LAPORAN KERJA PRAKTEK DI PT MITSUBISHI CHEMICAL INDONESIA PET PLANT SEKSI PROSES HALAMAN JUDUL Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai syarat kelulusan mata kuliah Kerja Praktek dan salah satu syarat menempuh sarjana Strata I Teknik Kimia Universitas Sultan AgengTirtayasa Cilegon – Banten Banten
Disusun oleh : 1. ARIE BUCHARI 2. FIA FATHIAYASA
(3335110266) (3335110138)
JURUSAN TEKNIK KIMIA – FAKULTAS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON - BANTEN 2014 i
ii
iii
PRAKATA Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kerja praktek di PT Mitsubishi Chemical Indonesia Manufaktur 2 seksi Proses. Laporan ini merupakan salah satu syarat dari kelulusan mata kuliah kerja praktek prodi teknik kimia di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon Banten. Laporan ini berisi tentang informasi keteknikan dan manajemen proses secara umum serta implementasi teori di lapangan yang dicantumkan dalam tugas khusus. Pada penyusunan laporan ini penyusun mendapatkan ilmu, masukan dan bimbingan yang sangat berharga dari setiap pihak yang sangat penyusun syukuri. Dengan itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Orang tua Bpk. Dr. Ing. Anton Irawan ST. MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Ibu Dhena Ria Barleany, ST.,M.Eng. sebagai Dosen Pembimbing Ibu Deni Kartika ST. MT selaku koordinator Kerja Praktek Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bpk. Rafael Sano. selaku Section Manager MFG2 Bpk. Ilham Mardisantoso ST. selaku Wakil Manajer Seksi Proses Bpk Ilham Mardisantoso, ST. dan Bpk Bachtiar Jacob Siahaan sebagai Pembimbing lapangan Dan seluruh member Proses MFG2 yang tidak bisa penyusun sebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari masih adanya kekurangan dalam berbagai hal. Semoga saja laporan ini dapat menginspirasi bahkan membantu kepada seluruh pihak, khususnya penyusun di bidang teknik kimia.
Cilegon, November 2014
Penyusun
iv
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LAPORAN PENGESAHAN DRAFT LAPORAN ..... ........................................... ii PRAKATA ............................................................................................................. iv DAFTAR ISI ........................................................................................................... v DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN1 1.1.
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2.
Kerja Praktek ............................................................................................ 3
1.3.
Tata Letak Pabrik ..................................................................................... 5
BAB II DESKRIPSI PROSES 2.1.
Polietilen tereftalat ................................................................................... 7
2.2.
Proses Pembuatan Polyethylene Terephtalate ........................................ 12
BAB III ALAT PROSES DAN INSTRUMENTASI 3.1
Spesifikasi Alat Utama ........................................................................... 25
3.2
Instrumentasi .......................................................................................... 29
BAB IV UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH 4.1
Utilitas dari MFG-2 (Plant PET) ............................................................ 31
4.2
Utilitas dari MFG-1 (Plant PTA)............................................................ 33
4.3
Utilitas dari Pihak ke-3 ........................................................................... 39
4.4
Pengolahan Limbah ................................................................................ 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan............................................................................................. 42
5.2
Saran ....................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA TUGAS KHUSUS
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat Fisik PET .......................................................................................... 8 Tabel 2. Properties PET .......................................................................................... 9 Tabel 3 Spesifikasi dan Kondisi Operasi Tahap Esterifikasi ................................ 15 Tabel 4 Kondisi Operasi pada Tahap Polikondensasi ........................................... 17 Tabel 5. Feature of NeoSK-OIL 1400................................................................... 51 Tabel 6. Hasil Perhitungan .................................................................................... 62
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tata Letak Pabrik .................................................................................. 5 Gambar 2. Tata Letak PET Plant PT MCCI ........................................................... 6 Gambar 3. Monomer Polyethylene Terephtalate .................................................... 7 Gambar 4. MSP Chips .......................................................................................... 10 Gambar 5. SSP Chips ............................................................................................ 10 Gambar 6. Diagram Alir Polyethilene Terephtalate ............................................. 13 Gambar 7. Diagram Alir Proses SK Boiler .......................................................... 47 Gambar 8. SK Boiler ( thermal oil heater ) ........................................................... 48 Gambar 9. MSP line SK ........................................................................................ 52 Gambar 10. SSP line SK ....................................................................................... 55 Gambar 11. Diagram Alir Kerja............................................................................ 60 Gambar 12. Pengaruh Massa SK terhadap penurunan suhu ................................. 64
vii
Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Perusahaan
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia awalnya bernama PT Bakrie Kasei Corporation dan telah berdiri sejak tanggal 4 Maret 1991. Perusahaan ini didirikan oleh Mitsubishi Kasei Corporation, perusahaan kimia paling utama di Jepang dan PT Bakrie & Brothers, perusahaan terkemuka di Indonesia dari kelompok usaha Bakrie. Pada bulan Januari 1992, Internasional Finance Corporation (IFC), suatu sektor swasta dari grup Bank Dunia dan Japan Asia Investment Co. Ltd. (JAIC) telah berpartisipasi dalam perusahaan patungan ini dengan pembagian saham sebagai berikut : 1. Mitsubishi Kasei Corporation
51%
2. PT Bakrie & Brothers
20%
3. International Finance Corporation
10%
4. Japan Asia Investment Co. Ltd
19%
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia telah memulai konstruksi fasilitas produksi PTA No.1 di Merak, Banten pada bulan April 1991 dengan biaya konstruksi sebesar US$ 330 Juta dan berjalan dengan lancar. Dengan selesainya pematangan tanah pada bulan Juli 1992 dengan luas area tanah 34.6 hektar, segera dilaksanakan pekerjaan konstruksi bangunan pabrik. Peralatan utama telah dikirim dan dipasang di Merak pada akhir tahun 1992. Pemasangan mesin-mesin selesai pada bulan November 1993, dua bulan lebih awal dari waktu yang direncanakan. Sejak Januari 1994, PT. MCCI Plant No.1 telah memasok secara berkesinambungan kepada para pelanggannya (dengan menghasilkan PTA 250.000 ton/tahun). Saat itu Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor PTA sebagai bahan baku industri polyester .
2
Bab I Pendahuluan
Industri polyester Indonesia dapat menikmati pasokan PTA yang bermutu dan berkesinambungan dari PT MCCI. Untuk memenuhi kebutuhan industri polyester Indonesia yang sangat pesat, PT MCCI telah membangun fasilitas produksi N0.2 yang berproduksi secara komersial pada bulan Juli 1996 dan membuat sebuah penyatuan dengan PET resin Plant dengan kapasitas 60,000 ton/tahun dimana plant tersebut beroperasi
pada tahun 1995. Total kapasitas produksi dari TPA sebanyak 640,000 ton/tahun sampai akhir tahun 2000. Pada bulan Januari tahun 1996, PT MCCI telah berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9002, yaitu sistem jaminan mutu dalam produksi
dan instalasi.
Kemudian pada tahun
2003, PT MCCI
mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 yang merupakan seri standar internasional untuk sistem manajemen mutu atau jaminan mutu. Pada tahun 2001 pemegang saham mengalami perubahan, sebagian besar dipegang oleh Mitsubishi Chemical Corporation. Maka pada tahun tersebut, nama perusahaan diganti dari PT. Bakrie Kasei Corporation menjadi PT. Mitsubishi Chemical Indonesia (PT MCCI). Berikut adalah nama pemegang saham di PT MCCI : 1. Mitsubishi Chemical Corporation
83.3%
2. Japan Asia Investment Co. Ltd
16.7%
1.1.2. Profil Perusahaan
Nama
: PT. Mitsubishi Chemical Indonesia
Alamat
: Jakarta Head Office (JHO) Setiabudi Atrium, Suite 710 Jl. H.R. Rasuna Said, Jakarta 12920 Telp : 021-5207699, 512493 Fax : 021-563961 Factory at Merak (FAM)
Jl. Raya Merak, Desa Gerem, Kec. Grogol Kota Cilegon, Banten
3
Bab I Pendahuluan
Telp : 0254-571330 Fax : 0254-71352-55 Tanggal didirikan
: 4 Maret 1991
Bidang Usaha
: Purified Terephtalic Acid (TPA), dan Polyethylene Terephtalate (PET)
Kapasitas Produksi
: PTA : 640,000 ton/tahun PET :
60,000 ton/tahun
Investasi Total
: US$ 146.3 Juta
Pemegang Saham
: Mitsubishi Chemical Corporation, dan Japan Asia Investment Co. Ltd
Mulai Beroperasi
: PTA 1 : Januari 1994 PTA 2 : Juli 1996 PET : 1995
Total Pegawai
: 338 orang
1.2. Kerja Praktek 1.2.1. Tujuan Kerja Praktek
Tujuan yang hendak dicapai dalam kerja praktek ini adalah : 1.
Memperoleh gambaran nyata tentang proses kimia secara langsung dalam mengoperasikan suatu sarana produksi.
2.
Mendapatkan gambaran nyata
tentang organisasi
kerja dan
penerapannya dalam upaya mengoperasikan suatu sarana produksi atau pembangunan, termasuk pengenalan terhadap berbagai praktek pengelolaan dan peraturan-peraturan kerja. 3.
Memahami teori yang diperoleh dari perkuliahan untuk melakukan analisa jalannya proses yang ada di dalam kegiatan pengoperasian sarana produksi.
4.
Memahami pentingnya efisiensi dalam suatu proses produksi.
4
Bab I Pendahuluan 1.2.2. Ruang Lingkup Kerja Praktek Area kerja praktek adalah PET Plant yang meliputi feed
preparation area (katalis) , msp product, cutter room, ssp product, packaging dan bagging area di PT Mitsubishi Chemical Indonesia.
1.2.3. Waktu dan Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja praktek dilaksanakan di PT Mitsubishi Chemical Indonesia pada tanggal 16 Oktober – 14 November 2014. Kegiatan dimulai pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB dengan istirahat 1 jam pada pukul 12.00-13.00 WIB untuk hari Senin-Kamis dan pukul 11.4512.45 WIB pada hari Jumat.
1.2.4. Bidang Kegiatan
PT MCCI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang petrokimia. Di pabrik Merak PT MCCI memiliki beberapa plant yaitu CTA plant, PTA plant dan PET resin plant yang masing-masing memiliki line persiapan feed, line proses utama, line purifikasi, line utilitas, line pengolahan limbah (padat, cair dan gas) serta line pengemasan produk. Dalam pelaksanaan kerja praktek karena keterbatasan waktu maka dititikberatkan pada line proses PET yang memproduksi MSP dan SSP. MSP digunakan sebagai bahan pembuatan plate panel display sedangkan SSP digunakan sebagai bahan pembuatan botol plastik minuman ringan, air mineral dan lain-lain.
1.2.5. Teknik Pengumpulan Data
Selama melakukan kerja praktek, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah : 1. Observasi Dalam observasi, kegiatan utama berupa pengamatan langsung di lapangan tentang kegiatan proses pembuatan PET.
5
Bab I Pendahuluan
2. Study Pustaka Study pustaka dilakukan dengan cara mempelajari PFD dan berbagai dokumen PT Mitsubishi Chemical Indonesia yang diberikan oleh pembimbing lapangan. 3. Tanya jawab/konsultasi Tanya jawab atau konsultasi dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, Pemecahan masalah tersebut dilakukan dengan pembimbing atau karyawan pabrik.
1.3. Tata Letak Pabrik
PT Mitsubishi Chemical Indonesia berlokasi di Jalan Raya Merak Km 117 Desa Gerem, kecamatan Grogol, kota Cilegon, provinsi Banten. Selain PT Mitsubishi Chemical Indonesia terdapat pula industri petrokimia lainnya, seperti PT. Asahimas Chemical, PT Polypet Karya Persada dan PT Polychem,Tbk. Peta lokasi PT Mitsubishi Chemical Indonesia dapat dilihat pada gambar 1.1.
Gambar 1. Tata Letak Pabrik PT Mitsubishi Chemical Indonesia dibangun di atas lahan seluas 34,6 ha. Area tanah yang terletak di tepi pantai sangat menguntungkan karena dengan
6
Bab I Pendahuluan
demikian pabrik dapat memiliki dermaga sendiri sehingga pengurusan kedatangan bahan baku serta pemberangkatan produk dengan kapal laut menjadi lebih mudah. Dasar pemilihan lokasi pabrik PT Mitsubishi Chemical Indonesia adalah sebagai berikut: 1.Merak merupakan wilayah kawasan industri Cilegon yang ditetapkan oleh pemerintah. 2.Lokasi pabrik tidak terlalu jauh dari kantor pusat (head office) sehingga memudahkan koordinasi. 3.Posisi yang dekat dengan laut sehingga memudahkan transportasi bahan baku (suplai bahan baku dan bahan penunjang menggunakan alat transportasi laut) dan produk serta dapat memanfaatkan air laut dalam sistem utilitas. 4.Memudahkan distribusi dan pemasaran produk baik produk utama maupun produk samping karena letak pabrik berdekatan dengan pabrik-pabrik petrokimia hilir yang membutuhkan bahan baku dari PT Mitsubishi Chemical Indonesia (MCCI).
Gambar 2. Tata Letak PET Plant PT MCCI
Bab II Deskripsi Proses
BAB II DESKRIPSI PROSES
2.1. Polietilen tereftalat Polyethylene terephthalate biasa disingkat PET atau PETE adalah
termoplastik polimer resin dari poliester dan digunakan dalam serat sintetis, wadah minuman, makanan dan juga sebagai kombinasi dalam pembuatan serat kaca. Produksi PET dunia adalah untuk serat sintetis lebih dari 60%, sedangkan untuk produksi botol sekitar 30% dari permintaan global. Dalam konteks aplikasi tekstil, PET biasa disebut poliester sedangkan singkatan PET umumnya digunakan dalam hubungannya dengan kemasan. Polyester diproduksi sampai sekitar 18% dari polimer dunia dan merupakan polimer ketiga yang paling diproduksi setelah polyethylene (PE) dan polypropylene (PP). PET terdiri dari dipolimerisasi unit etilena tereftalat monomer, dengan mengulangi C
10
H
8
O 4. PET umumnya didaur ulang, dan memiliki nomor 1
sebagai simbol daur ulang.
Gambar 3. Monomer Polyethylene Terephtalate
2.1.1. Sejarah dan Penggunaan PET
PET telah dipatenkan pada tahun 1941 oleh John Rex Whinfield, James Dickson Tennant dan Printers Calico 'Association of Manchester. Botol PET telah dipatenkan pada tahun 1973 oleh Nathaniel Wyeth. Industri
PET
kemudian
berkembang
dengan
pesat
karena
karekteristik dan sifat PET yang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan polimer lainnya seperti polyethylene (PE), polypropilen (PP),
8
Bab II Deskripsi Proses polyvinyl klorida (PVC) dan polytetra floro ethylene (PTFE), yaitu dalam
hal : 1. Kekerasan 2. Kekuatan mekanik dan ketangguhan. 3. Stabilitas kimiawi pada suhu ruang. 4. Transparansi. 5. Permeabilitas yang rendah terhadap gas. 6. Kemudahan untuk dicetak dengan injection molding dan blow molding . Botol plastik yang terbuat dari PET banyak digunakan untuk minuman ringan, misalnya yang berkarbonasi. Untuk botol khusus tertentu, seperti wadah sandwich, PET ditambahkan alkohol polivinil untuk mengurangi oksigen permeabilitas. PET fiber digunakan dalam industry pakaian, PET film digunakan dalam industry fotografi, elektronika dan film magnetic (kaset, disket dan lain-lain).
2.1.2. Data Properties PET
Tabel 1. Sifat Fisik PET Properti Molekul Rumus Massa molar Kepadatan
(C 10 H 8 O 4) n variabel 1.38 g / cm 3 (20 ° C), amorf : 1,370 g / cm 3, kristal tunggal : 1,455 g / cm 3
Titik lebur
> ° ° C C250, 260 ° C
Titik didih
> ° ° C C350 (decomp.)
Kelarutan dalam air Thermal konduktivitas
praktis tidak larut
0.15 ke 0.24 W m -1 K -1
9
Bab II Deskripsi Proses
Indeks bias (n D)
1.57-1.58, 1.5750
Kapasitas panas
1.0 kJ / (kg · K)
spesifik , C Terkait Monomer
Asam Tereftalat Etilena glikol
Tabel 2. Properties PET PET Young modulus (E)
2800 – 3100 Mpa
Kekuatan tarik (σ t)
55 – 75 Mpa
Elastis batas
50 – 150 %
notch uji
3.6 kJ / m
Kaca suhu transisi (Tg)
67 – 81 °C
Vicat B
170 °C
Koefisien ekspansi linear (α)
Penyerapan air (ASTM)
7 x 10-5 K 0.16
Berdasarkan struktur rantainya PET terbagi menjadi 2 bagian, yaitu amorf dan kristal. PET amorf di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia disebut MSP
atau Melt
State
Polycondensation atau
produk
PET
yang
terpolikondensasi dalam keadaan lelehan. MSP chips yang lebih transparan yang terpegaruhi oleh struktur rantai yang berupa cabang
10
Bab II Deskripsi Proses
.
Gambar 4. MSP Chips Produk kristal di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia disebut dengan SSP atau Solid State Polycondensation . Produk ini merupakan hasil dari proses kristalisasi dan polikondensasi dalam bentuk padatan. SSP adalah produk lanjutan dari produk intermediet dalam hal ini adalah MSP. Secara fisik SSP memiliki warna putih dan tidak memiliki transparansi. Hal tersebut dikarenakan struktur rantai SSP yang berupa kristal.
Gambar 5. SSP Chips
2.1.2.1. Vi skositas I ntr in sik Salah satu karakteristik yang paling penting dari PET
disebut sebagai viskositas intrinsik (IV). Viskositas intrinsik dari materi, ditemukan oleh ekstrapolasi ke nol konsentrasi viskositas relatif terhadap konsentrasi yang
11
Bab II Deskripsi Proses
diukur dalam deciliters per gram (d ℓ / g). Viskositas intrinsik tergantung pada panjang rantai polimernya namun tidak memiliki satuan karena sedang diekstrapolasikan ke nol konsentrasi. Semakin lama rantai polimer yang lebih keterlibatan antara rantai dan karena itu lebih tinggi viskositas. Panjang rantai rata-rata batch tertentu resin dapat dikontrol selama polikondensasi. Rentang viskositas intrinsik PET : 1. Serat kelas 0,40-0,70 Tekstil 0,72-0,98 Teknis, ban kabel 2. Film kelas 0,60-0,70 BOPET (PET film biaxially oriented) 0,70-1,00 Lembar kelas untuk thermoforming 3. Botol kelas 0,70-0,78 Air botol (datar) 0,78-0,85 berkarbonasi minuman ringan kelas 4. Monofilamen , rekayasa plastik 1,00-2,00
2.1.3
Kopolimer
PT Mitsubishi Chemical Indonesia memproduksi produk PET berupa MSP dan SSP dalam bentuk kopolimer, yaitu penambahan zat polimer dengan sebagian dari struktur bukan merupakan monomer yang sama, melainkan isomer dari monomer atau rantai utama. Pemberian kopolimer bertujuan meningkatkan properti fisik maupun secara kimia dari produk. Ada dua bahan utama yang digunakan untuk membuat isomer dari monomernya yaitu dietilenaglikol (DEG) dan iso-asam pthalik (IPA).
12
Bab II Deskripsi Proses 2.2. Proses Pembuatan Polyethylene Terephtalate
Polyethylene
Terephtalate
dihasilkan
dari
reaksi
esterifikasi
dan
polikondensasi dengan menggunakan aditif Asam Phospat (H3PO4) dan aditif Antimony (Sb2O3). Pada PT Mitsubishi Chemical Indonesia, PET terbagi atas dua tahapan proses yaitu MSP ( Melt State Polycondensation) dan SSP (Solid State Polycondensation). Gambar 7 merupakan diagram alir pembuatan Polyethylene Terephtalate.
13
Bab II Deskripsi Proses
Kristalisasi
Gambar 6. Diagram Alir Polyethilene Terephtalate Pada pembuatan MSP terdapat beberapa tahap, yaitu tahap preparasi katalis, tahap pencampuran, tahap esterifikasi, tahap polikondensasi, terakhir tahap pelletizing sehingga terbentuklah produk MSP. Berikut penjelasan dari setiap tahap tersebut :
1.2.1. Tahap Preparasi Katalis Katalis (Sb203 : Antimon Trioksida) disiapakan dan dilarutkan
dalam EG ( Ethylene Glycol ). Katalis ditambahkan pada line bottom R130 untuk mempromosikan reaksi polikondensasi (Bejana untuk persiapan dan penyimpanan katalis untuk diumpankan ke proses dipasang secara terpisah. EG dengan temperature 18 oC dari T-310 ( New EG Tank ) discharge ke N-150 (Catalyst preparation Vessel ). Setelah EG charging selesai. Katalis didalam bag dengan jumlah tertentu di-charge kedalam N150 melalui Catalyst Feed Hopper Z-150. Katalis dan EG dipanaskan sampai 165 oC, setelah itu temperturnya dijaga pada 160 oC untuk melarutkan katalis dengan sempurna. Kemudian larutan disirkulasikan dengan menggunakan P-155 (N-150 Transfer pump) dan temperature larutan didinginkan sampai 100 oC oleh E-156 (Catalyst Cooler) yang menggunakan cooling water sebagai media pendingin. Katalis yang sudah siap kemudian di ditransfer ke T-158 (Catalyst Tank).
14
Bab II Deskripsi Proses 1.2.2. Tahap Persiapan Additive
P-ADD (H3PO4 : Asam Fosfat) disiapkan dan EG dari T-310 di charging ke top N-160 (P-ADD Preparation Vessel). Setelah EG di charge, kemudian P-ADD (cairan) dengan jumlah tertentu di charge dari top N160. Campuran EG dan P-ADD dilakukan pengadukan hingga homogen. Larutan dari N-160 ditransfer ke T-167 (P-ADD Tank) sampai levelnya sama dengan N-160 dengan cara gravitasi. Persiapan Additive adalah sistim opersai batch, sedangkan feeding ke N-110 adalah operasi kontinyu. EG dari T-130 di-charge ke top N-180 (Co-ADD preparation Vessel). Cobalt Additive di dalam bag dengan jumlah tertentu di charge kedalam
N-180.
Co-ADD
dengan
EG
didalam
N-180
dilakukan
pengadukan. Larutan yang telah disiapkan di N-180 ditransfer ke T-187 (Co-ADD Tank).
DEG ditambahkan untuk mengatur derajat polimerisasi DEG didalam produk PET. DEG disuplai dari T-170 (New DEG Tank) ke T171 (DEG Measuring Tank) atau ke N-172 (DEG Preparation Vessel) kemudian diumpankan ke reaktor R-130.
1.2.3. Tahap Pencampuran
Pada tahap pencampuran, alat yang digunakan yaitu vessel atau bejana yang berpengaduk. Bejana ini menyiapkan campuran slurry dari EG dan TPA/IPA untuk umpan ke seksi reaksi esterifikasi. Bejana ini dioperasikan dengan waktu tinggal (retention time) 1.5 jam, temperatur dijaga 40-65 oC dan tekanan atmosfer, dimana EG dan TPA/IPA dicampur menjadi slurry dengan pengadukan. Dalam tahap ini tidak terjadi reaksi, hanya ada proses pengadukan. Slurry molar rasio EG dengan TPA+IPA sangat penting dikontrol
sesuai dengan target yang telah ditentukan untuk menstabilkan reaksi esterifikasi. Rasio perbandingan EG dengan TPA tersebut adalah 1.4 mol%. Untuk mencapai target ini, pada keluaran bejana (vessel) dipasang slurry density meter pada perpipaan dimana line circulation hanya untuk
15
Bab II Deskripsi Proses density meter tersebut serta dilengkapi dengan suatu sistem kontrol
sehingga density meter menunjukaan nilai yang konstan. Slurry molar ratio atau slurry density dikontrol oleh DC-111 yang mengatur jumlah penambahan TPA dan IPA. Untuk mengatur slurry density, slurry di N-110 di sirkulasi dengan menggunakan P-115. Pada N110 ada suatu reaktor control, yaitu LC-111 yang berhubungan dengan FC-111 untuk menjaga level tetap konstan. Level yang berfluktuasi dapat mempengaruhi slurry density dan reaksi esterifikasi. Pada seksi ini dilakukan penambahan additive phospat untuk menjaga stabilitas panas.
1.2.4. Tahap Esterifikasi
Tahap ini merupakan tahap untuk mereaksikan TPA dengan EG menjadi oligomer (senyawa yang terdiri dari dua atau tiga monomer) yaitu terephtalate dan sebagai produk sampingnya adalah air.
Terephtalic Acid + Etilen Glikol
Etilena Terephtalate + Water
Pada tahap ini terdapat 2 reaktor yang merupakan tempat berlangsungnya reaksi esterifikasi, yaitu R-120 (reaktor esterifikasi pertama) dan R-130 (reaktor esterifikasi kedua). Spesifikasi dan kondisi operasi untuk masing-masing tahap dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3 Spesifikasi dan Kondisi Operasi Tahap Esterifikasi Parameter
R-120
R-130
85
95
Volume (m3)
46.2
15.7
Waktu tinggal (jam)
5-6
1-2
Temperatur reaksi (oC)
265
260
Tekanan reaksi (kg/cm2G)
1.85
0.05
Rasio outlet (%)
16
Bab II Deskripsi Proses Slurry dari bejana (N-110) diumpankan ke reaktor esterifikasi
pertama (R-120) kemudian dipanaskan dengan thermo oil sebagai media pemanas yang mengalir didalam koil yang berada di bagian dalam R-120. Slurry juga panaskan oleh sk-oil yang mengalir didalam jaket yang terletak
pada bagian luar R-120. Di dalam R-120, TPA dan EG bereaksi menjadi oligomer pada temperatur 265 oC dan tekanan 1.78 kg/cm3. Pada kondisi tersebut, EG yang berlebih akan menguap bersama-sama dengan air (H2O) dan kemudian akan dikirim ke tahap destilasi untuk memisahkan EG dan air tersebut. Selanjutnya, slurry dari R-120 dikirim ke reaktor esterifikasi kedua (R-130) berdasarkan gaya gravitasi dan perbedaan tekanan dalam kedua reaktor (tekanan di R-130 lebih vakum dari pada tekanan di R-120). Pada reaktor ini, TPA yang tidak bereaksi dikonversi lagi menjadi oligomer dengan menambahkan EG. TPA dan EG bereaksi menjadi oligomer pada temperatur 260 oC dan tekanan 0.05 kg/cm2. Selain EG, pada reaktor R130 juga ditambahkan aditif yaitu kobalt asetat [Co(CH3COO)2.H2O] untuk memperbaiki color-b value. Pada pipa antara R-130 dengan reaktor polikondensasi pertama (R-200) ditambahkan katalis antimonyoksida (Sb2O3) dan Diethylene Glycol dari T-171 (DEG Measuring Tank) untuk menurunkan crystallinty dan titik leleh, dan untuk memperbaiki clarity.
1.2.5. Tahap Polikondensasi
Pada tahap ini terjadi reaksi polikondensasi yang merupakan tahap peningkatan derajat polimerisasi. Pada tahap ini terdapat tiga reaktor polikondensasi, table 4 berikut merupakan kondisi operasi masing-masing reaktor.
17
Bab II Deskripsi Proses
Tabel 4 Kondisi Operasi pada Tahap Polikondensasi Parameter
R-200
R-210
R-220
Waktu tinggal (jam)
± 1.5
± 1.5
± 1.5
Temperatur reaksi (oC)
± 275
± 275
± 275
Tekanan reaksi (torr)
20
3
1
Derajat polimerisasi outlet
15
55
97
Reaksi polimerisasi pada langkah ini adalah : HOCH2CH2OOC-C6H4-COOCH2CH2OH
HO-(CH2CH2OOC-C6H4-COO)n-CH2CH2OH + HO-CH2CH2-OH
BIS(2-HYDROXYETHYL)TEREPHTALATE
POLYETHYLENE TEREPHTALATE
ETHYLENEGLYCOL
Setiap perpindahan reaktor, maka tekanan akan semakin berkurang yang menandakan kondisi reaktor semakin vakum. Hal tersebut bertujuan untuk menaikan derajat polimerisasi. (M.A. Cowd, 1991) Fungsi dari reaktor polikondensasi yang pertama (R-200), kedua (R-210) dan ketiga (R-220) adalah untuk melakukan reaksi polikondensasi pada kondisi melt state. Hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah level polimer. Menjaga level polimer sangat penting karena dapat memberi pengaruh pada kualitas produk. Reaksi polikondensasi terjadi pada temperatur tinggi. Hasil samping pada tahap ini adalah EG, dimana EG tersebut harus dipisahkan
karena
memberi
pengaruh
terhadap
kecepatan
reaksi
polikondensasi. Terlalu banyak EG di dalam reaktor menyebabkan kecepatan reaksi polikondensasi menjadi lambat karena kesetimbangan reaksi bergeser ke kiri. Untuk memisahkan EG dari sistem dan untuk membuat kondisi vakum, maka steam ejector unit dipasang pada sistem ini. Uap EG dihisap dengan steam ejector melalui peralatan wet condenser . Di dalam wet condenser , uap EG akan di- scrub dengan
sirkulasi EG. Penting untuk menjaga temperatur di sistem wet condenser , sebab jika temperatur menjadi sangat tinggi proses scrubbing terhadap uap
18
Bab II Deskripsi Proses
EG tidak sempurna dan tekanan di R-220 tidak dapat dipertahankan pada standar value (SV). Bila temperatur menjadi sangat rendah, mungkin blocking terjadi pada line sirkulasi EG. Pipa pada wet condenser juga perlu
diperhatikan, sebab blocking mudah terjadi pada line ini. Lalu polimer akan dikirim ke tahap cutter dengan menggunakan gear pump. Sebelum dikirim ke tahap cutter , polimer difiltrasi terlebih
dahulu dengan polimer filter untuk memisahkan zat asing yang ada didalam polimer tersebut. Partikel yang memiliki ukuran lebih besar dari 20 mikron akan terpisah. Setelah melewati polimer filter , polimer akan mengalir melewati viscosity meter untuk mengontrol viskositas dari polimer. Hal yang perlu diperhatikan adalah tekanan, bila tekanan terlalu tinggi maka pompa akan berhenti karena interlock untuk melindungi pompa tersebut.
1.2.6. Chips Cutter
Fungsi dari unit ini adalah untuk menghasilkan PET chips dengan memotong PET polimer. Sistem ini dikenal dengan hot cutter system, sebab polimer dipotong dalam keadaan panas. Terdapat 2 alat cutter dan dalam keadaan normal operasi, 1 unit beroperasi dan yang 1 lagi dalam keadaan stand-by. PET polimer mengalir melalui die head yang mempunyai die hole dan menjadi polimer strand sesuai dengan jumlah die hole. Polimer strand kemudian mengalir ke cutter . Di peralatan ini polimer strand didinginkan dengan menggunakan WQ. WQ disuplai di tiga tempat di peralatan cutter . Pertama
: WQ mengalir secara over flow dibagian atas cutter yang disebut start up gate fungsinya untuk menjaga agar polimer berada pada posisinya, tidak menempel satu sama lain. Laju alir WQ 5.2 ton/h.
Kedua
: WQ disemprotkan untuk mendinginkan polimer strand dibagian tengah cutter juga dimaksudkan sebagai penahan,
19
Bab II Deskripsi Proses
agar polimer tetap berada pada jalurnya. Laju alir WQ 5.2 ton/h. Ketiga
: WQ mengalir sebagai alat transportasi chip dibagian bawah cutter untuk membawa chip ke tahap pengeringan. Laju alir WQ 20 ton/h. WQ setelah digunakan dikirim ke tahap pendingin dan sirkulasi
kembali. Dalam kondisi operasi normal, kontrol akan menghitung kebutuhan kecepatan putaran dari cutter untuk mengontrol kecepatan putaran cutter . Jika ada masalah pada peralatan ini, start up gate secara otomatis akan berubah ke sisi die blow, dan polimer strand mengalir tidak ke cutter tetapi ke sisi die blow.
Dalam normal operasi dimensi dari chip sebagai berikut : 1.
Long die
a : 3.6 mm
2.
Short die
b : 1.9 mm
3.
Length
l : 3.4 mm
Setelah tahap pemotongan, chip dikirim ke pengering dengan menggunakan WQ. Fungsi dari pengering ini adalah untuk menghilangkan kandungan air pada chip sampai 0.3%wt atau kurang. Sebab jika kandungan uap air dalam chip terlalu tinggi, beberapa masalah dapat terjadi di conveying system atau pada silo (T-500). Proses pengeringan menggunakan
blower ,
dimana
blower tersebut
menghisap
udara
lingkungan sekitar yang kemudian digunakan untuk mengeringkan chip. Penting untuk memperhatikan suara yang tidak normal, getaran, atau inner pressure dan suction filter dari blower untuk mencegah timbulnya
masalah. Setelah tahap pengeringan, chip akan dikirim ke vibrating screen untuk memisahkan chip yang memiki bentuk atau ukuran abnormal (terlalu kecil atau terlalu besar). Chip yang bentuknya sesuai dengan
20
Bab II Deskripsi Proses
standar dikirim ke intermediate silo dengan menggunakan pneumatic conveying system.
1.2.7. M oistur e Conditi oning
Fasilitas ini dipasang untuk memenuhi target kandungan uap (moisture)
0.4
%wt. Moisture
conditioning
dilakukan
didalam
intermediate sillo dengan tujuan untuk melepaskan acetaldehyde (AA)
dalam chip karena akan mempengaruhi rasa atau bau isi dari produk botol. Untuk mengurangi kandungan AA secara efektif, sebagian steam disuplai ke fasilitas ini sebelum dilakukan proses lebih lanjut di SSP. Fasilitas ini dilengkapi dengan fan sirkulasi dan penyuplaian steam. Air Proses (AP) dan steam disirkulasi ke fasilitas ini dan didinginkan oleh 0 heat exchanger sampai 50 C sebelum dikirim ke intermediate sillo.
Chip dari seksi MSP ditransfer ke sillo intermediate. Pemasangan intermediate sillo adalah untuk keberlangsungan operasi SSP dan mengurangi kerusakan saat trouble atau shut down proses MSP. Sillo ini juga berfungsi untuk memberikan waktu analisa sebelum feeding ke seksi SSP. Ada 4 buah intermediate sillo yang masing-masing mempunyai fungsi untuk penyimpanan, penerimaan, charging, dan sillo cadangan. Operasi keempat sillo bergantian setiap 12 jam sehingga waktu untuk moisture conditioning adalah 24 jam. Moisture conditioning dilakukan di intermediate sillo dengan tujuan untuk melepaskan acetaldehyde (AA)
yang merupakan produk samping pada proses MSP. Chip dari intermediate sillo ditransfer ke seksi SSP oleh conveying system. Laju alir chip diatur oleh kecepatan rotary valve. Dalam operasi
normal, chip dikirim ke T-400. Tetapi jika berdasarkan analisa pada intermediate sillo hasilnya out of specification, maka pellet dikirim ke area
bagging. Pada pembuatan SSP melalui beberapa tahap, yaitu tahap kristalisasi, tahap pengeringan, tahap pemanasan dan terakhir tahap
21
Bab II Deskripsi Proses
pengepakan sehingga didapat main product berupa SSP. Berikut penjelasan dari setiap tahap proses.
1.2.8. Tahap Kristalisasi
Fungsi utama dari tahap ini adalah untuk proses kristalisasi dari produk chip MSP ( Melt State Polycondensation). Secara umum, gerakan thermal rantai molekul di dalam resin PET aktif pada temperatur 70-100
oC. Pada temperatur tersebut penyusunan kembali rantai molekul menyebabkan permukaan chip menjadi lengket (titik transisi glass 60 oC), sehingga perlu memanaskan chip sampai temperatur spesifik 160 oC dalam waktu yang singkat untuk proses kristalisasi dan mencegah penggumpalan. Tahap ini terdiri dari hopper penyuplai chip MSP yang mempunyai fungsi untuk keberlangsungan proses berikutnya, sistem sirkulasi thermo oil yang berfungsi sebagai media pemanas untuk kristalisasi dan sistem
sirkulasi nitrogen untuk melepaskan uap air dan menjaga kondisi temperatur. Tekanan nitrogen diatur secara manual dengan membuka atau menutup manual valve pada line outlet sirkulasi nitrogen. Setelah tahap kristalisasi, chip akan dikirim ke tahap pengeringan.
1.2.9. Tahap Pengeringan
Tahap ini terbagi menjadi unit hopper dryer (pengering) pengeringan dan sistem sirkulasi nitrogen (GNR). Fasilitas hopper dryer menyediakan proses chip dan dua
unit sistem sirkulasi nitrogen, unit
pertama adalah sirkulasi GNR untuk pneumatic conveying chip system dari outlet hopper dryer dan unit kedua adalah sirkulasi GNR untuk
melepaskan kandungan uap (moisture) atau acetaldehyde (AA) dari chip. Kondisi temperatur di dalam hopper adalah 160 oC dan retention time maksimum 4 jam. Jika retention time kurang dari 3.5 jam kemampuan
pengeringan dan deacetaldehyde menjadi tidak efektif.
22
Bab II Deskripsi Proses
1.2.10. Tahap Pemanasan (Pr e-H eater )
Tujuan dari pemanasan adalah untuk memanaskan chip sampai temperatur reaksi polikondensasi fasa padat (SSP) pada proses berikutnya, untuk proses polimerisasi dan mencegah penggumpalan dalam hopper reaktor polikondensasi. Temperatur pre-heater pertama (K-430) dinaikan sampai temperatur polikondensasi +10
oC (sekitar 220 oC) untuk
mengkristalkan chip secara sempurna dan diturunkan sampai temperatur reaksi (sekitar 210 oC) dalam pre-heater kedua (K-435). Tahap ini terdiri dari torus disk preheater, sistem sirkulasi GNR, sistem purging nitrogen, dan sirkulasi thermo oil . Thermo oil dipompakan dan disirkulasikan melalui jaket dan poros cakram (torus disk shaft ). Sirkulasi GNR datang dari solid state hopper reaktor untuk melepaskan serbuk halus, uap, dan acetaldehyde. Dalam operasi normal, chip dikirim dari hopper penerima chip dengan rotary valve ke torus disk pre-heater pertama. Didalamnya, chip dipanaskan sampai 220 oC dengan sirkulasi thermo oil yang terdapat pada jaket dan agitator. Chips ditransfer oleh perputaran paddle dan overflow melalui slide gate yang bukaannya diatur untuk menjaga waktu tinggal dari chip. Pada
kedua ujung poros agitatornya dipasang nozzle dari shaft screw untuk mengeluarkan serbuk halus. Serbuk halus yang terkumpul di sekitar shaft screw dikeluarkan secara periodik dari nozzle. Pengeluaran serbuk halus
ini sangat penting untuk mencegah kontaminasi chip pada proses berikutnya. Sama seperti pre-heater pertama, serbuk halus dari shaft screw dikeluarkan melalui nozzle pada kedua ujung proses agitator untuk mencegah kontaminasi serbuk pada proses berikutnya. Secara umum, sistem pre-heater kedua hampir sama dengan pre-heater pertama, tetapi fungsi utama dari kedua unit tersebut berbeda.
23
Bab II Deskripsi Proses
Untuk mengatur temperatur yang lebih rendah, digunakan preheater K-435. Temperatur chip diturunkan sampai temperatur reaksi (210
oC) didalam K-435 untuk reaksi polikondensasi di dalam reaktor SSP. Unit ini terdiri dari sistem sirkulasi GNR yang berfungsi melepaskan serbuk halus dan uap, sistem purging GNR untuk melepaskan serbuk halus ke luar K-435 dan sistem sirkulasi thermo oil untuk disk dan jaket yang berfungsi untuk menjaga dan mengontrol temperatur di dalam K-435. Chip overflow dari K-435 ke K-435. Temperatur chip diturunkan
dari 220 oC menjadi 210 oC dengan mengatur laju alir thermo oil . Chip ditransfer oleh rotasi beberapa paddle dan overflow ke reaktor melalui slide gate. Waktu tinggal (retention time) dari chip diatur oleh derajat
bukaan slide gate.
1.2.11. Tahap Polikondensasi (R-440)
Tahap ini terdiri dari reaktor polikondensasi dan sistem sirkulasi GNR. Fungsi tahap ini adalah mengatur derajat polimerisasi chip sampai target yang diinginkan. Laju polimerisasi di dalam reaktor bergantung kualitas prepolimer seperti Instrinsic Viscosity (IV) dan Acid Value (AV), serta kondisi polimerisasi seperti temperatur reaksi dan retention time. Sistem sirkulasi GNR disirkulasi dengan tujuan untuk melepaskan produk samping EG dan beberapa serbuk halus keluar reaktor.
1.2.12. Tahap Pendinginan
Tahap ini adalah tahap mendinginkan chip dari hopper reaktor sampai temperatur 60 oC dengan tujuan menghentikan reaksi polimerisasi. Fungsi lain dari tahap ini adalah mentransfer chip dengan pneumatic conveying sistem. Waktu tinggal chip diatur dengan mengatur bukaan slide gate. Jika outlet temperatur terlalu tinggi (HH) diatas nilai target, operasi double screwfeeder akan terhenti secara otomatis oleh sistem interlock .
24
Bab II Deskripsi Proses Chip disuplai ke line conveying oleh high seal rotary valve
dihubungkan dengan pneumatic pressure indicator . Jika keadaan terlalu rendah dari nilai target (LL), operasi rotary valve akan terhenti secara otomatis oleh sistem interlock . Tahap selanjutnya adalah chip ditransfer ke bagging area oleh sistem pneumatic conveying yang mempunyai tipe slow motion conveying , tekanan tinggi dan kecepatan rendah.
1.2.13. Tahap Pengemasan
Chip PET setelah dari proses SSP dikirim ke tangki T-550 (chip conveying
cushion
tank )
dengan
menggunakan
sistem pneumatic
conveying . Z-550 (T-550 rotary valve) dipasang di outlet tangki ini,
mengirim chip ke fineseparator untuk memisahkan PET powder dari PET chip.
Setelah PET powder dihilangkan di fine separator , PET chip ditransfer ke produk packing sillo pada operasi normal, kemudian chip diumpankan ke rotary valve untuk memisahkan partikel-partikel yang besar dan chip powder dari PET chip. Kemudian dikirim ke Z-565 (Z-565 magnet catcher ) untuk menghilangkan partikel metal dari chip. Setelah itu chip disuplai ke rotary valve melalui tangki T-570 dan di packing di flexible container .
Bab III Alat Proses dan Instrumentasi
BAB III ALAT PROSES DAN INSTRUMENTASI 3.1 Spesifikasi Alat Utama Proses utama dalam pembuatan PET tahap MSP di PT Mitsubishi Chemical
Indonesia
adalah
Pencampuran,
Esterifikasi,
Polikondensasi, Peletizing .
Sedangkan pada tahap SSP adalah Kristalisasi, Pengeringan, Pemanasan ( Pre Heating ). Di bawah ini akan dijelaskan spesifikasi dari masing-masing alat dari
proses tersebut. 3.1.1
MSP Plant 3.1.1.1 Tahap Pencampuran
Pencampuran EG dengan TPA/IPA dilangsungkan dalam tangki penyiapan slurry N-110. Volume vessel (N-110) sekitar 16 m3. Level vessel dijaga pada 70%. Vessel terbuat dari bahan stainles steel . Slurry yang telah disiapkan di N-110 dikirim ke tahap
esterifikasi dengan menggunakan slurry pump jenis rotary.
3.1.1.2 Tahap Esterifikasi
Reaksi esterifikasi antara TPA/IPA dan EG dilangsungkan dalam dua buah reaktor vertikal silinder berpengaduk, yaitu reaktor esterifikasi pertama (R-120) dan reaktor esterifikasi kedua (R-130). Reaktor R-120 mengguakan pengaduk jenis paddle, sedangkan R130 jenis turbin. Volume R-120 sekitar 48 m3. Sedangkan volume reaktor R-130 sekitar 18 m3. Reaktor R-120 dan R-130 terbuat dari campuran steel plate dengan stainles steel . Oligomer
dari
R-130
kemudian
dipompa
menuju
polikondensasi pertama (R-200) dengan menggunakan pompa jenis gear pump.
26
Bab III Alat Proses dan Instrumentasi 3.1.1.3 Tahap Polikondensasi
Reaksi polikondensasi berlangsung dalam tiga buah reaktor, yaitu
reaktor
polikondensasi
pertama
(R-200),
reaktor
polikondensasi kedua (R-210) dan reaktor polikondensasi ketiga (R-220). R-200 merupakan reaktor vertikal dengan sebuah pengaduk yang mempunyai 4 paddle blade. R-210 reaktor horizontal dengan sebuah pengaduk dan R-220 reaktor horizontal dengan dua buah pengaduk, sebab polimer dalam reaktor ini mempunyai viskositas yang tinggi. Ketiga reaktor polikondensasi tersebut memiliki volume yang sama, yaitu sekitar 13 m3. Reaktor tersebut terbuat dari campuran steel plate dengan stainles steel . Masing-masing pengaduk pada reaktor tersebut mempunyai interlock system, yaitu jika level cairan di R-200 terlalu rendah
maka pengaduk akan berhenti dan jika pompa berhenti maka pengaduk juga akan berhenti. Sistem ini berguna untuk melindungi pengaduk dari kerusakan. Polimer
dari
R-200
dipompakan
ke
R-210
dengan
menggunakan pompa polimer pertama (P-205) tipe gear pump, sedangkan polimer dari R-210 mengalir ke dalam R-220 karena gaya gravitasi dan perbedaan tekanan (tekanan di R-220 lebih vakum dari R-210). Dari R-220 polimer dialirkan ke tahap peletisasi dengan menggunakan pompa polimer kedua (P-225) juga merupakan tipe gear pump. Dari R-220, polimer dipompakan menuju filter polimer untuk menahan partikel-partikel pengotor.
3.1.1.4 Tahap Peletizing
Peletizing dilakukan dengan menggunakan strand cutter .
Polimer dipotong dengan menggunakan rotating cutter Z-231
27
Bab III Alat Proses dan Instrumentasi
menjadi chips. Peralatan cutter terdiri dari roller feeder , rotary cutter dan bed knife. 3.1.2
SSP Plant 3.1.2.1 Tahap Kristalisasi
Peralatan utama tahap ini adalah Crystallizer (K-410) tipe horizontal dengan kecepatan rotasi tinggi. Alat ini dilengkapi agitator horizontal satu poros dengan beberapa baling-baling (blade) dan pengayuh (paddle). Kecepatan pengayuh diatur sesuai nilai target dengan tujuan untuk mencegah kerusakan resin PET.
3.1.2.2 Tahap Pengeringan
Alat utama pada tahap ini adalah sebuah unit hopper dryer . Hopper dryer adalah sebuah cylinder vessel dan vertikal dengan
nilai perbandingan antara tinggi dan diameter (L/D) pada nilai yang optimum 2.66. Nilai ini yang penting adalah kecepatan linear GNR (linear velocity) di dalam hopper dryer dan waktu tinggal (retention time) dari chip. Kecepatan linear GNR dalam hopper dryer berhubungan dengan distribusi GNR sehingga kualitas chip
menjadi homogen di dalam hopper dryer . Waktu tinggal akan mempengaruhi kemampuan proses pengeringan dan efektivitas deacetaldehyd e.
3.1.2.3 Tahap Pemanasan (Pre-Heater)
Alat utama tahap ini adalah torus disk pre-heater pertama dengan tipe horizontal dan kecepatan rotasi rendah. Alat ini dilengkapi agitator horizontal satu poros dengan beberapa cakram (disk ) dengan pengayuh ( paddle). Selain torus disk pre-heater pertama. Terdapat juga torus disk pre-heater kedua K-435 dengan tipe horizontal. Alat ini
dilengkapi agitator horizontal satu poros dengan beberapa cakram
28
Bab III Alat Proses dan Instrumentasi
(disk ) dan pengayuh ( paddle) serta mempunyai kecepatan rotasi yang rendah.
3.1.2.4 Tahap Polikondensasi
Alat utama pada tahap ini adalah Hopper reactor. Hopper reaktor merupakan vessel silinder dan vertical dengan nilai perbandingan tinggi dan diameter (L/D) pada nilai optimum 5.56. Nilai ini akan mempengaruhi kemampuan distribusi chip ( piston flow). Struktur dalam reaktor dilengkapi dengan agitator yang
mengaduk chip agar tidak terjadi penggumpalan pada bagian bawah reaktor. Perputaran agitator dilakukan dalam dua arah, searah dan berlawanan jarum jam yang bergantian dengan waktu tertentu. Buffle cone dan sintered metal dipasang di dalam reaktor untuk mendistribusikan sirkulasi N2. Pada bagian atas reaktor dipasang pipa coil thermo oil terutama pada area
fasa uap dengan tujuan untuk mengurangi
oligomer yang menempel pada bagian atas dinding reaktor. Sistem jaket dipasang pada reaktor untuk menjaga temperatur reaksi polimerisasi. Bagian bawah reaktor dipasang screw feeder untuk mentransfer chip dari reaktor ke tahap pendinginan. Tipe screw feeder adalah double screw feeder sesuai dengan kapasitas
produksi. Temperatur reaktor dikontrol oleh sirkulasi thermo oil , temperatur sirkulasi Nitrogen dan temperatur reaksi. Thermo oil disirkulasi oleh pompa thermo oil dan didistribusikan ke jaket dan coil .
3.1.2.5 Tahap Pendinginan
Alat utama adalah pendingin (cooler ). Alat ini mempunyai agitator horizontal satu poros dengan beberapa disk dan kecepatan rotasi rendah (6 rpm). Chip dikirim dari reaktor ke pemanasan oleh
29
Bab III Alat Proses dan Instrumentasi double screw feeder dan rotary valve. Temperatur chip diturunkan
oleh media pendingin air yang disuplai ke jaket dan poros. 3.2 Instrumentasi Agar kualitas tetap terjaga, kestabilan operasi dijaga dengan sistem
instrumentasi. Sistem instrumentasi dilakukan dengan Distributed Control System (DCS). Terdapat pula sistem interlock yang digunakan untuk melindungi peralatan. Berikut adalah kondisi-kondisi operasi yang dijaga dengan DCS untuk mencapai hasil produksi yang diinginkan. 1. Pada tahap pencampuran (N-110), dijaga densitas slurry agar diperoleh konversi reaksi esterifikasi yang diinginkan. 2. Pada tahap esterifikasi harus dijaga temperatur, tekanan dan level dari kedua reaktor karena akan mempengaruhi reaksi esterifikasi. Laju alir katalis dijaga karena dapat mempengaruhi viskositas instrinsik polimer pada tahap polikondensasi. 3. Pada tahap kristalisasi, perlu diperhatikan temperatur polimer keluar dari kristalisator karena berpengaruh terhadap kristalinitas polimer. 4. Pada tahap pengeringan harus diperhatikan waktu tinggal atau level dari D-420 karena akan mempengaruhi derajat penghilangan AA. 5. Pada tahap pemanasan (Pre-Heater ) perlu dijaga temperatur dari K-430 dan K-435 karena akan mempengaruhi viskositas instrinsik dan warna. 6. Pada reaktor SSP (R-440) dijaga temperatur dan waktu tinggal yang dapat mempengaruhi viskositas instrinsik dan warna produk. 7. 3.2.1
Analisis Produk
Untuk menjaga kualitas produk, selain dilakukan pengendalian proses didukung pula dengan dilakukannya analisis terhadao produk serta produk antara. Pengujian kualitas produk dilakukan oleh seksi Quality Assurance di Laboratorium. Hasil analisis dari laboratorium digunakan
30
Bab III Alat Proses dan Instrumentasi
untuk menentukan kondisi operasi selanjutnya agar proses berlangsung optimal. Analisis yang dilakukan terhadap proses diantaranya adalah : 1. Penentuan
perbandingan
berat
EG/TPA
dalam slurry yang
berpengaruh terhadap konversi reaksi. 2. Pengukuran konsentrasi larutan katalis aditif (sebelum larutan tersebut digunakan dalam proses). 3. Penentuan konversi reaksi esterifikasi. 4. Analisis yang dilakukan terhadap produk yaitu : 1) Pengukuran viskositas intrinsik. 2) Pengukuran Co-L,a,b yang menyatakan sifat warna dari chip. 3) Penentuan nilai keasaman. 4) Penentuan kandungan DEG. 5) Penentuan kandungan AA ( Acetaldehide). 6) Penentuan kandungan IPA. 7) Penentuan kandungan uap air. 8) Penentuan keburaman dari plate yang dihasilkan dari polimer PET dengan ketebalan tertentu. 9) Penentuan jumlah foreign matter. 10) Penentuan banyaknya chips yang memiliki ukuran atau bentuk abnormal. 11) Penentuan densistas. 12) Penentuan titik transisi glass, titik kristalisasi dan titik leleh.
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
BAB IV UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH Utilitas adalah semua material dan energi yang digunakan untuk mendukung aktivitas pabrik ( process plant ). Utility sangat berperan dalam menciptakan proses produksi yang menghasilkan produk, tanpa adanya utility maka proses produksi tidak dapat berjalan dengan baik. Utilitas mengelola berbagai macam kebutuhan di industri dan juga mengelola limbah sisa produksi. Pada dasarnya utilitas meliputi : 1. Air (water). 2. Energi listrik. 3. Steam. 4. Instrument Air/Plant Air ( IA / PA = udara instrumen / udara pabrik serta nitrogen (N2). 5. Fasilitas pengolahan limbah. Utilitas berperan untuk menjalankan operasi pabrik secara stabil dan kondisi normal, pemasokan utility secara stabil sangat diperlukan. Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara proses plant dan utility. Pada Plant PET di PT Mitsubishi Chemical Indonesia utilitas terbagi menjadi 3 berdasarkan sumbernya , yaitu utilitas yang tersedia dari MFG-2 (Plant PET), utilitas dari MFG-1 (Plant TPA) dan utilitas dari pihak ketiga.
4.1 Utilitas dari MFG-2 (Plant PET)
Utilitas yang tersedia pada Plant PET yaitu : 4.1.1
Steam Boiler
Boiler adalah fasilitas untuk membangkitkan steam bertekanan dan bertemperatur tinggi yang digunakan untuk berbagai macam keperluan di pabrik. Steam tersebut akan digunakan untuk steam ejectors yaitu sebagai vakum pada reaksi polikondensasi proses MSP. Selain itu, steam juga berguna untuk memanaskan pipa yang bertujuan menjaga temperatur bahan yang mengalir di dalam pipa tersebut. Sistemnya dengan cara
32
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
melilitkan pipa kecil disepanjang pipa utama, dimana steam mengalir pada pipa kecil tersebut. Steam juga berguna sebagai SK Boiler gun burner atomizing, yaitu
4.1.2
SK Boiler
Selain Steam Boiler, pada plant PET pemanas yang digunakan yaitu SK Boiler. SK Boiler digunakan untuk memanaskan alat-alat yang membutuhkan panas tinggi (>200 oC). Sk-oil yang telah digunakan oleh user, akan kembali lagi ke boiler untuk dipanaskan karena sk-oil tersebut sistem kontinyu. Boiler yang digunakan untuk memanaskan sk-oil tersebut mendapatkan panas dari pembakaran NG (Natural Gas) dengan udara (Air) dan juga dengan memanfaatkan waste TEG. Sk-oil digunakan untuk memanaskan semua pipa atau line oligomer dan polimer, juga memanaskan reaktor untuk menjaga temperatur proses di dalam reaktor tesebut. Selain itu juga digunakan sebagai pemanas (pre-heater) pada proses SSP.
4.1.3
Air Pressure (AP) Compressor
Menyediakan
udara
bertekanan
yang
digunakan
untuk
mentransportasikan chip. Penyediaan udara proses dilakukan dengan menggunakan kompresor udara (C-660). Udara tekanan yang dihasilkan dikeringkan dengan pengering udara (Z-661) dengan menggunakan WT sebagai pendingin unttuk mengkondisikan kadungan uap air. Sebelum digunakan pada proses, AP terlebih dahulu disaring menggunakan filter udara (S-661).
4.1.4
Cooling Water (WT) Heat Exchanger
Menyediakan air pendingin yang digunakan untuk mendinginkan semua alat proses. Refrigerant digunakan untuk mendinginkan Cooling Water (WC), freon yang digunakan untuk mendinginkan WC tersebut
33
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
berubah fasa dari gas menjadi cair. WT digunakan untuk mendinginkan freon pada refrigerant tersebut agar freon dapat digunakan kembali untuk mendinginkan WC karena sistem kontinyu. WT yang digunakan untuk mendinginkan freon tersebut didinginkan kembali oleh Sea Water (SW) dengan menggunakan heat exchanger tipe plate and frame. 4.2 Utilitas dari MFG-1 (Plant PTA) Utilitas yang diperoleh dari Plant PTA yaitu : 4.2.1
Boiler Water (WB)
Boiler water (WB) diperoleh dari pengolahan air dengan menggunakan
Demineralizer.
Demineralizer
adalah
fasilitas
yang
digunakan untuk memperoleh air mineral (air bebas ion-ion mineral) dengan cara melewatkan air pada kolom demineralizer yang berisi ion exchange resin (resin penukar ion). Ion exchange resin terdiri dari resin
kation dan resin anion. 1. Resin penukar Kation (dilambangkan dengan R – H+) yang akan menukar kation dari IW (seperti Na+) dengan H+ dari resin. R-H+ + Na+ R-Na+ + H+ 2. Resin penukar Anion (dilambangkan dengan R-OH- ) yang akan menukar anion dari IW (seperti Cl-) dengan OH- dari resin. R-OH + Cl - R-Cl- + OHAir demineral digunakan sebagai Boiler Water (untuk membuat steam pada boiler), Cooling Water (WT), Chip Cutter Quenching Water (WQ), membersihkan peralatan.
4.2.2
Energi Listrik
Energi listrik sangat penting untuk menjalankan aktivitas pabrik. Kegunaan listrik dipabrik antara lain : 1. Sebagai tenaga penggerak (motor listrik) 2. Untuk instrument 3. Untuk penerangan
34
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
Untuk memperoleh operasi pabrik yang stabil dan aman, perlu dilakukan penyuplaian listrik secara kontinyu karena jika terjadi pemadaman listrik secara total, aktivitas operasi pabrik akan terhenti. Proses pembangkitan listrik diproses pada Diesel Engine Generator (DEG). Listrik yang dihasilkan adalah arus bolak-balik (AC) bertegangan tinggi. Listrik digunakan oleh pemakai di area pabrik setelah diubah tegangannya dengan transformer. Listrik didistribusikan melalui substation (SS) dengan kebel yang terisolasi guna menjaga keselamatan operasi. Diesel Engine adalah suatu alat yang dapat mengubah energi kimia
menjadi energi mekanik, dari energi mekanik diubah oleh generator menjadi energi listrik. Dari kesatuan diatas disebut Diesel Engine Generator (DEG). Alasan dibuatnya unit DEG adalah untuk memperoleh
energi listrik yang stabil, dikarenakan : 1. Listrik yang dihasilkan PLN tidak stabil. 2. Jika suplai listrik berhenti, maka akan menimbulkan kerusakan yang besar pada proses produksi di pabrik. 3. Jika power stop untuk waktu singkat (1 menit) membutuhkan waktu start kembali. 4. Jika power stop untuk waktu > 30 menit membutuhkan waktu beberapa hari untuk start kembali. 5. Listrik yang dibutuhkan dalam menjalankan pabrik sangat besar untuk dipenuhi oleh PLN. Sebagai prinsip dasar, unit ini dapat dibayangkan seperti dinamo pada lampu sepeda. Jika dinamo tersebut dihubungkan dengan roda dan roda berputar maka dinamo itu akan menghasilkan listrik. Pada sistem DEG, generator dapat dibayangkan seperti dinamo yang menghasilkan listrik, sedangkan diesel engine merupakan roda yang menggerakan generator. Diesel engine dihubungkan langsung dengan generator, dan
35
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
listrik yang dihasilkan didistribusikan melalui sub station ke setiap pemakai di area pabrik. Prinsip Kerja DEG yaitu bila udara ditekan sampai > 30 kg/cm2, maka temperatur di dalam silinder akan naik sampai melebihi titik nyala FO. Kemudian dengan membuat FO dalam keadaan atomizing dan menginjeksikannya ke dalam silinder maka FO akan menyala dan terbakar sempurna. Selanjutnya piston akan naik dan turun secara bergantian. Gerak piston dapat diubah menjadi gerak rotasi, sehingga dapat menggerakkan generator dan dihasilkan listrik yang stabil. PT MCCI mempunyai 7 DEG dan 1 start up DEG. Dalam kondisi normal operasi, DEG beroperasi 5 engine. Konstruksi DEG dibagi menjadi 2, yaitu : 1. DEG dari Nigata dengan kapasitas 5500 KW x 4 engine 2. DEG dari Mitsubishi dengan kapasitas 5650 KW x 3 engine Peralatan-peralatan pendukung DEG : 1. FO Pump yaitu pompa untuk mendistribusikan FO (Fuel Oil ). 2. LO Pump yaitu pompa untuk mendistribusikan LO (Lube Oil ). 3. FO Purifier yaitu alat untuk memurnikan atau memisahkan impurities dalam FO. 4. LO Purifier yaitu alat untuk memurnikan atau memisahkan impurities dalam LO. 5. Compressor yaitu peralatan untuk menyuplai udara yang digunakan dalam proses combustion di silinder. Material-material yang dibutuhkan dalam operasi DEG : 1. 6 kg/cm2 Steam, yaitu steam yang digunakan untuk memanaskan FO agar proses pembakaran di silinder berlangsung sempurna. 2. PA (Plant Air) yaitu udara yang digunakan untuk menggerakkan piston pada saat start-up DEG utama. 3. Jacket Water yaitu air demin yang digunakan sebagai pendingin engine.
36
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
4. Sea Water yang digunakan untuk mendinginkan Jacket Water . 5. FO yaitu bahan bakar untuk menghasilkan pembakaran dalam engine. 6. LO yaitu pelumas untuk melumasi bagian yang berputar didalam engine.
4.2.3
Deep Well Water (WD)
WD Unit adalah fasilitas untuk mendapatkan air jernih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari (tapi bukan untuk diminum), seperti untuk safety shower dan eye shower di pabrik. Pada unit ini air dipompa dari sumur (well ) kemudian disaring dengan sand filter (saringan pasir) dan dibubuhi NaClO. Air jernih yang diperoleh disebut DW Water .
4.2.4
Sea Water F acili ty (WS)
Sea Water Facility adalah suatu fasilitas untuk menerima air laut
(SW) dan mengirimkannya ke unit-unit pemakai. Tujuan sea water facility adalah untuk menghilangkan atau mengurangi impurities (zat pengotor) yang berukuran besar dan kotoran-kotoran padat lainnya yang terbawa bersama aliran input SW. Sea water digunakan untuk :
1. Air pendingin peralatan 2. Spray water (air percik) 3. Sumber air dari desalinator Sea Water Facility memiliki 3 macam peralatan, yaitu : 1. Klorinator
Klorinator
adalah
peralatan
untuk
mengelektrolisa
SW
dan
menghasilkan Sodium Hypoclorite (NaClO) dengan menginjeksikan NaClO pada saluran masuk SW untuk mencegah pertumbuhan ganggang dan penempelan kerang pada peralatan, yang akan menimbulkan penyumbatan, penurunan efisiensi kerja alat dan masalah-masalah lain
37
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
yang dapat terjadi jika tidak dilakukan pencegahan atau penghilangan ganggang dan kerang. NaClO ada pada keadaan kesetimbangan antara ion Natrium (Na+) dan ion Hypoclorite (ClO-) jika kedua ion tersebut berada dalam air pada pH >7, tetapi jika pH >10 maka Na+ dan ClO- akan terurai (terdisosiasi sempurna). Proses penguraian sodium hypoclorite (NaClO) NaClO Na+ + ClOProses pembangkitan NaClO : 1) Reaksi pada pelat anoda 2
:
Cl- Cl2 + 2e
2) Reaksi pada pelat katoda
:
2Na+ + 2H2O + 2e 2NaOH + H2 3) Reaksi pada elektrolisis Cell : 2NaOH + Cl2 NaCl + NaClO + H 2O 2. SW Screen SW
Screen adalah
peralatan
untuk
menghilangkan
padatan
terendapkan ( suspended solid , SS) yang ada pada SW. SW screen terdiri dari Net Screen dan Travelling Screen. Net Screen pada SW Screen ada 2 buah yang dipasang secara seri
pada train. Net Screen ini hampir sama dengan Travelling Screen, yang membedakannya adalah net screen tidak dapat secara otomatis dalam proses untuk pembersihan, karena tidak dilengkapi dengan bucket, spray nozzle dan motor rotates valve. Impurities yang menempel pada screen
menyebabkan SW tertahan laju alirnya. Hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena dapat mengurangi kapasitas dari Sea Water . Impurities yang menempel pada net screen ini dibersihkan secara manual. Tahapan proses pembersihan net screen yaitu : 1) Angkat net screen pertama dengan crane jib 2) Putar crane jib sehingga net screen terletak diatas trash bucket 3) Cuci atau semprot screen dengan stand hose (selang)
38
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
4) Cuci atau semprot screen kedua setelah screen pertama dipasang kembali pada tempatnya. Selain net screen dan travelling screen, terdapat screen tambahan yang dipasang pada SW facility, Screen ini biasa disebut dengan Bar Screen. Bar Screen adalah saringan jeruji yang dipasang untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang berukuran besar. Jarak antara setiap jeruji adalah 40 mm, pemasangan Bar Screen dilakukan pada bagian hulu setiap travelling screen dan net screen. 3. SW Pump SW Pump adalah peralatan yang dipakai untuk mengirimkan SW ke
unit-unit pemakai. Pompa yang digunakan untuk menyuplai air dari laut adalah pompa sentrifugal tipe vertikal. Suction Nozzle dan Discharge Nozzle Pump terletak pada satu garis lurus. Keuntungan pompa tipe
vertikal adalah tidak memerlukan landasan pemasangan yang kuat seperti yang dilakukan oleh pompa tipe horizontal dan tidak membuat kavitasi meskipun pada kondisi air minimum pada suction nozzle. SW Pump terdiri dari 4 pompa, masing-masing berkapasitas 4000
m3/jam, ditambah satu pompa berkapasitas 200 m3/jam yang dipakai pada saat start-up DEG. Dalam keadaan Black Start , SW Pump untuk start-up DEG digerakkan dengan tenaga listrik yang dihasilkan oleh DEG berkapasitas 200KW dengan tipe air cooled . Pompa tipe vertikal hanya dapat menyuplai air pendingin untuk sebuah DEG. Pada kondisi normal, SW Pump hanya beroperasi 3 pompa dan 1 stand-by. Pompa stand-by akan beroperasi secara otomatis jika discharge valve terbuka. Untuk mencegah kavitasi, pada pompa dipasang Automatic Air Venting Valve (katup pembuangan udara otomatis) yang dipasang pada
saluran discharge, sehingga udara yang ada pada saluran discharge dapat dibuang secara otomatis pada saat pompa beroperasi secara otomatis. Perlengkapan-perlengkapan yang terdapat pada SW Facility antara lain adalah Stop Log , yaitu pelat yang dipasang pada bagian inlet dan
39
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah outlet di setiap train SW . Stop Log berfungsi untuk mencegah laju alir SW
ke screen. Stop Log biasanya dipasang pada saat screen akan diperbaiki. Setelah terpasang, SW yang tertinggal di dalam train dikeluarkan dengan menggunakan submerge pump sehingga screen yang rusak dapat diperbaiki.
4.2.5
I nstrument Ai r (AI)
Udara instrumen adalah udara kering bertekanan untuk instrumen. Udara bertekanan sebelum digunakan untuk IA harus dikeringkan terlebih dahulu, karena adanya uap air dalam IA dapat mengakibatkan kerusakan pada alat instrumen (bila uap air itu terkondensasi) serta dapat mengakibatkan korosi. Pengeringan IA dilakukan pada unit pengeringan udara dengan cara adsorpsi uap air oleh butiran-butiran alumina. AI digunakan utuk semua control valve.
4.2.6
General Water (WG)
Sebagian air yang telah diolah pada unit WWT dialirkan ke sand filter (saringan pasir) untuk selanjutnya digunakan sebagai General Water
(GW) dan Fire Water (FW). General Water antara lain digunakan untuk mendinginkan gas buang pada incinerator , membersihkan lantai pabrik, dsb. 4.3 Utilitas dari Pihak ke-3 PT Mitsubishi Chemical Indonesia memasok kebutuhan bahan bakar
berupa Natural Gas (NG) yang disuplai dari PT Banten Inti Gasindo, Nitrogen (GNR) disuplai dari PT Air Liquid. 4.4 Pengolahan Limbah Disamping menghasilkan produk yang berguna, PT MCCI juga biasanya
menghasilkan limbah, berupa limbah cair (waste water ), limbah gas dan limbah padat (waste solid ). Sebelum dibuang, limbah-limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu agar tidak membahayakan lingkungan.
40
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
Limbah padat diolah di incinerator, sedangkan limbah cair diolah di WWT Aerobic, Anamet dan Hybrid . Di incinerator, limbah padat ( solid waste) mengalami proses pembakaran. Proses pembakaran ini, mengubah limbah padat menjadi partikel-partikel kecil seperti abu, yang kemudian ditampung dalam sebuah kantong. Limbah padat mengalami proses pembakaran karena banyak mengandung bahan kimia yang berbahaya seperti kobal, mangan, dsb.
4.4.1
Waste Water Treatment (WWT)
Limbah cair dari proes plant diolah pada unit WWT (waste water treatment ) sebelum dibuang ke laut. Limbah cair mengandung bahan
kimia yang dapat membahayakan lingkungan hidup jika dibuang langsung tanpa treatment atau penanganan terlebih dahulu. PT MCCI menggunakan metode lumpur aktif ( Activated Sludge Method ) dalam mengolah limbah cair. Limbah cair diuraikan secara
biologis
oleh
mikroorganisme
yang
terdapat
dalam
sludge.
Mikroorganisme mengkonsumsi limbah organik dan menguraikannya menjadi bahan-bahan seperti CO2 dan H2O. Air yang sudah diolah diproses kembali menjadi General Water (GW) dan Fire Water (FW) setelah dijernihkan pada saringan pasir (Sand Filter ). Di bawah ini parameter air yang sudah diolah, yaitu : 1. Temperatur < 38C 2. pH 6-9 3. SS (Suspended Solid ) 4. COD < 100 ppm
4.4.2
Incinerator
Incinerator digunakan untuk membakar ( Incinerate) limbah padat ( solid waste) berupa lumpur berlebih (excess sludge) dari unit WWT dan limbah katalis dari process plant. Limbah padat harus dibakar karena
41
Bab IV Utilitas dan Pengolahan Limbah
mengandung bahan kimia yang berbahaya jika dibuang langsung ke lingkungan, selain juga menimbulkan bau. Limbah padat dibakar dalam Kiln (tanur putar) pada temperatur tinggi menjadi gas buang ( Exhaust gas, terutama CO2 dan H2O) dan padatan yang tidak terbakar menjadi abu. Abu yang terikut bersama gas buang dibersihkan dengan alat electrostatic precipitator yang selanjutnya dikumpulkan
untuk
ditimbun
(reklamasi).
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Setelah melakukan pengamatan selama bekerja praktek di PT Mitsubishi
Chemical Indonesia PET Plant dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. PT Mitsubishi Chemical Indonesia terdiri dari 2 plant utama, yaitu Plant PTA ( Purified Terepthalate Acid ) dan PET ( Polyethylene Terepthalate). 2. Kapasitas produksi untuk PTA adalah 640,000 ton/tahun sedangkan PET adalah 60,000 ton/tahun. 3. PET terdiri dari 2 proses, yaitu MSP ( Melt State Polycondensation) dan SSP (Solid State Polycondensation ). 4. Pada MSP terdapat proses pencampuran, esterifikasi, polikondensasi, peletizing .
5. Pada
SSP
terdapat
proses
kristalisasi,
pengeringan, pre-heating ,
polikondensasi, pendinginan dan pengemasan.
5.2 Saran
Saran-saran yang mungkin dapat penulis berikan setelah melakukan pengamatan selama kerja praktek : 1. Tingkatkan komunikasi ke semua karyawan untuk menggali ilmu berdasarkan pekerjaannya masing-masing 2. Pelajari tidak hanya ke arah prodi teknik kimia tetapi penunjangnya juga
DAFTAR PUSTAKA Smith, J.M, Van Ness, H.C, Abbott, M.M. 2005. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics, 7th edition. New York : McGraw-Hill Towler, Gavin, Sinnott, Ray. 2008. Chemical Engineering Design. Oxford : Elsevier Inc Geankoplis, Christie John. 2003. Transport Processes and Separation Process Principles, 4th edition. New Jersey : Pearson Education, Inc Kumpulan Bantex mengenai proses produksi di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Divisi PET www.engineeringtoolbox.com
MENGHITUNG NERACA PANAS SK BOILER DI SETIAP UNIT SEBAGAI ANALISA KEMAMPUAN LAJU ALIR TERHADAP PENURUNAN TEMPERATUR SK
TUGAS KHUSUS KERJA PRAKTEK
Disusun oleh :
1. ARIE BUCHARI 2. FIA FA FATHIAYASA
(3335110266) (3335110138)
JURUSAN TEKNIK KIMIA – FAKULTAS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON - BANTEN 2014
Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Pada umumnya operasi pabrik petrokimia memiliki kebutuhan akan energi, baik berupa pertukaran panas, momentum maupun massa. Energi tersebut disuplai oleh beberapa sistem utilitas yang dimiliki perusahaan tersebut maupun oleh pihak ke tiga. Salah satu energi yang digunakan adalah energi panas. Energi panas yang digunakan digun akan di PET PLANT PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Indon esia untuk menaikan suhu berasal dari fluida minyak dan uap air. Secara kuantitatif, energi panas dapat didasarkan pada p ada neraca energi. PT Mitsubishi Chemical Indonesia menggunakan unit tungku (Furnace) yang berfungsi menaikan temperatur minyak (oil) lalu digunakan sebagai fluida pemanas. Tungku tersebut biasa disebut SK-BOILER (Oil Thermal Heater) . Fluida pemanas ini dipengaruhi salah satunya oleh temeperatur , semakin tinggi temperatur SK maka residual carbon yang dihasilkan semakin tinggi. Jika residual carbon semakin tinggi maka akan mengakibatkan mengakibatkan scalling pada pipa sehingga akan memperpendek life time dari SK tersebut oleh karena itu untuk menurunkan residual carbon yang dihasilkan salah satunya adalah dengan menurunkan temperatur SK.
1.2 Tujuan Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini ialah : 1. Mengana Menganalisa lisa kemungk kemungkinan inan penurun penurunan an suhu SK-Oil SK-Oil dan pengaruhny pengaruhnyaa terhadap sistem. 2. Menganalisa Menganalisa pengaruh penurunan suhu SK-Oil SK-Oil terhadap terhadap laju alir SK-Oil untuk memenuhi kebutuhan panas dari user pada setiap unit. unit . 3. Mempe emperp rpaanjan njang g life time SK Oil yang digunakan
46 Bab I Pendahuluan
1.3 Ruang Lingkup Meningkatkan lifetime NEO SK BOILER 1400 MFG-2 PET PLANT sebagai media pemanas untuk reaktor, exchanger, line pipa serta preheater pada proses MSP dan SSP dengan data operasi tanggal 5-6 November 2014 di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia.
Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Boiler Tungku pemanas adalah suatu unit proses yang umumnya digunakan untuk memanaskan ketel uap (boiler ), peleburan besi (casting) dan pemanasan fluida pemanas. Di proses MFG 2 PT Mitsubishi Chemical Indonesia ada dua unit tungku pemanas yaitu untuk pemansan Steam Boiler dan SK-Boiler. Tungku pemanas memiliki sumber panas dari pembakaran bahan bakar dengan laju panas yang sesuai kebutuhan. NG W-TEG AIR USE
RETURN
Gambar 7. Diagram Alir Proses SK Boiler Pada proses pemanasan, fluida pemanas akan disirkulasikan di dalam tungku sehingga dapat menerima panas dari gas hasil pembakaran bahan bakar. Secara pengendalian proses laju pembakaran akan disesuaikan dengan suhu keluaran fluida pemanas. Laju alir massa fluida pemanas dijaga tetap, sehingga ketika suhu keluaran dari fluida panas kurang maka laju pembakaran dan suplai
48 Bab II Tinjauan Pustaka
udara akan ditambah sesuai dengan kalkulasi dan kestabilan proses. Berikut merupakan contoh boiler yang digunakan di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia.
Gambar 8. SK Boiler ( thermal oil heater ) 2.2 Bahan Bakar Di industri, bahan bakar yang biasa digunakan dibagi menjadi 3 yaitu : a) Bahan bakar padat Bahan bakar ini terbagi dua yaitu bahan bakar padat yang dapat langsung digunakan seperti batu bara dan yang diolah terlebih dahulu seperti kokas dan arang kayu. Bahan bakar ini masih memiliki cadangan sumber daya yang masih banyak di alam, harganya pun murah untuk skala besar. Kekurangan dari bahan bakar ini adalah memiliki hilang panas yang besar. Hilang panas tersebut banyakdisumbang oleh kandungan logam dan air pada batu bara yang relatif besar. Bahan bakar ini juga memiliki residu hasil pembakaran yaitu berupa abu ataupun oksida – oksida logam. b) Bahan bakar cair
49 Bab II Tinjauan Pustaka
Bahan bakar ini memilki wujud cair sehingga transportasi bahan bakar ke proses lebih mudah dan cepat. Contohnya adalah Minyak bumi, bensin, solar dan lain – lain. Bahan bakar ini hampir tidak memiliki residu, tetapi proses pembakaranya terkadang tidak sempurna dan membutuhkan bantuan
pengkabut
atao
atomizer.
Salah
satu
media
pembantu
atomisasinya adalah menggunakan uap. Kandungan air yang bertambah menjadi faktor utama hilang panas pada proses pembakaran sehingga menurunkan efisiensi dari tungku maupun ketel uap. c) Bahan bakar gas Ada beberapa jenis gas yang digunakan sebagai bahan bakar jenis ini. Diantaranya adalah LNG, LPG dan gas sisa hasil proses yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Pada bahan bakar ini jelas transportasinya lebih mudah dibandingkan bahan bakar cair. Lebih dapat dikompresi, dan juga ukuran partikelnya kecil sehingga tidak memerlukan atomizer atau pengkabut. Proses pembakarannya pun lebih baik dibanding ke dua jenis bahan bakar lainnya. Dikarenakan transportasinya lebih mudah, pabrik yang menggunakan bahan bakar ini tidak perlu menyiapkan tangki penyimpanan yang besar. Pabrik tersebut dapat membuat saluran penyuplai bahan bakar langsung dari pihak ke-3. Kekurangan dari bahan bakar ini adalah konstruksi dari alat dan jalur distribusi dari pihak ke – 3 yang rumit. d) Bahan bakar dari listrik Bahan bakar ini adalah paling tidak efisien. Energi yang dihasilkannya pun tidak besar. Sangat jarang operasi pemasan pada suhu tinggi menggunakan metode ini. Keunggulan dari penggunaan listrik adalah lebih aman dan stabil. e) Bahan bakar nuklir Dewasa ini, bahan bakar nuklir semakin populer. Disamping energi yang dihasilkan tinggi, secara ekonomi berkesinambungan teknologi nuklir sangat menguntungkan. Tetapi pada teknologi ini sangatlah tidak
50 Bab II Tinjauan Pustaka
efisien pada operasi yang membutuhkan energi menengah ke bawah. Disamping itu teknologi nuklir masih hanya segelintir negara yang memilikinya juga perijinannya. Dan juga faktor keamanan yang memiliki resiko lebih besar. 2.3 Fluida Pemanas Suatu proses yang membutuhkan energi panas yang tinggi biasanya menggunakan fluida pemanas. Fluida tersebut akan menyuplai energi panas ke seluruh bagian dari operasi pabrik sesuai kebutuhannya. Banyak macam fluida pemanas yang digunakan, bergantung kepada kebutuhan energi dan ekonomi suatu operasi. Diantaranya adalah air dan minyak. Jenis pemanas minyak bermacam – macam spesifikasinya. Minyak biasa digunakan untuk operasi dengan temperatur yang sangat tinggi. Sedangkan air umumnya lebih digunakan untuk penggerak turbin, tetapi sisa energi panas yang ada air sering digunakan sebagai media pemanas dengan skala temperatur rendah. Minyak pemanas atau fluida pemanas lainnya banyak digunakan dalam proses pemanasan atau aplikasi pendingin mesin. Minyak biasa digunakan pada suhu tinggi berkisar antara 150 – 400oC. Pada rentang suhu tersebut, minyak lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan uap, listrik, ataupun metode pemanasan langsung dengan menggunakan api. Penggunaan sistem pemanasan minyak pertama kali dikenalkan pada tahun 1930-an. Pada saat itu minyak digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan memiliki tingkat perpindahan panas yang baik dan pada kenyataannya penggunaan minyak pemanas lebih aman. Minyak tersebut nantinya akan dipanaskan dalam suatu sistem tungku pembakaran melalui bantuan reaksi pembakaran. Salah satu contoh minyak yang digunakan sebagai oil thermal fluid adalah Neo SK 1400 buatan jepang. 2.3.1 NeoSK OIL 1400 NeoSK OIL 1400 merupakan heat transfer fluids yang paling banyak digunakan karena memiliki stabilitas thermal yang baik. Hal ini dapat digunakan pada temperatur tinggi dan
tekanan rendah
51 Bab II Tinjauan Pustaka
(boiling point 391 Oc). Dibawah ini merupakan tabel sifat dari NeoSK 1400.
Tabel 5. Feature of NeoSK-OIL 1400
2.4 Unit Proses 2.4.1 SK Boiler SK Boiler merupakan unit dimana pemanasan SK-Oil dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan
panas
pada
proses
produksi
MSP
(Melt
State
Polycondensation) maupun SSP (Solid State Plycondensation ) PET ( Polyethylene Terephtalate). SK-Oil yang kembali dari user (proses produksi) dipompa dengan
menggunakan pompa P-710A/B/C (Thermo Oil Circulation Main Pump ) ke SK Boiler F-710. Didalam SK Boiler, SK-Oil mengalir melalui coil-coil pada bagian dalam furnace dan dipanaskan dengan transfer panas radiasi api pembakaran 0 0 Natural Gas (sebagai bahan bakar) dan udara dari suhu 295 C sampai suhu 310 C
52 Bab II Tinjauan Pustaka
kemudian disirkulasikan ke user . Temperatur SK-Oil pada outlet boiler dikontrol oleh TC-710A cascade dengan FC-710C (natural gas flow controller ) dan FC-711 (combustion air flow controller ). Gas hasil pembakaran dan udara excess mengalir keatas dan di purging ke atmosfer melalui duct and stack. i.
Unit Produksi MSP (Melt State Polycondensation)
Gambar 9. MSP line SK SK-Oil banyak digunakan dalam proses produksi PET tahap MSP, baik sebagai pemanas pada reaktor maupun pemanas pada line-line MSP. MSP terdiri dari empat proses utama yaitu pencampuran, esterifikasi, polikondensasi dan peletizing .
53 Bab II Tinjauan Pustaka
Pada tahap pencampuran, Ethylen glycol (EG) dicampur dengan TPA/IPA didalam tangki pencampuran N-110. Tangki ini dilengkapi dengan agitator dan berfungsi sebagai tempat pencampuran dan penyimpanan slurry untuk selanjutnya diumpankan ke seksi reaksi esterifikasi. Waktu tinggal slurry didalam tangki kurang lebih 1 jam 30 menit dengan temperature dijaga 50-600C dan tekanan atmosfer. Molar ratio dari TPA/IPA dan EG sangat penting untuk mengontrol kualitas slurry sebelum diumpankan ke seksi esterifikasi. Untuk menstabilkan reaksi esterifikasi maka molar ratio EG dan TPA/IPA dikontrol untuk mencapai densitas slurry 1351 kg/m3 (molar ratio sekitar 1,4%). Untuk mencapai target densitas slurry yang diinginkan, maka pada keluaran tangki dipasang slurry density meter pada line circulation slurry untuk mengontrol densitas slurry. Level slurry pada tangki dijaga 70%, untuk menjaga agar level tetap konstan maka level
control berhubungan dengan control laju alir EG yang masuk ke tangki. Pada tahap esterifikasi, slurry dari N-110 dikirim ke R-120 (reactor esterifikasi pertama) dan selanjurnya hasil reaksi R-120 dikirim ke R-130 (reactor esterfikasi kedua). Tahap esterifikasi ini merupakan tahap yang sangat peting dimana EG direaksikan dengan TPA untuk menghasilkan oligomer (BIS (2Hydroxyethyl) terephtalate) dan hasil samping berupa air. Pada R-120, kondisi operasi dijaga pada temperature 260-266 0C; tekanan 1,85 kg/cm2G; f1 88% dan waktu tinggal 5-6 jam, dengan level reactor dijaga pada 72%. Sedangkan pada R130, kondisi operasi dijaga pada temperature 2600C; tekanan 0.05 kg/cm2G; f2 96% dan waktu tinggal 1-2 jam, dengan level reactor dijaga pada 67%. Kedua reactor dilengkapi dengan jaket dan koil yang berisi SK-Oil sebagai media pemanas reaksi. Temperatur sirkulasi SK-Oil dan make up SK-Oil dikotrol oleh TC-121 pada R-120 dan TC-131 pada R-130 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari main header untuk menjaga temperature sistem.
Pada tahap polikondensasi, oligomer hasil reaksi esterifikasi direaksikan untuk menghasilkan polyethylene terephtalate dengan hasil samping ethylene glycol. Terdapat 3 reaktor polikondensasi pada seksi ini yaitu R-200 , R-210 dan
54 Bab II Tinjauan Pustaka
R-220 dengan masing masing kondisi operasi berbeda pada tekanan vakumnya. Untuk temperature dan waktu tinggalnya, ketiga reactor dijaga pada suhu 2750C selama 1 jam 30 menit. Untuk tekanan system dijaga pada 20 torr untuk R-200; 1,5 torr untuk R-210 dan 0.5 torr untuk R-220. Pemanasan pada reactor polikondensasi menggunakan SK-Oil yang mengalir pada jaket dank oil masingmasing reactor. Suhu sirkulasi SK-Oil dan make up SK-Oil dikotrol oleh TI-720 (indicator temperature SK in) pada R-200 , TC-722 pada R-210 dan TC-724 pada R-220 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari sub header untuk menjaga temperature sistem. Pada tahap peletizing, polimer yang keluar dari tahap polikondensasi disaring dengan menggunakan strainer S-226 untuk menghilangkan kotoran yang mungkin terbawa. Selanjutnya masuk cutter dalam kondisi panas untuk memotong polimer menjadi bentuk pellet dan langsung didinginkan dengan menggunakan WQ atau quenching water dan dikeringkan dengan dryer. Selanjutnya dikirim ke Silo untuk disimpan sebelum masuk ke tahap SSP atau sebelum pengemasan (untuk film grade).
55 Bab II Tinjauan Pustaka
ii.
Unit Produksi SSP (Solid State Polycondensation)
Gambar 10. SSP line SK Pada proses produksi SSP, SK-Oil digunakan sebagai pemanas pada crystallizer dan reactor polikondensasi SSP. Selain itu digunakan juga sebagai
pemanas GN atau gas nitrogen yang disirkulasikan pada line SSP. Pada pembuatan SSP melalui beberapa tahap, yaitu tahap kristalisasi,
tahap
pengeringan, tahap pemanasan dan terakhir tahap pengepakan sehingga didapat main product berupa SSP.
Pada tahap kristalisasi, produk chip MSP ( Melt State Polycondensation) disuplay dari hopper T-400 kemudian masuk ke K-410 atau crystallizer . Pada tahap ini terdapat sistem sirkulasi thermo oil yang berfungsi sebagai media pemanas untuk kristalisasi dan sistem sirkulasi nitrogen untuk melepaskan uap air dan menjaga kondisi temperatur. Temperature SK-Oil yang masuk ke K-410 dikontrol oleh TC-412 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari sub header . Tekanan nitrogen diatur secara manual dengan membuka atau
56 Bab II Tinjauan Pustaka
menutup manual valve pada line outlet sirkulasi nitrogen. Setelah tahap kristalisasi, chip akan dikirim ke tahap pengeringan. Tahap ini terbagi menjadi unit hopper dryer (pengering) pengeringan dan sistem sirkulasi nitrogen (GNR). Fasilitas hopper dryer menyediakan proses chip dan dua unit sistem sirkulasi nitrogen, unit pertama adalah sirkulasi GNR untuk pneumatic conveying chip system dari outlet hopper dryer dan unit kedua adalah
sirkulasi GNR untuk melepaskan kandungan uap (moisture) atau acetaldehyde (AA) dari chip. Kondisi temperatur di dalam hopper adalah 1600C dan retention time maksimum 4 jam. Jika retention time kurang dari 3.5 jam kemampuan
pengeringan dan deacetaldehyde menjadi tidak efektif. Pada seksi ini, GNR yang digunakan dipanaskan dengan menggunakan SK-Oil. Tujuan dari pemanasan adalah untuk memanaskan chip sampai temperatur reaksi polikondensasi fasa padat (SSP) pada proses berikutnya, untuk proses kristalisasi dan mencegah penggumpalan dalam hopper reaktor polikondensasi. Temperatur pre-heater
pertama
(K-430)
dinaikan
sampai
temperatur
polikondensasi sekitar 2200C untuk mengkristalkan chip secara sempurna dan diturunkan sampai temperatur reaksi sekitar 2100C dalam pre-heater kedua (K435). Tahap ini terdiri dari torus disk preheater, sistem sirkulasi GNR, sistem purging nitrogen, dan sirkulasi thermo oil . Thermo oil dipompakan dan
disirkulasikan melalui jaket dan poros cakram (torus disk shaft ). Temperature thermo oil yang masuk ke K-430 dikontrol oleh TC-431 dan yang masuk ke K-
435 dikontrol oleh TC-435. Sirkulasi GNR datang dari solid state hopper reaktor untuk melepaskan serbuk halus, uap, dan acetaldehyde. Tahap ini terdiri dari reaktor polikondensasi dan sistem sirkulasi GNR. Fungsi tahap ini adalah mengatur derajat polimerisasi chip sampai target yang diinginkan. Laju polimerisasi di dalam reaktor bergantung kualitas prepolimer seperti Instrinsic Viscosity (IV) dan Acid Value (AV), serta kondisi polimerisasi seperti temperatur reaksi dan retention time. Temperature reaksi didalam R-440
57 Bab II Tinjauan Pustaka
dijaga pada suhu 2050C dengan menggunakan SK-Oil (thermo oil ) yang disrkulasi melalui jaket. Temperature SK-Oil yang masuk R-440 dikontrol oleh TC-441 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari sub header . Sistem sirkulasi GNR disirkulasi dengan tujuan untuk melepaskan produk samping EG dan beberapa serbuk halus keluar reaktor. Tahap mendinginkan chip dari hopper reaktor sampai temperatur 600C dengan tujuan menghentikan reaksi polimerisasi. Fungsi lain dari tahap ini adalah mentransfer chip dengan pneumatic conveying sistem. Waktu tinggal chip diatur dengan mengatur bukaan slide gate. Jika outlet temperatur terlalu tinggi (HH) diatas nilai target, operasi double screwfeeder akan terhenti secara otomatis oleh sistem interlock . Tahap selanjutnya adalah chip ditransfer ke bagging area oleh sistem pneumatic conveying yang mempunyai tipe slow motion conveying , tekanan tinggi dan kecepatan rendah. Chip PET setelah dari proses SSP dikirim ke tangki T-550 (chip conveying cushion tank ) dengan menggunakan sistem pneumatic conveying . Z-550 (T-550 rotary valve) dipasang di outlet tangki ini, mengirim chip ke fineseparator untuk
memisahkan PET powder dari PET chip. Setelah PET powder dihilangkan di fine separator , PET chip ditransfer ke produk packing sillo pada operasi normal,
kemudian chip diumpankan ke rotary valve untuk memisahkan partikel-partikel yang besar dan chip powder dari PET chip. Kemudian dikirim ke Z-565 (Z-565 magnet catcher ) untuk menghilangkan partikel metal dari chip.
2.5 Kalor Kalor merupakan salah satu bentuk energi. Jika suatu zat menerima atau melepas kalor maka akan terjadi dua kemungkinan yaitu adanya perubahan temperatur dari zat tersebut yang biasa disebut dengan kalor sensible (sensible heat ) dan adanya perubahan fase zat yang biasa disebut dengan kalor laten (latent heat ).
58 Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.1
Kalor Sensible (Sensible Heat ) Apabila suatu zat menerima kalor sensible maka akan mengalami
peningkatan temperature, tetapi apabila zat tersebut melepaskan kalor sensible maka akan mengalami penurunan temperature. Persamaan kalor sensible adalah sebagai berikut :
Dimana (J)
kalor jenis zat (J/kg.K)
2.5.2 Kalor Laten ( Laten Laten Heat ) Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, pada awalnya akan terjadi perubahan temperature. Namun, suatu saat akan terjadi kondisi dimana zat mengalami kejenuhan dan menyebabkan terjadinya perubahan fase. Kalor yang demikian itu disebut dengan kalor laten. Pada suatu zat terdapat dua macam kalor laten, yaitu kalor laten peleburan dan kalor laten penguapan. Kalor laten suatu zat biasanya lebih lebi h besar dari kalor kalo r sensiblenya, sensiblen ya, hal ini in i karena diperlukan energy yang besar untuk merubah fase suatu s uatu zat. Secara umum kalor laten yang digunakan untuk merubah suatu zat dirumuskan dengan :
Dimana (J)
59 Bab II Tinjauan Pustaka
Hubungan antara energy kalor dengan laju perpindahan kalor yang terjadi adalah sebagai berikut :
Dimana (J)
Bab III Metodologi
BAB III METODOLOGI
3.1 Diagram Alir Kerja Berikut ini akan dijelaskan alur-alur dalam penentuan neraca panas SK boiler setiap unit sebagai analisa kemampuan laju alir terhadap penuruna temperature SK :
Penentuan HTO section di MSP dan SSP area
Pengambilan data
Perhitungan Qtotal dan Neraca Panas disetiap unit ( pada T= 310 C dan penurunan 8 C )
Analisa kemampuan aliran HTO disetiap unit
Pengerucutan dan Penyelesaian terhadap unit yang bermasalah
Analisa ekonomi dari solusi yang diusulkan
Gambar 11. Diagram Alir Kerja
61 Bab III Metodologi
3.2 Data Data yang diambil adalah data aktual kondisi temperature dan laju alir disetiap unit yang diambil dari tanggal 5 November 2014 hingga 6 November 2014 pada pukul 07.00 , 15.00, serta 23.00 WIB total ada 6 data untuk perhitungan neraca panas di seyiap unitnya.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perhitungan Tabel 6. Hasil Perhitungan Q Pada
Q Pada
Massa Pada
Massa Pada
Temperatur
Temperatur
Temperatur
Temperatur
310 ˚C
302 ˚C
310 ˚C
302 ˚C
(Mcal/h)
(Mcal/h)
(ton/h)
(ton/h)
SK BOILER
4680.32
4680.32
422
428.05
R-120
2157.32
2157.32
209.29
212.29
R-130
93.38
93.38
2.69
3.48
R-200
365.39
365.39
48.48
48.48
365.39
365.39
12.4
15.82
61.15
61.15
19.48
19.48
61.15
61.15
5.70
12.97
19.01
19.01
19.48
19.48
19.01
19.01
0.61
0.77
650.41
650.41
107.58
107.58
Keterangan
R-200 (make up) R-210 R-210 (make up) R-220 R-220 (make up) Oligomer/poly Line
63 Bab IV Hasil dan Pembahasan
Oligomer/poly Line (make up
650.41
650.41
19.56
24.19
Ejector
504.22
504.22
31.7
32.14
K-410
245.82
245.82
47.58
47.58
245.82
245.82
3.73
4.12
50.71
50.71
174.03
174.03
50.71
50.71
2.48
2.73
7.48
7.48
24.36
24.36
7.48
7.48
0.099
0.11
75.23
75.23
26.36
26.36
75.23
75.23
0.93
1.01
E-436
27.67
27.67
2.1
2.15
E-426
123.6
123.6
4.8
4.88
P-744)
K-410 (make up) K-430 K-430 (make up) K-435 K-435 (make up) R-440 R-440 (make up)
64 Bab IV Hasil dan Pembahasan
4.2 Pembahasan
A. Pengaruh Penurunan Suhu Terhadap Q total SK Boiler Dari hasil perhitungan didapatkan Q total pada sistem SK Boiler yang akan masuk ke user sebesar 4680.32 Mcal/h dengan massa 422 ton/h. Kemudian dilakukan penurunan temperatur sebesar 8 ˚C yaitu 302˚C. Hal ini dikarenakan dengan penurunan temperatur SK diharapkan dapat mengurangi Carbon residu dan memperpanjang life time dari SK. Penurunan dilakukan hanya sampai dengan 302˚C
dikarenakan
pada
TC-722
(pompa
sk
R-210)
telah
memiliki
temperatursekitar 300˚C, sehingga temperatur di TC-722 dapat dikontrol.
Kemudian dengan jumlah energi atau Qtotal yang sama dengan temperatur 310˚C, pada temperatur 302˚C didapatkan massa sebesar 428.05 ton/h. Jumlah
energi yang sama ini dimaksudkan agar jumlah energi yang diterima user tidak berbeda meskipun dengan adanya penurunan temperatur. Dengan penurunan temperature tersebut berbanding terbalik dengan massa yang dibutuhkan. Semakin kecil Temperatur SK, maka massa yang dibutuhkan semakin banyak. Hal ini dapat terlihat pada gambar berikut,
430 ) h / n 425 o t ( a s s 420 a m
300 C
SK Oil
305 C 310 C
415
Gambar 12. Pengaruh Massa SK terhadap penurunan suhu Dengan kenaikan massa dari 422 ton/h ke 428.05 ton/h didapatkan hasil analisa bukaan valve dan kemampuan pompa yang masih diterima oleh P-710. Dengan bukaan valve yang masih sedikit dan tidak full open. Serta kapasitas maksimum pompa yang mencapai 249 ton/h untuk satu pompa (dua pompa = 498
65 Bab IV Hasil dan Pembahasan
ton/h). Maka dapat disimpulkan pada sistem SK Boiler yang akan diterima user tidak terdapat kendala dengan penurunan temperatur.
B. Pengaruh Penurunan Suhu SK Oil Terhadap Laju Alir di Setiap Unit Unit yang menggunakan SK oil terdiri dari section MSP dan SSP. Pada MSP section terdapat banyak unit yang menggunakan SK oil. Thermo oil mengalir ke coil – coil dan jacket R-120, coil R-130, coil dan jacket R-200, jacket R-210, jacket R-220, oligomer/poly line, dan line ejector. Pada SSP section terdapat pada K-410, K-430, K-435, R-440, E-426, dan E-436.
R-120 Thermo oil yang mengalir ke R-120 dikontrol oleh FC-712 (dari DCS)
yang CASCADE dengan TC-121 untuk mengontrol temperatur R-120. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-120 pada 310˚C sebesar 2157.32 Mcal/h dengan laju alirnya 209.29 ton/h. kemudian massa yang didapat pada penurunan temperatur ke 302˚C sebesar 212.29 ton/h. Dengan kenaikan tersebut
didapatkan hasil analisa laju alir sebesar 212.29 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada FC-712 yang masih 81%.
R-130 Thermo oil yang mengalir ke R-130 dikontrol oleh FC-713 (dari DCS)
yang CASCADE dengan TC-131 untuk mengontrol temperatur R-130. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-130 pada 310˚C sebesar 93.38 Mcal/h dengan laju alirnya 2.69 ton/h. kemudian massa yang didapat pada penurunan temperatur ke 302˚C sebesar 3.48 ton/h. dengan kenaikan tersebut
didapatkan hasil analisa laju alir sebesar 3.48 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada FC-713 yang masih 3.84%.
R-200 Thermo oil dari sub heder di make up ke line suction dari P-741 A/B (R-
200 Thermo oil pump) dan dipompakan ke coil dan jacket R-200. Setelah pemanasan, thermo oil dari outlet R-200 diumpankan kembali ke line suction P741 A/B untuk sirkulasi dan sebagaian thermo oil dari outlet dari R-200 kembali
66 Bab IV Hasil dan Pembahasan
ke thermo oil return line dengan laju alir yang sama dengan laju alir make up. Temperatur dari reaktor ini dikontrol oleh TC-201 (dari DCS) yang mengatur aliran make up thermo oil. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-200 pada 310˚C sebesar 365.39 Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 48.48 ton/h dan laju make up nya 12.4 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan
laju alir sirkulasi yang sama tetapi laju alir make up nya menjadi 15.82 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 15.82 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-201 yang masih 46.51%.
R-210 Thermo oil dari sub header di make up ke line suction dari P-742 (R-210
Thermo Oil pump) dan dipompakan ke jaket dari R-210. Setelah pemanasan, thermo oil dari outlet R-210 diumpankan kembali ke line suction P-742 untuk sirkulasi dan sebagai thermo oil dari outlet R-210 kembali ke thermo oil return dengan laju alir yang sama dengan laju alir make up. Thermo oil disini tidak digunakan untuk pemanas proses, tetapi hanya untuk mencegah polimer dari solidifikasi dan blocking. Temperatur thermo oil pada inlet R-210 dikontrol oleh TC-722 (dari DCS yang mengatur aliran thermo oil line suction P-742). Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-210 pada 310˚C sebesar 61.15 Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 19.48 ton/h dan laju make up nya 5.7 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan laju alir sirkulasi yang sama tetapi laju alir make up nya menjadi 12.97 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 12.97 ton/h tidak bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-722 telah mencapai 89.7% pada laju alir 5.7 ton/h.
R-220 Thermo oil dari sub header di make up ke line suction dari P-743 A/B (R-
220 Thermo Oil pump) dan dipompakan ke jaket dari R-220. Setelah pemanasan, thermo oil dari outlet R-220 diumpankan kembali ke line suction P-743 A/B untuk sirkulasi dan sebagai thermo oil dari outlet R-220 kembali ke thermo oil
67 Bab IV Hasil dan Pembahasan
return dengan laju alir yang sama dengan laju alir make up. Seperti pada R-120, thermo oil digunakan untuk mencegah polimer dari solidifikasi dan blocking dan temperatur control berada pada sisi thermo oil (inlet R-220). Temperatur thermo oil pada inlet R-220 dikontrol oleh TC-724 (dari DCS) yang mengatur aliran thermo oil ke line suction P-743 A/B. (Pada operasi normal, P-743 B digunakan sirkulasi thermo oil sedangkan P-743 A adalah pompa stand by untuk P-742 dan P-743 B). Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-220 pada 310˚C sebesar 19.01 Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 19.48 ton/h dan laju make up nya 0.61 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan laju alir sirkulasi yang sama tetapi laju alir make up nya menjadi 0.77 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 0.77 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-724 masih 53.8%.
Oligomer/ Poly Line Thermo oil dari main header di make-up ke suction pompa P-744 A/B
(Line Trancing Termo Oil pump) dan dipompakan ke users, yaitu : Jacket fasa uap dari R-120, Jacket vessel dari R-130, Pipa oligomer dari R-120 dan R-13, Pipa uap dari R-120 dan R-130, dan lain-lain. Thermo oil yang keluar dari masingmasing user disirkulasikan lagi oleh P-744 A/B dan kembali lagi ke users. Temperatur sirkulasi thermo oil (275 oC) dikontrol oleh TC-740 (dari DCS). Sedangkan ekstra thermo oil dari outlet masing-masing user yang mana laju alirnya sama denga laju alir make up mengalir ke thermo return line. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada oligomer / poly line pada 310˚C sebesar 650.41 Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 107.58 ton/h dan laju make up nya 19.56 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan laju alir sirkulasi yang sama tetapi laju alir make up nya menjadi 24.19 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 24.19 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-740 masih 75.25%.
Line Ejector Thermo oil yang mengalir Bagian ini juga menjelaskan pemanasan line
vapor sekitar sistim ejector dengan thermo oil dari main header. Dari perhitungan
68 Bab IV Hasil dan Pembahasan
didapatkan nilai Q SK oil pada Line ejector pada 310˚C sebesar 504.22 Mcal/h dengan laju alirnya 31.7 ton/h. kemudian massa yang didapat pada penurunan temperatur ke 302˚C sebesar 32.14 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan
hasil analisa laju alir sebesar 32.14 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan pada line ejector hanya digunakan agar tetap menjaga kondisi di line vapor.
K-410 Pelet MSP dipanaskan sampai 160°C di dalam crystallizer oleh system
sirkulasi thermo oil. Kondisi temperatur dijaga pada nilai target oleh sistem jaket thermo oil yang disikulasikan oleh P-410. Temperatur dikontrol secara automatis oleh TC-412 dengan pengaturan make-up atau suplai thermo oil ke suction line P410. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada K-410 pada 310˚C sebesar 245.82 Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 47.58 ton/h dan laju make up nya 3.73 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan laju alir sirkulasi
yang sama tetapi laju alir make up nya menjadi 4.12 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 4.12 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-201 yang masih 69.8%.
K-430 Thermo oil dipompa oleh P-430 dan disirkulasikan melalui jaket dalam
K-430. Temperatur dikontrol secara automatis oleh TC-431 dengan pengaturan make-up atau suplai thermo oil ke suction line P-430. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada K-430 pada 310˚C sebesar 50.71 Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 174.03 ton/h dan laju make up nya 2.48 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan laju alir sirkulasi yang sama tetapi laju
alir make up nya menjadi 2.73 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 2.73 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-431 yang masih 37.15%.
K-435 Pelet over flow dari K-430 Ke K-435. Temperatur pelet diturunkan dari
220°C menajdi 210°C dengan mengatur laju alir thermo oil oleh TC-435. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada K-435 pada 310˚C sebesar 7.48
69 Bab IV Hasil dan Pembahasan
Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 24.36 ton/h dan laju make up nya 0.099 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan laju alir sirkulasi yang
sama tetapi laju alir make up nya menjadi 0.11 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 0.11 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-435 yang masih 26.64%.
R-440 Thermo oil disirkulasi oleh pompa thermo oil P-440 dan didistribusikan ke
jaket dan coil. Temperatur sirkulasi thermo oil dikontrol oleh TC-441 dengan mengatur laju alir thermo oil dari sub header ke P-440. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-440 pada 310˚C sebesar 75.23 Mcal/h dengan laju alir sirkulasi 26.36 ton/h dan laju make up nya 0.93 ton/h. kemudian pada penurunan temperatur ke 302˚C dengan laju alir sirkulasi yang sama tetapi laju
alir make up nya menjadi 1.01 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir make up sebesar 1.01 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada TC-441 yang masih 82.14%.
E-426 Oulet GNR dikirim ke pemanas E-426 dan dipanaskan sampai 180°C
dengan thermo oil. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada E-426 pada 310˚C sebesar 123.6 Mcal/h dengan laju alirnya 4.8 ton/h. kemudian massa yang didapat pada penurunan temperatur ke 302˚C sebesar 4.88 ton/h. dengan kenaikan
tersebut didapatkan hasil analisa laju alir sebesar 4.88 ton/h masih bisa dicapai.
E-436 E-436 berfungsi sebagai transfer N2 heater pada drying section. Dari
perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada E-436 pada 310˚C sebesar 27.67 Mcal/h dengan laju alirnya 2.1 ton/h. kemudian massa yang didapat pada penurunan temperatur ke 302˚C sebesar 2.15 ton/h. dengan kenaikan tersebut
didapatkan hasil analisa laju alir sebesar 2.15 ton/h masih bisa dicapai. Dari hasil dan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa unit yang tidak bisa mencapai kenaikan laju alir akibat penurunan temperature SK terdapat pada R-210. Dimana pada unit tersebut line make up P-742 telah mencapai MV
70 Bab IV Hasil dan Pembahasan
89.7 % pada 5.7 ton/h. Sedangkan massa yang dibutuhkan sebesar 12.97 ton. Alasan mengapa MV pada line make up P-742 sangat besar dikarenakan ukuran pipa yang hanya 40A, sedangkan massa yang dibutuhkan besar akibat beban pemanasan pada R-210 sangat besar dibandingkan dengan R-200 dan R-220 yaitu menaikkan temperatur polimer sekitar 8°C. sedangkan pada R-200 dan R-220 hanya menaikkan sebesar 1-2°C.
C. Upaya Untuk Memperbesar Laju Alir Line Make Up pada P-742 (R-210 Thermo Oil Pump) Dari permasalahan yang ada pada line make up P-742 ini terdapat solusi atau upaya dalam memperbesar laju alir make up tersebut. Yaitu dengan menggganti ukuran pipa make up menjadi 65A. pemilihan ukuran tersebut dikarenakan pada line make up P-741(R-200 Thermo Oil Pump) menggunakan ukuran 65A dapat mencapai laju alir 12.4 ton/h dengan MV yang masih 46.51 %.
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan dan perhitungan neraca panas, mengenai kemampuan laju alir di setiap unit penggunaan SK oil dengan penurunan temperature SK dapat disimpulkan bahwa, a. Total Q USER SK Boiler sebesar 4680,32 Mcal/h. Dengan total Q setiap unit yang didapat sebesar 4504,73 Mcal/h. Total difference Q sebesar 3,75% yang berarti adanya kehilangan energi pada aliran sk tersebut. b. Penurunan temperatur hanya bisa mencapai 302˚C. c. K enaikan massa SK dengan penurunan 310˚C ke 302˚C sebesar 6,05 ton/h. d. Dari hasil analisa kemampuan kenaikan massa di setiap unit. Unit yang tidak bisa mencapai kenaikan laju alir akibat penurunan temperature SK hanya terdapat pada R-210. Dimana pada unit tersebut line make up P-742 telah mencapai MV 89.7 % pada 5.7 ton/h. Sedangkan massa yang dibutuhkan setelah penurunan temperatur sebesar 12.97 ton.
Alasan
mengapa MV pada line make up P-742 sangat besar dikarenakan ukuran pipa yang hanya 40A, sedangkan massa yang dibutuhkan besar akibat beban pemanasan pada R-210 sangat besar dibandingkan dengan R-200 dan R-220 yaitu pada R-210 menaikkan temperatur polimer sekitar 8°C. Sedangkan pada R-200 dan R-220 hanya menaikkan sebesar 1-2°C.
5.2 Saran Dengan demikian sebagai saran selanjutnya yaitu, a. Belum dilakukannya analisa mengenai perfomance dari valve, sehingga perlu dilakukannya analisa performance valve disetiap unitnya.
72 Bab V Kesimpulan dan Saran
b. untuk solusi atau upaya dalam memperbesar laju alir make up tersebut. Yaitu dengan menggganti ukuran pipa make up menjadi 65A. Dengan kebutuhan total mencapai ± 16 meter.
DAFTAR PUSTAKA
Kumpulan Bantex mengenai proses produksi di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Divisi PET Perry, R.H, and Green, D.W.2008. Perry’s Chemical Engineers Handbook 8th Edition. McGraw-Hill. New York
McCabe W L, dkk.1993.Unit Operation of Chemical Engineering . McGraw-Hill. Singapore http://www.sokentecnix.co.jp/english/heating_medium/products/skoil_1400/index .html 12 November jam 17.35 http://www. lib.ui.ac.id /file?file=digital/123754-r220851-pengukuran persen 20 dan persen 20 analisa-literatur.pdf.12 November 2014 jam 06.35
LAMPIRAN
A. Perhitungan Data Line BOILER dan MSP I pada 5 dan 6 november 2014
FI-714 Sk user (ton/h)
T SK in user (oC)
T SK out
MV FC
MV FC
MV TC
user (oC)
712
713
201
MV TC722
422
309.91
295.71
79.5
3.03
55.08
90.9
415.69
309.94
295.45
72.2
4
55
88.9
425
309.8
295.7
93.4
4.3
54.8
90.4
424.73
309.92
296.24
78.6
4.2
54.6
89.25
421.58
309.92
296.24
87.8
3.7
54
91
425
309.81
296.39
75.2
3.8
5.6
88
AVERAGE 422.3
309.88
FI-714 Sk
MV TC
user (ton/h)
724
295.95
MV FC
81.1
3.83
MV TC
MV TC
MV TC
MV TC
412
431
435
441
740
46.51
89.74
422
52.6
75.2
71.3
43.46
26.85
82.5
415.69
54.8
74.6
67.6
43.46
29.1
81.7
425
53.5
75.9
70
43.45
25.4
81.9
424.73
54.7
75.8
71.7
44.5
25.7
82.81
75
421.58
54
75
68.3
4.65
27.8
82.42
425
53
75
69.9
43.36
25
81.54
37.14
26.64
82.14
AVERAGE 422.33
53.77
75.25
69.8
FC-712 Sk in
T SK in R120
TG-713 SK out
R120 (ton/h)
(oC)
R120 (oC)
207,3
310
297
215,6
310
297
204,5
310
297
201,9
310
297
209,1
310
297
217,35
310
297
AVERAGE 209,29
310
297
FC-713 Sk in
T SK in R130
TG-714 SK out
R130 (ton/h)
(oC)
R130 (oC)
2,77
310
265
2,44
310
265
2,65
310
265
2,89
310
265
2,66
310
265
2,75
310
265
AVERAGE 2,69
310
265
76
TG-724 TI-720 SK
SK out
Ampere P-741 12.2 A Sk in
in R200
R200
R200 (l/min)
(oC)
(oC)
940
281,82
272
940
281,85
272
940
281,89
272
940
281,85
272
940
282,3
272
940
282,12
272
281,97
272
AVERAGE 940
TI-723 SK Ampere P-742 6.5 A
TI-722 SK in
out R210
Sk in R210 (l/min)
R210 (oC)
(oC)
383,4
300,39
296,47
383,4
300,88
296,96
383,4
300,29
296,47
383,4
300,38
296,34
383,4
300,96
296,55
383,4
299,9
296,05
300,46
296,47
AVERAGE 383,4
77
TI-724 SK in
TI-725 SK
Ampere P-743 6.5A Sk in
R220
out R220
R220 (l/min)
(oC)
(oC)
383,4
270,9
269,53
383,4
271,08
269,81
383,4
271,02
269,81
383,4
270,89
269,68
383,4
270,96
269,43
383,4
271,09
269,82
270,99
269,68
AVERAGE 383,4
Data Line MSP II (TEMPERATUR OUT ) LINE DI R-120- R130 0
TG
Suhu ( C) Tanggal 5 November 2014
Suhu ( C) Tanggal 6 November 2014
715B
265
265
715C
263
261
715D
268
269
715F
263
263
715G
262
262
716A
268
268
78
716B
268
268
716C
268
268
716D
263
263
718J
268
268
718N
265
265
AVERAGE
265.5
TOTAL AVERAGE
266.91
LINE R130-R200 Suhu ( C) TG
Tanggal 5 November 2014
Suhu (0C) Tanggal 6 November 2014
136A
280
280
136B
275
275
136C
269
269
136D
260
260
717A
262
262
717B
268
268
717C
260
260
79
717D
262
262
717E
265
265
717F
263
260
717G
268
268
AVERAGE
266.41
LINE DI R200 Suhu ( C) TG
Tanggal 5 November 2014
Suhu (0C) Tanggal 6 November 2014
718J
268
268
718N
265
265
727B
259
259
727C
270
269
727F
262
262
728A
268
268
728B
268
268
AVERAGE
265.64
80
LINE DI R-210 Suhu ( C) TG
Suhu (0C) Tanggal 6
Tanggal 5 November 2014
November 2014
727E
269
269
730B
260
260
731B
265
265
731D
250
250
AVERAGE
261
LINE DI R-220 Suhu ( C) TG
Tanggal 5 November 2014
Suhu (0C) Tanggal 6 November 2014
736A
279
279
736C
289
289
736G
282
282
736H
290
290
736I
279
279
736J
285
285
736O
290
290
81
733A
255
255
734A
262
262
734B
263
263
734D
262
262
AVERAGE
276
PC EJECTOR LINE Suhu (0C) TG
Tanggal 5 November 2014
Suhu (0C) Tanggal 6 November 2014
728A
268
268
728B
268
268
728E
270
270
728F
260
260
732A
298
298
732B
300
300
732C
289
289
732D
295
297
732E
301
301
732F
300
300
82
732G
300
300
735A
298
298
735B
298
299
735D
303
303
735E
298
298
AVERAGE
289.83
Data Line SSP (TEMPERATUR OUT ) E-426 Suhu (0C) TG
Tanggal 5 November 2014
426
276
Suhu (0C) Tanggal 6 November 2014
278
AVERAGE
277 E-436
436
293 AVERAGE
294 293,5
83
Perhitungan Kalor pada SK Boiler dan setiap Unit pengguna SK RUMUS PERHITUNGAN
1. Q pada saat temperature SK 310°C Q = m x ((Cp in x Tin) – (Cpout x Tout)) 2. Massa pada saat temperature SK 300°C (asumsi ∆T sama) Q pada 310°C = Q pada 300°C Q = m x ((Cpin x Tin) – (Cpout x Tout))
–
m= keterangan, Q m
= Kalor (Mcal./h) = Massa SK (ton/h)
Cpin = kalor jenis pada Tin(Mcal/ton °C) Cpout = kalor jenis pada Tout(Mcal/ton °C) Tin
= Temperatur SK in (°C)
Tout = Temperatur SK out (°C)
Perhitungan Kalor pada USER SK Boiler
1. Keadaan saat ini (suhu 3100C)
84
(
2. Setelah penurunan 80C
(
)
Perhitungan Kalor Pada MSP Line I (Pada R-120)
R-120 Massa (pada 310 C )
209.29
ton/h
Q (pada 310 C )
2157.36
mcal/h
Q (penurunan 8 C)
2157.31
mcal/h
Massa (Penurunan 8 c)
212.29
ton/h
1. Keadaan saat ini (suhu 3100C)
)
85
( )
2. Setelah penurunan 80C
( )
Perhitungan Kalor Pada MSP Line I (Pada R-130)
R-130 Massa ( pada 310 C )
2.69
ton/h
Q ( pada 310 C )
93.38
mcal/h
Q ( PENURUNAN 8 C )
93.38
mcal/h
Massa Penurunan 8 C
3.48
ton/h
1. Keadaan saat ini (suhu 3100C)
( )
86
2. Setelah penurunan 80C
( )
Perhitungan Kalor Pada MSP Line I (Pada R-200)
R-200 B
A
Satuan
Massa (pada 310 C )
48.48
12,4
Ton/h
Q (pada 310 C)
365,38
365,38
Mcal /h
Q (penurunan 8 c)
365.38
365.38
Mcal/h
Massa (penurunan 8 c )
48.48
15,82
Ton/h
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari performance curve P-741 pompa dengan Ampere = 12,2 A laju alir 940 l/min ( 48,48 ton/h))
( )
87
Massa Make up (suhu 3100C)
( )
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
( )
Perhitungan Kalor Pada MSP Line I (Pada R-210)
R-210 A
B
Satuuan
Massa (pada 310 C )
5,7
19,48
Ton/h
Q (pada 310 C )
61,15
61,15
Mcal /h
Q (penurunan 8 c)
61,15
61,15
Mcal/h
Massa (penurunan 8 c )
12,97
19,48
Ton/h
88
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari performance curve P-742 pompa dengan Ampere = 6,5 A laju alir 383,4 l/min ( 19,48 ton/h))
( ) ( )
Massa Make up (suhu 3100C)
( )
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
( )
Perhitungan Kalor Pada MSP Line I (Pada R-220)
89
R-220 A
B
satuan
Massa ( Aaktual )
0.61
19,48
ton/h
Q (aktual )
19.01
19,01
mcal/h
Massa ( penurunan 8 cl )
0,76
19,48
ton/h
Q (penurunan 8 c )
19,01
19,01
mcal/h
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari performance curve P-743 pompa dengan Ampere = 6,5 A laju alir 383,4 l/min ( 19,48 ton/h))
( (
Massa Make up (suhu 3100C)
(
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
)
) )
90
( )
Perhitungan Kalor Pada MSP Line 2 (Pada OLY/POLY Line)
OLI/POLY LINE A
B
Satuuan
Massa (pada 310 C )
19,55
107,58
Ton/h
Q (pada 310 C )
650,41
650,41
Mcal /h
Q (penurunan 8 c)
650,41
650,41
Mcal/h
Massa (penurunan 8 c )
24,19
107,58
Ton/h
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari performance curve P-744 pompa dengan Ampere = 29,5 A laju alir 2073 l/min ( 107,58 ton/h))
91
( (
)
Massa Make up (suhu 3100C)
(
)
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
(
)
Perhitungan Kalor Pada MSP Line 2 (Pada Line Ejector)
)
92
Line ejector Massa (pada 310 C )
31.7
ton/h
Q ( pada 310 C )
504.2227
mcal/h
Q (penurunan 8 C )
504.2227
mcal/h
Massa ( penurunan 8 c
32.13957
ton/h
1. Keadaan saat ini suhu 3100C ( massa didapat dari pfd value = 31,7 ton/h )
( )
2. Setelah penurunan 80C
( )
Perhitungan Kalor Pada SSP (Pada R-410)
93
K-410 A
B
Satuan
Massa (pada 310 C )
3,72
47,58
Ton/h
Q (pada 310 C )
245,82
245,82
Mcal /h
Q (penurunan 8 c)
245,82
245,82
Mcal/h
Massa (penurunan 8 c )
4.12
47,58
Ton/h
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari pfd value = 47,58 ton/h)
(
)(
Massa Make up (suhu 3100C)
(
)
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
(
)
)
94
Perhitungan Kalor Pada SSP (Pada K-430)
K-430 A
B
Satuan
Massa (aktual )
2,48
50,70
Ton/h
Q (aktual)
174,04
174,04
Mcal /h
Q (penurunan 8 c)
174,04
174,04
Mcal/h
Massa (penurunan 8 c )
2,72
50,70
Ton/h
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari pfd value = 50,7 ton/h)
( )( )
Massa Make up (suhu 3100C)
( )
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
95
( )
Perhitungan Kalor Pada SSP (Pada K-435)
K-435 A
B
Satuan
Massa (pada 310 C )
0,09
24,36
Ton/h
Q (pada 310 C )
7,48
7,48
Mcal /h
Q (penurunan 8 c)
7,48
7,48
Mcal/h
Massa (penurunan 8 c )
0,11
24,36
Ton/h
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari pfd value = 24,36 ton/h)
( )( )
96
Massa Make up (suhu 3100C)
( )
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
( )
Perhitungan Kalor Pada SSP (Pada R-440)
K-435 A
B
Satuan
Massa (Pada 310 C )
0,93
26,36
Ton/h
Q (Pada 310 C )
75,23
75,23
Mcal /h
Q (penurunan 8 c)
75,23
75,23
Mcal/h
Massa (penurunan 8 c )
1
26,36
Ton/h
97
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari pfd value = 26,36 ton/h)
( )( )
Massa Make up (suhu 3100C)
( )
2. Setelah penurunan 80C
Massa Make up (suhu 3020C)
( )
Perhitungan Kalor Pada SSP (Pada E-426)
E-426 Massa (pada 310 C )
4.78
ton/jam
Q (pada 310 C )
123.59
mcal/jam
Q (penurunan 8 C)
123.59
mcal/jam
Massa (penurunan 8 c )
4.87
ton/jam
98
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari pfd value = 4,8 ton/h)
(
)(
)
2. Setelah penurunan 80C
(
)
Perhitungan Kalor Pada SSP (Pada E-436)
E-436 Massa (pada 310 C )
2.1
ton/jam
Q (pada 310 C )
27.66
mcal/jam
Q ( penurunan 8 c )
27.66
mcal/jam
Massa ( penurunan 8 c )
2.15
ton/jam
1. Keadaan saat ini suhu 3100C (massa didapat dari pfd value = 2,1 ton/h)