama-sama menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit yang memicu berbagai gejala. Berbagai jenis ketidakseimbangan elektrolit dan gejalanya disajikan sebagai berikut.
Ketidakseimbangan Kalsium Kalsium tinggi
Gejalanya:
Kelesuan
Muntah
Mual
Haus
Dehidrasi
Tekanan darah rendah
Kejang
Koma
Kalsium rendah
Gejalanya:
Kejang otot
Tekanan darah tinggi
Kesemutan dan mati rasa
Lekas marah
Kuku rapuh
Perubahan suasana hati
Kejang
Ketidakseimbangan Natrium
Natrium tinggi Gejalanya:
Haus
Mulut kering
Pusing
Demam
Muntah
Diare
Kejang
Kematian
Natrium rendah
Gejalanya:
Kelemahan otot
Pembengkakan tubuh
Kesulitan bernafas
Sakit kepala
Mual
Kram perut
Kejang
Koma
Ketidakseimbangan Kalium
Kalium tinggi Gejalanya:
Sakit perut
Kelemahan
Mual
Diare
Nyeri otot
Denyut jantung tidak teratur
Perhentian jantung
Kalium rendah Gejalanya:
Kelelahan
Kelemahan
Nyeri otot
Kram otot
Retensi cairan
Tetani
Kelumpuhan
Ketidakseimbangan Magnesium Magnesium tinggi
Gejalanya:
Kesulitan bernapas
Kelesuan
Keringat berlebihan
Denyut jantung menurun
Diare
Denyut jantung tidak teratur
Perhentian jantung
Magnesium rendah
Gejalanya:
Kelemahan otot
Denyut jantung tidak teratur
Mual
Kram di kaki
Muntah
Kejang
Tremor
Jika gejala-gejala diatas muncul, disarankan untuk mencari bantuan medis segera. Ingat, dehidrasi dalam kasus yang parah dapat menyebabkan ketidaksadaran dan bisa berakibat fatal.
E.
PRINSIP PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan Gangguan Keseimbangan Natrium a. Penatalaksanaan
Hiponatremia
Prinsip penatalaksanan hiponatremia adalah dengan mengatasi penyakit dasar dan menghentikan
setiap
obat
yang
ikut
menyebabkan
hiponatremia.Sebelum
memberikan
terapi
sebaiknya
ditentukan
apakah
hiponatremia
merupakan
hiponatremia hipoosmolalitas. Untuk hiponatremia hiperosmolalitas, koreksi yang diberikan
hanya
berupa
air
saja.
18,21
Larutan pengganti yang diberikan adalah natrium hipertonik, bisa berupa NaCl 3% atau 5% NaCl. Pada sediaan NaCl 3% yang biasa dipakai, terdapat 513 mmol dalam 1 liter larutan. Koreksi pada hiponatremia kronik yang tanpa gejala, dapat diberikan sediaan oral, yaitu berupa tablet garam.18,21
Koreksi natrium secara intravena harus diberikan secara lambat, untuk mencegah central pontin myelinolysis (CPM). Kadar Na plasma tidak boleh dinaikkan lebih dari 10-12 mmol/L dalam 24 jam pertama. Terapi inisial diberikan untuk mencegah udem serebri.Untuk hiponatremia akut dengan gejala serius, koreksi dilakukan agak cepat. Kadar natrium plasma harus dinaikkan sebanyak 1,5-2 mmol/L dalam waktu 3-4 jam pertama, sampai gejala menghilang. Kecepatan cairan infus diberikan 2-3 ml/kg/jam, setelah itu dilanjutkan dengan 1 ml/kg/jam, sampai kadar Na 130 mmol/L. Untuk koreksi hiponatremia kronik, diberikan dengan target kenaikan sebesar 0,5 mmol/L setiap 1 jam, maksimal 10 mmol/L dalam 24 jam. Kecepatan infus dapat diberikan 0,5 – 1 ml/kg/jam. Pemantauan kadar Na serum harus dilakukan setiap 2-4 jam. Untuk menetukan estimasi efek pemberian cairan infus dalam menaikkan kadar natrium plasma, digunakan rumus:18,25
Perubahan Na serum= (Na dalam cairan infus-Na serum)/(TBW+1)
Saat ini sedang mulai dipakai sediaan vasopressin receptor antagonis untuk meningkatkan kadar natrium. Sediaan ini akan menghambat reseptor V2 di tubulus yang akan meningkatkan ekskresi air, kemudian akan memperbaiki keadaan hiponatremia. Demeclocycline dan litium juga dapat dipakai dimana sedian ini akan mengahambat respon ginjal terhadap vasopressin. Selain itu, sediaan ini dapat juga diberikan sebagai pencegahan overkoreksi.Dosis democlocycline dapat diberikan 300-600 mg perhari. 24,25
b. Penatalaksanaan
Hipernatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiologi hipernatremia. Sebagian
besar
penyebab
hipernatremia
adalah
defisit
cairan
tanpa
elektrolit.Penatalaksanaan hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian cairan isotonik sampai hemodinamik stabil.Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.Hipernatremi dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis.Kemudian diberikan Dekstrosa 5% untuk mengganti defisit air.
Untuk menghitung perubahan kadar Na serum, dapat ditentukan dengan mengetahui kadar Na infus yang digunakan, dengan menggunakan rumus yang sama pada koreksi hiponatremia. Perbedaannya hanya terletak pada cairan infus yang digunakan. Dengan begitu, kita dapat melakukan estimasi jumlah cairan yang akan digunakan dalam menurunkan kadar Na plasma.19
2. Penatalaksanaan Gangguan Keseimbangan Kalium a. Penatalaksanaan
Hipokalemi
Dalam melakukan koreksi kalium, perlu diperhatikan indikasinya, yaitu 2,14 : Indikasi mutlak, yaitu pada pasien dalam keadaan pengobatan digitalis, KAD, pasien
dengan
kelemahan
otot
nafas
dan
hipokalemia
berat.
Indikasi kuat, yaitu diberikan dalam waktu yang tidak terlalu lama yaitu pada keadaan insufisiensi koroner, ensefalopati hepatik dan penggunaan obat-obat tertentu. Indikasi sedang, dimana pemberian Kalium tidak perlu segera seperti pada hipokalemia Pemberian
ringan Kalium
dengan
dapat
nilai
melalui
oral.
K
antara
Pemberian
3-3,5
40-60
mmol/L.
mmol/L
dapat
meningkatkan kadar Kalium sebesar 1-1,5 mmol/L. Pemberian Kalium intravena diberikan dalam larutan KCl dengan kecepatan 10-20 mmol/jam. Pada keadaan dengan
EKG
yang
abnormal,
KCl
diberikan
dengan
kecepatan
40-100
mmol/jam.KCl dilarutkan dalam NaCl isotonik dengan perbandingan 20 mmol KCl dalam 100 ml NaCl isotonik melalui vena besar. Jika melalui vena perifer, KCl
maksimal 60 mmol dilarutkan dalam NaCl isotonik 1000 ml. Bila melebihi kadar ini, dapat menimbulkan rasa nyeri dan sklerosis vena. Kebutuhan
Kalium
dapat
dihitung
dengan
rumus:7,21
(K yang diinginkan-K serum )/3 x BB b. Penatalaksanaan Hiperkalemia Penatalaksaan meliputi pemantauan EKG yang kontinu jika ada kelainan EKG atau jika kalium serum lebih dari 7 mEq/L. Untuk mengatasi hiperkalemia dalam membran sel, diberikan kalsium intravena, yang diberikan dalam bentuk kalsium glukonat melalui intravena dengan sediaan 10 ml larutan 10% selama 10 menit. Hal ini berguna untuk menstabilkan miokard dan sistem konduksi jantung.Ini bisa diulang
dengan
interval
5
menit
jika
tidak
ada
respon.
Memacu kalium kembali dari ekstrasel ke intrasel dengan cara pemberian 10 unit insulin dalam 50 ml glukosa 40% secara bolus intravena. Pemberian natrium bikarbonat yang dapat meningkatkan pH sistemik yang akan merangsang ion H keluar dari dalam sel dan menyebabkan ion K masuk ke dalam sel. Bikarbonat diberikan sebanyak 50 mEq intravena selama 10 menit. Hal ini dalam keadaan tanpa asidosis. Kemudian pemberian Beta 2 agonis baik secara inhalasi maupun drip intravena. Obat ini akan merangsang pompa NaK-ATPas dan Kalium masuk ke dalam sel. Mengeluarkan kelebihan Kalium dari dalam tubuh dengan cara pemberian
diuretik,
resin
penukar,
atau
dialisis.
3. Penatalaksanaan Gangguan Keseimbangan Kalsium a. Penatalaksanaan Hipokalsemia Untuk menatalaksana hipokalsemia, sangat penting diperhatikan gejala klinis yang muncul.Jika muncul tetani, berikan 10 ml Ca glukonat 10% selama 15-30 menit. Kemudian dapat dilanjutkan dengan infus 60 ml Ca Glukonat dalam 500 ml Dekstrosa 5% dengan kecepatan 0,5-2 mg/Kg/jam dengan pemantauan Kalsium setiap beberapa jam. Perlu diperiksa kadar Magnesium serum dan koreksi jika ada kelainan. Pemantauan aritmia dengan EKG harus dilakukan pada pasien yang mendapat digitalis.Koreksi dapat dilanjutkan dengan pemberian Kalsium oral 1-7
gram/hari. Jika penyebabnya adalah sekunder terhadap defisiensi vitamin D, maka perlu diberikan terapi pengganti vitamin D.2 b. Penatalaksanaan Hiperkalsemia Jika gejala berat atau Ca lebih dari 15 mg/dl, maka Ca serum harus diturunkan secepat mungkin dengan cara diuresis paksa dan penggantian volume intravaskular dengan normal saline. Dengan dosis 80-100 mg intravena per 12 jam dan normal saline diberikan 1-2 liter selama 24 jam pertama. Kemudian awasi adanya hipokalemia, atau dengan memperbanyak minum air sampai 3 liter perhari. Pemberian Kalsitonin 4-8 unit SC setiap 6-12 jam akan dapat menurunkan Kalsium serum 1-3 mg/dl. Bifosfonat membantu untuk menghambat aktifitas osteoklast, membantu pada hiperparatiroid dan keganasan. Penatalaksanaan kronik diberikan dengan pengikat Kalsium oral, yaitu Etidronat oral 1200-1600 mg/hari.
4. Penatalaksanaan Gangguan Keseimbangan Magnesium a. Penatalaksanaan Hipomagnesemia Dalam mengatasi hipomagnesemia, penyakit dasar harus segera diatasi. Pada keadaan hipomagnesemia berat ( < 1 mmol/L dalam serum ), atau hipomagnesemia simtomatik dengan kelainan neuromuskular, atau manifestasi neurologis, atau aritmia jantung, maka penatalaksanaan diberikan dengan pemberian 2 gram Magnesium sulfat (MgSO4) dalam 100 ml Dekstrosa 5% dalam waktu 5-10 menit. Bisa diulangi sampai total 10 gram dalam 6 jam berikutnya. Teruskan penggantian dengan infus lanjutan sebanyak 4 g/hari selama 3 sampai 5 hari. Untuk mencegah rekurensi, maka dapat diberikan pemberian Mg oksida secara oral dengan dosis 2 x 400 mg perhari, atau dengan Mg glukonat 2 – 3 x 500 mg perhari. Jika tidak terlalu berat, dosis Magnesium sulfat diberikan 0,03-0,06 gram/Kg/hari dalam 4-6 dosis hingga Magnesium serum normal. Teruskan terapi dengan sediaan oral selama ada faktor pencetus. b. Penatalaksanaan Hipermagnesemia Penatalaksanaan dilakukan dengan cara pemberian Kalsium glukonat 10% sebanyak 10-20 ml selama 10 menit atau CaCl2 10%s ebanyak 5-10 mg/Kg secara IV. Kemudian pemberian diuretik diberikan untuk memacu ekskresi. Pada pasien
tanpa gangguan ginjal berat, dapat diberikan Ca glukonas 10 % sebanyak 20 ml dalam 1 liter NaCl 0,9 %, dengan kecepatan 100 – 200 ml perjam.2
F.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi :
Kaji riwayat kesehatan dan kepearawatan untuk identifikasi penyebab gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kaji manifestasi klinik melalui : a. Timbang berat badan klien setiap hari b. Monitor vital sign c. Kaji intake output
Lakukan pemeriksaan fisik meliputi : a. Kaji turgor kulit, hydration, temperatur tubuh dan neuromuskuler irritability. b. Auskultasi bunyi /suara nafas c. Kaji prilaku, tingkat energi, dan tingkat kesadaran
Review nilai pemeriksaan laboratorium : Berat jenis urine, PH serum, Analisa Gas Darah, Elektrolit serum, Hematokrit, BUN, Kreatinin Urine.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Defisit Volume Cairan
Berhubungan dengan: Kehilangan volume cairan secara aktif Kegagalan mekanisme pengaturan DS :
Haus
DO:
Penurunan turgor kulit/lidah Membran mukosa/kulit kering Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi Pengisian vena menurun Perubahan status mental Konsentrasi urine meningkat Temperatur tubuh meningkat Kehilangan berat badan secara tiba-tiba Penurunan urine output HMT meningkat Kelemahan
NOC:
NIC :
Fluid balance Hydration Nutritional Status : Food and Fluid Intake Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan Orientasi terhadap waktu dan tempat baik Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal pH urin dalam batas normal Intake oral dan intravena adekuat
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein ) Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam Kolaborasi pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan oral Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi Pasang kateter jika perlu Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Kelebihan Volume Cairan
NOC :
Berhubungan dengan : Mekanisme pengaturan melemah Asupan cairan berlebihan DO/DS : Berat badan meningkat pada waktu yang singkat Asupan berlebihan dibanding output Distensi vena jugularis Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), , pleural effusion Oliguria, azotemia Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Electrolit and acid base balance Fluid balance Hydration Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria: Terbebas dari edema, efusi, anaskara Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu Terbebas dari distensi vena jugularis, Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign DBN Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung
Intervensi NIC :
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Pasang urin kateter jika diperlukan Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin ) Monitor vital sign Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites) Kaji lokasi dan luas edema Monitor masukan makanan / cairan Monitor status nutrisi Berikan diuretik sesuai interuksi Kolaborasi pemberian obat: .................................... Monitor berat badan Monitor elektrolit Monitor tanda dan gejala dari odema
G.
SUMBER PUSTAKA
Burrner & Suddarth. 2002.anatomi& fisiologi.Jakarta : EKG Tamsuri, Anas. 2004. Klien dengan gangguan cairan/ elektrolit seri asuhan kep. jakarta :EGC NN.Penyebab, Gejala & Pengobatan Ketidakseimbangan Elektrolit. Amazine.co - Online Popular Knowledge https://www.amazine.co/39984/penyebab-gejala-pengobatan-ketidakseimbanganelektrolit/. Diakses pada tanggal 1 April 2017.
Doengeos, Marilyme, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC