BAB I PENGUJIAN TARIK 1.1
Tujuan Pengujian
Untuk menentukan pertahanan atau perlawanan dari logam terhadap pemutusan hubungan akibat tarikan. 1.2
Dasar Teori
Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap spesimen/batang uji yang standart. Bahan yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk sesuai dengan standart ASTM E8. Bentuk batang uji dapat dilihat pada Gambar 2.1 Pada bagian tengah dari batang uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform, dan pada bagian ini diukurkan “panjang uji” (gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan, bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses pengujian. Batang uji ini dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan pencekam dari mesin tarik pada ujung-ujungnya dan ditarik ke arah memanjang secara perlahan. Selama penarikan setiap saat dicatat/tercatat dengan grafik yang tersedia pada mesin tarik, besarnya gaya tarik yang bekerja dan besarnya pertambahan panjang yang tejadi sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan berlangsung terus sampai batang uji putus.
Data yang diperoleh dari mesin tarik biasanya dinyatakan dengan grafik beban – pertambahan panjang (grafik P - L). Grafik ini masih belum banyak gunanya karena hanya menggambarkan kemampuan batang uji (bukan kemampuan bahan) untuk menerima beban gaya. Untuk dapat digunakan menggambarkan sifat bahan secara umum, maka grafik P - L harus dijadikan grafik lain yaitu suatu diagram Tegangan – Regangan (Stress – stram diagram), disebut juga suatu diagram - , kadang-kadang juga disebut Diagram Tarik. 1
Pada saat batang uji menerima beban sebesar P (kg) maka batang uji (yaitu panjang uji) akan bertambah sebesar L(mm).Pada saat itu pada batang uji bekerja tegangan yang besarnya = P/Ao Dimana : = tegangan (kg/mm2 ) P = beban tarik (kg) Ao = luas penampang batang uji mula-mula (mm 2) Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :
Dimana :
(L – Lo)/Lo Lo)/Lo = L/Lo = (L – = regangan (%) Lo L
= panjang “batang uji” mula-mula mula -mula (mm) = panjang “batang uji” saat menerima beban (mm)
gambar 2.2 dibawah, salah satu contoh bentuk diagram tegangan-regangan, yaitu diagram tegangan – tegangan – regangan regangan suatu baja yang ulet (baja karbon rendah).
Gambar 2.2 Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil tersebut berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja (Hukum Hook). Hal ini berlaku hingga titik P, yaitu batas kesebandingan kesebandingan atau proportionality limit. Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mulamula akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik titi k P (proportionality limit), setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan pertambahan panjang yang lebih besar. Dan bahkan pada suatu saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinaya. Dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagi proportional).
2
Pada saat batang uji menerima beban sebesar P (kg) maka batang uji (yaitu panjang uji) akan bertambah sebesar L(mm).Pada saat itu pada batang uji bekerja tegangan yang besarnya = P/Ao Dimana : = tegangan (kg/mm2 ) P = beban tarik (kg) Ao = luas penampang batang uji mula-mula (mm 2) Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :
Dimana :
(L – Lo)/Lo Lo)/Lo = L/Lo = (L – = regangan (%) Lo L
= panjang “batang uji” mula-mula mula -mula (mm) = panjang “batang uji” saat menerima beban (mm)
gambar 2.2 dibawah, salah satu contoh bentuk diagram tegangan-regangan, yaitu diagram tegangan – tegangan – regangan regangan suatu baja yang ulet (baja karbon rendah).
Gambar 2.2 Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil tersebut berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja (Hukum Hook). Hal ini berlaku hingga titik P, yaitu batas kesebandingan kesebandingan atau proportionality limit. Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mulamula akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik titi k P (proportionality limit), setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan pertambahan panjang yang lebih besar. Dan bahkan pada suatu saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinaya. Dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagi proportional).
2
Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu maksimum, dan untuk logam yang ulet (seperti halnya baja karbon rendah) sesudah itu beban mesin tarik akan menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya batang uji putus. Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang setempat (local necking), dan pertambahan panjang akan terjadi hanya di sekitar necking tersebut. Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam-logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban maksimum. Bila pengujian dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan perlahan-lahan sampai harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai nol, dinaikkan lagi sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi sampai nol, demikian terus berulang-ulang, maka akan terlihat bahwa pada beban yang kecil disamping berlaku Hukum Hook juga logam masih elastis, pada saat menerima beban akan bertambah panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan hilang, batang uji kembali ke bentuk dan ukuran semula. Keadaan ini berlangsung sampai batas elastik (elastic limit, titik E).Jadi untuk beban rendah, pertambahan panjang mengikuti garis OP (gambar (gambar 2.2). Bila beban melebihi batas elastik, maka bila beban dihilangkan pertambahan panjang tidak seluruhnya hilang, masih ada terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau pertambahan panjang yang plastik. Besarnya pertambahan panjang plastik ini dapat dicari dengan menarik garis sejajar dengan garis pertambahan panjang elastik (garis OP) dari titik yang menunjukkan besarnya beban/tegangan yang bekerja, pada grafik (Ga mbar 2.3)
Gambar 2.3 Diagaram tegangan – regangan regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah elastik dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut seharusnya adalah batas elastik, titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E cukup sulit, maka yang dianggap sebagai batas antara daerah elastik el astik dan plastik adalah titik luluh (yield ( yield point), Y. Diagram seperti contoh diatas, dimana yield tampak jelas dan patah terjadi tidak pada beban maksimum, sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa logam yang cukup ulet, seperti baja karbon rendah yang dianil. Pada logam yang lebih getas yield 3
kurang nampak, bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan terjadi pada beban maksimum. Pada Gambar 2.4 terlihat beberapa jenis diagram tegangan – regangan yang sering dijumpai pada logam. Logam dikatakan getas bila setelah putus hanya terdapat sedikit regangan plastik (kurang dari 0,050 %), dan bila regangan plastik yang terjadi lebih dari itu logam dapat dianggap ulet.
1.2.1
Sifat mekanik di daerah elastik
1. Kekuatan elastik menyatakan kemampuan untuk menerima beban/tegangan tanpa berakibat terjadinya deformasi plastik (perubahan bentuk yang permanen). Kekuatan elastik ini ditunjukkan oleh titik yield (besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya yield). Untuk logam – logam yang ulet memperlihatkan terjadinya yield dengan jelas, tentu batas ini mudah ditentukan, tetapi untuk logam – logam yang lebih getas dimana yield dapat dicari dengan menggunakan offset method. Harga yang diperoleh dengan cara ini dinamakan offset yield strength (kekuatan luluh). Dalam hal ini yield dianggap mulai terjadi bila sudah timbul regangan plastik sebesar 0,2 % atau 0,35 % (tergantung kesempatan). Secara grafik, offset yield strength dapat dicari dengan menarik garis sejajar dengan garis elastik dari titik regangan 0,2 % atau 0,35
4
% hingga memotong kurva. Titik perpotongan ini menunjukkan yield. (lihat gambar 2.5)
Kekuatan elastik ini penting sekali dalam suatu perancangan karena tegangan yang bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi yield point/strength dari bahan, supaya tidak terjadi deformasi plastik. 2. Kekakuan (stiffness). Suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi bila mendapat beban (dalam batas elastiknya) akan mengalami deformasi elastik tetapi hanya sedikit saja. Kekakuan ditunjukkan oleh modulus elastisit as (Young’s modulus, E)
Dimana :
E = el/el ( kg/cm2) E = kekakuan (kg/mm2 ) = tegangan elastis (kg/mm2) el = regangan elastisitas (%) el
Makin besar harga E, makin kaku. Harga E untuk semua baja hampir sama saja, sekitar 2,15 x 106 kg/cm2 atau 30 x 106 psi, harga ini hampir tidak terpengaruh oleh komposisi kimia, laku – panas dan proses pembentukannya (sifat mekanik lain akan terpengaruh oleh hal – hal tersebut). Kekakuan untuk beberapa rancang bangun tertentu sering lebih penting daripada kekuatan. Misalnya untuk mesin perkakas, bila rancang bangunnya kurang kaku maka akan mengakibatkan proses permesinan yang dikerjakan dengan mesin tersebut akan kurang akurat. Kekakuan juga dapat dinyatakan dengan Poisson’s ratio. Bila batang uji ditarik secara uniaxial ke arah memanjang maka disamping akan terjadi regangan ke arah 5
memanjang sebesar x, juga akan mengalami regangan ke arah melintang yaitu sebesar y, Poisson ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan ke arah melintang dengan regangan ke arah memanjang, pada tegangan yang masih dalam batas elastik = - y/x ( % ) Dimana : = poisson rasio (%) y = regangan kearah melintang = regangan kearah memanjang x Harga negatif diberikan karena regangan ke arah melintang mempunyai harga negatif sedang ke arah memanjang mempunyai harga positif. Harga untuk logam biasanya berkisar antara 0,25% dan 0,35.% makin besar harga suatu logam maka logam itu makin kurang kaku. 3. Resilien (Resilience) menyatakan kemampuan untuk menyerap energi (kerja) tanpa mengakibatkan terjadinya deformasi plastik. Jadi dapat dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk mencapai batas elastik. Resilien dinyatakan dengan modulus resilien (modulus of resilience) yang didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan untuk meregangkan satu satuan volume bahan hingga sampai batas elastik. Ini dapat dinyatakn secara grafik sebagai luasan di bawah grafik daerah elastik (gambar 2.6.).
Dari gambar 2.6. dapat dihitung besarnya modulus of resilience :
Dimana :
UR = ½ E . E = E2/2E ( kg/cm2) UR = modulus resilience (kg/mm2 ) E = tegangan elastisitas (kg/ mm2) = regangan elastisitas (kg/mm2) E E = kekakuan (kgm/mm2)
Dari hubungan di atas dapat dilihat bahwa modulus resilien ditentukan oleh E dan E. tetapi Karena harga E dari suatu logam boleh dikatakan tidak berubah maka modulus resilien hanya ditentukan oleh E, kekuatan elastik (yield point/strength).
6
Karena harga E baja akan naik dengan naiknya kekuatan tarik maksimum uR, maka bila kekuatan tarik maksimum suatu baja makin tinggi modulus resiliennya juga makin tinggi. (lihat gambar 2.7 dan Tabel 2.2) Tabel 2.2. MODULUS OF RESILIENCE FOR VARIOUS MATERIALS Modulus of Material E, psi so, psi resilience, UR 6 Medium-carbon steel 30 x 10 45,000 33,7 6 High-carbon spring steel 30 x 10 140,000 320 6 Duraluminum 10,5 x 10 18,000 17 6 Copper 16 x 10 4,000 5,3 Rubber 150 300 300 6 Acrylic polymer 0,5 x 10 2,000 4,0 Resilien adalah sifat penting bagi bagian – bagian yang harus menerima tegangan dan sekaligus juga regangan elastik yang besar, seperti misalnya pegas pada alat transport, ia harus menerima beban/tegangan dan juga harus mampu berdeformasi secara elastik cukup banyak. 1.2.2
Sifat mekanik didaerah plastik
1.
Kekuatan tarik (Tensile strength) menunjukkan kemampuan untuk menerima beban/tegangan tanpa menjadi rusak/putus. Ini dinyatakan dengan tegangan maksimum sebelum putus. Kekuatan tarik (Ultimate tensile strength – UTS) :
Dimana :
UTS = u = Pmax/Ao UTS = kekuatan tarik (kg/mm2 ) Pmax = beban tarik maximum (kg) Ao = luas penampang batang uji mula-mula (mm 2)
UTS/kekuatan tarik ini sering dianggap sebagai data terpenting yang diperoleh dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan – perhitungan kekuatan dihitung atas dasar kekuatan tarik ini (sekarang ada kecenderungan untuk mendasarkan perhitungan kekuatan pada dasar yang lebih rasional yaitu yield point/yield strength). Pada baja, kekuatan tarik akan naik seiring dengan naiknya kadar karbon dan paduannya. (gambar 2.8.)
7
2. Keuletan (ductility) menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara plastik tanpa menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya regangan plastik yang terjadi setelah batang uji putus. Keuletan biasanya dinyatakan dengan persentase perpanjangan (persentage elongation) :
Dimana :
D = (Li – Lo)/Lo x 100 % D = keuletan (%) Lo = panjang batang uji mula-mula (mm) Li = panjang batang uji setelah putus (mm)
Bila keuletan dinyatakan dengan persentase perpanjangan maka panjang gauge length mula – mula juga harus disebutkan, jadi misalnya dituliskan “persentase perpanjangan 25 % pada gauge length 50 mm”. Secara grafik persentase perpanjangan dapat diukur pada diagram - , yaitu dengan menarik garis dari titik patah (B, pada gambar 2.9.) sejajar dengan garis elastik hingga memotong absis (D, pada gambar 2.9.). Panjang DC adalah regangan elastik, panjang OD adalah regangan plastik.
Keuletan juga dapat dinyatakan dengan persentase pengurangan luas penampang (persentange reduction in area) :
Dimana :
D = (Ao – Ai)/Ao x 100 % D = keuletan (%) Ao = luas penampang batang uji mula-mula (mm 2) Ai = luas penampang batang uji pada patahan. (mm 2)
Pada baja, dan juga pada logam – logam lain, keuletan banyak ditentukan oleh strukturmikro, jadi juga ditentukan oleh komposisi kimia dari paduan, laku panas dan tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan kadar karbon akan menaikkan kekuatandan kekerasan tetapi akan menurunkan keuletan. Demikian pula dengan tingkat deformasi dingin, makin tinggi tingkat deformasi dingin yang dialami makin tinggi kekuatan dan kekerasan tetapi keuletan akan makin rendah. 8
Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena : Keuletan menunjukkan seberapa banyak suatu logam dapat dideformasi tanpa menjadi patah/retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya deformasi yang akan dilakukan pada proses rolling, extruding, forging, drawing dan lain – lain. Kerusakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya didahului oleh adanya deformasi, sehingga bila dijumpai adanya deformasi maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut. Dapat digunakan sebagai indicator dari perubahan komposisi kimia dan kondisi proses pengerjaan. 3. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan (modulus of toughness atau toughness index number) yang dapat didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan satu satuan volume suatu bahan. Secara grafik, ini dapat diukur dengan luasan yang berada dibawah kurva tegangan – regangan dari hasil pengujian tarik. Ada beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan mengukur/menghitung besarnya modulus ketangguhan UT, yaitu : - untuk bahan yang ulet (ductile) : UT = u . t atau UT = t . (u + y)/2 - untuk bahan yang getas (brittle) UT = 2/3 u . t Dimana : UT = modulus ketangguhan (toughness index number) u = ultimate tensile strength y = yield point/strength t = regangan total pada saat putus Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai, kait, kran dan lain – lain, seringkali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga diatas yield pointnya, untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ketangguhan cukup tinggi. Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak dipergunakan, tetapi sebenarnya sulit ditetapkan seberapa besar sebenarnya ketangguhan yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, juga sulit untuk mengukur seberapa besar sebenarnya ketangguhan suatu barang jadi yang terbuat dari bahan tertentu, karena banyak hal yang mempengaruhi ketangguhan, antara lain adanya cacat, bentuk dan ukurannya, bentuk dan ukuran benda, kondisi pembebanan/strain rate, temperatur dan lain – lain yang banyak dianataranay sulit diukur. Dari uraian tentang sifat mekanik dapat dianalisis bahwa ketangguhan ditentukan oleh kekuatan dan keuletan, dimana kedua sifat ini biasanya berjalan bertentangan, artinya bila kekuatan naik maka keuletan menurun. Ini dapat dilihat dengan 9
membandingkan baja karbon rendah (yang kekuatannya rendah tetapi keuletannya tinggi), baja karbon menengah (dengan kekuatan yang lebih tinggi tetapi keuletannya lebih rendah)dan baja karbon tinggi (yang kekuatannya sangat tinggi tetapi juga sangat getas). Dari Gambar 2.11. di belakang tampak bahwa ketangguhan paling tinggi akan diperoleh pada baja karbon menengah.
Diagram fasa Fe Fe3C
10
1.2.3
Diagram tegangan – regangan sebenarnya
Diagram tegangan – regangan seperti yang dibicarakan didepan disebut diagram tegangan – regangan normal karena perhitungan tegangan dan regangan tersebut berdasarkan panjang uji dan luas penampang mula – mula (nominal), pada hal setiap saat selalu terjadi perubahan sebagai akibat penarikan yang sedang berlangsung.Dengan demikian seharusnya tegangan dan regangan dihitung berdasarkan luas penampang dan batang uji pada sesaat itu (bukan yang mula – mula). Dari hal ini terlihat bahwa sebenarnya diagram tegangan – regangan normal (kadang – kadang disebut juga diagram tegangan – regangan konvensional) kurang akurat, namun demikian untuk keperluan teknik (engineering) pada umumnya dianggap sudah memadai, karena dinamakan juga diagram tegangan – regangan teknik (engineering). Tetapi untuk beberapa keperluan tertentu, seperti misalnya untuk perhitungan pada proses pembentukan (rolling, forging dll) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail yang memerlukan ketelitian lebih tinggi akan diperlukan diagram tegangan – regangan sebenarnya (true stress – true strain diagram). Definisi : Tegangan normal : = P/Ao
Tegangan sebenarnya : 1 = P/A
Regangan normal : = (L – Lo)/Lo = L/Lo
Regangan sebenarnya : 1=(L1 – Lo)/Lo + (L2 – L1)/L1 + (L3 – L2)/L2….. 1 = LoL dL/L = LoL ln L = ln (L/Lo)
Hubungan antara tegangan normal dengan tegangan sebenarnya : 1 = (1 + ) Hubungan antara regangan normal dengan regangan sebenarnya : 1 = b (1+ )
11
Kedua hubungan diatas hanya berlaku hingga saat terjadinya necking, di luar itu maka tegangan dan regangan sebenarnya harus dihitung berdasarkan pengukuran nyata pada batang uji, beban dan luas penampang setiap saat. Untuk daerah elastik boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara tegangan/regangan nominal dengan tegangan/regangan sebenarnya, perbedaan mulai terjadi di daerah plastik. Pada diagram tegangan – regangan normal sesudah melampaui tegangan maximum akan terjadi penurunan, sedang pada diagram tegangan – regangan sebenarnya terus naik hingga putus. (Gambar 2.12.) 1.3
Langkah – Langkah Percobaan
Sebelum Percobaan 1. Specimen dibentuk menurut standart 2. Catat merk, type, nomor seri, tahun pembuatan kemampuan mesin dll. 3. Sket mesin secara keseluruhan dan bagian utamanya. 4. Siapkan dan pasang kertas grafik dan pulpen pada mesin 5. Ukur dan catat dimensi dari specimen sesuai dengan gambar standart specimen pengujian. 6. Perkirakan beban tertinggi yang diberikan sebagai tahanan atau reaksi terhadap beban luar (untuk hal ini akan ditentukan oleh asisten). 7. Siapkan mesin tarik yang akan digunakan. 8. Catat skala mesin pada mesin tarik. 9. Pasang specimen pada crosshead. Saat Percobaan 1. Jalankan mesin tarik, dan catat besarnya beban yield, ultimate, dan patah yang terjadi. 2. Setelah percobaan, ukur dan catat diameter pada bagian yang putus dan ukur pula panjang specimen setelah patah.
12
1.4
Data Hasil Percobaan Tabel Pengujian Tarik
13
BAB II PENGUJIAN KEKERASAN 2.1
Tujuan Pengujian
Untuk melihat kemampuan bahan terhadap adanya deformasi plastis 2.2
Dasar Teori
Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara tepat, karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri – sendiri yang sesuai dengan persepsi dan keperluannya. Karenanya juga cara pengujian kekerasan ada bermacam – macam tergantung konsep yang dianut. Dalam engineering, yang menyangkut logam, kekerasan sering dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan indentasi/penetrasi/abrasi. Ada beberapa cara pengujian kekerasan yang terstandart yang digunakan untuk menguji kekerasan logam, pengujian Brinell, Rockwell, Vickers dll. 2.2.1
Pengujian Kekerasan Brinell
Pegujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang paling banyak digunakan. Pada pengujianBrinell digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai indentor. Indentor ini ditusukkan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan tertentu selama waktu tertentu pula (antara 10 sampai 30 detik). Karena penusukan (indentasi) itu maka pada permukaan logam tersebut akan terjadi tapak tekan yang berbentuk tembereng bola. Kekerasan Brinell dihitung sebagai :
=
=
⁄2 .〈− √ ( − )2〉
P D d
= gaya tekan (kg) = diameter bola indentor (mm) = diameter tapak tekan (mm)
Biasanya pada pengujian kekerasan Brinell yang standart digunakan bola baja yang dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kg (untuk pengujian kekerasan baja), atau 1000 atau 500 kg (untuk logam non ferrous, yang lebih lunak), dengan lama penekanan 10 – 15 detik. Tetapi mengingat kekerasan bahan yang diuji dan juga tebal bahan (supaya tidak terjadi indentasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal), boleh digunakan gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda asalkan selalu dipenuhi persyaratan P/D2 = konstan. Dengan memenuhi persyaratan tersebut maka hasil pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji dengan gaya tekan/diameter bola indentor yang berbeda. Harga konstanta ini untuk baja adalah 30, untuk tembaga/paduan tembaga 10 dan untuk aluminium/paduan aluminium 5. Untuk pengujian logam yang sangat keras (di atas 500 BHN) bahan indentor dari baja yang dikeraskan tidak cukup baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai terdeformasi,
14
maka digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur sampai kekerasan sekitar 650 BHN. 2.2.2
Pengujian kekerasan Rockwell
Pada pengujian Brinell harus dilakukan pengukuran diameter tapak tekan secara manual, sehingga ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran, disamping juga akan memakan waktu. Pada cara Rrockwell pengukuran langsung dilakukan oleh mesin, dan mesin langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan yang diuji. Cara ini lebih cepat dan akurat. Pada cara Rockwell yang normal, mula – mula permukaan logam yang diuji ditekan oleh indentor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal (minor load Po), sehingga ujung indentor menembus permukaan sedalam h (lihat gambar 2.15.). Setelah itu penekanan diteruskan dengan memberikan beban utama (major load P) selama beberapa saat, kemudian beban utama dilepas, hanya tinggal beban awal, pada saat ini kedalaman penetrasi ujung indentor adalah h1.
Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi ini.Karena yang diukur adalah kedalaman penetrasi, maka pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan dial indicator, dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya menunjukkan skala kekerasan Rockwell. Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan jenis indentor serta besar beban utama dapat dilihat pada Tabel 2.4.di bawah. Tabel 2.4 Rockwell Hardness Scales Scale
Indentor
F0 F1 F (kgf) (kgf) (kgf) Jenis Material Uji
A
Diamond cone
10
50
60
B
1/16" steel ball
10
90
100
C
Diamond cone
10
140
150
D
Diamond cone
10
90
100
Exremely hard materials, tungsten carbides, dll Medium hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll Hardened steels, hardened and tempered alloys Annealed kuningan dan tembaga
E
1/8" steel ball
10
90
100
Berrylium copper,phosphor bronze, dll
F
1/16" steel ball
10
50
60
Alumunium sheet 15
G
1/16" steel ball
10
140
150
Cast iron, alumunium alloys
H
1/8" steel ball
10
50
60
Plastik dan soft metals seperti timah
K
1/8" steel ball
10
140
150
Sama dengan H scale
L
1/4" steel ball
10
50
60
Sama dengan H scale
M
1/4" steel ball
10
90
100
Sama dengan H scale
P
1/4" steel ball
10
140
150
Sama dengan H scale
R
1/2" steel ball
10
50
60
Sama dengan H scale
S
1/2" steel ball
10
90
100
Sama dengan H scale
V
1/2" steel ball
10
140
150
Sama dengan H scale
Sumber :www.alatuji.com/article/detail/3 F0 F1 F
= beban minor (kgf) = beban mayor (kgf ) = total beban ( kgf)
Untuk logam biasanya digunakan skala B atau C, dan angka kekerasannya dinyatakan dengan RB dan RC.untuk skala B harus digunakan indentor berupa bola baja berdiameter 1/10 dan beban utama 100 kg. kekerasan yang dapat diukur dengan Rockwell B ini sampai RB 100, bila pada suatu pengukuran diperoleh angka di atas 100 maka pengukuran harus diulangi dengan menggunakan skala lain. Kekerasan yang diukur dengan skala B ini relatif tidak begitu tinggi, untuk mengukur kekerasan logam yang keras digunakan Rockwell C (sampai angka kekerasan RC 70) atau Rockwell A (untuk yang sangat getas). Di samping Rockwell yang normal ada pula yang disebut superficial Rockwell, yang menggunakan beban awal 3kg, indentor kerucut intan (diamond cone, brale) dan beban utama 15, 30 atau 45 kg.Superficial Rockwell digunakan untuk specimen yang tipis. 2.2.3
Perbandingan pemakaian hardness test
Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan. Cara pengujian kekerasan yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam persyaratan/prosedur, antara lain bahwa permukaan yang diuji harus cukup halus dan rata, specimen harus cukup tebal (tidak kurang dari 6 mm untuk Brinell standart, 1,5 mm untuk Rockwell normal). Specimen harus dapat ditumpuh dengan baik dan permukaan yang diuji harus horizontal.Titik pengujian tidak boleh terlalu berdekatan dan tidak terlalu dekat dengan tepi specimen. Brinell standart akan mengakibatkan terjadinya indentasi yang cukup besar, karena itu biasanya tidak digunakan pada permukaan dari finished product dan benda yang kecil/tipis. Rockwell hanya meninggalkan bekas yang sangat kecil sehingga tidak mengakibatkan cacat pada permukaan, tetapi karena penggunaan indentor yang kecil ini.Rockwell tidak baik digunakan pada bahan yang tidak homogen, seperti pada besi tuang kelabu dimana terdapat bagian – bagian yang sangat lunak (grafit).Untuk ini sebaiknya digunakan Brinell, di samping itu Brinell tidak menuntut kehalusan permukaan yang terlalu tinggi, cukup dengan geinda kasar.
16
Pada Brinell dan Vickers dilakukan pengukuran tapak tekan secara manual, akan memakan waktu dan member peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran. Kadang – kadang pengukuran tapak tekan ini tidak mudah, karena ada kemungkinan terjadi sinking dan ridging (Gambar 2.18.).Sinking terjadi pada logam yang dianil sedang ridging terjadi pada logam yang dideformasi dingin.
2.2.4
Hubungan antara kekuatan dan kekerasan
Dari pengalaman dapat diketahui bahwa ada hubungan antara kekuatan dan kekerasan suatu logam.Tetapi mencari bentuk hubungan itu secara teoritik bukanlah hal yang mudah.Memang ada beberapa rumusan yang diajukan untuk itu tetapi semuanya masih jauh dari memuaskan. Secara empirik juga banyak diajukan rumusan untuk menyatakan hubungan antara kekuatan dan kekerasan, dan ini biasanya hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu pada kondisi tertentu, misalnya untuk baja karbon (konstruksi) yang dianil. Pada umumnya kekuatan sebanding dengan kekerasan, kekuatan akan naik dengan naiknya kekerasan (bersamaan dengan itu keulatan akan menurun). Hubungan antara kekuatan dan kekerasan dapat dinyatakan sebagai berikut : -untuk baja karbon : UTS = 0,36 BHN (kg/mm2) atau UTS = 500 BHN (psi) -untuk baja paduan : UTS = 0,34 BHN (kg/mm2) Hubungan anatara kekerasan dan kekuatan juga dapat digambarkan dengan suatu grafik seperti terlihat pada Gambar 2.19. (hubungan antara angka kekerasan dengan kekuatan tarik untuk baja konstruksi). Dari grafik tersebut terlihat bahwa angka kekerasan Brinell (standar) menunjukkan suatu hubungan yang paling linier. Dengan angka kekerasan yang lain akan terjadi sedikit penyimpangan pada angka kekerasan yang agak tinggi.
17
2.3
Langkah – Langkah Percobaan
Percobaan Brinell
Sebelum Percobaan 1. Permukaan benda uji (specimen) dibersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar terhadap permukaan meja uji. 2. Catat merk, type, nomor seri , tahun pembuatan kemampuan mesin dll 3. Sket mesin secara keseluruhan dan bagian utamanya. 4. Catat bagaimana pemakaian mesin, misalnya bagaimana cara meletakkan benda uji, menyetel benda uji ditempat yang tepat, memberikan beban tekan yang akan digunakan, mengukur diameter kedalaman, dan menggunakan mesin. 5. Gambar skematis mesin Brinell. 6. Buatlah table atau kolom – kolom untuk pengujian Brinell. 7. Pasanglah benda uji pada landasan mesin Brinell. Saat Percobaan 1. Putarlah hand well hingga benda uji menyentuh indentor. 2. Pompalah tuas untuk menaikkan beban yang akan diberikan pada benda uji. 3. Setelah sampai pada beban yang telah ditentukan tahan sekitar 10detik, kemudian beban dilepaskan dengan membuka katup beban. 4. Lakukan 3 – 5 kali percobaan dengan bahan yang sama, sehingga kedalaman indentasi rata – rata dapat ditetapkan. 5. Lihat diameter hasil indentasi pada benda uji tadi, baik secara vertical atau horizontal dengan menggunakan mikroskop (dalam satuan mm). 6. Hasilnya masukkan ke dalam table yang telah dibuat. 7. Hasil yang didapatkan tadi dicari nilai rata – ratanya.
18
Percobaan Rockwell
Sebelum Percobaan 1. Permukaan benda uji (specimen) dibersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar terhadap permukaan meja uji. 2. Catat merk, type, nomor seri , tahun pembuatan kemampuan mesin dll 3. Sket mesin secara keseluruhan dan bagian utamanya. 4. Catat bagaimana pemakaian mesin, misalnya bagaimana cara meletakkan benda uji, menyetel benda uji ditempat yang tepat, memberikan beban tekan yang akan digunakan, mengukur diameter kedalaman, dan menggunakan mesin. 5. Gambar skematis mesin Brinell. 6. Buatlah table atau kolom – kolom untuk pengujian Brinell. 7. Siapkan bahan – bahan pengujian Rockwell. 8. Letakkan landasan pengujian Rockwell. Saat Percobaan 1. Perhatikan beban yang diberikan pada mesin pengujian Rockwell sesuaikan dengan indentor yang dipakai (lihat table pada mesin). 2. Naikkan landasan mesin hingga benda uji menyentuh indentor (ball atau cone), kemudian naikkan beban hingga mencapai beban minor atau jarum hitam kecil sampai pada titik merah pada dial indicator. 3. Pada mesin uji Rockwell ada dua dial, yaitu berwarna hitam dan merah, yang hitam untuk pengujian yang menggunakan indentor ball, sedangkan yang berwarna merah menggunakan indentor cone (intan). 4. Tentukan tuas beban dari posisi nol ke posisi satu, sambil dibaca dial indikatornya 5. Apabila sudah berhenti jarum pembacanya, catat hasil pada table yang sudah anda persiapkan. 6. Lakukan pengujian ini berulang – ulang, minimal sebanyak tiga kali hingga mendapatkan nilai rata – rata. 2.4
Data Hasil Pengujian
Table Pengujian Brinell No BAHAN Beban Pengujian P (kgf)
1
ST37
3000
Indentasi D (mm)
Indentasi d (mm)
HBN
10
4,7 4,5 4,3 4,1 4,8
22,420 20,440 18,567 16,798 23,451
HBN rata-rata
82,906
19
Tabel Pengujian Rockwell Kondisi No Benda uji Indentasi
1
ST41
2
Al6061
3
2.5
ST37
Indentasi
P= 60 kg t = 5 detik
Diamond Cone (skala warna hitam)
P = 100 kg t = 5 detik
Bola Baja 1/16 in ball (skala warna merah)
P = 150 kg t = 5 detik
Diamond Cone (skala warna hitam)
H R A 98 94 92 90 91 61 62 66 65 64 92 91 89 90 88
H R A rata2
Keterangan
93
Sangat keras
63,6
lunak
90
medium
Menjawab Soal Sesudah Praktikum
1. Apabila anda melakukan pengujian kekerasan suatu logam dan belum diketahui angka kekerasan bahan tersebut, pengujian kekerasan mana yang saudara pilih? J elaskan alasan anda! Pengujian Rocwell, karena pengujiannya mudah dan membutuhkan waktu yang relative singkat dan kemungkinan terjadinya kesalahan sangat kecil, karena penentuan angka kekerasan dilakukan oleh mesin dan langsung dapat dilihat angka kekerasannya dari bahan yang diuji. 2. Tentukan nilai kekerasan Brinell dan Rockwell dari hasil pengujian yang saudara ketahui! Table Pengujian Brinell
No
1
BAHAN
ST37
Beban Pengujian P (kgf)
3000
Indentasi D (mm)
Indentasi d (mm)
HBN
10
4,7 4,5 4,3 4,1 4,8
22,420 20,440 18,567 16,798 23,451
HBN rata-rata
82,906
20
Tabel Pengujian Rockwell
No
1
2
3
Benda uji
ST41
Al6061
ST37
Kondisi Indentasi
Indentasi
P= 60 kg t = 5 detik
Diamond Cone (skala warna hitam)
P = 100 kg t = 5 detik
Bola Baja 1/16 in ball (skala warna merah)
P = 150 kg t = 5 detik
Diamond Cone (skala warna hitam)
H R A 98 94 92 90 91 61 62 66 65 64 92 91 89 90 88
H R A rata2
Keterangan
93
Sangat keras
63,6
lunak
90
medium
3. Bandingkan keuntungan dan kerugian dari pengujian Brnell dan Rockwell! Pengujian Brinell - Keuntungan 1. Mudah untuk dilakukan. 2. Dapat menguji berbagai macam bahan 3. Dapat menggunakan berbagai indentor dengan diameter yang berbeda asal memenuhi P/ D² = Konstan 4. Dapat mengetahui BHN yang besar. - Kerugian 1. Karena pengukuran dilakukan secara manual maka kemungkinan kesalahan yang terjadi cukup besar. 2. Untuk mengukur bahan yang sangat keras (di atas 500 BHN) bahan indentor dari baja tidak cukup baik. 3. Maksimal pengukuran sampai 650 BHN Pengujian Rocwell - Keuntungan a. Hasilnya lebih akurat dan prosesnya cepat. b. Terdapat 3 skala kekerasan untuk pengujian bahan-bahan yang berbeda. c. Dapat digunakan untuk menguji specimen yang tipis . - Kerugian a. Tidak dapat mengetahui nilai BHN. b. Karena ada 3 skala yang berbeda maka harus dalakukan beberapa kali percobaan untuk kekerasan suatu bahan. c. Karena ujungnya lancip kurang akurat pada bahan yang tidak homogen.
21
4. Apakah yang dimaksud dengan pengujian kekerasan meyer, pengujian kekerasan vickers, dan pengujian kekerasan mikrohardness? Pengujian kekerasan meyer : Prinsip kerjanya sama dengan pengujian kekerasan Brinell, juga menggunakan bola baja, tetapi kekerasan dihitung berdasarkan luas proyeksi tapak tekan, sehingga tidak tergantung pada besar gaya tekan.
Pengujian kekerasan vickers : Penetrator yang digunakan adalah piramid intan dengan sudut puncak 136 o.
Pengujian kekerasan mikrohardness : Pengujian dilakukan untuk daerah yang sangat kecil (ex. pada satu struktur mikro), dengan gaya tekan yang sangat kecil (1-1000 gr) dengan menggunakan mesin yang dikombinasikan dengan mikroskop. Cara yang biasa digunakan adalah mikrovickers dan knoop. Pada mikrovickers caranya sama dengan vickers biasa hanya saja gaya tekan yang digunakan sangat kecil sehingga panjang diagonal indentasi diukur dalam mikron. Pada knoop, digunakan indentor piramid intan dengan alas berbentuk empat belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1:7.
5. Gambarkan bentuk dan ukuran indentor dan rumus untuk mencari angka kekerasan dari pengujian kekerasan berikut ini:
22
Brinell
Dimana :
BHN P D d
= Brinell Hardness Number = Beban yang diberikan (kgf) = Diameter indentor (mm) = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi
Rockwell (A, B,C) dan berapa besar beban yang digunakan pada masing-masing pengujian rockwell tersebut Beban minor/minor load (F0) = 10 kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60kgf sampai dengan 150kgf
Scale
Indentor
F0 F1 F (kgf) (kgf) (kgf) Jenis Material Uji
A
Diamond cone
10
50
60
B
1/16" steel ball
10
90
100
C
Diamond cone
10
140
150
D
Diamond cone
10
90
100
Exremely hard materials, tungsten carbides, dll Medium hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll Hardened steels, hardened and tempered alloys Annealed kuningan dan tembaga
E
1/8" steel ball
10
90
100
Berrylium copper,phosphor bronze, dll
F
1/16" steel ball
10
50
60
Alumunium sheet
G
1/16" steel ball
10
140
150
Cast iron, alumunium alloys
H
1/8" steel ball
10
50
60
Plastik dan soft metals seperti timah
K
1/8" steel ball
10
140
150
Sama dengan H scale
L
1/4" steel ball
10
50
60
Sama dengan H scale
M
1/4" steel ball
10
90
100
Sama dengan H scale
P
1/4" steel ball
10
140
150
Sama dengan H scale
R
1/2" steel ball
10
50
60
Sama dengan H scale
S
1/2" steel ball
10
90
100
Sama dengan H scale
V
1/2" steel ball
10
140
150
Sama dengan H scale
Vickers
Dimana :
VHN = Vickers Hardness Number
23
P d
= Beban yang diberikan (kgf) = Panjang diagonal rata-rata hasil indentasi
Mikrohardness atau Knoop
HK= 14,2 P/l2 Dimana :
HK = Angka kekerasan Knoop P = Beban
6. Untuk kekerasan Brinell besarnya diameter indentasi (d) dibatasi yaitu 0,2 D < d < 0,7 D, dimana D adalah diameter dola penekan. Coba jelaskan mengapa hal tersebut dibatasi? Pada kekerasan Brineel besarnya diameter indentasi (d) dibatasi yaitu 0,2 D
Analisa Data
Table Pengujian Brinell
No
1
BAHAN
ST37
Beban Pengujian P (kgf)
3000
Indentasi D (mm)
Indentasi d (mm)
HBN
10
4,7 4,5 4,3 4,1 4,8
22,420 20,440 18,567 16,798 23,451
HBN rata-rata
82,906
Tabel Pengujian Rockwell
No
1
2
Benda uji
ST41
Al6061
Kondisi Indentasi
Indentasi
P= 60 kg t = 5 detik
Diamond Cone (skala warna hitam)
P = 100 kg t = 5 detik
Bola Baja 1/16 in ball (skala warna merah)
H R A 98 94 92 90 91 61 62 66 65 64
H R A rata2
Keterangan
93
Sangat keras
63,6
lunak
24
3
2.7
ST37
P = 150 kg t = 5 detik
Diamond Cone (skala warna hitam)
92 91 89 90 88
90
medium
Kesimpulan 1. Nilai kekerasan : ST41 = 93 ST37 = 90 Al6061 = 63,6 2. Bahan ST41 mempunyai kekerasan paling tinggi diantara ST37 dan Al6061 3. Bahan Al6061 mempunyai nilai kekerasan terendah
25
BAB III PENGUJIAN IMPACT 3.1
Tujuan Pengujian
Tujuan pengujian impact antara lain: 1. Untuk melihat ketahanan bahan terhadap adanya pembebanan tiba – tiba (mendadak). 2. Untuk mengetahui kepekaan logam terhadap adanya notch. 3.2
Dasar Teori
Selama Perang Dunia II banyak dijumpai kerusakan pada konstruksi (kapal, jembatan, tanki, pipa dan lain-lain) yang menampakkan pola patah getas, padahal konstruksi tersebut terbuat dari logam yang biasanya dikenal cukup ulet, seperti misalnya baja lunak.Ternyata ada tiga factor utama yang menyebabkan kecenderungan terjadinya patah getas, yaitu 1.tegangan yang triaxial, 2. temperatur rendah dan 3. laju peregangan (strain rate) yang tinggi (jadi adalah juga kecepatan pembebanan tinggi). Tegangan yang triaxial dapat terjadi pada takikkan. Ada beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya pataah getas yang dilakukaan para peneliti, salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujiaan pukul-takik). Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (nocth) yang dipukul dengan sebuah bandul. Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu metode Charpy (yang banyak dipakai di Amerika dan negara-negara lain)dan metode Izod yang digunakan di Inggris. Pada metode Izod, batang uji dijepit pada satu ujung sehingga takikkan berada didekat penjepitnya. Bandul/pemukul yang diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain dari arah takikkan.
Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan kearah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan memukul batang uji tepat dibelakang takikkan. Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin dimana suatu batang dapat berayun dengan bebas.Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi pemberat.Batang uji diletakkan dibagian bawah mesin dan takikkan tepat berada pada bidang lintasan pemukul. Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu H. pada posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W = berat pemukul). Dan posisi ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas, memukul batang uji hingga patah, dan pemukul 26
masih terus berayun sampai ketinggian H1.Pada posisi ini sisa energi potensial adalah WH1.Selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji.
Impact strength, ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji, dengan notasi IS atau C, satuannya kg, m atau ft, lb atau joule. Jadi impact strength sebenarnya adalah ketangguhan juga, ketangguhan tehadap beban mengejut dan pada batang uji yang tertakik, notch toughness. Logam yang getas akan memperlihatkan impact strength yang rendah. Hasil pengukuran dengan impact test ini masih tidak dapat digunakan untuk keperluan perhitungan suatu desain, ia hanya dapat digunakan untuk membandingkan sifat suatu bahan dengan bahan lain, apakah suatu bahan mempunyai sifat ketangguhan yang lebih baik daripada bahan lain. Hal ini disebabkan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhi impact strength yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi pengujian dengan kondisi pemakaian.Misalnya saja pada pengujian kecepatan pembebanan sudah tertentu sedang pada pemakaian kecepatan pembebanan dapat bervariasi. Demikian juga halnya dengan triaxial state of stress, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran takikan, bentuk dan ukuran benda kerja, tentunya semua ini akan menyebabkan impact strength yang berbeda bila faktor tersebut berbeda. Karena itu untuk pengujian pukul-takik ini bentuk dan ukuran batang uji serta bentuk dan ukuran takikan harus benar-benar sama, barulah hasil pengujian dapat dibandingkan satu sama lain. Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10 x 10 27
mm dengan bentuk takikan V (V – notched) atau U (U – notched, atau key hole). V notched biasanya digunakan untuk logam yang dianggap ulet sedang U – notched biasanya digunakan untuk logam yang getas. Bentuk dan ukuran batang uji yang stadar dapat dilihat pada Gambar 2.23.
Selain mengukur impact strength, impact test juga digunakan untuk mempelajari pola perpatahannya, apakah batang uji itu patah dengan pola patah getas (brittle fracture) atau dengan pola patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi dari keduanya.Untuk mempelajari ini dilakukan pengamatan visual pada permukaan patahan.Patahan getas tampak berkilat dan berbutir (dinamakan juga granular fracture atau cleavage fracture) sedang patahan ulet tampak lebih suram dan seperti berserabut (dinamakan juga fibrous fracture atau shear fracture).Dari pengamatan ini kemudian dibuat estimasi persentase luas permukaan yang patah getas (cleavage fracture). Hal ketiga yang diukur dengan impact test adalah keuletan (ductility), yang ditunjukkan dengan persentase pengecilan penampang pada patahan. Suatu impact test akan lebih bermakna bila dilakukan pada suatu daerah temperatur pengujian, sehingga dapat dipelajari bagaimana pengaruh temperatur terhadap pola perpatahan suatu bahan dan juga dapat ditentukan temperatur transisi ulet-getas. Perlu diketahui bahwa impact strength cenderung menurun dengan turunnya temperatur, dengan demikian suatu bahan yang pada temperatur relatif tinggi masih bersifat ulet, pada suatu temperatur tertentu yang lebih rendah mulai berubah menjadi getas, dinamakan temperatur transisi.
28
Dari serangkaian pengujian yang dilakukan pada berbagai temperatur dibuat suatu grafik impact strength – temperatur, atau grafik % cleavage fracture – temperatur.Dari grafik tersebut kemudian dapat ditentukan temperatur transisi. Bentuk grafik impact strengthtemperatur dan cara menentukan temperatur transisi dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Gb pengaruh temperature terhadap pola patah spesimen Dalam pemilihan bahan, seringkali bukan hanya besarnya impact strength yang perlu diperhatikan, tetapi juga temperatur transisinya.Dalam hal ini lebih disukai bahan yang mempunyai temperatur transisi lebih rendah, walaupun impact strength maksimumnya tidak lebih tinggi.Seperti terlihat pada gambar di bawah, baja B walaupun memiliki impact strength lebih rendah tetapi disukai karena temperatur transisinya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena bila baja B mengalami penurunan temperatur kerja impact strengthnya masih belum banyak menurun, sedang baja A bila mengalami penurunan temperatur kerja impact strengthnya sudah sangat berkurang, cenderung terjadi patah getas, yang mungkin dapat berakibat fatal. 3.3
Langkah – Langkah Percobaan
Sebelum Percobaan 1. Catat merk, type, nomor seri, tahun pembuatan, kemampuan mesin berat, dan panjang kampak impact. 2. Sket mesin uji impact dan catat nama bagian – bagiannya. 3. Catat cara pemakaian mesin, meletakkan benda uji, menaik – turunkan kampak, menahan kampak pada kedudukan siap jatuh dan melepaskan penahan kampak. 4. Mencatat besar energy yang ditunjukan oleh jarum indicator, mengukur suhu benda kerja dan sebagainya. 5. Mencatat jenis logam yang digunakan. 6. Menggambarkan bentuk benda uji dalam satuan mm dengan parameter panjang, lebar, tinggi dan dimensi takikan. 7. Menentukan bentuk specimen (menggunakan metode charpy atau metode izod). Saat Percobaan 1. Periksa dan siapkan specimen serta table isian pengujian. 2. Periksa dan siapkan mesin yang akan dipakai, naikkan kampak impact sesuai dengan derajat yang telah ditentukan.
29
3. Keluarkan specimen yang akan digunakan dari medium pendingin atau pemanas sambil mengukur suhu benda uji. Dengan segera letakkan pada landasan sehingga suhu specimen pada saat pemukulan dalam keadaan tepat. 4. Baca kedudukan jarum yang menyatakan energy total. 5. Hasil percobaan masukkan kedalam tabel yang telah disiapkan. 3.4
Data Hasil Pengujian
Gambar Spesimen
t
h L P
Luas
= Lxh = 10 x 8 = 80 mm2
Tabel pengujian impact No Bahan P L (mm) (mm) 1 2 3
ST 41
55
10
t (mm)
10
4
8
T oC
Luas (mm2)
α2
0
55o
30
50 o
75 100
Keterangan : panjang lengan bandul ( l ) Massa bandul (W) 3.5
h (mm)
80
73
o
α1
110o
100 o
= 0,75 m = 26,08 kg
Menjawab Soal Sesudah Praktikum
1. Apakah ada perbedaan dari masing-masing spesimen percobaan. Berikanlah alasan anda tentang masing-masing perbedaan yang ada dan faktor-faktor apasajakah yang mungkin menyebabkannya? Ada sedikit perbedaan, misalnya panjang benda uji yang disebabkan oleh kurang telitinya saat menggergaji/memotong benda kerja sebelum melaksanakan praktikum. Kedalaman takik yang disebabkan oleh faktor yang sama yaitu kurang teliti saat proses penggergajian. 2. Hitunglah energi untuk mematahkan spesimen dari hasil rata-rata secara teoritis berdasarkan rumus yang ada. Bandingkan dengan hasil percobaan berdasarkan jarum skala penunjuk! 30
Harga Energi Impact specimen 1 (T = 0ºC) E = W x L (cos α2 – cos α1) = 26,08 x 0,75 (cos 55º-cos 110º) = 17,9 joule specimen 2 (T = 100ºC) E = W x L (cos α2 – cos α1) = 26,08 x 0,75 (cos 50º-cos 110º) = 19,2 joule specimen 3 (T = 30º) E = W x L (cos α2 – cos α1) = 26,08 x 0,75 (cos 73º-cos 110º) = 12,4 joule specimen 4 (T = 75º) E = W x L (cos α2 – cos α1) = 26,08 x 0,75 (cos 100º-cos 110º) = 3,29 joule 3. Hitunglah harga impact strength dari harga rata-rata dan bandingkan dengan hasil percobaan! Harga Impact Strength Specimen 1 : HI = E = 17,9 = 0,223 joule/mm 2 A 80 Specimen 2 : HI = E = 19,2 = 0,24 joule/mm 2 A 80 Specimen 3 : HI = E = 12,4 = 0,155 joule/mm 2 A 80 Specimen 4 : HI = E = 3,29 = 0,041 joule/mm 2 A 80 4. Gambarkan facture dari batang uji dan tunjukkan facture yang ductile dan facture yang brittle pada tiap spesimen uji!
31
5. Apasajakah yang menyebabkan suatu material mengalami penggetasan? - Kadar karbon yang terdapat pada material terlalu banyak - Suhu material terlalu rendah 6. Bagaimanakah pengaruh ketebalan batang uji terhadap kekuatan impact dari suatu bahan? Ketebalan batang uji tidak berpengaruh terhadap kekuatan impact dari suatu bahan karena makin tebal batang uji semakin besar pula energi yang dibutuhkan tetapi kekuatan Impactnya tetap. 7. Jelaskan sumber-sumber yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara perhitungan teoritis dengan hasil yang terjadi pada percobaan! - keadaan suhu batang uji saat percobaan tidak tepat - ukuran specimen percobaan tidak tepat - kadar karbon pada batang uji tidak sama - Alat pengukur suhu yang tidak di kalibrasi menyebabkan hasil tidak sesuai - Pemakaian alat penguji yang salah (misal lupa jarum sudut tidak di putar) - Terlambat saat pengereman bandul sehingga menrubah sudut awal 8. Gambarkan grafik pengaruh suhu terhadap energi impact pada tiap spesimen percobaan! 25
20
) m g k ( E
15
10
5
0 0
20
40
60
80
100
120
T (⁰C) 3.6
Analisa Data
Tabel pengujian impact
1
T C 0
2
30
No
3 4
Bahan
ST 41
P (mm)
55
b (mm)
10
T (mm)
10
a (mm)
8
o
75 100
Luas (mm2)
α2
α1
55o 80
50o 73
o
100o
110o
E Joule
HI J/mm2
17,9
0,223
19,2
0.24
12,4
0.155
3,29
0.041
32
3.7 Kesimpulan 1. Energi impact pada suhu :
0oC = 17,9 J 30oC = 19,2 J 75oC = 12,4 J 100oC = 3,29 J 2. Temperature material yang semakin tinggi akan meningkatkan harga energi impact (E). 3. Tinggi rendahnya temperatur material mempengaruhi keuletan material ters ebut yakni semakin rendah temperatur material semakin getas material tersebut dan semakin tinggi temperatur material semakin ulet material tersebut.
33