2
23
Tanggal diterima
Nilai
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL
PERCOBAAN UJI IMPAK
Oleh :
Nama : Okta Syahputra Sembiring
NPM : 1415021065
Kelompok : 10
Hari/Tanggal Praktikum : Jumat, 03 Juli 2015
Asisten : Rd. Tommy Riza (1015021049)
Mario Salimor (1015021066)
LABORATORIUM MATERIAL
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dari masa ke masa semakin maju, kemajuan teknologi sangat membantu manusia dan memberikan kemudahan dalam melakukan segala sesuatunya. Berbagai bidang kehidupan manusia sangat bergantung pada teknologi seperti transportasi, komunikasi, bangunan dan peralatan elektronik rumah tangga. Suatu teknologi akan berfungsi dengan baik dan maksimal apabila terbuat dari bahan atau material yang baik pula. Produk-produk elektronik, alat transportasi dan bahan bangunan akan memiliki fungsi baik apabila bahan penyusunnya merupakan bahan dengan sifat mekanik yang baik.
Salah satu sifat mekanik material adalah keuletannya, tingkat keuletan material menentukan fungsinya ketika digunakan. Tingkat kegetasan material terpengaruh oleh beberapa hal, seperti beban kejut, tekikan, suhu dan lain-lain. Untuk mengetahui keuletan daripada suatu material perlu dilakukan suatu pengujian bahan. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui keuletan material adalah pengujian impak. Pengujian dilakukan pada beberapa sampel atau spesimen dari suatu jenis material. Pengujian impak dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode charpy dan metode izzod. Metode charpy banyak dilakukan di Amerika Serikat, sedangkan metode izzod banyak dilakukan di Eropa. Dengan mengetahui sifat suatu material melalui pengujian, maka dapat meminimalisir resiko kegagalan fungsi dari produk yang diciptakan dari material tersebut. Keuletan material dapat diketahui apabila terjadi perpatahan. Ada dua golongan patahan yaitu patah getas danpatah ulet. Maka daripada itu, praktikum pengujian impak ini sangat diperlukan oleh mahasiswa agar mengetahui cara melakukan pengujian keuletan material dan mengetahui cara melakukan perhitungan tingkat keuletan material.
Tujuan
Adapun tujuan dai melakukan praktikum pengujian impak ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui sifat-sifat material yang berpangaruh terhadap beban impak seperti kekuatan, keuletan atau kegetasan dan ketangguhan bahan.
Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat kegetasan dan keuletan suatu material.
Untuk memahami pengujian impak dengan metode charpy.
Untuk memahami nilai harga impak (HI), energi impak dan sifat perpatahan berdasarkan patahan melalui pengujian impak.
Mengerti tentang grafik hasil pengujian impak.
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Teori
Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak. Pengujian impak menggunakan batang spesimen bertakik yang sudah distandarisasi. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan pengujian impak dapat diketahui perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji tarik. (Anrinal, 2013)
Gambar 2.1 Ilustrasi pengujian impak
(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi atau patahan. Pada proses tumbukan, dapat dihitung kerja tumbukan yang diterima W, yakni kerja karena perubahan bentuk dari benda uji sampai mencapai munculnya kepatahan. Kekuatan tumbukan dimana,
WS = WA ..........................................................(2.1)
Keterangan:
A = Penampang patah
W = Kerja tumbukan
WS = Besaran yang mengontrol karakteristik bahan kerja.
Sifat material yang berhubungan dengan kerja yang dibutuhkan untuk menyebabkan patahan dinamakan ketangguhan dan tergantung pada tipe pembebanan. Walaupun demikian, tingkat dimana energi diserap dengan nyata dapat mempengaruhi sifat material dan ukuran ketangguhan yang berbeda mungkin didapat dari beban impak.
Metoda Pengujian Impak
Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izzod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa.
Metoda Charpy
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dengan panjang 55 mm2 dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45 o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji.
Gambar 2.2 Peletakan spesimen metoda charpy
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode charpy adalah :
Kelebihan :
Hasil pengujian lebih akurat.
Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.
Harga alat lebih murah.
Waktu pengujian lebih singkat.
Kekurangan :
1) Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.
2) Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam.
3) Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil.
4) Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam perancangan karena level tegangan yang diberikan tidak rata.
Metoda Izzod
Benda uji izzod lazim digunakan di Inggris, namun sekarang mulai jarang digunakan. Benda uji izzod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan bertakik v didekat ujung yang dijepit. Pada pengujian impak cara izzod, pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum.
Gambar 2.3 Peletakan spesimen metoda izzod
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode izood adalah :
Kelebihan
Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan spesimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu ujungnya.
Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.
Kerugian :
Biaya pengujian yang lebih mahal.
Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil yang diperoleh kurang baik.
Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar.
Hasil perpatahan yang kurang baik.
Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.
Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10.000 ton.
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.
Mesin Uji Impak
Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional sampai dengan sistem digital yang lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan laju regangan beberapa kali lipat. Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian impact dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Mesin uji impact charpy dapat ditunjukkan
pada gambar dibawah ini. (Ismail, 2012)
Gambar 2.4 Mesin uji impak metode charpy
(http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)
Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas. Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram meter (kg m) pada saat pendulum mencapai kedudukan 4 [5]. Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:
W1 = G × h1 (kg m)............................................(2.2)
W1 = G × λ(1 - cos α) (kg m).................................(2.3)
Keterangan :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut :
W2 = G × h2 (kg m)
W2 = G × λ(1 - cos β) (kg m)...................................(2.4)
Keterangan :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut :
W = W1 - W2 (kg m)
W = G × λ(cos β - cos λ) (kg m)...............................(2.5)
Keterangan :
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Gambar 2.5 Prinsip dasar mesin uji impak
(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
Pengujian yang dilakukan dengan metode Charpy akan menghasilkan harga impak yang lebih valid dibandingkan bila dilakukan dengan metode Izod, karena energi yang diserap penyangga tidak terlalu besar sehingga tidak banyak mempengaruhi harga impak. Praktikum ini menggunakan spesimen Charpy dengan takikan V. Selain harga impak, pengujian ini juga dapat menentukan nilai temperatur transisi. Temperatur transisi adalah jangkauan temperatur dimana suatu material mengalami perubahan jenis patahan dari ulet menjadi getas. Temperatur transisi ditentukan dengan banyak cara. Pertama FATT (Fracture Appearance Transition Temperature), yaitu temperatur dimana permukaan patahan 50% getas dan 50% ulet. Kedua memperhatikan nilai FTP (Fracture Transiton Plastic) dan NDT (Nil Ductile Temperature). FTP adalah temperatur dimana suatu patahan dari ulet sempurna menjadi getas. Sedang NDT adalah temperatur saat tidak ada lagi deformasi plastis lagi yang terjadi sehingga suatu material langsung mengalami patah getas. Jangkauan temperatur antara FTP dan NDT inilah yang disebut dengan temperatur transisi. Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan beban dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki enegi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung pada jenis materialnya, apakah patah getas atau patah ulet. Dengan membuat variasi perubahan temperatur, maka dilihat bentuk patahan dan energi yang diserap oleh spesimen, lalu dibuat suatu kurva yang menghubungkan antara temperatur dan energi yang diserapnya. Selain mendapat kurva energi yang diserap-temperatur, dari praktikum ini juga bisa mendapat Harga Impak. Harga Impak (HI) didapat dengan rumus :
HI = EA .......................................................(2.6)
Keterangan :
HI = harga impak ( joule/mm2 )
E = energi impak ( joule )
A = luas penampang ( mm2 )
Perpatahan Impak
Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisip perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan padat temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. (Zuchry, 2012)
Gambar 2.6 Efek temperatur terhadap ketangguhan impak material
(http://danidwikw.wordpress.com)
Patah Getas dan Patah Ulet
Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu :
Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih berbahaya dari pada patah ulet, karena terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada material berstruktur martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.
Ciri-cirinya:
Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat dan memantulkan cahaya.
Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak tampak gejala-gejala material tersebut akan patah.
Tempo terjadinya patah lebih cepat.
Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan multiaksial.
Gambar 3. Spesimen Patah Getas
(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah. Ciri-cirinya seperti:
Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksia.
Tempo terjadinya patah lebih lama.
Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban.
Permukaan patahannya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa), berserat, menyerap cahaya, dan penampilannya buram. (Duta, 2012)
Gambar 4. Spesimen Patah ulet
(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
Ketangguhan Bahan
Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap energi pada daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Penyebab ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah. (Dani, 2010)
Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.
Takikan segi empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada dua titik pada sudutnya.
Takikan Setengah lingkaran
Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.
Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.
Transisi ulet rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara pengusiaannya
Efek komposisi ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin
rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka bahan akan ulet.
Perlakuan panas dan perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir benda uji dan untuk menghaluskan butir.
Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi
Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah
Deformasi Plastis dan Elastis
Suatu material dapat bertahan dari energi tekan dikarenakan energi tekan tidak melebihi energi material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan dihilang kan benda tersebut akan kembali ke bentuk semula, contohnya saja pada waktu kita maelakukan uji tarik, pada saat material yang kita uji ditarik maka aka ada perubahan panjang pada material itu tetapi material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya tarik dihilangkan. Sedangkan pada deformasi plastis material yang sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan panjang atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik dihilangkan. Seperti diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield strength), untuk deformasi elastis itu berada dibawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis berada/melewati batas luluh suatu material, dimana untuk setiap material memiliki karakteristik yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strength (SMYS) adalah 52.000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah < 52.000 psi sedangkan plastisnya > 52.000 psi.
Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang kita tarik. Untuk deformasi plastis struktur mikro sudah berubah. Sebagai inisiasinya adalah sudah putusnya ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru (biasanya ukuran butir menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat tekanan). Pembentukan butir butir baru terbutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro. Biasanya daerah elastik itu dibatasi oleh garis proporsional antara tegangan san tegangan, nah ujung dari titik proporsional ini disebut sebagai yield point. Setelah keluar dari daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang tidak akan kembali kebentuk semula. Alasannya karena sudah terjadi perubahan, sedangkan di daerah elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini disebabkan ketika masih didaerah elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg disebabkan oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi, sehingga menghambat pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik, dislokasi sudah memotong batas butir. (Anrinal, 2013)
Kegunaan Dilakukanya Uji Impek Pada Sepesimen
Beberapa peralatan pada otomotif dan transmisi serta bagian-bagian pada kereta api, akan mengalami suatu beban kejutan dalam operasinya. Maka dari itu ketahanan suatu material terhadap beban mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat material tersebut perlu diketahui dan diperhatikan. Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan, Bandul yang mempunyai ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi yang diserap oleh spesimen. (Anrinal, 2013)
METODOLOGI PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Furnace
Gambar 3.1. Mesin Pemanas Spesimen Hingga Tempratur Austenisasi
Spesimen
Gambar 3.2. Spesimen Yang Akan Diuji
Impact Tester
Gambar 3.3. Impact tester
Senter
Gambar 3.4. Senter
Pinset Penjepit
Gambar 3.5. Penjepit Spesimen
Box
Gambar 3.6. Box Yang Berisi Es Batu
Prosedur Praktikum
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Menyiapkan spesimen uji impak sesuai dengan standar.
Melakukan Heat Treatment terhadap sepesimen yang pertama dengan menggunakan Furnace sampai tempratur austenisasi (850 oC), yang kedua didinginkan di box yang berisi es batu.
Mengangkat batang pendulum pada posisi yang diinginkan dengan menggunakan batang dari baja pada arm level dan meletakkan socket screw pada holder.
Mengatur dial indikator jarum penunjuk energi (joule) ke posisi 150/300 J.
Meletakkan spesimen pada landasan uji dengan menggunakan penjepit, semua ini dilakukan dengan cepat dan teliti dan dengan bantuan senter sebagai penerang agar takikan pas ditengah.
Menarik lengan holder ke atas unntuk melepaskan socket screw sehiingga batang pendulum jatuh dan menabrak spesimen.
Setelah spesimen patah, menggunakan handbrake untuk menyetop laju pendulum.
Kemudian mencatat besar beban impak yang terbaca dari dial indicator.
Mengulang langkah tiga sampai delapan dengan spesimen yang diberi perlakuan panas (heat treatment).
DATA DAN PEMBAHASAN
Hasil Praktikum Uji Impak
Tabel 1. Hasil pengujian dengan metode charpy
Material
Luas Penampang
(mm2)
Suhu
(oC)
Energi Impak (J)
Harga Impak (J/mm2)
Jenis Patahan
A
550
32o
224
0,407
Getas
B
550
0 o
197
0,358
Getas
C
550
850 o
139
0,252
Ulet
Pembahasan
Setelah melaksanakan praktikum pengujian uji impak, praktikan dapat mengetahui cara mencari nilai dari energi impak pada setiap spesimen yang diuji, Hasilnya dapat dilihat pada tabel hasil praktikum di atas dengan hasil pengukuran tiap – tiap dimensi spesimen yang berbeda – beda, dan nilai energi impak yang berbeda – beda pula. Satuan energi impak dalam joule, sedangkan satuan harga impak dalam joule per mm persegi ( J/mm2). Setelah mendapatkan hasil data perhitungan mencari luas permukaan ( A ), maka kita dapat mengetahui berapa besar harga impak (HI) tergantung dari hasil luas spesimen dan energi impak yang telah diketahui seperti pada tabel di atas, karena setiap spesimen energi impak ( EI ) dan luas permukaan nya berbeda – beda. Untuk mencari harga impak yaitu dengan menggunakan rumus :
HI= E/A.
TemperaturEnergi Impak
Temperatur
Energi Impak
Gambar 4.1 Grafik hasil percobaan
Material A memiliki luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 32 oc, serta menghasilkan energi impak 224 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar 0,407 J/mm2. Material B memiliki luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 0 oc. serta menghasilkan energi impak 197 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar 0,358 J/mm2. Material C memiliki luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 850 oc, serta menghasilkan energi impak 139 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar 0,252 J/mm2.
Melalui data yang diperoleh diatas dapat kita amati pengaruh daripada suhu spesimen terhadap harga impak. Pada spesimen A, dengan suhu yang sama dengan suhu ruangan, harga impak yang diperoleh cukup besar, dan merupakan harga impak terbesar dibanding dua spesimen lainnya. Melalui gambar sebelum dan sesudah pengujian dibawah, dapat diamati patahan yang terjadi berupa patahan getas. Dapat disimpulkan pada suhu ruang logam spesimen yang digunakan bersifat getas.
Gambar 4.2 Spesimen sebelum dan sesudah pengujian impak dilakukan
Pada spesimen B dilakukan uji coba spesimen suhu rendah, sehingga spesimen disimpan dahulu dalam kotak es, setelah beberapa lama pengujian impak dilakukan dan diperoleh harga impak yang lebih kecil dari pada spesimen A. Pada gambar dibawah dapat diamati patahan yang terjadi pada spesimen B terlihat lebih getas dari pada spesimen A. Hal ini membuktikan bahwa suhu rendah mempengaruhi kegetasan suatu logam, semakin rendah suhu suatu logam maka sifatnya semakin getas apabila terkena beban impak.
Gambar 4.3 Spesimen sebelum dan sesudah pengujian impak dilakukan
Sedangkan untuk spesimen C dilakukan percobaan spesimen bersuhu tinggi, sehingga spesimen dipanaskan terlebih dahulu dalam mesin furnace hingga mencapai suhu 850 oC. Setelah dilakukan pengujian diperoleh harga impak yang lebih rendah dari pada kedua spesimen lainnya dan pada gambar dibawah dapat diamati patahan yang terjadi berupa patahan yang ulet. Spesimen tidak terlihat patah melainkan melengkung. Ini dikarenakan semakin tinggi suhu spesimen membuat spesimen memiliki sifat yang lebih ulet.
Gambar 4.4 Spesimen sebelum dan sesudah pengujian impak dilakukan
Temperatur yang diberikan terhadap spesimen uji memberikan pengaruh yang cukup membuat spesimen uji menjadi lebih getas dan bila temperatur yang diberikan kepada spesimen uji semakin tinggi maka spesimen uji tersebut semakin ulet sesuai dengan temperatur yang diberikan terhadap spesimen uji. Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa pengaruh temperatur terhadap energi impak menunjukan energi yang diserap oleh spesimen uji semakin kecil jika temperaturnya dinaikan serta memberikan keuletan terhadap spesimen uji sesuai temperatur yang diberikan. Semakin besar beban yang diberikan, maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
Dari pengujian uji impak yang telah dilakukan maka didapat jenis atau klasifikasi patahan, jenis patahan yang didapat pada pengujian impak kali ini adalah patahan getas dan patahan ulet. Namun pada percobaan impak ini sebaiknya dilakukan pengukuran takikan pada spesimen dengan mikroskop untuk mengetahui pengaruh ukuran takikan terhadap harga impak. Kemudian setelah melakukan pengujian sebaiknya dilakukan pengukuran menggunakan mikroskop sehingga dapat diamati perbedaan ukuran patahan dari masing-masing spesimen.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan dalam praktikum pengujian impak dapat diambil beberapa kesimpulan seperti berikut:
Harga impak yang diperoleh dari spesimen A sebesar 0,407 J/mm2, spesimen B sebesar 0,358 J/mm2 dan spesimen C sebesar 0,252 J/mm2.
Harga impak yang diperoleh berbanding lurus dengan energi impak dan berbanding terbalik dengan temperatur spesimen.
Temperatur spesimen sangat berpengaruh terhadap keuletan atau kegetasan suatu logam. Semakin tinggi temperaturnya maka semakin ulet logam tersebut dan sebaliknya.
Energi impak yang dibutuhkan dalam melakukan pengujian juga terpengaruh suhu. Energi impak terbesar dibutuhkan untuk pengujian suhu ruang, sedangkan suku rendah dan tinggi energi impak yang dibutuhkan lebih rendah.
Semakin rendah harga impak yang diperoleh maka semakin ulet perpatahan yang terjadi pada spesimen.
Saran
Adapun saran yang diperlukan untuk menambah keakuratan dalam melakukan praktikum pengujian impak adalah:
Penambahan mesin uji tipe Izod, agar setiap penguji dapat melakukan pengujian dengan dua metode.
Penambahan alat ukur yang lebih canggih, agar pengukuran ke setiap spesimen didapatkan hasil pengukuran yang lebih tepat. Pada spesimen pengujian lebih baiknya spesimen yang diujikan memiliki jenis bahan material yang berbeda, agar pada saat semua spesimen diujikan penguji dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam tiap spesimen yang diujikan.
Penambahan alat pendingin pada ruang praktikum agar suhu ruangan dapat selalu stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Zuchry M., 2012 "Mekanika Teknik" Universitas Tadulako, Palu.
http://www.academica.edu/2719429/Mekanika_Teknik. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 Pukul 12.00 WIB.
Ismail, 2012. "Rancang Bangun Mesin Uji Impak Charpy".
http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf). Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 Pukul 12.30 WIB.
Ramdan, 2012. "Laporan Praktikum Uji Tarik dan Uji Impak".
https://www.academia.edu/8960096/laporan_praktikum_uji_tarik_dan_uji_impact_jurusan_pendidikan_teknik_mesin. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 Pukul 13.00 WIB.
Anrinal, 2013. "Bahan Ajar Metalurgi Fisik".
http://sisfo.itp.ac.id/bahanajar/BahanAjar/Anrinal/Metalurgi%20Fisik/Materi%20Ajar%20(Pdf-Version. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 Pukul 14.00 WIB.
Dani, 2010. "Uji impak".
http://danidwikw.wordpress.com/category/materi- teknik. Di akses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 20.00 WIB.
Duta, 2011. "Patah Getas, Patah Ulet & to Brittle Tension". http://blog.ub.ac.id/dutak/2011/12/29/patah-getas-patah-ulet-ductile-to-brittle-tension/. Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 20.00 WIB.
31
Grafik Hasil Percobaan