PTERYGIUM
I.
DEFENISI
Pterygium Pterygium merupakan merupakan suatu pertumbuha pertumbuhan n fibrovaskular fibrovaskular konjungtiva konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwarna merah.
(1)
Pterygium berasal dari bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya “wing” atau sayap. Menurut Hamurwono Hamurwono pterygium merupakan Konjungtiva Konjungtiva bulbi patologik patologik yang menunjukkan menunjukkan penebalan penebalan berupa lipatan berbentuk berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di kornea.
(2)
Gambar 1. Pterygium
II.
EPIDEMIOLOGI
1
Pterygium Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. kering. Prevalensi juga tinggi tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <370 lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang 400.(3) Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi lokasi geogra geografisny fisnya. a. Di daratan daratan Amerika Amerika serikat, serikat, Prevale Prevalensin nsinya ya berkisa berkisar r kurang dari 2% untuk daerah di atas 40 o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36 o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet ultraviolet lebih tinggi di bawah garis garis lintang lintang.. Sehingg Sehinggaa dapat dapat disimpu disimpulkan lkan penuru penurunan nan angka angka kejadia kejadian n di lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. pterygium. Prevalensi Prevalensi pterygium pterygium mening meningkat kat dengan dengan umur, umur, terutam terutamaa dekade dekade ke 2 dan 3 kehidu kehidupan. pan. Insiden Insiden tinggi pada umur antara 20-49 tahun. Pterygium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan umur tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar rumah. (3,4) III.
ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan transparan dan tipis yang yang
memb membu ungku ngkuss
palpebralis) palpebralis)
dan
perm permuk ukaa aan n permukaan permukaan
post poster erio iorr anterior
kelo kelopa pak k
sklera
mata mata
(kon (konju jung ngti tiva va
(konjungtiva (konjungtiva
bulbaris). bulbaris).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea dilimbus. (5) Sesuai dengan namanya, konjungtiva menghubungkan antara bola mata dan kelopak mata. Dari kelopak mata bagian dalam, konjungtiva terlipat ke bola mata baik dibagian atas maupun bawah. Refleksi Refleksi atau lipatan ini disebut dengan forniks superior dan inferior. Forniks superior terletak 8-10 mm dari limbus sedangkan sedangkan forniks inferior terletak 8 mm dari limbus. Lipatan tersebut membentuk ruang potensial yang disebut dengan sakkus konjungtiva, yang
2
bermuara bermuara melalui fissura palpebra palpebra antara kelopak mata superior superior dan inferior. Pada Pada bagi bagian an media mediall konju konjungt ngtiva iva,, tidak tidak ditem ditemuk ukan an forn fornik iks, s, tetap tetapii dapat dapat ditem ditemuk ukan an karu karunk nkula ula dan dan plik plikaa semil semilun unari ariss yang yang pent penting ing dalam dalam siste sistem m lakrimal. Pada bagian lateral, forniks bersifat lebih dalam hingga 14 mm dari limbus.(6) Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian: 1. Konjungtiva Palpebra Mula Mulaii pada pada mucocutaneu mucocutaneuss junction yang yang terlet terletak ak pada pada bagian bagian posterior posterior kelopak mata yaitu daerah dimana epidermis epidermis bertransformasi bertransformasi menjadi konjungtiva. Dari titik ini, konjungtiva melapisi erat permukaan dalam kelopak mata. Konjungtiva Konjungtiva palpebra palpebra dapat dibagi lagi menjadi menjadi zona marg margin inal al,, tars tarsal al,, dan dan orbi orbita tal. l. Konj Konjun ungt gtiv ivaa marg margin inal al dimu dimula laii pada pada mucocutaneu mucocutaneuss junction junction hingga konjungtiva konjungtiva proper. proper. Punktum Punktum bermuara bermuara pada sisi medial dari zona marginal marginal konjungtiva konjungtiva palpebra palpebra sehingga sehingga terbe terbentu ntuk k komu komunik nikasi asi antara antara konj konjun ungt gtiv ivaa deng dengan an siste sistem m lakrim lakrimal. al. Kemud Kemudian ian zona zona tarsal tarsal konju konjungti ngtiva va merupa merupakan kan bagian bagian dari dari konju konjungt ngtiva iva palpebralis palpebralis yang melekat melekat erat pada tarsus. Zona Zona ini bersifat sangat vaskuler vaskuler dan translusen. translusen. Zona terakhir terakhir adalah zona orbital, orbital, yang mulai mulai dari ujung perifer tarsus hingga hingga forniks. Pergerakan Pergerakan bola mata menyebabka menyebabkan n perlipatan perlipatan horisontal horisontal konjungtiva konjungtiva orbital, terutama jika mata terbuka. Secara fungsional, konjungtiva palpebra merupakan daerah dimana reaksi patologis patologis bisa ditemui. ditemui.(6) 2. Konjungtiva Bulbi Menutu Menutupi pi sklera sklera dan mudah mudah digerak digerakkan kan dari dari sklera sklera dibawa dibawahny hnya. a. Konju Konjungt ngtiva iva bulbi bulbi dimulai dimulai dari forniks forniks ke limbus, limbus, dan bersifat bersifat sangat sangat translusen sehingga sklera dibawahnya dapat divisualisasikan. Konjungtiva bulbi bulbi melekat longgar longgar dengan dengan sklera melalui jaringan alveolar, alveolar, yang memung memungkin kinkan kan mata mata bergera bergerak k ke segala segala arah. arah. Konju Konjungt ngtiva iva bulbi bulbi juga juga melekat pada tendon muskuler rektus yang tertutup oleh kapsula tenon. Sekitar Sekitar 3 mm dari limbus, limbus, konjung konjungtiva tiva bulbi menyatu menyatu dengan dengan kapsul kapsulaa tenon dan sklera.(6)
3
3. Konjungtiva Forniks Merupkan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. bulbi. Lain halnya dengan dengan konjungtiva konjungtiva palpebra palpebra yang melekat erat pada struktur sekitarnya konjungtiva forniks ini melekat secara longgar dengan struktur di bawahnya yaitu fasia muskulus levator palpebra superior serta muskulus rektus. Karena perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva forniks dapat bergerak bebas bersama bola mata ketika otot-otot tersebut berkontraksi. berkontraksi. (6)
Gambar 2. Konjugtiva
Konju Konjung ngtiv tivaa di vasku vaskular larisa isasi si oleh oleh arter arterii ciliar ciliaris is anteri anterior or dan dan arter arterii palpebralis. palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis beranastomosis dengan dengan bebas dan bersama banyak banyak
vena konjungtiva konjungtiva yang umumnya umumnya mengikuti mengikuti
pola arterinya
membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe limfe konjun konjungti gtiva va tersusun tersusun didalam didalam lapisan lapisan superfi superfisial sial dan profun profundus dus dan bergabung bergabung dengan dengan pembuluh pembuluh lemfe palpebra palpebra membentuk membentuk pleksus limfatikus. limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit. (6) Secara histologis konjungtiva terdiri atas epitel dan stroma. Lapisan epite epitell konju konjung ngtiv tivaa terdi terdirr atas atas 2-5 lapisa lapisan n sel epite epitell silind silindris ris berti berting ngka kat, t, 4
superfi superfisial sial dan basal. basal. Lapisan Lapisan epitel epitel konjung konjungtiva tiva di dekat dekat limbus, limbus, diatas diatas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamous skuamous bertingkat. Sel-sel superfisial superfisial mengandung mengandung sel-sel goblet bulat dan oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata.(6) Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat dekat limbus limbus dapat dapat mengan mengandun dung g pigmen pigmen.. Lapisan Lapisan stroma di bagi bagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengan mengandun dung g jaringa jaringan n limfoid limfoid dan di beberap beberapaa tempat tempat dapat dapat mengan mengandun dung g struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.(6) Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2-3 bulan. Hal ini menjelaskan menjelaskan konjungtivitis konjungtivitis inklusi pada nenonatus nenonatus bersifat papilar bukan folikular dan mengapa mengapa kemudian kemudian menjadi menjadi folikular. folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. (6) Lapisan Lapisan fibrosa fibrosa tersusu tersusun n longga longgarr pada pada bola bola mata. mata. Kelenjar Kelenjar lakrimal lakrimal aksesori aksesorius us (kelenj (kelenjar ar krause krause dan wolfrin wolfring), g), yang yang struktur struktur fungsi fungsinya nya mirip mirip kelenjar lakrimal terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, sisanya di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi tarsus atas.(6) IV. IV.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Pterygium diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang dan degenerasi. (1) Terda erdapa patt
bany banyak ak perd perdeb ebat atan an
meng mengen enai ai
etio etiolo logi gi atau atau peny penyeb ebab ab
pterygium. pterygium. Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya penyebabnya.. Sinar UV-B UV-B merupakan merupakan sinar yang dapat menyebabkan menyebabkan mutasi pada gen suppressor suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional embrional di basal limbus korn kornea ea.. Tanpa anpa adan adanya ya apop apopto tosi siss (pro (progr gram am kema kemati tian an sel) sel),, peru peruba baha han n
5
pertumbuhan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi menjadi berlebihan berlebihan dan menyebabkan menyebabkan pengaturan pengaturan berlebihan berlebihan pula pada sistem kolagenase, kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi degenerasi elastoid kolage kolagen n dan timbuln timbulnya ya jaringan jaringan fibrove fibrovesiku sikular lar,, seringk seringkali ali disertai disertai dengan dengan infla inflama masi. si. Lapis Lapisan an epite epitell dapa dapatt saja saja norma normal, l, meneb menebal al atau atau meni menipis pis dan dan biasanya biasanya menunjukka menunjukkan n dysplasia. dysplasia. (7) Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan lainnya atau kekeringan kekeringan juga berfungsi berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. pterygium. Orang yang banyak banyak menghabiskan menghabiskan waktunya waktunya dengan melakukan melakukan aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula diband dibanding ingkan kan dengan dengan orang orang yang yang melakuk melakukan an aktivit aktivitas as di dalam dalam ruanga ruangan. n. Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter). (7) Pteryg Pterygiu ium m bany banyak ak terda terdapa patt di nasal nasal daripa daripada da temp tempor oral. al. Peny Penyeb ebab ab dominannya pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa menyamping (side-on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal tersebut. (7) Teori eori lainnya lainnya menyeb menyebutk utkan an bahwa bahwa pteryg pterygium ium memilik memilikii bentuk bentuk yang yang menyerupai tumor. Karakteristik ini disebabkan karena adanya kekambuhan setelah dilakukannya reseksi dan jenis terapi yang diikuti selanjutnya (radiasi, antimetabolit). Gen p53 yang merupakan penanda neoplasia dan apoptosis ditemukan pada pterygium. Peningkatan ini merupakan kelainan pertumbuhan yang mengacu pada proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada kelainan degeneratif. (7) 1.
Paparan sinar matahari (UV) Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembanga perkembangan n terjadinya terjadinya pterigium. pterigium. Hal ini menjelaskan menjelaskan mengapa mengapa
6
insiden insidennya nya sangat sangat tinggi tinggi pada pada popula populasi si yang yang berada berada pada pada daerah daerah dekat equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan. (7) 2.
Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu) Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah adalah alergen alergen,, bahan bahan kimia kimia berbah berbahaya aya,, dan bahan bahan iritan iritan (angin, (angin, debu debu,, polu polutan tan). ). UV-B UV-B meru merupa paka kan n mutag mutagen enik ik untu untuk k p53 p53 tumo tumor r supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis patologis yang terjadi adalah degenerasi degenerasi elastoid kolagen kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan dest destru ruks ksii
memb membra ran n
Bowm Bowman an
akib akibat at
pert pertum umbu buha han n
jari jaring ngan an
fibrovaskuler. (7) Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga. (7) 2. Pekerjaan Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV. (7) 3. Tempat tinggal Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatuli khatulistiw stiwaa memilik memilikii angka angka kejadian kejadian pterygi pterygium um yang yang lebih lebih tinggi. tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehid kehidup upan anny nyaa pada pada garis garis lintan lintang g kuran kurang g dari dari 300 memilik memilikii risiko risiko penderita penderita pterygium 36 kali lebih besar besar dibandingkan dibandingkan daerah yang lebih lebih selatan. (7)
7
4. Jenis kelamin Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan. 5. Herediter Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan . (7) 6. Infeksi Huma Human n Papi Papilo loma ma Virus irus (HPV (HPV)) diny dinyat atak akan an seba sebaga gaii fakt faktor or penyebab penyebab pterygium pterygium.. (7) 7. Faktor risiko lainnya Kelem Kelemba baba ban n yang yang renda rendah h dan mikr mikrot otrau rauma ma karen karenaa parti partike kell partikel tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium. (7) V.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya pterigium berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet, kekeringan, inflamasi dan paparan angin dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B yang bersifat mutagen terhadap gen P53 yang berfungsi sebagai tumor suppressor suppressor gene gene pada stem sel di basal limbus. (8) Pelepasan yang berlebih dari sitokin seperti transforming growth factor beta (TGF-β) (TGF-β) dan vascular vascular endothelial endothelial growth growth factor (VEGF) (VEGF) yang berperanan berperanan penting dalam pening peningkatan katan regulasi regulasi kolagen, kolagen, migrasi migrasi sel angiogenesis. angiogenesis. (8) Selanju Selanjutny tnyaa terjadi terjadi peruba perubahan han patolog patologii yang terdiri terdiri dari degene degenerasi rasi kolagen elastoid dan adanya jaringan fibrovaskular supepithelial. Pada kornea nampak nampak kerusaka kerusakan n pada pada membran membranee bowman bowman oleh karena karena bertumb bertumbuhn uhnya ya jaringan jaringan fibrovaskuler fibrovaskuler,, yang sering kali disertai dengan dengan adanya inflamasi ringan. Epitel bisa normal, tebal atu tipis dan kadang-kadang terjadi dysplasia. (8)
VI.
KLASIFIKASI PTERYGIUM
8
Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium stadium,, progre progresifit sifitasny asnyaa dan berdasa berdasarkan rkan terlihat terlihatnya nya pembul pembuluh uh darah darah episklera , yaitu: 1.
Berdasarkan tipenya pterigium dibagi atas 3 : -
Tipe I : Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. kornea. Stocker’s line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel epitel kornea kornea dan kepala kepala pterigiu pterigium. m. Lesi Lesi sering sering asimpto asimptomati matis, s, meski meskipu pun n sering sering meng mengala alami mi infla inflama masi si ringa ringan. n. Pasie Pasien n yang yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
-
Tipe ipe II : di sebut sebut juga juga pterig pterigiu ium m tipe tipe prime primerr adva advance nced d atau atau ptrerigium ptrerigium rekuren rekuren tanpa keterlibatan keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterigium pterigium sering nampak nampak kapiler-kapiler kapiler-kapiler yang membesar. membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah oper operasi asi,, berpe berpeng ngaru aruh h deng dengan an tear tear film film dan menimb menimbulk ulkan an astigmat. Tipe III: Pterigium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona
-
optik ptik..
Meru Merupa pak kan
bent bentu uk
pte pterig rigium ium
yang yang
pali paling ng
bera berat. t.
Keterlibatan zona optik membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang yang luas luas khusu khususny snyaa pada pada kasus kasus rekuren rekuren dapat dapat berhub berhubung ungan an deng dengan an fibro fibrosis sis subk subkon onju jung ngtiv tivaa yang yang melu meluas as ke fornik fornikss dan dan biasanya biasanya menyebabkan menyebabkan gangguan gangguan pergerakan pergerakan bola mata serta kebutaan 2.
Berdasarkan stadium pterigium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu: o
Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.
o
Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
o
Stadium III : jika pterigium sudah melebihi melebihi stadium II tetapi tidak tidak melebi melebihi hi pinggir pinggiran an pupil pupil mata mata dalam dalam keadaa keadaan n cahaya cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).
9
o
Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.
Gambar 2. Pterigium stadium 1
Gambar 4.Pterigium stadium 3
3. Berdasarka Berdasarkan n
Gambar 3. Pterigium stadium 2
Gambar 5. Pterigium stadium 4
perjala perjalanan nan penyakit penyakitnya nya,, pterigiu pterigium m dibagi dibagi menjadi menjadi 2
yaitu: -
Pterigiu Pterigium m progre progresif sif : tebal tebal dan vaskul vaskular ar denga dengan n beberap beberapaa infiltrat di kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium) pterigium)
-
Pter Pterig igiu ium m reg regresi resiff : tipi tipis, s, atro atrofi fi,, sedi sedik kit vask vaskul ular ar.. Akhi Akhirn rnya ya menjadi bentuk membran, tetapi tidak pernah hilang.
4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus diperiksa dengan slit dengan slit lamp pterigium dibagi 3 yaitu: -
T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat
-
T2 (int (inter erme medi diet et)) : pemb pembul uluh uh dar darah ah epi episk skle lera rall seba sebagi gian an ter terli liha hatt
-
T3 ( fleshy, fleshy, opaque opaque)) : pembuluh darah tidak jelas. (5,9)
10
Pterigium Duplex adalah lesi yang biasanya dijumpai pada sisi nasal dan temporal pada satu mata pasien. VII. GAMBARAN KLINIK
Gejala Gejala klinis klinis pada pada tahap tahap awal awal biasany biasanyaa ringan ringan bahkan bahkan sering tanpa tanpa keluhan sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, dapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut stadium 3 dan 4 dapat dapat menutu menutupi pi pupil pupil dan aksis visual visual sehingg sehinggaa tajam penglihat penglihatan an menurun. (10)
Pterigium memiliki tiga bagian : i.
Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan kebanyakan terdiri atas fibroblast. fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan Bowman pada kornea. Garis zat besi (iron line/Stocker’s line) dapat dilihat pada bagian anterior anterior kepala. kepala. Area ini juga juga merupa merupakan kan area kornea kornea yang yang kering.
ii.
Bagain Bagain whitish whitish.. Terletak erletak langsung langsung setelah setelah cap, merupa merupakan kan sebuah lapisan vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
iii.
Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak), bergerak), lembut, lembut, merupakan merupakan area vesikuler vesikuler pada konjungtiva konjungtiva bulbi bulbi dan merupakan merupakan area paling ujung. ujung. Badan Badan ini menjadi menjadi tanda tanda
11
khas has
yang yang pali paling ng pent pentin ing g
untu ntuk
dilak ilaku ukan kannya nya
kore koreks ksii
pembedahan. pembedahan. (11)
VIII.
DIAGNOSIS Anamnesis
Pada Pada anamne anamnesis sis didapa didapatkan tkan keluhan keluhan berupa berupa mata sering sering berair berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan keluhan berupa gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat didapatkan adanya adanya diplop diplopia, ia, biasany biasanyaa penderi penderita ta mengel mengeluhk uhkan an adanya adanya sesuatu sesuatu yang yang tumb tumbuh uh di korn kornea ea dan dan khaw khawat atir ir akan akan adan adanya ya kega kegana nasa san n atau atau alas alasan an kosmetik, keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, dan ada yang mengganjal. (2) Pemeriksaan fisis
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan permukaan konjuntiva. konjuntiva. Pterigium Pterigium dapat memberikan memberikan gambaran gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat dan flat .(10) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh pterigium.(4) PENATALAKSANAAN
IX.
1.
Konservatif
Penang Penangana anan n pterigiu pterigium m pada pada tahap tahap awal awal adalah adalah berupa berupa tindaka tindakann nn konser konservat vatif if seperti seperti penyul penyuluha uhan n pada pada pasien pasien untuk untuk mengur mengurang angii iritasi iritasi maupun paparan sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan pemberian air mata buatan/topical lubricating drops.(7) 2. Tindakan operatif
12
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler and Guilermo Pico, yaitu: Menurut Ziegler : a.
Mengganggu visus
b.
Mengganggu pergerakan bola mata
c.
Berkembang progresif
d.
Mendahului suatu operasi intraokuler
e.
Kosmetik Menurut Guilermo Pico : 1.
Progresif, resiko rekurensi > luas
2.
Mengganggu visus
3.
Mengganggu pergerakan bola mata
4.
Masalah kosmetik
5.
Di depan apeks pterigium terdapat Grey Zone
6.
Pada pterigium dan kornea sekitarnya ada nodul pungtat
7.
Terjadi kongesti (klinis) secara periodik. (7) Pada prinsipnya, tatalaksana pterigium adalah dengan dengan tindakan tindakan operasi. Ada berbag berbagai ai macam macam teknik teknik operasi operasi yang yang digunak digunakan an dalam dalam penanganan penanganan pterigium pterigium di antaranya antaranya adalah: adalah: 1.
Bare Bare sclera : bertujuan bertujuan untuk menyatukan menyatukan kembali kembali konjungtiva konjungtiva deng dengan an perm permuk ukaa aan n skle sklera ra.. Keru Kerugi gian an dari dari tekn teknik ik ini ini adal adalah ah ting tinggi giny nyaa ting tingka katt reku rekure rens nsii pasc pascaa pemb pembed edah ahan an yang yang dapa dapatt mencapai 40-75%.(7,3)
2.
Simple closure closure : meny menyatu atuka kan n lang langsu sung ng sisi sisi konj konjun ungt gtiva iva yang yang terbuka terbuka,, diman diman teknik teknik ini dilakuk dilakukan an bila bila luka luka pada pada konjun konjuntiva tiva relatif kecil. (7,3)
3.
Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap penempatan flap.. (7,3)
13
4.
Rotational Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi eksisi untuk membentuk membentuk seperti seperti lidah pada pada konjung konjungtiva tiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi. (7,3)
5.
Conjungtival graft : graft : menggunakan free menggunakan free graft graft yang yang biasanya diambil dari konjung konjungtiva tiva bulbi bulbi bagian bagian superior, superior, dieksis dieksisii sesuai sesuai dengan dengan ukur ukuran an luka luka kemu kemudia dian n dipi dipind ndahk ahkan an dan dan dijah dijahit it atau atau difik difiksas sasii dengan dengan bahan bahan perekat perekat jaringa jaringan n (misalny (misalnyaa Tisseel isseel VH, Baxter Baxter Healthcare, Healthcare, Dearfield, Dearfield, Illionis Illionis). ).(7,3)
Gambar 7. Teknik Operasi Pterigium
14
X.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan pseudopterigium. Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orangtu orangtua, a, terutama terutama yang yang matanya matanya sering sering mendap mendapatka atkan n rangsang rangsangan an sinar sinar matahari, matahari, debu, debu, dan angin angin panas. panas. Yang membed membedaka akan n pterigiu pterigium m dengan dengan pinguekula pinguekula adalah bentuk nodul, nodul, terdiri atas jaringan hyaline dan jaringan elastic kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang.
(7)
Pseudo Pseudopter pterigiu igium m merupa merupakan kan perleka perlekatan tan konjun konjungtiv gtivaa dengan dengan kornea kornea yang yang cacat. cacat. Sering Sering pseudop pseudopterig terigium ium ini terjadi terjadi pada pada proses proses penyem penyembuh buhan an tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk berbentuk oblieq. Sedangkan Sedangkan pterigium pterigium ditemukan ditemukan secara horizontal horizontal pada posisi jam jam 3 atau atau jam 9. (7)
15
Gambar 8. Pinguekula XI.
Gambar 9. Pseudopterigium
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada pterygium, adalah : - Distorsi dan penglihatan berkurang - Mata merah - Iritasi - Scar (jaringan parut) kronis pada konjungtiva dan kornea - Pada Pada pasi pasien en yang yang belu belum m exic exicis isi, i, scar scar pada pada otot otot rect rectus us medi medial al dapa dapatt
menyebabkan terjadinya diplopia. (3) Komplikasi post eksisi pterygium, adalah:
16
-
Infek Infeksi, si, reaks reaksii baha bahan n jahit jahitan an (ben (benang ang), ), dipl diplop opia, ia, scar scar corne cornea, a, conjung conjungtiva tiva graft graft longgar longgar dan komplik komplikasi asi yang yang jarang jarang termasu termasuk k perforasi perforasi bola mata, mata, vitreous vitreous hemorrhage hemorrhage atau retinal retinal detachment. detachment.
-
Penggunaan mytomicin C post operasi dapat menyebabkan ectasia atau melting pada sclera dan kornea.
-
Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterygium adalah rekuren pterygium pterygium post post operasi. (3)
XII.
PROGNOSIS
Peng Pengli liha hata tan n dan dan kosm kosmet etik ik pasi pasien en sete setela lah h diek dieksi sisi si adal adalah ah baik baik.. Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan dengan pterigiu pterigium m rekure rekuren n dapat dapat dilakuk dilakukan an eksisi eksisi ulang ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau autograft atau transplantasi membran amnion. (4)
LAPORAN KASUS
Seora Seorang ng pend pender erita ita lakilaki-lak laki, i, umur umur 33 tahun tahun,, suku suku Minah Minahasa asa,, peke pekerja rjaan an Nelayan, Nelayan, agama Kristen Protestan, alamat Kalasey, Kalasey, datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D. Kandou pada tanggal 09 Agustus 2012 dengan keluhan utama: Rasa mengganjal pada kedua mata.
I. ANAMNESIS
Keluhan utama : Rasa mengganjal pada kedua mata Anamne Anamnesa sa : dialami dialami sejak sejak ± 5 tahun tahun yang lalu secara secara perlahan perlahan-lah -lahan, an, awalny awalnyaa tampak tampak selaput selaput kecil kecil yang yang lama-ke lama-kelama lamaan an membes membesar ar.. Pengli Penglihata hatan n terganggu (-), nyeri (-), air mata berlebih (+), silau (-), kotoran mata berlebih (-), rasa berpasir (+), riwayat mata merah sebelumnya sebelumnya (+).
17
Riwayat Riwayat sering terpapa terpaparr sinar sinar matahari matahari (+), pasien pasien bekerja bekerja sebagai sebagai pelaut. Riwayat Riwayat hipertensi hipertensi (-) (-) dan riwayat riwayat DM (-), riwayat riwayat trauma (-). II. PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan fisik status generalis keadaan umum cukup, kesadaran kompos mentis, mentis, tekanan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88 x/mnt, respirasi 18 x/mnt, suhu badan (aksiler) 36,6 oC. Paru dan jantung dalam batas normal, abdomen dalam batas normal, ekstremitas ekstremitas akral hangat. hangat. Status Psikiatrik sikap, ekspresi dan respon penderita penderita baik (wajar). Status Neurologik motorik dan sensibilitas baik A. INSPEKSI
OD
OS
1. Palpebra
Edema(-)
Edema(-)
2. Apparatus Lakirmalis
Lakrimasi (-)
Lakrimasi (-)
3. Silia
Sekret (-)
Sekret (-)
4. Konjungtiva
Hiperemis(+)
Hiperemis (+)
Terdapat
selaput
Terdapat
selaput
berbentuk berbentuk segitiga di
berbentuk berbentuk segitiga di
nasal
dan
nasa nasall
dan dan
bola
mata
bola
mata
temporal dengan dengan
tem tempora porall dengan dengan
apeks apeks sudah sudah melewati melewati
apeks sudah melewati
limbus
limb imbus
tapi
mencapai pupil
belum
tap tapi
belum
mencapai pupil
5. Kornea
Jernih
Jernih
6. Bilik Mata Depan
Normal
Normal
7. Iris
Coklat, kripte (+)
Coklat, kripte (+)
8. Pupil
Bulat sentral
Bulat sentral
9. Lensa
Jernih
Jernih
10.Mekanisme muskular
18
B. PALPASI
OD
OS
1. Tensi Okular
Tn
Tn
2. Nyeri tekan
-
-
3. massa tumor
-
-
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
4.
glandula
pre-
aurikuler
C. TONOMETRI TIOD : 17,3 mmHg TIOS : 17,3 mmHg D. VISUS : VOD:6/6 VOS: 6/6 E. CAMPUS VISUAL: Tidak dilakukan pemeriksaan. F. COLOR SENSE: SENS E: Tidak dilakukan pemeriksaan. G. LIGHT SENSE: Tidak dilakukan pemeriksaan.
H. PENYINARAN OPTIK 1.
Konjungtiva
DEKSTRA Hiperemis seg segitig itigaa
(+ (+),
di
temporal
SINISTRA se selaput
nasal asal bola
Hiper Hiperem emis is
dan dan
segiti itiga
mata
temporal
(+), (+),
di
sela selapu putt
nasal bola
dan mata
denagn denagn apeks apeks melewa melewati ti
deng dengan an apek apekss mele melewa wati ti
limbus
limbus
tapi
belum
mencapai pupil
tapi
belum
mencapai pupil
2.
Kornea
Jernih
Jernih
3.
BM D
Normal
Normal
4.
Iris
Coklat, kripte(+)
Coklat, kripte(+)
5.
Pupil
Bulat sentral, Refleks
Bulat sentral, Refleks
19
cahaya (+) 6.
Lensa
Jernih
cahaya (+) Jernih
J. OFTALMOSKOPI: - FOD : Refleks fundus (+), papil n.optik berbatas tegas, CDR : 0,3, A.V : 2/3, makula : refleks fovea (+), retina perifer kesan normal. - FOS : Refleks fundus (+), papil n.optik berbatas tegas, CDR : 0,3, A.V : 2/3, makula : refleks fovea (+), retina perifer kesan normal. K. SLIT LAMP: -SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput segitiga di bagian nasal dan temporal, meng mengara arah h ke limbu limbuss korn kornea, ea, tamp tampak ak apeks apeks melew melewati ati limbu limbuss tapi tapi belum belum mencapai mencapai pupil, BMD BMD normal, normal, iris coklat, kripte (+), pupil pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. - SLOS : Konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput segitiga di bagian nasal dan temporal, meng mengara arah h ke limbu limbuss korn kornea, ea, tamp tampak ak apeks apeks melew melewati ati limbu limbuss tapi tapi belum belum mencapai mencapai pupil, BMD BMD normal, normal, iris coklat, kripte (+), pupil pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. L. USG B-SCAN : Tidak dilakukan pemeriksaan M. LABORATORIUM LABORATORIUM : Tidak dilakukan dila kukan pemeriksaan pemeriksaa n N. RESUME RESUME Seorang laki-laki, umur 33 tahun datang ke RS dengan keluhan utama rasa mengganja mengganjall pada pada kedua kedua mata, mata, dialami dialami sejak ± 5 tahun tahun yang yang lalu secara secara perlah perlahan an-la -laha han, n, awaln awalnya ya tampa tampak k selapu selaputt kecil kecil yang yang lamalamakelam kelamaan aan memb membes esar ar.. Visus isus menu menuru run n (-), (-), nyeri nyeri (-), (-), lakri lakrimas masii (+), (+), fotof fotofob obia ia (-), sekret sekret (-), rasa berpas berpasir ir (+), riwayat riwayat
mata mata merah merah
sebelum sebelumnya nya (+). Riwaya Riwayatt sering sering terpapa terpaparr sinar sinar matahar mataharii (+), pasien pasien
20
bekerja sebagai pelaut. Riwayat Riwayat hipertensi hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat trauma (-). Pada Pada pemerik pemeriksaan saan fisis didapatk didapatkan, an, pemerik pemeriksaan saan tonome tonometri tri dalam dalam batas normal, pemeriksaan visus VOD:6/6, VOS:6/6. Pada pemeriksaan Slit Lamp, Lamp, SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput segitiga di bagian nasal dan temporal, temporal, mengarah mengarah ke limbus kornea, kornea, tampak apeks melewati melewati limbus tapi belum mencapai mencapai pupil, BMD BMD normal, iris coklat, coklat, kripte (+), pupil pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. SLOS : Konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput segitiga di bagian nasal dan temporal, mengarah ke limbus kornea, tampak apeks melewati limbus tapi belum mencapai pupil, BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil pupil bulat, sentral, RC (+), (+), lensa jernih. jernih. Pada Pada pemeriksaan pemeriksaan oftalmoskopi, oftalmoskopi, FOD : Refleks Refleks fundus (+), papil n.optik berbatas tegas, CDR : 0,3, A.V : 2/3, makula : refleks fovea (+), retina perifer kesan normal. normal. FOS : Refleks fundus fundus (+), papil n.optik n.optik berbatas berbatas tegas, CDR CDR : 0,3, A.V : 2/3, 2/3, makula makula : refleks fovea fovea (+), retina perifer kesan normal. IV. DIAGNOSIS:
Pterigium Stadium II Duplex Okulus Dextra Sinistra V. DIAGNOSIS BANDING:
- Pseudopterigium - Pinguekula VI. TERAPI:
Rencana OD Eksisi Pterigium + Autograft Konjungtiva VII. DISKUSI:
Pasien Pasien ini didiag didiagnos nosaa dengan dengan ODS Pterigi Pterigium um Stadium Stadium II Duplex Duplex berdas berdasarka arkan n anamnesi anamnesis, s, pemerik pemeriksaan saan fisis dan pemerik pemeriksaan saan penunjang. penunjang. Dari anamnesis anamnesis di dapatkan dapatkan rasa selaput pada kedua mata kanan dan kiri dialami kurang lebih 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan inspeksi OD di dapatkan adanya selaput berbentuk berbentuk segitiga pada konjungtiva konjungtiva d en ga n t epi ep i me l ewa ew a ti li mbus mb us , te tapi ta pi belum be lum mel ewa ti pupil pupil,, yang yang menu menunju njukk kkan an tand tandaa ptery pterygi gium um
21
stadium II dan pada OS di dapatkan adanya selaput berbentuk segitiga pada konjungtiva konjungtiva de ngan ng an t ep i me le wa ti li mb us , t et ap i be lu m me nc ap ai pupil, pupil, yang menunju menunjukkan kkan tanda tanda pterygium pterygium stadium stadium II. Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik untuk pterigium. pterigium. Tujuan Tujuan pengobatan pengobatan medikame medikamentosa ntosa adalah adalah untuk untuk menguran mengurangi gi peradangan. peradangan. Bila terjadi peradangan peradangan dapat diberikan diberikan steroid topikal. Tindakan Tindakan pembedahan pembedahan pada pterigium pterigium adalah suatu tindakan tindakan bedah untuk mengangkat jaringan pterigium dengan berbagai teknik operasi. Teknik operasi yang direncanakan direncanakan pada pasien ini adalah teknik teknik graft graft konjun konjungtiv gtivaa dengan dengan alasan alasan karena karena teknik teknik ini diangg dianggap ap paling bagus bagus dalam dalam menurunk menurunkan an rekurensi rekurensi pterygium pterygium.. Diharap Diharapkan kan agar penderi penderita ta sedapat sedapat mungk mungkin in menghi menghindar ndarii faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar matahari, angin dan debu debu serta serta rajin rajin merwat merwat dan menjaga menjaga kebersi kebersihan han kedua kedua mata. mata. Oleh karena itu dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi pelindung pelindung bila keluar rumah. Menurut Menurut pt er ig iu m
be r tu mb uh
meny eba bkan
s ec ar a
pe rl ah an
kepustakaan, kepustakaan, umumnya umumnya dan j ar an g
s eka ek a li
keru sak an yang berm bermak akna na seh sehin ingg ggaa prog progno nosi sisn snya ya
adalah baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.p.2-7,117.
2.
Riri Riri Julia Julianti nti,S. ,S.Ke Ked. d. Pteri Pterigi gium um.[ .[on onli line ne]20 ]2009 09.[ .[ cited cited 201 2011 Maret Maret 08]. 08]. Available from : http://facultyofmedicine.riau.com /procedures/pterigium..html
3.
Laszu Laszuar arni. ni. Preva Prevalen lensi si Pteri Pterigi gium um di Kabu Kabupat paten en Lang Langkat kat.. Tesis esis Dokte Dokter r Spesi Spesial alis is Mata Mata.. Depar Departe teme men n Ilmu Ilmu Keseh Kesehata atan n Mata Mata Faku Fakulta ltass Kedo Kedokte kteran ran Universitas Sumatera Utara. 2009.
22
4.
Jero Jerome me P Fishe isherr, Ptery teryg gium ium. [onl [onlin ine] e].. 201 2011 [cit [citeed 201 2011 July July 24] 24] http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
5.
Voughan & Asbury. Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta Jakart a : EGC. 2010. Hal 119.
6.
Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2011 Maret 08]. Available from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
7.
Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available from : http://www.dokter-online.org/index.php.htm
8.
Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In : Exte Extern rnal al Dise Diseas asee and and Corn Cornea ea.. San San Fran Fransi sisc sco o : Amer Americ ican an Acad Academ emy y of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.
9.
Mahesw Maheswari, ari, sejal. sejal. Pterydi Pterydiumum-ind induce ucedco dcornea rnealrefr lrefracti active ve change changes.[o s.[onlin nline] e] 2007. [cited 2011 August 11]. Aviable Aviable from : http//www.ijo.in/article.asp?issn http//www.ijo.in/article.as p?issn
10.
Anton,dkk. Pterigium. [online] 2010. [ cited 2011 July 10]. Available from: www.inascrs.org/pterygium/
11.
Drakeiron. Pterigium. [online]2009. [cited 2011 August 11]. Avaible from : http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.
23