LAPORAN PENDAHULUAN PTERIGIUM A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Pteregium merupakan pertumbuhan jaringan ikat pa da fibrovaskuler fibrovaskuler konjungtiva bulbar intrapalpebra dengan ektensi ke kornea yang bersifat degeneratif. Pteregium berbentuk segi tiga dengan puncaknya di bagian sentral kornea dan dasarnya di bagian perifer kornea, biasanya terletak di celah kelopak mata bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea. 2. Etiologi - Tidak jelas diduga merupakan sutu neoplasma radang dan degenerasi. - Iritasi korronis oleh suatu debu,sinar ultra violet( cahaya matahari ) dan angin (udara panas ) yang mengenai kongtungtiva bulbi. 3. Patogenesis Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas. 4. Tanda dan gejala - Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme - Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zona Optic) - Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium. 5. Terapi dan Perawatan -Tidak ada pengobatan yang spesifik -Pembedahan : Pengangkatan secara bedah transplantasi kornea,ketebalan parsial diperlukan bila pteregium menarik sumbu pandangan dan mengganggu kenyamanan. 30 ± 50 % pasien pteregium kambuh lagi setelah pembedahan -Bersifat rekuren - Operasi dilakukan bila terjadi t erjadi kemunduran tajam penglihatan penglihatan atau gangguan kosmetik kosmetik (Estetika) - Bila meradang dapat diberikan steroid atau obat tetes mata dekongestan - Pada keadaan residif (kemungkinan tumbuh kembali) dapat dilakukan (Beta) (stronsium 90), atau eksterpasi dan F penyinaran sinar transplantasi mukosa mulut. Radiasi Beta pasca operasi menurunkan angka kekambuhan namun bukannya tanpa komplikasi - Tetes mata Mitomycin (Bahan anti metabolik) efektif mencegah kekambuhan. kekambuhan. Mitomycin C adalah bahan anti myoplastik yang mempunyai efek samping seperti infalamasi, photo phobia, pengeluaran air mata dan nyeri. - Perawatan yang penting lindungi mata dari sinar matahari langsung, debu atau udara panas. Gunakan juga kaca mata pelidung untuk menghindari pajanan sinar matahari debu dan udara. B. ASUHAN KEPERAWATAN. 1. Data Demografi Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, p endidikan, pekerjaan dst. 2. PolaFungsional a.Persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan Keluhan Utama : Penglihatan kabur Riwayat penyakit :
-Sejak kapan dirasakan, sudah berapa lama - Gambaran gejala apa yang dialami, apa yang memperburuk atau memperbaiki? -apa yang dilakukan untuk menyembuhkan gejala. Penggunaan obat sekarang : Riwayat penyakit dahulu : Riwayat trauma pada mata Riwayat penyakit keluarga : Keluarga yang pernah menderita b.Pola aktivitas: Aktivitas sedikit terganggu c.Pola kognitif ± Konseptual -Terjadi kemunduran tajam penglihatan, pandangan kabur -Pemeriksaan Fisik mata : Konjungtiva h Visus 3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul Preoperasi 1. Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori akibat pterigium. Intervensi: - Tentukan ketajaman mata klien, catat apakah satu / dua mata yang gejala terlibat. -Orientasikan klien pada lingkungan sekitar -Letakkan barang yang dibutuhkan klien di dekatnya - Libatkan klien dan orang lain dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari 2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur invasive (bedah) yang akan dilaksanakan. Intervensi: -Kaji tingkat ansietas -Beri penjelasan tentang prosedur operasi yang a kan dilaksanakan - Beri dukungan moril berupa doa dan motivasi untuk klien Post operasi 1. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan trauma jar ingan sekunder terhadap operasi transplantasi kornea -Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien -Ajarkan kepada klien metode distraksi / relaksasi -Ciptakan tempat tidur yang nyaman - Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik 2. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif) bedah. Intervensi: -Pantau balutan setiap 2 - 4 jam - Diskusikan dengan klien tentang pentingnya mencuci tangan sebelum mengobati -Gunakan tehnik aseptik dalam perawatan post operatif - Beri obat-obatan sesuai indikasi seperti obat t etes mata. 3. Resiko terhadap injury (cidera) yang berhubungan dengan perubahan ketajaman penglihatan. Intervensi: -Kaji ketajaman penglihatan - Rencanakan semua perawatan denagn klien, jelaskan rutinitas setiap hari -Pertahankan barang-barang klien ditempat yang sa ma -Bantu dalam beraktivitas sesuai dengan kebutuhan -Anjurkan untuk menggunakan alat bantu misal tongkat - Pertahankan penutup mata untuk meningkatkan perlindungan 4. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post operasi.
Intervensi: -Tentukan ketajaman penglihatan -Orientasikan klien pada lingkungan, staf, orang lain di sekitar - Letakkan barang yang sering diperlukan dalam jangkauan sisi yang tidak dioperasi - Anjurkan klien untuk mengkonsumsi nutrisi yang bergizi, misalnya buah-buahan yang berwarna kuning, seperti pepaya, wortel dan lain-lain - Berikan obat-obatan sesuai terapi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah. Intervensi: - Berikan penguatan kewaspadaan secara berhati-hati berhubungan dengan penempatan perabot rumah tangga dan lain-lain - Berikan penjelasan mengenai kondisi penyakit, proses sebelumnya dan sesudah dilakukan pembedahan - Jelaskan dan ajarkan perawatan secara teratur di pelayanan kesehatan terdekat - Libatkan orang terdekat klien dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA Bahan kuliah Medikal Bedah I, Banjarbaru Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit: EGC, Jakarta Reeves, Charlene J ²- (ET«al). 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit: Sale mba Medika, Jakarta
1.
Definisi Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva
yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.2,5 Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.2,5
Pterygium
2.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah di atas 400 lintang utara sa mpai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini. Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang utara.
3.
Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual atau penglihatan bila kasusnya telah lanjut. Mata ini bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan irritasi okuler dan mata merah. Berdasarkan beberapa faktor diantaranya : 1.
Jenis Kelamin Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita.
2.
Umur Jarang sekali orang menderita pterygia umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygia yang paling tinggi. Pasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai macam keluhan, yang mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi merah sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas pada konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.
4. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium S ering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
5.
Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringa n elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas.
6. Manifestasi Klinis
· Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme · Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone Optic) · Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium.
7. Klasifikasi dan Grade
- Klasifikasi Pterygium: 1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja. 2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
- Grade pada Pterygium : ·
Grade 1
: tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera masih
dapat dibedakan), ·
Grade 2
·
Grade 3
pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
: pembuluh darah sklera masih dapat dilihat. : resiko kambuh, ngganjel, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah
kambuh.
8.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium, pannus dan kista dermoid.
9.
Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik Pterygium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut : 1.
Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.
10.
Faktor Resiko
Yang pasti belum di ketahui dengan jelas, namun banyak di jumpai di daerah pantai sehingga kemungkinan pencetusnya adalah adanya rangsangan dari udara panas, juga bagi orang yang sering berkendara motor tapa helm penutup atau kacamata pelindung, sehingga adanya rangsangan debu jalanan yang kotor bisa mengakibatkan timbunan lemak tersebut. Secara umum faktor resiko pterygium meliputi: ·
Meningkatnya terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di daerah yang beriklim subtropis dan tropis. Melakukan pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar rumah.
·
Faktor predisposisi genetika timbulnya pterygia cenderung pada keluarga tertentu. Kecenderungan laki-laki mengalami kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, meskipun disini hasil temuan demikian ini lebi h banyak disebabkan oleh peningkatan terkena sinar ultraviolet dalam kelompok populasi t ertentu. Gangguan yang lain yang mungkin ikut berperan yaitu berupa Pseudopterygia (misalnya disebabkan oleh bahan kimia atau luka bakar, trauma, penyakit kornea marginal). Neoplasma (misalnya karsinoma in situ yang menyebabkan konjungtiva perilimbal yang tidak meluas sampai ke kornea).
11.
Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media penglihatan. Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
- Tindakan Operatif Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata. Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.
Jenis Operasi pada Pterygium antara lain : 1
Bare Sklera Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan. Tidak dilakukan untuk pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma granuloma diambil kemudian digraph dari amnion.
2
Subkonjungtiva Pterygium
setelah
diambil
kemudian
sisanya
dimasukkan/disisipkan
di
bawah
konjungtiva bulbi jika residif tidak masuk kornea. 3
Graf Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa mulut/konjungtiva forniks. Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan
memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.
- Kategori Terapi Medikamentosa a. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Dosis anak-anak
Merupakan obat tetes mata topikal atau air mata artifisial (air mata penyegar, Gen Teal (OTC)²air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan mata pada pasien dengan permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan permukaan air mata yang tak teratur. Keadaan ini banyak terjadi pada keadaan pterygium. 1 gtt empat kali sehari dan prn untuk irritasi Berikan seperti pada orang dewasa
Kontra indikasi
Bisa menyebabkan hipersensitivitas
Interaksi
Tak ada (tak pernah dilaporkan ada interaksi ) Derajat keamanan A untuk ibu hamil
Nama obat
Dosis dewasa
Untuk ibu hamil Perhatian
Bila gejala masih ada dan terus berlanjut pemakaiannya
b. Salep untuk pelumas topikal ± suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular
Nama obat
Dosis obatnya Dosis anak-anak
Salep untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu pelumas yang lebih kental untuk permukaan mata. Sediaan ini cenderung menyebabkan kaburnya penglihatan sementara; oleh karena itu bahan ini sering dipergunakan pada malam hari. Pergunakan pada cul de sac inferior pada mata yang terserang. Hs Sama dengan dewasa
Kontra indikasi
Bisa menyebabkan hipersensitivitas
terjadinya
Interaksi
Tidak ada
Untuk ibu hamil
Tingkat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian
Karena menyebabkan kabur penglihatan sementara dan harus menghindari aktivitas yang memerlukan penglihatan jelas sampai kaburnya hilang.
c. Obat tetes mata anti ± inflamasi ± untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya.
Nama obat
Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi Kehamilan
Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) ± suatu suspensi kortikosteroid topikal yang dipergunakan untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian obat ini harus dibatasi untuk mata dengan inflamasi yang sudah berat yang tak bisa disembuhkan dengan pelumas topikal lain. 1 gtt empat kali sehari pada mata yang terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu dengan terapi yang terus menerus. Tidak boleh dipergunakan untuk anak-anak oleh karena kasus pterygia sangat jarang pada anakanak Pasien dengan riwayat kasus herpes simpleks keratitis dentritis atau glaukoma steroid yang responsif. Tak ada laporan interaksi Tingkat keamanan B, biasanya aman akan tetapi kegunaannya harus di perhitungkan dengan resiko yang di akibatkan
Perhatian
Bisa diserap secara sistemik akan tetapi efek samping sistemik biasanya tak diketemukan pada pasien yang mempergunakan obat tetes mataprednisolon asetat topikal , yang bisa diekskresi pada ASI yang sedang menyusui.
- Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati, untuk menghindari permasalahan tekanan intraocular dan katarak.
- Pencegahan Kekambuhan Pterygium Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau topi pelindung.
12.
Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut: y y y y
Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan Kemerahan Iritasi Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi. Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
y y y y y y
Infeksi Reaksi material jahitan Diplopia Conjungtival graft dehiscence Corneal scarring Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous, atau retinal detachment. Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium
adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
13.
Prognosis
Eksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur baik saat dipahami oleh pasien dan pada awal operasi pasien akan merasa terganggu setelah 48 jam pasca perawatan pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan pencangkokan, kedua-duanya dengan konjungtival limbal autografts atau selaput amniotic, pada pasien yang telah ditentukan. Pasien yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau karena di perluas ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik penggunaan kacamata dan mengurangi ekspose mata dengan ultraviolet.
Daftar Pustaka
1.
Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2.
Coroneo MT, Di Girolamo N, Wakefield D: The Pathogenesis of Pterygium. Curr Opin Ophthalmol 1999 Aug; 10(4): 282-8 [Medline].
3. Whitcher J.P., Pterygium, 2007, http://www.emedicine.com/EMERG/topic284.htm 4. Ferrer F.J.G., Schwab I.R., Shetlar D.J., 2000. Vaughan & Asbury¶s General Ophthalmology (16th edition), Mc Graw-Hill Companies, Inc., United Stat es 5.
Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
6. Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
7.
Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Jogjakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada