LAPORAN PENDAHULUAN BATUK DARAH (HEMOPTISIS) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah I Dosen Pengajar Bapak Ns. Alfeus Manuntung, M.Kep Perawat Pembimbing Klinik Ibu Erika Sihombing. S.Kep, Ns Di Ruang Gardenia RS. Doris Sylvanus Palangka Raya
Disusun oleh:
Farihatun Nisa NIM: PO.62.20.1.16.140 PO.62.20.1.16.140
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA DIV KEPERAWATAN REGULER III 2018
KONSEP DASAR HEMOPTISIS
A. PENGERTIAN
Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Dikatakan batuk darah masif apabila jumlah darah yang keluar 600 ml dalam waktu 24 jam. Hemaptoe adalah ekspetorasi darah / mukus yang berdarah (Anonimous, 2012). Hemaptoe (hemoptysis) adalah batuk dengan sputum yang mengandung darah yang berasal dari paru atau percabangan bronkus (Kusmiati & Laksmi, 2011). Jadi Hemoptisis (batuk darah) merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi. Secara umum, pengertian hemoptisis adalah membatukkan darah dari paru atau ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring.
B. ETIOLOGI
Hemaptoe adalah gejala pernafasan non-spesifik dan memiliki hubungan yang signifikan dengan TB paru (Tafti SF et al, 2013). Etiologi hemaptoe antara lain (Flores & Sunder, 2013) : 1. Infeksi: penyakit paru inflamasi kronis (bronkhitis akut/ kronis, bronchiectasis (fibrosis cystic), abses paru, aspergilloma, tuberkulosis. 2. Neoplasma: karsinoma bronchogenik, metastase pulmonal, adenoma bronkial, sarcoma. 3. Benda asing/ trauma: aspirasi benda asing, fistula trakeovaskular, trauma dada, broncholith. 4. Pembuluh darah pulmonal/ cardiac: gagal ventrikel kiri, stenosis katup mitral, infark/emboli pulmonal, perforasi arteri pulmonal (komplikasi dari kateter arteri pulmonal). 5. Alveolar hemoragik: sindrom Goodpasteur, vasculitide sistemik/ penyakit vaskular kolagen, obat-obatan (nitrofurantoin, isocyanate, trimellitic anhydrid, D-penicillamine, kokain), koagulopati. 6. Iatrogenik: post biopsi paru, rupturnya arteri pulmonal dari kateter Swan-Ganz 7. Lain-lain: malformasi arterivenous pulmonal, bronkial telangiectasia, pneumoconiosis.
Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan. 1. Bercak (Streaking ) : <15-20 ml/24 jam Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada bronkitis. 2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru. 3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis. 4. Pseudohemoptisis Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
D. PATOFISIOLOGI
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabangcabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut : 1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah. 2. Infark paru Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur. 3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis. 4. Kelainan membran alveolokapiler Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpasture’s syndrome. 5. Perdarahan kavitas tuberkulosa Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif. 6. Invasi tumor ganas 7. Cedera dada Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
E. PATHWAY Microbacterium tuberculosa
Droplet infection
Keluar dari tracheobionchial bersama secret
Masuk lewat jalan napas
Dibersihkan oleh makrofag
Sembuh tanpa pengobatan
Menempel pada paru
Menetap di jaringan paru
Terjadi proses peradangan
Pengeluaran zat pirogen
Tumbuh dan berkembang di sitoplasma makrofag
Mempengaruhi hipotalamus
Hipertermi
Komplek primer
Menyebar ke organ lain (paru lain,saluran pencernaan, tulang) melalui media (bronchogen, percontinuitum, hematogen, limfogen)
Mempengaruhi sel point
Sarang primer/afek primer (focus ghon)
Limfangitis Lokal
Limfadinitis regional
Sembuh sendiri tanpa pengobatan
Sembuh dengan bekas fibrosis
Radang tahunan bronkus
Pertahanan primer tidak adekuat
Berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar Bagian tengah nekrosis
Kerusakan membran
Pembentukan tuberkel
Menurunnya permukaan efek paru
Pembentukan sputum berlebihan
Membentuk jaringan keju
Alveolus
Secret keluar saat batuk
Alveolus mengalami konsolidasi dan
Batuk produktif (batuk terus menerus Droplet infection
Terhirup orang sehat
Resiko infeksi
Mual, muntah
Terjadi robekan pembuluh darah pada paru-paru
Intake nutrisi kurang Perdarahan
Ketidakefektifa n bersihan jalan napas
Nyeri akut
Distensi abdomen
Batuk berat
Hemaptoe
Fisik (batuk)
Kurang pengetahuan
PK infeksi
Ketidakseimbang an nutrisi kurang dari kebutuhan
Psikologis
Ansietas, takut
Gangguan rasa nyaman
Gambar 1. Patofisiologi Hematoma Paru (Nurarif AH & Hardhi K, 2013; Anonimous, 2012)
F. TANDA DAN GEJALA
1. Pada hemaptoe, darah adalah berbusa karena dicampur dengan udara dan lendir dan kadang-kadang lendir yang bernoda darah. 2. Kuantitas mungkin berbeda dengan jumlah yang kecil karena iritasi tenggorokan atau jumlah yang besar dalam kasus kanker. 3. Darah mungkin berwarna merah terang atau mungkin berwarna kekuningan. 4. Jika batuk disertai dengan demam tinggi, sesak napas, pusing,nyeri dada dan darah dalam urin atau feses, pasien harus mendapatkan perhatian medis yang mendesak tanpa penundaan (Anonimous, 2012).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaaan laboratorium (Hb, Ht) Digunakan untuk melihat kadar hemoglobin untuk mengetahui ada tidaknya anemia akibat hemoptisis 2. Bronkoskopi Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan
disamping
memperburuk
fungsi
pernapasan.
Lavase
dengan
bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan. 3. CT scan dada. Mendeteksi adanya aneurysm dan malformasi arterivenous atau bronchiectasis yang terkadang tidak terlihat pada radiografi dada. 4. X-Ray dada. Bermanfaat untuk menentukan sumber lokasi perdarahan jika terdapat masa, lesi atau alveoli hemoragik. 5. Sputum sitologi
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB. Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu.
H. PENATALAKSANAAN
Dalam kasus tuberkulosis, yang merupakan masalah kesehatan nasional, rejimen yang tepat dari obat anti-TBC dapat diberikan (Nakhoda N, 2012).ada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif. Tujuan pokok terapi ialah (Anonimous, 2011): 1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku 2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi 3. Menghentikan perdarahan Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif (Anonimous, 2011). Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik (Anonimous, 2011). Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah (Anonimous, 2011): 1. Terapi konservatif a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan. c. Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi. d. Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
e. Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom. f.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi. h. Pemberian oksigen. i.
Tindakan selanjutnya bila mungkin: 1) Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi 2) Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan: a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien. b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi. c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang berulang dapat dicegah.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga faktor : 1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan. 2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan hipovolemik. 3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HEMOPTISIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, No. registrasi, diagnosa medis, dan tanggal masuk RS. 2. Keluhan Utama Biasanya pasien hemaptoe ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan menurun. 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang. Pada umumnya pasien hemaptoe sering panas lebih dari 2 minggu sering batuk yang disertai dengan darah, anorexia, lemah, dan berkeringat banyak pada malam hari. b. Riwayat kesehatan lalu. Pasien mempunyai riwayat tertentu seperti, penyakit jantung, TBC dan lain-lain. c. Riwayat kesehtan keluarga. Biasanya keluarganya mempunyai penyakit menular atau tidak menular d. Riwayat psikososial. Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis pasien dengan timbul gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya, meliputi : perumahan yang padat, lingkungan yang kumuh dan kotor, keluarga yang belum mengerti tentang kesehatan. 4. Pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya klien mempunyai kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, dan kebiasaan olah raga. b. Pola nutrisi dan metabolisme Meliputi : nafsu makan menurun, diit khusus / suplemen, fluktuasi berat badan dan anoreksia. c. Pola eliminasi Biasanya klien tidak mengalami gangguan eliminasi d. Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami gangguan pola tidur / istirahat. e. Pola sensori dan kognitif Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada indera f.
Pola hubungan peran Meliputi : hubungan pasien dengan keluarga, dan masyarakat sekitar.
g. Pola penanggulangan stres Meliputi : penyebab stres, koping terhadap stres, dan pemecahan masalah. 5. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum Keadaan penyakit, kesadaran, suhu meningkat, dan BB menurun. b. Thorax Bentuk thorax pasien hemaptoe biasanya tidak normal (Barrel chest) c. Paru Bentuk dada tidak simetris, pergerakan paru tertinggal, adanya whezing atau ronkhi. d. Jantung Didapatkan suara 1 dan suara 2 tambahan e. Abdomen Biasanya terdapat pembesaran limpha dan hati 6. Pemeriksaan Penunjang a. X-foto 1) Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal dengan atau tanpa adanya infiltrat. 2) Gambaran milier atau bercak kalsifikasi. b. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis 1) Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB. 2) Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu. c. Pemeriksaan mantoox test 1) Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.
B. ANALISA DATA
Data Subjektif
Data Objektif
1. Klien mengeluh batuk berdarah
1. Klien nampak batuk berdarah
2. Klien mengeluh sesak nafas
2. Didapatkan hasil pengeluaran darah sebanyak 100 ml selama 24 jam 3. Klien nampak sianosis 4. Klien nampak sesak 5. Didapatkan hasil respirasi meningkat
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (sekresi dibronkus, mukus yang berlebihan); fisiologis (infeksi). 2. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik). 3. Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi. 4. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (hemaptoe). 5. Gangguan rasa nyaman 6. PK infeksi
D. RENCANA KEPERAWATAN (Ackley & Ladwig, 2011; Carpenito LJ, 2007; Nurarif AH & Hardhi K, 2013; MoorheadS, et all.
2008) 1. Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (sekresi dibronkus, mukus yang berlebihan); fisiologis (infeksi) ditandai dengan adanya batuk, suara nafas tambahan (wheezing), perubahan pada pola dan respiratory rate, sputum berlebihan. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan bersihan jalan klien menjadi efektif. Kriteria hasil: a) Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dipsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah)
b) Menunjukkan jalan napas yang paten (irama nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal) c) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas. Rencana Keperawatan
Rasional
1. Auskultasi suara napas 1 -4 jam
1. Suara napas normal jelas atau krakels tersebar dibagian dasar yang jelas dengan napas dalam. Adanya krakles kasar
diakhir
inspirasi
mengindikasikan adanya cairan di jalan
napas,
mengindikasikan
wheezing
adanya
sumbatan
jalan napas 2. Pantau pola napas, meliputi rate, kedalaman dan upaya bernapas. 3. Berikan oksigen sesuai order
2. Respiratory rate normal untuk dewasa tanpa dispneu adalah 12-16 3. Pemberian
oksigen
dapat
memperbaiki hipoksemia 4. Observasi sputum, warna, bau, dan volume
4. Sputum normal adalah bening atau abu-abu
dan
minimal;
sputum
abnormal adalah hijau, kuning atau terdapat bercak darah; berbau; dan biasanya dalam jumlah banyak. 5. Dorong pemberian cairan lebih dari
5. Cairan
membantu
meminimalisasi
2500ml/ hari kecuali klien dengan
keringnya
mukosa
gangguan jantung atau ginjal
memaksimalkan
kerja
silia
dan untuk
mengeluarkan sekresi. 6. Berikan
kompres
dingin
dibagian
leher dan dada klien
6. Kompres dingin memberikan efek vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga perdarahan dapat dikontrol.
7. Kolaboran
pemberian
pengobatan
seperti obat koagulan, dan antitusif
7. Obat
koagulan
diberikan
untuk
menghentikan perdarahan dan obat golongan antitusif untuk mengurangi
batuk pada klien melalui penekanan pusat saraf batuk. 1. Diagnosa 2: Nyeri akut b.d agen injuri (fisik) ditandai dengan perubahan nafsu makan, perubahan respiratory rate, melaporkan nyeri secara verbal. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 2 jam diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang. Kriteria hasil: a)
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c)
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda n yeri)
d)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Rencana Keperawatan 1. Lakukan pada
pengkajian
nyeri
Rasional
menyeluruh
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi.
1. Pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk durasi,
lokasi, frekuensi
karakteristik, penting
untuk
menentukan penyebab utama nyeri dan pengobatan yang efektif 2. Kaji adanya nyeri secara rutin, biasanya
dilakukan
pemeriksaan
TTV
pada
dan
selama
aktivitas dan istirahat 3. Minta
klien
2. Pengkajian nyeri merupakan tandatanda vital fisiologis yang penting dan nyeri termasuk dalam
“kelima
tanda-tanda vital”
untuk
menjelaskan
3. Memperoleh riwayat nyeri individu
pengalaman
nyeri
sebelumnya,
membantu untuk mengidentifikasi
keefektifan
intervensi
manajemen
faktor
potensial
nyeri, respon pengobatan analgetik
mempengaruhi
termasuk
untuk
efek
samping,
informasi yang dibutuhkan.
dan
yang keinginan
melaporkan
intensitas terhadap
mungkin
nyeri,
pasien
nyeri,
seperti
respon
klien
nyeri,
farmakokinetik dari analgesik
cemas,
4. Sebagai tambahan administrasi obat analgesik,
dukung
klien
menggunakan
untuk metode
nonfarmakologi
untuk
membantu
mengontrol nyeri, seperti distraksi,
4. Strategi
perilaku-kognitif
dapat
menjadi sumber kontrol diri klien, keberhasilan
personal,
berpartisipasi
dan
aktif
dalam
pengobatannya sendiri.
imaginary, relaksasi dengan menarik napas dalam 5. Minta klien untuk menjelaskan nafsu
5. Obat-obatan golongan opioid dapat
makan, eliminasi, dan kemampuan
menyebabkan
untuk
tidur.
biasanya
dan
masalah
istirahat
dan
Administrasikan
terapi
pengobatan
meningkatkan/
untuk
memperbaiki fungsi ini
konstipasi
terjadi yang
manajemen
dan
yang menjadi
signifikan nyeri.
dalam Opioid
menyebabkan konstipasi dengan cara menurunkan
motilitas
usus
dan
mengurangi sekresi mukosa
2. Diagnosa 3: Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi ditandai dengan memverbalkan masalah yang dialami. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 30 menit (1X pertemuan) diharapkan pengetahuan klien bertambah. Kriteria hasil: a)
Klien dan keluarga mampu menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.
b)
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya. Rencana Keperawatan 1. Pertimbangkan
kemampuan
Rasional dan
kesiapan klien untuk belajar (mis. mental, kemampuan melihat dan mendengar, adanya nyeri, kesiapan emosional,
motivasi
dan
1. Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien.
pengetahuan
sebelumnya)
ketika
mengajarkan klien 2. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
2. Memudahkan
klien
dalam
memahami proses penyakit 3. Klien mengetahui tanda dan gejala sehingga
jika
terjadi
kegawatan,
klien dapat melapor kepada petugas kesehatan/ perawat dan mendapatkan penanganan yang tepat.
3. Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (hemaptoe) ditandai dengan berat badan turun dengan intake makanan yang tidak adekuat, nyeri dada, kesulitan menelan makanan. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Kriteria hasil: a)
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b)
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c)
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. Rencana Keperawatan 1. Pantau intake makanan
Rasional 1. Pencatatan
intake
membantu mengakaji
klien makanan
makanan
dan
perawat,
yang
biasa
dimakan, pola makan 2. Tawarkan makanan yang biasa klien makan
2. Setiap
orang
menyukai
makanan
yang biasa dimakan, terutama ketika mereka sakit
3. Berikan pengobatan antiemetik dan nyeri sesuai order dan keperluan.
3. Adanya mual/ muntah atau nyeri menimbulkan makan.
penurunan
nafsu
5. Diagnosa 5: Gangguan rasa nyaman ditandai dengan ansietas, takut, kurang istirahat, ketidakmampuan untuk rileks. Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 12 jam diharapkan klien merasa Kriteria hasil: a) Mampu mengontrol kecemasan b) Kualitas tidur dan istirahat adekuat Rencana Keperawatan
Rasional
1. Kaji tingkat kenyaman klien saat ini.
1. Sumber
pengkajian
data
tingkat
Langkah ini dapat digunakan untuk
kenyamanan bisa berupa subjektif,
membantu
objektif, primer, sekunder, fokus
meningkatkan
rasa
nyaman klien 2. Instruksikan
pasien
untuk
menggunakan teknik relaksasi
2. Mambantu klien untuk mendapatkan rasa
nyaman
tanpa
farmakologi.
6. Diagnosa 6: PK Infeksi Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan infeksi dapat diatasi. Kriteria hasil: a) Komplikasi dapat dicegah b) Tidak terjadi distres pernapasan, tidak terjadi syok. Rencana Keperawatan
Rasional
1. Kaji tanda-tanda infeksi; suhu tubuh,
1. Mengetahui keadaan pasien.
nyeri, perdarahan, dan pemeriksaan labolatorium ,radiologi 2. Kaji
tanda-tanda
syok
dan
2. Monitor komplikasi.
distress pernapasan 3. Kolaborasi yangsesuai
pemberian
antibiotik
3. Mengatasi penyabab.
teknik
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementesi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan disesuaikan (Potter & Perry, 2013). Langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Mengkaji ulang pasien Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementesi memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawataan yang diusulkan masih sesuai. b. Menelah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada sebelum memulai perawatan. Perawat menelah rencana asuhan dan membandingkannya dengan data pengkajian untuk memvalidasi diagnosa keperawatan yang dinyatakan dan menentukan apakah intervensi keperawatan yang paling sesuai untuk situasi klinis saat itu. Jika status pasien telah berubah dan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan harus dimodifikasi.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi menurut Potter & Perry (2013) yaitu membandingkan data subjek dan objek yang dikumpulkan dari pasien, perawat lain, dan keluarga untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam memenuhi hasil yang diharapkan yang ditetapkan selama perencanaan. Langkah-langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah tujuan. Tujuan asuhan keperawatan untuk membantu pasien menyelesaikan masalah kesehatan aktual, mencegah kekambuhan dari masalah potensial dan mempertahankan status sehat. Evaluasi terhadap asuhan menetukan apakah tujuan ini telah terlaksana. Aspek lain dari evaluasi mencakup pengukuran kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan (Potter & Perry, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.
Gunawijaya Fajar Arifin. 2013. Buku Panduan Kedokteran dan Dokter Harrison
Pulmonologi.
Jakarta: Karisma
Nanda Nic-Noc. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda, Jilid 1. Jakarta: Media Action Publishing
Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.
Tim Poko SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI