BAB 1 PENDAHULUAN
Rinosinusitis adalah penyakit peradangan mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasalis. Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering seluruh dunia. Penyebab utamanya adalah selesma (common (common cold) yang merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat di ikuti infeksi bakteri. Bila Bila mengen mengenai ai bebera beberapa pa sinus sinus disebut disebut multisi multisinus nusiti itis, s, sedang sedangkan kan bila bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus maksila dan etmoid, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphe spheno noid id lebi lebih h
jara jarang ng lagi lagi..
Sinu Sinusi siti tiss
dapa dapatt
menj menjad adii
berb berbah ahay ayaa
kare karena na
meny menyeba ebabk bkan an komp komplik likasi asi ke orbi orbita ta dan dan intr intraa kran kranial ial,, serta serta meny menyeb ebab abka kan n peningkatan serangan asma yang sulit di obati. Rinosinusi Rinosinusitis tis diklasifikasi diklasifikasikan kan dalam 3 kriteria, kriteria, yaitu rinosinusitis rinosinusitis akut, rinosinusiti rinosinusitiss subakut subakut dan rinosinusiti rinosinusitiss kronik. kronik. nsiden nsiden rinosinusiti rinosinusitiss di !merika !merika Seri Serika katt dipe diperk rkir iraka akan n sebes sebesar ar "#," "#," $ dari dari popu popula lasi si oran orang g de%a de%asa. sa. &asu &asuss rinosinusitis kronis itu sendiri sudah masuk data rumah sakit berjumlah "' sampai (( juta juta pasien pasien setiap setiap tahunn tahunnya ya dan kira-k kira-kira ira sejumla sejumlah h ()).)) ()).))) ) orang orang de%asa de%asa !merika menjalankan operasi rinosinusitis per tiap tahunnya *ata dari *+P&+S R tahun ())3 menyebutkan bah%a penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-( dari ) pola penyakit peringkat utama atau sekitar ")(.'" penderita ra%at jalan di rumah sakit. Survei &esehatan ndera
1
Penglihatan Penglihatan dan Pendengaran Pendengaran "/ yang diadakan diadakan oleh Binkesmas Binkesmas bekerja sama dengan P+R0!1 dan Bagian 101 RS2 mendapatkan data penyakit hidung dari dari propin propinsi. si. *ata *ata dari dari *ivisi *ivisi Rinolo Rinologi gi *epart *epartemen emen 101 RS2 RS2 4anuar 4anuarii!gustus ()) menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun %aktu tersebut adal adalah ah #3 #3 pasi pasien en,, /$n /$ny ya adal adalah ah sinu sinusi siti tis. s. *ari *ari juml jumlah ah ters terseb ebut ut 3)$ 3)$ mempunyai indikasi operasi BS+5 6Bedah sinus endoskopik fungsional7. Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas / 8 ' kali per tahun dan diperkirakan $8 ")$ infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis."
2
BAB 2 STATUS PASIEN A. IDENTITAS PENDERITA ". 9ama : . yusuf (. ;mur : "3 tahun 3. 4enis kelamin :
kepala, ingus turun ke tenggorok. (. Ri%ayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli 101 dengan keluhan hidung tersumbat dikedua hidung sejak bulan yang lalu. Selain itu pasien juga sering mengeluh bersin-bersin dipagi hari dan juga mengeluh nyeri di bagian pipi kiri dan kanan dan berlanjut ke bagian kepala, keluhan dirasakan hilang timbul dan semakin memberat rasa nyeri sangat terasa memberat bila kepala ditundukkan. Pasien juga mengaku ada gangguan pada hidung seperti sulit bernafas terutama saat tidur dan mengeluarkan =airan kental jernih yang hilang timbul, keluhan sering timbul di pagi hari atau dipi=u oleh debu. Pasien juga pernah merasa seperti tertelan ingus. *emam 6-7 batuk 6-7, nyeri menelan 6-7, gangguan pada telinga 6-7. 3. Ri%ayat penyakit dahulu : !lergi #. Ri%ayat penyakit keluarga : disangkal C. STATUS GENERALIS : ". &eadaan ;mum : Baik (. &eadaan Penyakit : Sedang 3. &esadaran : 2ompos entis #. 1ekanan *arah : "")>) m0g D. STATUS LOKALIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
3
*ari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, telinga dan tenggorok tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat mukosa di kavum nasi kiri dan kanan livide, krusta 6-7, sekret 6-7, massa 6-7, konka inferior hipertropi, septum deviasi ke kanan. Pada pemeriksaan rinoskopi posterior terdapat post nasal drip. Pada pemeriksaan =avum oris dalam batas normal, tonsil palatina 1">1", mukosa faring hiperemis. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan foto polos SP9 posisi %ater?s, didapatkan perselubungan 6radio opak7 di kedua sinus maksila.
Pemeriksaan foto polos SP9 +. *!@9AS! *!9 1+R!P *ari anamnesa dan pemeriksaan fisik dan dari hasil ronten SP9 didapatkan diagnosa Rhinosinusitis Kronis. Pasien diterapi dengan antibiotik, dekongestan, analgeti= dan mukolitik.
4
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sin! Pa"ana!a#
(."." +mbriologi sinus paranasal Se=ara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung, berupa tonjolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah janin berusia ( bulan, resesus inilah yang nantinya akan berkembang menjadi ostium sinus. Perkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus usia 3-# bulan, ke=uali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, saat itu sinus maksila sudah terbentuk dengan sangat baik dengan dasar agak lebih rendah daripada batas atas meatus inferior. Setelah usia tahun perkembangannya ke bentuk dan ukuran de%asa berlangsung dengan =epat. Sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih ' tahun. Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia ' 8 ") tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini pada umumnya men=apai besar maksimal pada usia antara "-"' tahun. (
5
(.".( Sinus aksila Pada %aktu lahir sinus maksila hanya berupa =elah ke=il disebelah medial orbita. ula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus mengalami penurunan, sehingga pada usia ' tahun menjadi sama tinggi. Perkembangannya berjalan kearah ba%ah, bentuk sempurna terjadi setelah erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum ter=apai antara usia " dan "' tahun. Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, bentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan pun=aknya kearah apeks prosessus zygomaticus os maksila. enurut oris pada buku anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 8' #8/ mm dan untuk usia " tahun 3"83( "'8() "8() mm. Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume /8' ml, sinus kemudian berkembang dengan =epat dan akhirnya men=apai ukuran maksimal, yaitu " ml saat de%asa. Perdarahan pada sinus maksila meliputi =abang arteri maksilaris termasuk infraorbita, =abang lateral nasal dari arteri sfenopalatina, arteri greater palatine serta anterior superior dan posterior dari arteri alveolaris, sedangkan vena yang mendarahinya adalah vena maksilaris yang berhubungan dengan plexus vena pterygoid . Sinus maksila ini mendapat persarafan dari nervus maksilaris 6C(7 yang mempersarafi sensasi dari mukosa dibagian lateroposterior nasal dan =abang superior alveolar dari nervus infraorbita.3 Sinus maksila mempunyai beberapa dinding yaitu:
6
a. *inding medial atau dasar antrum dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus unsinatus os etmoid, prosesus maksilaris konka inferior dan sebagian ke=il os maksilaris. *inding medial sinus maksila merupakan dinding lateral hidung dimana terdapat ostium sinus yang menghubungkan sinus maksila dengan infundibulum ethmoid. Astium ini terletak pada bagian superior dari dinding medial, biasanya pada pertengahan posterior dari infundibulum, sekitar mm ke arah posterior duktus nasolakrimalis. ;jung posterior dari ostium berlanjut ke lamina papyra=ea dari tulang etmoid. b. *inding atas memisahkan rongga sinus dengan orbita terdiri dari tulang yang tipis yang dile%ati oleh kanalis infra orbitalis. =. *inding posterior8inferior atau dasarnya biasanya paling tebal dan dibentuk oleh bagian alveolar os maksila atas dan bagian luar palatum durum. *inding posterior memisahkan sinus dari fossa infratemporal dan fossa pterigomaksila". d. *inding anterior terbentuk dari fasia fasialis maksila yang berhadapan dengan fossa kanina dan memisahkan sinus dari kulit pipi. # *asar dari sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila. Pada anak letaknya sekitar # mm diatas dasar =avum nasi , dan pada de%asa letaknya #- mm diba%ah dasar =avum nasi. Proses supuratif yang terjadi disekitar gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe, sedangkan pen=abutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan dengan ronggga sinus yang akan mengakibatkan sinusitis. (.".3 Sinus 5rontal
7
Perkembangan sinus frontal dimulai pada bulan keempat kehamilan kemudian berkembang kearah atas dari hidung pada bagian frontal reses. Sinus ini jarang tampak pada pemeriksaan rontgen hingga tahun kedua setelah kelahiran, kemudian sinus ini berkembang se=ara lambat kearah vertikal pada tulang frontal dan telah lengkap pada usia remaja. Sekitar $ dari populasi mengalami kegagalan pertumbuhan dari sinus ini. ;kuran sinus frontal pada orang de%asa sekitar (' ( " mm dengan volume / sampai ml. Perdarahan pada sinus frontal meliputi =abang supra troklear dan supraorbital dari arteri optalmikus dan melalui vena superior optalmikus yang mengalir kedalam sinus kavernosus. Sensasi mukosa sinus frontal ini mendapati persarafan dari per=abangan supratroklear nervus frontal yang berasal dari nervus optalmikus 6C"7. Sinus frontal terletak pada tulang frontal dibatas atas supraorbital dan akar hidung. Sinus ini dibagi dua oleh sekat se=ara vertikal dibatas midline dengan ukuran masing-masing yang bervariasi. Sinus frontal sangat berhubungan erat dengan tulang etmoid anterior. *inding posterior dari sinus ini melebar se=ara inferior obliD dan posterior dimana nantinya akan bertemu dengan atap dari orbita. Astium alami dari sinus ini terletak di anteromedial dari dasar sinus. Sel-sel infraorbita bisa terobstruksi dan membentuk mukokel yang terisolasi dari ostium dan sinus etmoid. / (.".# Sinus +tmoid Sel-sel etmoid mulai terbentuk pada bulan ketiga dan keempat setelah kelahiran yang merupakan invaginasi dari dinding lateral hidung pada daerah
8
meatus medial 6etmoid anterior7 dan meatus superior 6etmoid posterior7. Saat setelah lahir, biasanya tiga atau empat sel baru tampak. Se=ara embriologis, sinus etmoid ini terbentuk dari lima etmoturbinal. &elima bagian tersebut yakni unsinatus, bula etmoid basal lamella 6ground lamella7, konka superior dan konka suprema . Sel-sel sinus etmoid ini akan tumbuh se=ara =epat sehingga pada usia de%asa men=apai ukuran () (( ") mm pada kelompok sel anterior dan () () ") mm pada kelompok sel posterior. Sel-sel etmoid ini biasanya mengandung ")8" sel persisi dengan total volume "#8" ml. Perdarahan pada sinus etmoid meliputi =abang arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior dan posterior, =abang arteri optalmikus dari arteri karotis interna. Sedangkan aliran vena berasal dari vena maksilaris dan etmoidalis yang mengalir kedalam sinus kavernosus. nervasi persarafan dari sinus etmoid ini berasal dari =abang posterolateral hidung dari nervus maksilaris 6C(7 dan =abang nervus etmoidalis dari nervus optalmikus 6C"7. !natomi dari sinus etmoid ini =ukup kompleks, bervariasi dan merupakan subjek penelitian yang baik. Sinus etmoid memiliki dinding yang tipis dengan jumlah dan ukuran yang bervariasi. Pada bagian lateral berbatasan dengan dinding medial orbita 6lamina papyracea7 dan bagian medial dari kavum nasi. Sinus ini terletak di inferior dari fossa kranial anterior dekat dengan midline. Beberapa sel melebar mengelilingi frontal sfenoid dan tulang maksila.
9
&elompok sel anterior ke=il-ke=il dan banyak, drainasenya melalui meatus media, sedangkan sel-sel posterior drainasenya melalui meatus superior./ (.". Sinus Sfenoid Sinus sfenoid mulai berkembang saat bulan ketiga setelah kelahiran yang merupakan invaginasi dari mukosa bagian superior posterior dari kavum nasi, yang juga dikenal sebagai sphenoethmoidal recess. Pneumatisasi sfenoid ini terjadi selama pertengahan usia kanak-kanak dan mengalami pertumbuhan yang =epat saat berusia tahun. Sinus ini mengalami pertumbuhan maksimal dan terhenti setelah berusia "( sampai " tahun. Sinus sfenoid kiri dan kanan yang asimetris tersebut dibagi oleh septum intersinus. ;kuran sinus ini sekitar (, (, ", mm pada tahun pertama dan "# "# "( mm saat berusia " tahun. &apasitas sinus berkisar , ml. Perdarahan sinus sfenoid meliputi =abang arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior, sedangkan aliran vena berasal dari vena maksilaris dan pleksus pterigoid. nervasi persarafan dari sinus sfenoid ini berasal dari =abang nervus etmoidalis posterior dari nervus optalmikus 6C"7, dan =abang nasal dan sfenopalatina dari nervus maksilaris. Sinus sfenoid ini pada bagian dinding lateralnya berbatasan dengan arteri karotis interna, nervus optikus dan vena kavernosa serta sinus interkavernosus. Pada daerah ini juga terdapat bagian ketiga, keempat opthalmikus dan maksilaris dari nervus kranialis kelima dan ke-enam. *ibagian superior terletak lobus frontalis dan bagian olfaktori. *ibagian posterior terdapat fosa pituitari. 9ervus dan pembuluh darah sfenopalatina terletak
10
didepan dari sinus sfenoid ini, sedangkan nervus vidianus terletak dibagian inferiornya.
2.2 $i!io#o%i Sin! Pa"ana!a#
5ungsi dari sinus paranasal masih belum diketahui dengan pasti dan masih belum ada persesuaian pendapat. !da yang berpendapat bah%a sinus paranasal tidak mempunyai fungsi apa-apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. 9amun karena berhubungan langsung dengan hidung, maka sinus dapat membantu
resonansi
suara,
pen=iuman,
membersihkan,
menghangatkan,
melembabkan udara inspirasi, dan merubah udara pernafasan. &ebanyakan penulis masih ragu-ragu dan menyatakan bah%a sinus paranasal hanya berpengaruh sedikit, terutama hanya bila menderita sakit./ !da beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal: ". Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning) Sinus yang berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembapan udara inspirasi. 9amun teori ini mendapat sanggahan,
11
sebab ternyata tidak didapati pertukaran udara yang defenitif antara sinus dan rongga hidung. Colume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih ">"))) volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus, lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar sebanyak mukosa hidung. (. Sebagai penahan suhu (thermal insulators) Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan 6buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. !kan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak diantara hidung dan organorgan yang dilindungi. 3.
embantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. !kan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan penambahan berat sebesar "$ dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna. #.
embantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif, lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada he%an tingkat rendah. .
Sebagai peredam perubahan tekanan udara
12
5ungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada %aktu bersin atau membuang ingus. /.
embantu produksi mukus ukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya ke=il
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategi. # 2.3 M&o!a Sin! Pa"ana!a#
Sinus-sinus
ini
dilapisi
oleh
epitel
torak
berlapis
semu
yang
berkesinambunagn dengan mukosa di rongga hidung. +pitel sinus ini lebih tipis dari epitel hidung. !da # tipe sel dasar,yaitu epitel torak bersilia, epitel torak tidak bersilia, sel basal dan sel goblet. Sel-sel bersilia memiliki )-()) silia per sel. *ata penelitian menunjukan sel ini berdetak ))-')) kali per menit, dan pergerakan mukosa pada suatu tingkat mm per menit. Sel tidak bersilia ditandai oleh mikrovili yang menutupi daerah apikal sel dan berfungsi untuk meningkatkan area permukaan. ni penting untuk meningkatkan konsentrasi dari ostium sinus. 5ungsi sel basal belum diketahui. Beberapa teori menjelaskan bah%a sel basal dapat bertindak sebagai suatu sel stem. Sel goblet memproduksi glikoprotein yang berfungsi untuk viskositas dan elastisitas mukosa. Sel goblet dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dimana rangsangan saraf parasimpatis menghasilkan mukus yang kental dan rangsangan saraf simpatis bekerja sebaliknya.
13
BAB 3 RINOSINUSITIS
3.1 D'(ini!i Rino!in!iti!
Rinosinusitis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan ri%ayat gejala yang diderita, dan sesuai dengan ( kriteria mayor atau " kriteria mayor ditambah ( kriteria minor. @ejala ayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip, gangguan penghidu, Sedangkan @ejala inor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam, halitosis. Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. 3.2 Etio#o%i Rino!in!iti!
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain SP! akibat virus, berma=am rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada %anita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal 6&A7, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener, dan penyakit fibrosis kistik. '
14
3.3 Pato(i!io#o%i Rino!in!iti!
Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang merupakan perluasan infeksi dari hidung. Ealaupun gejala klinis yang dominan merupakan manifestasi gejala infeksi dari sinus frontal dan maksila, tetapi kelainan dasarnya tidak pada sinus-sinus itu sendiri melainkan pada dinding lateral rongga hidung. &ompleks ostiomeatal 6&A7 atau =elah sempit di etmoid anterior yang merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan penting dalam terjadinya sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah &A. Seperti peradangan, udema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka media, maka =elah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya. nfundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari &A, berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa ditempat ini berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada =elah yang sempit ini dapat lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih. !pabila terjadi udema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. &arena gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan p0 dalam sinus, silia menjadi
15
kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen. Patogenesis dari rinosinusitis kronis bera%al dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine proteases arachidonic acid metabolit imune complek lipolisaccharide dan lain!lain.
3.) G'*a#a +an tan+a ini!
". @ejala Subjektif a. 9yeri Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Se=ara anatomi, apeks gigi-gigi depan atas 6ke=uali gigi insisivus7 dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa, karenanya sinusitis maksila sering menimbulkan nyeri hebat pada gigigigi ini.") b. Sakit kepala erupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis. Eolff menyatakan bah%a nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya kongesti dan udema di ostium sinus dan sekitarnya.
16
Penyebab sakit kepala berma=am-ma=am, oleh karena itu bukanlah suatu tanda khas dari peradangan atau penyakit pada sinus. 4ika sakit kepala akibat kelelahan dari mata, maka biasanya bilateral dan makin berat pada sore hari, sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala lebih sering unilateral dan meluas kesisi lainnya. Sakit kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan kedepan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat ataupun saat berada dikamar gelap. 9yeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya statis vena. "" =. 9yeri pada penekanan 9yeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan %ajah. d. @angguan penghidu ndra penghidu dapat disesatkan 6 parosmia7, pasien men=ium bau yang tidak ter=ium oleh hidung normal. &eluhan yang lebih sering adalah hilangnya penghidu 6anosmia7. 0al ini disebabkan adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Aleh karena itu ventilasi pada meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra penghidu.
17
Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus, indra penghindu dapat kembali normal setelah infeksi hilang. "(
(. @ejala Abjektif a. Pembengkakan dan udem 4ika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena se=ara akut, dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti meraba beludru. b. Sekret nasal ukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif, sinus-sinuslah yang merupakan pusat fokus peradangan sema=am ini. !danya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan ke=urigaan adanya suatu peradangan dalam sinus. Pus di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinus maksila, sinus frontal atau sinus etmoid anterior, karena sinus-sinus ini bermuara ke dalam meatus medius "3. 3., P'm'"i&!aan Rino!in!iti!
". Pemeriksaan fisik Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena disamping pemeriksan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior."#
18
(. 1ransluminasi 1ransluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. 3. Pemeriksaan radiologi a. 5oto rontgen sinus paranasal Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Eaters, P! dan
19
b. 21-S=an 62omputer 1omography7 sinus paranasal Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang 21-S=an aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, 21S=an adalah =ara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah. 21-S=an koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Abstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas. 21-S=an dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan sistem gradasi yaitu staging "und!#ackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan se=ara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran 21 s=an. "und!#acKay Radiologic $taging $ystem ditentukan dari lokasi @radasi Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid, Penilaian @radasi radiologik dari )-(, @radasi ) : 1idak ada kelainan, @radasi " : Apasifikasi parsial @radasi ( : Apasifikasi komplit."#
20
#. 9asoendoskopi 9asoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor." 3.- Dia%no!i! Rino!in!iti!
@ejala klinik rinosinusitis kronis menurut American Academy of %tolaryngic Allergy 6!!A!7, dan American Rhinologic $ociety 6!RS7 adalah rinosinusitis yang berlangsung lebih dari "( minggu dengan ( gejala mayor atau lebih atau " gejala mayor disertai ( gejala minor atau lebih. Berdasarkan kriteria 1ask 5or=e on Rinosinusitis, gejala mayor skor diberi skor ( dan gejala minor skor ", sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai berikutF @ejala ayor: 9yeri sinus G skor (, 0idung buntu G skor (, ngus purulen G skor (, Post nasal drip G skor (, @angguan penghidu G skor (, Sedangkan @ejala inor: 9yeri kepala G skor ", 9yeri geraham G skor ", 9yeri telinga G skor ", Batuk G skor ", *emam G skor ", 0alitosis G skor " dan skor total gejala klinik G "/ Pengukuran skor total gejala klinik dikelompokkan menjadi dua, yaituF sedang-berat 6skor H'7, dan ringan 6skor I'7 dengan Skor total gejala klinik: skala nominal. " 3. P'nata#a&!anaan
21
4ika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi &A, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista, jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan. 4ika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya. a. edikamentosa ". !ntibiotika eskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai terapi a%al. Pilihan antibiotika harus men=akup J-laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke , yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. 4ika ada perbaikan antibiotik diteruskan men=ukupi ") 8 "# atau lebih jika diperlukan. 4ika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. 4ika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidaKol. 4ika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun."/ (. 1erapi edik 1ambahan &ekongestan,
*ekongestan
berperan penting
sebagai
terapi
a%al
mendampingi antibiotik. *ekongestan oral menstimulasi reseptor L-adrenergik
22
dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilas i. Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl!propanolamine. &arena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati. *ekongestan topikal mempunyai efek yang lebih =epat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama 6lebih dari hari7 akan menyebabkan rinitis medika mentosa. Antihistamin !lergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih dari )$ kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga kemungkinan imunoterapi. &arena antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine acrivastine cetirizine fexofenadine dan loratadine. Kortikosteroid ada ( jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid topikal dan kortikosteroid oral , kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo>anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis. Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan non-alergi. eskipun obat semprot ini tidak men=apai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan meatus medius hilang .
23
Sedangkan kortikosteroid oral dapat men=apai seluruh rongga sinus. 1erapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot merata."/ b. Penatalaksanaan Aperatif Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan bedah. Beberapa ma=am tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior, 2ald%el-
24
&euntungan BS+5 adalah penggunaan endoskop dengan pen=ahayaan yang sangat terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rin=i adanya kelainan patologi dirongga-rongga sinus. *engan ini ventilasi sinus lan=ar se=ara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal akan sembuh sendiri." 3./ Kom0#i&a!i Rino!in!iti!
&ompikasi rinosinusitis telah menurun se=ara nyata sejak ditemukan antibiotika. &omplikasi yang dapat terjadi ialah: !. Asteomielitis dan abses subperiostal Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral. B. &elainan Arbita *isebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata 6orbita7. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila . Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Cariasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus. 2. &elainan ntrakranial *apat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. *. &elainan Paru
25
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. !danya kelainan sinus paranasal disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial."'
BAB ) KESIMPULAN
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering seluruh dunia. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat di ikuti infeksi bakteri. @ejala yang paling sering di keluhkan ialah nyeri kepala, obstruksi hidung dan adanya sekret hidung berupa serosa, dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan nyeri tekan pada sinus yang terkena. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior di temukan mukosa livide, dan konka hipertropi. *an pada pemeriksaan rontgen SP9 tampak gambaran radio opak pada sinus yang terkena. Penatalaksanaan untuk rinosinusitis bisa se=ara konservatif dan operatif.
26
DA$TAR PUSTAKA
".
*arma%an, S., dkk, ()). @ambaran &linis Pasien Sinusitis di *epartemen 5&; RS2 "'-())#. edia edika ndonesia Colume #) 9omor 3.
(.
Ballenger jj, ". nfeksi Sinus Paranasal Penyakit 0idung 1enggorok &epala *an
3.
Suejipto *, angkusumo,. ()"). !natomi hidung dan sinus paranasal 4akarta: +@2.
#. Stammberger, 0.,
Broek, P.C.*, 5eenstra <., ()"). !natomi dan 5isiologi Sinus Paranasal. Buku Saku lmu &esehatan 1enggorok, 0idung, dan 1elinga. +disi "(. 4akarta: +@2, -")).
/.
Soepardi +!., skndar 9., Baharuddin., Restuti ()") Buku !jar lmu &esehatan 1elinga 0idung 1enggorok &epala *an
27
.
Benninger, .S., ())'. Rhinosinusitis. n: Bro%ning @.@., et al. S=ottBro%nMs Atorhinolaryngology, 0ead and 9e=k Surgery. th ed. @reat Britain: 0odder !rnold, "#3-"##.
'.
5okkens E, et al, ()). +uropean Position Paper on Rhinosinusitis and 9asal Polyps. Rhinology # Supplement ().
. 0edayati, et al, ()"). Prevalen=e of 5ungal Rhinosinusitis !mong Patients %ith 2hroni= Rhinosinusitis 5rom ran. 4ournal de y=ologie edi=ale (/". ").
.
28
29