LAPORAN PRAKTIKUM ANFISMAN Diskusi Kelompok Mengenai Sistem Limfatik dan Imunitas
Kelompok
:I
Tingkat
:IB
Anggota
:
Aneda Miswari
Dewi Nopiyanti
Gaina N.R
Linda Indriani
Nur Fitri Fauziah
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG JURUSAN D3 FARMASI
LAPORAN PRAKTIKUM ANFISMAN
I. II.
JUDUL
: Diskusi Kelompok Tentang Sistem Limfatik dan Imunitas.
TUJUAN
: Diharapkan mampu dalam mengenal sistem limfatik dan imunitas secara lebih terperinci.
III.
DASAR TEORI
:
1. SISTEM LIMFATIK
Sistem limfatik adalah komponen tambahan sistem sirkulasi.Sistem ini terdiri dari organ-organ yang memproduksi dan menyimpan limfosit; suatu cairan yang bersirkulasi (limfe); yang merupakan derivate cairan jaringan; dan pembuluh pembuluh limfatik yang mengembalikan limfe ke sirkulasi. Fungsi dari limfe adalah untuk mengembalikan cairan dari pada ruang-ruang jaringan ke dalam darah, yang pada penembusan kapiler-kapiler limfe menambah pembentukan bagian cair limfe dan dengan melewatkan melalui organ-organ limfoid, menambah limfosit dan faktorfaktor imunologis lain ke dalam sirkulasi.
Sistem Limfoid
Sistem limfoid terdiri atas sel-sel dan organ-organ yang melindungi lingkungan interna dari invasi dan kerusakan oleh zat-zat asing, sehingga sel-sel sistem ini dikenal
sebagai
sel-sel
imunokompeten,
karena
mempunyai
kemampuan
membedakan miliknya sendiri dari yang bukan miliknya sendiri (benda-benda asing) dan menyelenggarakan inaktivasi atau destruksi benda-benda asing. Sistem ini terdiri atas sel-sel yang bergerak dan menetap. Limfosit dan makrofag.merupakan sel-sel utama yang bergerak, sedangkan retikulo endotel dan sel-sel plasma adalah unsur utama sel yang menetap. Organ-organ limfatik umumnya terdiri atas jaringan penyambung yang diliputi jala-jala sel dan serabut-serabut retikuler di mana di dalamnya terdapat limfosit, sel-sel plasma, makrofag, dan dalam arti yang lebih sempit, sel-sel imunokompeten lainnya. Sistem imun terdiri atas organ limfatik (timus, limpa, tonsil, kelenjar limfe), limfosit darah dan cairan limfe, dan kumpulan limfosit dan sel-sel plasma yang tersebar di seluruh jaringan penyambung tetapi paling menyolok pada pembatas saluran pencernaan dan pernapasan. Sistem ini melindungi tubuh terhadap benda-benda asing (bukan miliknya sendiri) yang
menembus barier pertahanan lain (misalnya, kulit) dan masuk sebagai molekulmolekul bebas atau sebagai bagian dari mikroorganisme invasif. Ia juga mengenal struktur-struktur yang menyimpang dari kebiasaan yang bukan miliknya sendiri yang berasal dalam tubuh seperti sel-sel maligna. Akibat dari makromolekul yang tidak biasa ini (bukan miliknya sendiri) sistem ini menimbulkan reaksi imun.
Jaringan Limfoid
Noduli limfatisi juga dinamakan folikel-folikel limfatik dapat ditemukan terisolasi dalam jaringan penyambung beberapa jaringan, terutama dalam lamina pria saluran pencernaan, saluran pernapasan bagian atas, dan saluran kemih. Noduli tidak mempunyai kapsul jaringan penyambung dan dapat ditemukan dalam kelompokan yang membentuk timbunan seperti agmen Peyer dalam ileum. Nodulus adalah struktur sementara dan dapat menghilang dan timbul kembali pada tempat yang sama. Tiap-tiap noduli limfatisi adalah suatu struktur bulat yang dapat mempunyai garis tengah 0,2-1 mm. Pada potongan histologis, nodule sangat diwarnai oleh hematoksilin sebagai akibat adanya limfosit dalam jumlah yang banyak, mempunyai inti basofilik dengan kromatin padat dan korona dari sitoplasma basofilik yang sempit. Bagian dalam nodulus sering menunjukkan daerah yang lebih pucat pada pewarnaan yang dinamakan sentrum germinativum. Perbedaan dalam pewarnaan pada sentrum germinativum ini disebabkan karena adanya limfosit yang aktif (imunoblast) yang menunjukkan sitoplasma yang banyak, berwarna pucat pada pewarnaan dan d an inti yang besar, aktif, eukromatik; berdasarkan b erdasarkan alasan ini, ia i a berbeda berbed a dengan limfosit yang lebih kecil yang mempunyai inti yang lebih gelap dan menyolok di pinggir nodulus, yang tidak berbatas jelas. Sekarang, banyak sel-sel dalam sentrum germinativum dapat menunjukkan gambaran mitosis. Adanya sentrum germinativum dapat timbul dan hilang dari nodulus sesuai dengan tingkat fungsionalnya. Dalam nodulus yang fase kematangannya berbeda, terdapat sel-sel bebas yang menyolok, terutama limfoblast; limfosit kecil, sedang, dan besar; imunoblast; dan sel-sel plasma. Aktivitas nodulus limfatikus tergantung pada beberapa faktor termasuk efek flora bakteri. Pada binatang yang diletakkan dalam keadaan steril, noduli dengan sentrum germinativum jarang ditemukan. Keadaan yang berlawanan terjadi pada beberapa infeksi, di mana pembentukan limfosit
meningkat dan sentrum germinativum sering ditemukan. Pada bayi yang baru lahir serta pada binatang yang tumbuh dalam lingkungan aseptik, noduli limfatisi sangat jarang, yang menunjukkan bahwa pembentukannya tergantung pada rangsang antigenik. Pada peradangan lokal, terdapat peningkatan jumlah noduli limfatisi yang dekat dengan tempat yang meradang, dan sebagian besar noduli mempunyai sentrum germinativum.
Kelenjar Limfe
Kelenjar limfe adalah organ berkapsul yang berbentuk seperti kacang yang terdiri atas jaringan limfoid. Kelenjar limfe tersebar di seluruh tubuh, sepanjang perjalanan pembuluh limfe yang membawa cairan limfe ke dalam duktus thoracicus dan duktus limphaticus dexter. Kelenjar limfe ditemukan dalam axilla dan sktrotum, sepanjang pembuluh-pembuluh besar leher, dan dalam jumlah besar dalam thorax, abdomen dan khususnya dalam mesenterium. Kelenjar limfe terdiri atas serangkaian garis-garis filter, di mana semua cairan jaringan yang berasal dari cairan limfe difiltrasi paling tidak pada satu kelenjar, sebelum ia kembali ke sistem sirkulasi. Kelenjar limfe berbentuk ginjal mempunyai bagian yang konveks dan suatu depresi, hilus, melalui melalui arteri dan syaraf menembus vena dan meninggalkan organ. Cairan limfe menembus kelenjar limfe melalui pembuluh limfe aferen yang masuk pada permukaan konfeks organ, dan cairan limfe ke luar melalui pembuluh limfe eferen hilus. Tiap nodus limfatikus mempunyai bagian korteks dan medula. Korteks nodus limfatikus mengandung kelompokan limfosit dan sel-sel retikuler yang padat, yang dikenal sebagai noduli limfatisi. Di samping daerah korteks dan medula yang merupakan 2 daerah yang secara klasik dikemukakan, terdapat zona parakorteks, secara morfologis sukar didefinisikan tetapi secara fungsional jelas. Pada dasarnya, zona parakorteks terdiri atas jaringan limfoid padat yang terletak pada daerah juxtamedula (yaitu pada perbatasan korteks dan medula). Limfosit zona parakorteks limfosit
T mempunyai sifat-sifat khusus yang membuat mereka berbeda dari
limfosit-limfosit nodus limfatikus lainnya, limfosit B.
Histofisiologi
Nodus limfatikus berperan sebagai suatu filter yang mana limfe mengalir dan dibersihkan dari partikel-partikel asing sebelum ia kembali ke sistem sirkulasi.
Karena nodus limfatikus tersebar di seluruh tubuh, cairan limfe yang terbentuk dalam jaringan paling tidak harus melalui satu nodus limfatikus sebelum masuk dalam aliran darah. Tiap-tiap nodus menerima cairan limfe dari daerah tubuh tertentu, karena itu ia dinamakan nodus satelit. Tumor ganas sering mengadakan metastatis melalui nodus satelit.Pada noduli limfatikus, antigen yang jumlahnya besar diproses oleh makrofag, dan sebagian antigen terjebak pada permukaan sel-sel retikuler khusus yang dikenal sebagai sel-sel dendritik. Antigen yang terikat ini tidak difagositosis tetapi dikenakan pada permukaan sel-sel dendritik dimana ia mungkin dikenal dan ditindak oleh limfosit yang kompeten secara imunologik. Bila sel B mengenali antigen, dalam keadaan yang sesuai (yang mungkin membutuhkan peranan sel-selT) limfosit B dapat diaktifkan. Sel-sel ini selanjutnya membelah dan menghasilkan sel-sel plasma dan limfosit B aktif. Sel-sel plasma kemudian secara aktif mensintesis antibodi spesifik dan mengeluarkannya ke dalam cairan limfe yang sedang mengalir melalui sinus-sinus medula. Sel-sel B aktif, yang dapat mengsekresi beberapa antibodi dan juga mengikat sebagian antibodi ini pada permukaannya, meninggalkan medula dan mengalir dengan cairan limfe untuk masuk kembali dalam sistem sirkulasi. Bila dalam perjalanannya sel-sel B menemukan antigen perangsang yang lebih banyak, ia dapat meninggalkan darah, masuk ke dalam jaringan penyambung, dan berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma bersekresi yang tidak bergerak. Sebagai akibat infeksi dan perangsangan antigen nodus limfatikus yang terserang menunjukkan pembengkakan, menggambarkan pembentukan banyak sentrum germinativum dan proliferasi aktif sel-sel. Pada nodus yang istirahat, sel-sel plasma merupakan merupak an 1-3% populasi sel; akan ak an tetapi, jumlah mereka sangat san gat meningkat dan mereka berperanan sebagian akan pembesaran nodus limfatikus yang terangsang. Sel-sel dalam cairan limfe kembali ke aliran dan melalui ductus thorasicus. Limfosit yang berasal dari darah dapat mendiami kembali nodus limfatik dengan meninggalkan melalui venula spesifik dalam zona parakorteks nodus limfatikus. Pembuluh-pembuluh ini, venula postkapilaris, menunjukkan endotel yang terdiri atas sel-sel kubis tinggi yang tidak seperti pada umumnya. Limfosit mampu berjalan antara sel-sel endotel pembuluh tersebut. Diduga bahwa kemampuan migrasi ini dihubungkan dengan interaksi spesifik reseptor-reseptor (mungkin polisakarida) pada
permukaan limfosit dan sel-sel endotel venula postkapiler. po stkapiler. Limfosit yang menembus antara sel-sel endotel venula menembus zona parakortika sinus-sinus medula dan meninggalkan nodul melalui eferen pembuluh limfatik bersama-sama dengan limfosit yang baru dibentuk. Dengan jalan ini, sebagian besar limfosit T berresirkulasi secara banyak.
Tonsila
Tonsila adalah organ yang terdiri atas sekelompok jaringan limfoid berkapsul tidak sempurna yang terletak di bawah tetapi bersentuhan dengan epitel usus. Menurut lokasinya, tonsila dalam mulut dan pharynx dinamakan tonsila palatina, tonsila pharyngea, dan tonsils lingualis. Pada usus, noduli limfatisi yang terletak dibawah epitel usus merupakan satu bentuk “tonsila usus” yang dikenal dikenal sebagai agmen Peyer. Appendix vermifornis, juga terdiri atas noduli limfatisi yang berhubungan dengan epitel, menggambarkan bentuk tonsila usus lain. Berbeda dengan nodus limfatikus, tonsila tidak terletak sepanjang perjalanan pembuluh pembuluh limfe. Tonsila Ton sila menghasilkan limfosit, banyak ban yak diantara mereka menembus epitel dan terkumpul dalam mulut, pharynx, dan usus. 1. Tonsila palatina, terdiri atas 2 buah yang terletak pada pars oralis pharynx. 2. Tonsila pharingea, tunggal yang terletak pada bagian superoposterior pharynx. 3. Tonsila lingualis lebih kecil dan lebih ban yak daripada tonsila lain, terletak pada dasar lidah.
Timus
Timus merupakan organ limfoid utama yang terletak didekat mediastinum kirakira setinggi pembuluh-pembuluh besar jantung. Timus terdiri atas lobulus-lobulus tidak sempurna, tidak memiliki pembuluh limfe aferen atau nodulus limfatikus. Tiaptiap lobulus mempunyai zona perifer dari jaringan limfoid korteks yang terdiri atas kelompokan timosit atau limfosit T. Pada zona korteks terdapat limfosit-limfosit kecil, bagian ini merupakan tempat yang sangat aktif dalam pembentukan limfosit. Disamping sel-sel tersebut,timus mempunyai sedikit sel-sel retikuler mesenkim dan banyak makrofag. Pada zona medula banyak ditemukan limfoblas-limfoblas, limfosit-limfosit muda, dan sel-sel retikuler. Medula juga mengandung badan-badan
Hassel, yang merupakan gambaran khas timus. Badan-badan Hassel terdiri atas lapisan-lapisan konsentris dari sel-sel retikuler epitel.
Histofisiologi
Limfosit T meninggalkan timus melalui pembuluh-pembuluh darah dalam medula, menembus daerah-daerah tertentu dari organ-organ limfoid lain yang dinamakan organ-organ limfoid sekunder atau perifer. Limfosit T adalah sel yang hidup lama dan merupakan bagian populasi sel limfosit dari timus, sebagian besar limfosit limfe dan darah, dan limfosit yang terdapat pada semua zona timus dependen. Mereka bereaksi terhadap sebagian besar antigen, membentuk sel plasma yang mensintesis antibodi.
Limpa
Limpa merupakan sekumpulan jaringan limfoid. Pada manusia limpa merupakan organ limfatik terbesar dalam sistem sirkulasi, memiliki banyak sel-sel fagositik, tempat pertahanan yang penting terhadap mikroorganisme yang menembus sirkulasi dan tempat destruksi banyak sel-sel darah merah. Struktur umum: Pada preparat limpa tampak bercak-bercak putih dalam parenkim yang merupakan nodulus limfatikus bagian dari pulpa putih. Nodulus-nodulus yang terdapat di dalam jaringan merah (gelap), banyak mengandung darah, dinamakan pulpa merah. Pulpa limpa terdiri atas jaringan penyambung yang mengandung serabut-serabut retikuler, sel-sel retikuler dan makrofag. Pulpa putih terdiri atas jaringan limfatik. Seperti halnya pada jaringan limfatik pada umumnya, sel-sel retikuler dan serabut-serabut retikuler keduanya ditemukan dan membentuk jala-jala 3-dimensi dan ditempati oleh limfosit-limfosit dan makrofag. Pulpa merah adalah jaringan retikuler dengan sifat-sifat khusus, pulpa merah sebenarnya merupakan spon, rongga-rongga yang terdiri atas sinusoidsinusoid. Pulpa merah limpa mengandung makrofag, limfosit, sel-sel plasma, dan banyak unsur-unsur darah (eritrosit, trombosit, dan granulosit).
Histofisiologi
Limpa merupakan organ limfatik dengan sifat-sifat khusus dan fungsi utama sbb.: 1. Pembentukan limfosit 2.
Destruksi eritrosit
3. Pertahanan terhadap partikel-partikel asing 4. Cadangan darah. 1. Penghasil sel-sel darah: Pulpa putih limpa menghasilkan limfosit yang bermigrasi ke pulpa merah. Pada saat fetus, limpa menghasilkan granulosit (neutrofil, basofil, dan eosinofil) dan eritrosit, dan berhenti pada akhir fase fetal. Pada keadaan-keadaan patologis tertentu (misalnya, leukemia), limpa mulai lagi membentuk granulosit dan eritrosit, jadi mengalami proses yang dikenal sebagai metaplasia mieloid (perubahan patologis dari satu jenis sel menjadi sel lainnya). 2. Destruksi eritrosit: Sel-sel darah merah mempunyai masa hidup rata-rata 120 hari, setelah itu mereka dihancurkan, terutama dalam limpa. Makrofag-makrofag dalam pulpa merah menelan
seluruh
keping-keping
eritrosit,
kemudian
dicerna
oleh
lisosom.
Hemoglobin dicerna menjadi pigmen bilirubin, dan feritin yang mengandung besi. Senyawa-senyawa ini kemudian dikembalikan kedalam darah. Bilirubin dikeluarkan oleh sel-sel hati bersama dengan empedu. Feritin digunakan oleh eritrosit-eritrosit sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin baru. 3. Pertahanan: limfosit B dan T dan makrofag di dalam limpa memiliki peranan penting dalam pertahanan tubuh. Limpa dianggap sebagai “saringan” darah darah terhadap kuman. Limfosit T yang ditemukan dalam selubung periarterial pulpa putih berproliferasi dan masuk aliran darah berperanan dalam mekanisme kekebalan yang diperantarai sel (kekebalan seluler). Limfosit B berproliferasi dan menghasilkan sel-sel plasma yang menghasilkan
antibodi
(kekebalan
humoral).
Makrofag
limpa
paling
aktif
mengfagosit partikel-partikel hidup (bakteri dan virus) dan partikel-partikel yang tidak berdaya yang mereka temukan dalam perjalanan mereka ke aliran darah. Bila didalam plasma darah terdapat lipid yang berlebihan (hiperlipemia), maka makrofag limpa mengumpulkan zat ini dalam jumlah yang sangat banyak. 4. Cadangan darah: Karena struktur pulpa merah yang seperti spon, limpa menyimpan darah, yang dapat masuk ke sirkulasi untuk menambah volume darah yang beredar. Splenektomi
(pengambilan limpa), walaupun limpa mempunyai fungsi-fungsi penting, limpa dapat dibuang tanpa membahayakan individu. Organ-organ lain dengan sel-sel yang sama seperti yang ditemukan dalam limpa akan mengkompensasi kehilangan limpa ini. Splenektomi bermanfaat pada penyakit-penyakit dimana terdapat defisiensi fungsi sumsum tulang.
2. IMUNITAS
Pertahanan tubuh Non Spesifik dan Sistem Imun (Pertahanan Spesifik) melindungi tubuh terhadap agens asing di lingkungan eksternal dapat berupa pathogen (virus, bakteri, jamur, protozoa atau produknya), produk tumbuhan atau hewan, atau zat kimia. Sistem pertahanan tubuh di klasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu Pertahanan tubuh Spesifik dan Non Spesifik. 1. Pertahanan Non Spesifik
Memberikan perlindungan umum terhadap berbagai jenis agens. Oleh beberapa ahli, pertahanan ini di masukan dalam pertahanan non-imun. Ahli lain menyebutnya sebagai pertahanan bawaan lahir atau imunitas alami.
Pertahanan nonspesifik terdiri dari semua barier fisik, mekanik, dan kimia sejak lahir yang melawan benda asing.
Barier tersebut meliputi kulit, membran mukosa , sel-sel fagositik dan zat yang di lepas leukosit.
Barier fisik,kimia,dan mekanik terhadap agens infeksius meliputi : a. Kulit yang utuh b. Membran mukosa c. Sebagian cairan tubuh d. Faktor mekanik seperti aksi pembilasan oleh air mata,saliva dan urin.
Fagositosis garis pertahanan ke 2 tubuh terhadap agen infeksius.Fagosit utama tubuh adalah neutrofil darah dan makrofag.
Inflamasi adalah respon jaringan terhadap cedera akibat infeksi ,pungsi, abrasi, terbakar, objek asing, atau toksin. Inflamasi meliputi rangkaian peristiwa kompleks yang bersifat akut dan kronik.
2. Pertahanan Spesifik : Sistem Imun
Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respons imun (humoral dan selular) untk menghaadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau zat lain yang oleh tubuh tubuh dianggap “bukan bagian diri”. diri”. Komponen respons imun terdiri dari :
1.
Antigen Suatu zat yang menyebabkan respons imun spesifik. Antigen biasanya berupa zat dengan berat molekul besar dan juga kompleks zat kimia seperti protein dan polisakarida.
2.
Antibodi Suatu protein yang dapat larut yang dihasilkan sistem imun sebagai respons terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi khususnya dengan antigen tersebut. Antibodi adalah sekelompok protein plasma yang disebut immunoglobulin (ig). Terdapat lima isotope dari immunoglobulin : IgA, IgD, IgE, IgG dan IgM.
3.
Interaksi Antigen-Antibodi Sisi pengikat antigen pada region variable antibodi akan berikatan dengan sisi pengubung detrerminan antigenik pada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen meliputi proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau presipitasi.
Jenis Imunitas di bagi menjadi : 1. Imunitas aktif Didapat akibat kontak langsung dengan mikroorganisme atau toksin sehingga tubuh memproduksi antibodinya sendiri.Imunitas aktif di klasifikasikan lagi menjadi : Imunitas aktif dapatan secara alami dan Imunitas aktif dapatan secara buatan. 2. Imunitas pasif Terjadi jika antibodi dipindah dari satu individu ke individu lain. Imunitas pasif di bagi menjadi 2 yaitu : Imunitas pasif alami dan Imunitas pasif buatan.
Ada tiga jenis Sel yang mempunyai peranan sangat penting dalam imunitas : Sel B (limfosit B), Sel T (limfosit T) dan Makrofag.
Sel B
antigen
spesifik yang berproliferasi untuk merespon antigen tertentu.
Sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma non-proliferasi yang mensintesis dan mensekresi antibodi.
Sel T
menunjukan spesifisitas antigen dan akan berproliferasi jika ada
antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibodi.
Makrofag
secara
fagositik menelan zat asing dan melalui kerja enzimatik
menguraikan materi yang tertelan untuk di ekskresi dan untuk pemakaian ulang. Efek merusak dari respons imun : 1. Hipersensitivitas atau alergi
Respon imun yang terjadi pada beberapa orang tertentu terhadap zat yang walaupun asing, tidak membahayakan tubuh. Individu yang sistem imunnya berlebihan atau tidak tepat dalam memproduksi perubahan patologis disebut Hipersensitif. 2. Penyakit autoimun
Terjadi akibat kegagalan toleransi-diri imunologis yang menyebabkan respons sistem imun melawan sel tubuh sendiri. Contoh beberapa penyakit yang di percaya disebabkan oleh mekanisme autoimun meliputi penyakit Addison kelenjar adrenal, tiroiditis, arthritis rematoid, sklerosis multiple, myasthenia gravis, diabetes dependen non insulin, anemia pernisius, dan systematic lupus erythematosus. erythematosus. 3. Imunodefisiensi
Adalah kondisi yang menurunkan keefektifan sistem imun atau suatu kondisi yang tidak mampu merespon antigen.Imunodefisiensi dibagi menjadi 2 jenis :
Defisiensi imun Kongenital adalah suatu kasus yang langka, yaitu
seseorang lahir tanpa memiliki sel B maupun sel T, orang seperti ini tidak memiliki perlindungan terhadap infeksi dan harus hidup dalam lingkungan steril.
Acqui red immun e def def ici ency syndrome syndrome (AI DS) adalah penyakit virus yang
disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Pada orang yang
terinfeksi HIV, jumlah sel T pembantu berkurang dan sistem imun melemah. Orang yang terjangkit menjadi rentan terhadap mikroorganisme yang dalam keadaan normal tidak akan menjadi masalah bagi orang yang sehat (infeksi oportunistik) dan terhadap perkembangan kanker seperti kaposi’s sarcoma.
IV.
PEMBAHASAN 1. Apa yang dimaksud dengan
penyakit kaki gajah ? Bagaimana cara
penularannya ?
Jawab : Penyakit kaki gajah adalah penyakit menular yang yang disebabkan oleh sejenis cacing dalam kelenjar getah bening dan mikrofilia dalam darah dan di tularan melalui gigitan nyamuk penularnya. Larva cacing filaria (mikrofilaria) hidup di dalam lambung nyamuk Culex, Culex, lalu menularkannya ke manusia. Mikrofilaria bersama aliran darah menuju ke pembuluh limfa untuk berkembang menjadi dewasa. Akibatnya, cacing dewasa dapat menyumbat dan merusak kelenjar tersebut sehingga terjadi penyakit elefantiasis (kaki gajah). Contoh : spesies filaria adalah Wuchereria bancrofti, bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori (Bi ologi Yudhistir Yudhistir a SM SM A 1. Hal . 208) 208)
Filariasis atau kaki gajah memiliki tanda dan gejala yaitu : A. Tahap awal (akut )
Demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-5 hari terutama bila bekerja berat. Demam dapat sembuh sendiri tanpa di obati.
Timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka badan.
Teraba adanya urat seperti tali yang berwarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan ke arah ujung kaki atau tan gan.
B. Tahap lanjut ( kronis )
Pada awalnya terjadi pembesaran yang hilang timbul pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita dan lama kelamaan menjadi cacat menetap. Baik cacing dewasa maupun larva cacing dapat
menimbulkan gangguan patologik. Cacing dewasa dapat menimbulkan limfangitis akibat terjadinya iritasi mekanik dan sekresi toksik yang di keluarkan cacing betina. Cacing yang mati selain menimbulkan limfangitis juga dapat menimbulkan obstruksi limfatik akibat terjadinya fibrosis saluran limfe dan poliferasi endotel saluran limfe. Obstruksi ini menyebabkan
terjadinya
varises
saluran
limfe,
dan
hidrokel.
Elefantiasis yang kronis dapat mengenai kedua lengan, tungkai, payudara, buah zakar atau vulva yang hanya di perbaiki melaui tindakan operasi. Untuk memastikan seseorang terjangkit penyakit kaki gajah maka perlu dilakukan pemeriksaan darah terutama pada malam hari. Bila hasil pemeriksaan darah di temukan adanya mikrofilia berarti sudah ketularan penyakit kaki gajah. Penderita-penderita
yang
mengandung
mikrofilia
di
dalam
darahnya
merupakan sumber penularan penyakit bagi penduduk yang lain. Melalui gigitan nyamuk, mikrofilia tersebut akan terhisap kedalam tubuh nyamuk sewaktu nyamuk tersebut menghisap darah penderita. Selanjutnya mikrofilia akan mengalami perkembangan selama kira-kira 12 hari untuk siap di tularkan kepada orang lain bila nyamuk ini menggigit,sehingga orang tersebut akan ketularan penyakit. (Buk u E pidemiologi pidemiologi Penya Penyakit kit Kaki Gajah)
2. Apa yang dimaksud dengan Splenoktomi ? Apa Efeknya Bagi tubuh ? Splenektomi adalah operasi pengangkatan limpa . Limpa adalah organ tubuh
yang terletak di rongga perut kiri atas. Bagian atas limpa menempel pada tulang iga kiri bagian paling bawah. Apabila limpa membesar, bagian bawahnya dapat teraba.Limpa berfungsi sebagai tempat berkembangnya sel-sel darah putih yang berfungsi untuk daya tahan tubuh, selain itu limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah dan trombosit. Pada pasien thalasemia, kelebihan zat besi akibat transfusi juga ditimbun di limpa, hal ini menguntungkan organ lain supaya terhindar dari timbunan besi yang berbahaya.Pada pasien thalasemia, pembesaran limpa terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Apabila limpa semakin besar, fungsi limpa tidak terkontrol dan menimbulkan serangkaian gejala yang dinamakan dengan hipersplenisme. Gejala hipersplenisme yaitu limpa yang sangat besar, rasa penuh
pada perut dan tidak mampu makan banyak karena desakan limpa terhadap saluran cerna, rendahnya jumlah sel darah putih, darah merah dan trombosit. Pada
keadaan
hipersplenisme,
pengangkatan
limpa
(splenektomi)
dapat
dipertimbangkan.
Beberapa indikasi untuk dilakukan splenektomi pada thalasemia yaitu:
Meningkatkan kebutuhan transfusi. Kebutuhan transfusi yang tinggi yaitu apabila pasien mendapatkan transfusi 200-220 ml/kg/tahun untuk mempertahankan hemoglobin > 10 g/dL
Leucopenia (rendahnya jumlah sel darah putih) dan trombositopenia (rendahnya jumlah trombosit) akibat hipersplenisme. Leucopenia menyebabkan infeksi bakteri berulang dan trombositopenia menyebabkan perdarahan. Komplikasi tersering dari splenektomi adalah infeksi. Pemberian vaksinasi dan antibiotik dapat menurunkan risiko ini. Kematian akibat sepsis pasca splenektomi cukup tinggi mencapai 50%. Komplikasi lain adalah kematian akibat tromboemboli tromboemboli (tersumbatnya pembuluh darah oleh gumpalan trombosit. karena limpa merupakan organ yang sangat vascular, trauma sedikit saja bisa membahayakan jiwa. Pada keadaan ini harus segera dilakukan splenektomi. Teknik yang digunakan sedikit berbeda antara prosedur yang dilakukan dalam keadaan darurat dan indikasi elektif, namun prinsipnya sama. Splenektomi meliputi : ligasi pembuluh darah lienalis yang dekat dengan hilus (hati-hati jangan sampai mengenai kauda pancreas atau kolon); dan diseksi pedikel lienalis-ligamen-tum gastrolienale. Karena limpa merupakan organ
imunologis
yang
penting,
pasien
pascasplenektomi
tergolong
imunokompromasi terhadap bakteri berkapsul. Organisme ini (misalnya meningokokus, pneumokokus) harus dibasmi melalui opsonisasi dan folikel limfoid limpa merupakan tempat utama terjadinya proses ini. Maka, setelah splenektomi, semua pasien secara rutin menerima vaksinisasi terhadap bakteri berkapsul, dan anak-anak, yang merupakan kelompok dengan risiko tertinggi untuk sepsis, terus mendapat antibiotic profilaksis jangka panjang. (Faiz, Omar dan David Moffat. 2002. Anatomy at a Glance. Jakarta: EMS)
3. Jelaskan Mengenai Penyakit Gangguan Sistem Imun?
Jawab : Sistem imun mempunyai peranan penting terhadap tubuh kita, sistem imun adalah suatu sistem pertahanan yang digunakan untuk melindungi tubuh dari infeksi penyakit atau kuman. Salah satu gangguan atau penyakit pada sistem imun yaitu : 1. Penyakit autoimun terjadi akibat kegagalan toleransi-diri imunologis yang
menyebabkan respons sistem imun melawan sel tubuh sendiri. ( Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula hlm. 263) Ada beberapa penyakit yang dipercaya disebabkan oleh mekanisme autoimun meliputi : penyakit Addinson kelenjar adrenal; tiroiditis; artritis rematoid; sklerosis multipel; miasthenia gravis
yaitu yang membentuk imunitas terhadap
protein reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular, sehingga terjadi kelumpuhan; diabetes dependen non-insulin; non-insulin; anemia pernisius; pernisius; systemic lupus erythermatosus yaitu disebabkan karena pasien pada saat yang sama terimunisasi terhadap berbagai jaringan tubuh, penyakit ini menyebabkan kerusakan yang amat luas dan sering kali cepat menimbulkan kematian. Satu kematian. Satu tipe glomerulonefritis
yaitu karena orang tersebut menjadi terimunisasi
terhadap membran basal glomeruli. Demam reumatik
yaitu yang
menyebabkan tubuh menjadi terimunisasi terhadap jaringan dalam sendi dan jantung,
khususnya
katup
jantung,
setelah
terpajan
dengan
toksin
streptokokus jenis tertentu yang memiliki epitop pada struktur molekularnya yang mirip dengan struktur pada beberapa antigen-sendiri dari tubuh. (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 12 halaman 475).
2. Hipersensitivitas atau alergi adalah respons imun yang terjadi pada beberapa
orang tertentu terhadap zat yang walaupun asing, tidak membahayakan tubuh. Individu yang sistem imunnya berlebihan atau tidak tepat dalam memproduksi perubahan patologis disebut hipersensitif.
a. Antigen yang mendorong terjadinya respons hipersensitivitas disebut alergen.
Pajanan
terhadap
alergen
akan
mengebalkan
atau
mensensitifkan individu sehingga pajanan berikutnya mengakibatkan reaksi alergik.
b. Hipersensitivitas langsung adalah reaksi alergik yang terjadi dalam satuan waktu menit atau jam setelah pajanan ulang terhadap antigen. Ada tiga subdivisi reaksi hipersensitivitas langsung.
Reaksi tipe 1 (anafilaksis) terjadi dalam beberapa menit setelah pajanan ulang pada orang yang sensitif dan akibat pengikatan igE hopses dengan sel mast dan basofil. 1. Alergen berikatan dengan sel terselubung igE yang memicu pelepasan zat vasoaktif (mediator anafilaksis) seperti histamin, serotonin, dan leukotrien secara eksplosif. 2. Mediator
secara
bersama-sama
menyebabkan
peningkatan
permeabilitas kapilar, kontraksi otot polos, dan sekresi mukus. 3. Karena sel mast dan basofil terletak di berbagai area dalam tubuh tubuh maka reaksi anafilaksis dapat juga melibatkan reaksi lokal seperti urtikaria, eksim, mata merah, kongesti nasal, gatal, kesulitan bernafas, distres saluran gastrointestinal, atau kram yang berlebihan. 4. Anafilaksis mengancam
akut
(syok
kelangsungan
anafilaksis) hidup
adalah
yang
reaksi
berkaitan
yang dengan
ketidakmampuan untuk bernafas akibat konstriksi bronkiolus dan kegagalan kardiovaskular. Kondisi ini harus segera ditangani dengan menginjeksi epinefrin atau antihistamin.
Reaksi jenis II (sitotoksis) biasanya diperantarai oleh komplemen. Reaksi ini melibatkan penggabungan antibodi (IgG atau IgM) dengan antigen pada sel darah atau sel jaringan. Contoh reaksi jenis II adalah reaksi transfusi atau ketidakcocokan Rh (eritoblastosis fetalis).
Reaksi jenis III (kompleks imun) diperantarai oleh agregat (kompleks) antibodi dan antigen yang mengakumulasi dan mengaktivasi komplemen, trombosit, dan sel fagosit pada area jaringan yang rusak. Contoh reaksi jenis III meliputi artritis rematoid, systemic rematoid, systemic lupus erythematosus, erythematosus, dan serumsickness. dan serumsickness.
c. Reaksi hipersensitivitas penghambat (reaksi jenis IV) terjadi setelah 24 jam atau lebih dan diperantarai oleh sel T dan makrofag, bukan oleh sel B dan antibodi. Contoh reaksi jenis IV meliputi reaksi pemeriksaan kulit tuberkulin, rejeksi jaringan transplan, dan alergi yang berhubungan dengan dermatitis. atomi dan dan F isiologi isiologi hal. 262-263 262-263)) ( An atomi
3. Imunodefisiensi adalah kondisi yang menurunkan keefektifan sistem atau suatu
kondisi yang tidak mampu merespons antigen. a. Defisiensi imun kongenital . Ini adalah kasus yang langka, yaitu seseorang lahir tanpa memiliki sel B maupun sel T. Orang sperti ini tidak memiliki perlindungan terhadap infeksi dan harus hidup dalam lingkungan yang steril. b. Acquired b. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan masalah global yang mulai melanda dunia sejak awal tahun 80-an. AIDS dapat diartikan sebagai sindroma (kumpulan gejala) penyakit yang disebabkan oleh rusak atau menurunnya system kekebalan tubuh oleh infeksi virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus). Virus). Dengan melemahnya system kekebalan, penderita sangat mudah terkena serangan penyakit yang ringan sekalipun. Hingga kini belum ada obat yang ditemukan untuk melawan secara efektif penyakit HIV AIDS. Ada beberapa jenis obat yang sudah digunakan untuk melawan penyakit ini, diantaranya yaitu AZT, DDI, DDC. Namun, efeknya hanya untuk menahan laju HIV dan belum mampu mematikan secra total virus ini. HIV dapat mematikan sel-sel darah putih (khususnya limfosit atau sel T 4 atau sel CD4). Enzim yang ada pada tonjolan bagian luar HIV menempel dan merusak dinding sel darah putih dan akhirnya masuk ke dalamnya. RNA Ribo (Ribo Nucleic Acid ) virus
akan menempel pada DNA ( Deoksiribo Deoksiribo Nucleic Acid ) sel darah putih, lalu sel darah putih akan pecah dan virus akan memecah diri lalu mencari sel darah putih lainnya.Karena serangan virus HIV, lambat laun jumlah sel darah putih yang sehat semakin berkurang dan akhirnya sistem kekebalan menjadi lumpuh. Orang yang sel darah putihnya sudah terinfeksi HIV, dapat dipastikan yang bersangkutan suda memiliki antibodi spesifik terhadap HIV dan sudah digolongkan mengidap HIV. Pada orang yang terinfeksi HIV, jumlah sel T pembantu berkurang dan sistem imun melemah. Orang yag terjangkit menjadi rentan terhadap mikroorganisme yang dalam keadaan normal tidak akan menjadi masalah bagi orang yang sehat (infeksi oportunistik) dan terhadap perkembangan kanker seperti Kaposi’s sarcoma. (Anatomi dan F isiologi isiologi h al. 263) 263)
Tahap dan Gejala AIDS
Gejala-gejala AIDS baru bisa dilihat pada seseorang yang tertular HIV sesudah masa inkubasi. Masa inkubasi adalah satu periode waktu antara masuknya virus HIV ke dalam darah (awal infeksi) sampai dengan timbulnya gejala-gejala penyakit AIDS. Masa inkubasi berkisar 5 sampai 10 tahun setelah terinfeksi.Selama masa inkubasi jumlah HIV dalam darah terus bertambah sedangkan jumlah sel darah putih semakin berkurang. Kekebalan tubuh pun semakin rusak jika jumlah sel darah putih kian sedikit. Masa inkubasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu : Tahap pertama
disebut masa jendela atau window period yaitu tenggang waktu pertama setelah HIV masuk ke dalam aliran darah, dan berlangsung hingga 6 bulan. Pada tahap ini tes HIV menunjukkan hasil negatif. Hal ini karena tes yang mendeteksi antibodi HIV belum dapat menemukannya, sehingga hasilnya negatif. Biasa disebut negatif palsu karena orang yang bersangkutan sebenarnya sudah terinfeksi. Pada kondisi ini penderita sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
Tahap kedua
Disebut kondisi asimptomatik, yaitu suatu keadaan yang tidak menunjukkan gejala-gejala walaupun sudah terinfeksi HIV. Kondisi ini dapat berlangsung 5-10 tahun tergantung sistem kekebalan tubuh penderita. Pada tahap ini penderita bisa menularkan kepada orang lain. Tahap ketiga
Disebut dengan penyakit yang terkait dengan HIV (HIV related illness), ditandai dengan gejala-gejala awal penyakit. Gejala-gejalanya antara lain:
Pembesaran kelenjar limfe/kelenjar getah bening.
Hilang selera makan.
Berkeringat berlebihan pada malam hari.
Timbul bercak-bercak di kulit.
Diare terus-menerus.
Flu tidak sembuh-sembuh. Tahap ini dapat berlangsung sekitar 6 bulan sampai 2 tahun.
Tahap keempat
Disebut masa AIDS. Ditandai dengan jumlah sel darah putih (limfosit/sel T 4) kurang dari 200/mikroliter. Kondisi ini ditandai dengan muculnya berbagai penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh infeksi oportunistik (TBC, pneumonia, gangguan syaraf, herpes, dll). Penularan HIV
Kondisi yang diperlukan untuk terjadi penularan virus HIV adalah bahwa virus HIV harus masuk ke aliran darah. HIV sangat rapuh dan cepat mati di luar tubuh. Virus ini juga sensitif terhadap panas dan tidak tahan 0
hidup pada suhu di atas 60 C. Untuk tertular harus ada konsentrasi HIV yang cukup tinggi. Di bawah konsentrasi tertentu, tubuh manusia cukup kebal HIV sehingga tidak terjadi infeksi. HIV ada di hampir semua cairan tubuh manusia seperti keringat, air ludah, air mata, darah, cairan sperma, cairan vagina. HIV dalam air
ludah, air mata dan keringat konsentrasinya tidak cukup tingi untuk dapat menularkan HIV. Cairan yang dapat menularkan hanyalah darah, cairan sperma dan cairan vagina yang mengandung HIV. Penularan dapat terjadi jika salah satu dari ketiga cairan tersebut masuk ke dalam aliran darah seseorang. Penularan HIV melalui: a. Cara seksual Hubungan seksual (homoseks atau heteroseks) yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi HIV. b. Cara parenteral
Transfusi darah yang tercemar HIV
Menggunakan jarum suntik, tindik, tato atau alat alat lain yang dapat menimbulkan luka yang telah tercemar HIV secara bersama-sama dan tidak disterilkan.
c. Cara perinatal Dari ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada anak yang dikandunganya. (Farmakologi (Farmakologi untuk SM F /SM /SM KF hal. 38-4 38-40) 0)
V.
KESIMPULAN Sistem limfatik adalah komponen tambahan sistem sirkulasi. Sistem ini terdiri dari organ-organ yang memproduksi dan menyimpan limfosit; suatu cairan yang bersirkulasi (limfe); yang merupakan derivate cairan jaringan; dan pembuluh-pembuluh limfatik yang mengembalikan limfe ke sirkulasi. Fungsi dari limfe adalah untuk mengembalikan cairan dari pada ruang-ruang jaringan ke dalam darah, yang pada penembusan kapiler-kapiler limfe menambah pembentukan bagian ba gian cair limfe dan dengan melewatkan melalui organ-organ limfoid, menambah limfosit dan faktor-faktor imunologis lain ke dalam sirkulasi. Organ-organ limfatik umumnya terdiri atas jaringan penyambung yang diliputi jala-jala sel dan serabut-serabut retikuler di mana di dalamnya terdapat limfosit, sel-sel plasma, makrofag, dan dalam arti yang lebih sempit, sel-sel imunokompeten lainnya. Sistem imun terdiri atas organ limfatik (timus, limpa, tonsil, kelenjar limfe), limfosit
darah dan cairan limfe, dan kumpulan limfosit dan sel-sel plasma yang tersebar di seluruh jaringan penyambung tetapi paling menyolok pada pembatas saluran pencernaan dan pernapasan. Sistem ini melindungi tubuh terhadap benda-benda asing (bukan miliknya sendiri) yang menembus barier pertahanan lain (misalnya, kulit) dan masuk sebagai molekul-molekul bebas atau sebagai bagian dari mikroorganisme invasif. Pertahanan tubuh Non Spesifik dan Sistem Imun (Pertahanan Spesifik) melindungi tubuh terhadap agens asing di lingkungan eksternal dapat berupa pathogen (virus, bakteri, jamur, protozoa atau produknya), produk tumbuhan atau hewan, atau zat kimia. Sistem pertahanan tubuh di klasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu Pertahanan tubu h Spesifik dan Non Spesifik.
Pertahanan Non Spesifik
pertahanan bawaan lahir atau imunitas alami.
Terdiri dari semua barier fisik, mekanik, dan kimia sejak lahir yang melawan benda asing.
Pertahanan Spesifik : Sistem Imun
suatu sistem kompleks yang memberikan
respons imun (humoral dan selular) untk menghaadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau zat lain yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri .” Komponen Sistem Imun
: - Antigen - Antibodi - Interaksi Antigen-Antibodi
Efek merusak dari Sistem Imun
: - Hipersensitiv / Alergi - Penyakit Autoimun - Imunodefisiensi
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Staff Universitas Nasional Yogyakarta. Sistem Kardiovaskuler Di akses dari : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Bb3-Kardiovasa.pdf yang http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Bb3-Kardiovasa.pdf yang bersumber dari : Benson, U.J., Gunstream, S.E., Talaro, A., and Talaro, K.P. (1999). Anatomy (1999). Anatomy & Physiology Laboratory Textbook . 7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies. Junqeira, L.C. & Jose Carneiro (1980). Basic (1980). Basic Histology. Histology. Lange Medical Publications, Clifornia. Raven, P.H., and Johnson, G.B. (1986). Biology (1986). Biology.. Times Mirror/ Mosby College Publishing.
Departemen Kesehatan RI DirJen PPM & PL, Buku 2. Epidemiologi Penyakit Kaki Gajah di Indonesia. Indonesia. Jakarta. 2002
Priadi Arif.2009.Biologi Bilingual SMA Chapter 1.Jakarta:Yudhistira
(Sloane, Ethel. 2003. Anatomi 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, Pemula, Jakarta: EGC.)
(Guyton, A.C., 2011. Textbook of Medical Physiology. 12 Ed. Ilyas, E. I. I. .2014. Saunders Elsevier, Indonesia)