LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GINEKOLOGI PADA PASIEN Ny. P DENGAN MISSED ABORTION DI RUANG MELATI 1 RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
DisusunOleh Arif Ferdiyanto 170300389
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU-ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA 2017/2018
1
BAB I PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%. Missed abortion merupakan salah satu bagian dari abortus spontan. Missed abortion yaitu keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah janin mati (tidak dikeluarkan). Penyebab dari missed abortion belum diketahui secara pasti namun diduga salah satunya karena ada pengaruh dari hormone progesteron. Progesteron merupakan suatu hormon yang diproduksi di dalam ovarium, disekresikan oleh korpus luteum. Hormon ini adalah hormon utama selama kehamilan yang digunakan untuk implantasi. Kekurangan progesterone dapat sangat berpengaruh pada seseorang, antara lain terganggunya siklus menstruasi, tidak terjadinya ovulasi; meningkatnya stress dan rasa tidak nyaman selama kehamilan, terutama pada trimester I; keringnya mukosa vagina; meningkatkan risiko keguguran. Peyebab dari kekurangan progesterone sendiri antara lain adalah stress, diet, kontrasepsi, dan lingkungan. Untuk memantau kemajuan kehamilan dan memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin diperlukan pemeriksaan kehamilan ( Antenatal
care
[ANC]) yang rutin
dilakukan. Jadwal kunjungan ANC sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali pada trimester ke dua (antara minggu 14-28), dan dua kali pada trimester ke tiga (antara
minggu 28-36 minggu dan
sesudah minggu ke 36). Pelayanan standar pada ANC adalah “7T”, a) (Timbang) berat badan, b) Ukur (Tekanan) darah, c) Ukur (Tinggi) fundus uteri, d) Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid), e) Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan, f) Tes terhadap penyakit menular sexual, g) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. ABORTUS 1. DEFINISI
Pengguguran kandungan atau aborsi atau abortus menurut: a. Medis : abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram ( Obstetri Williams, 2006). b. Kamus Besar Bahasa Indonesia : terjadi keguguran janin, melakukan abortus (dengan sengaja karena tidak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). c. Keguguran adalah pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Rustam Muchtar, 1998). d. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2005). 2. ETIOLOGI
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu: a. Faktor janin Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60% kasus keguguran. b. Faktor ibu: 1. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis. 2. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti phospholipid syndrome. 3. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman, toksoplasma , herpes, klamidia. 4. Kelemahan otot leher rahim 3
5. Kelainan bentuk rahim. c. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus. Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah: a. Faktor genetic. Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16. b. Faktor anatomi Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 % wanita dengan abortus spontan yang rekuren. 1.
Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2.
Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium.
3.
Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis.
c. Faktor endokrin: 1. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus. 2. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak cukupnya produksi progesteron). 3. Hipotiroidisme, hipoprolakt inemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
d. Faktor infeksi Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. e. Faktor imunologi Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut. f. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
4
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan. g. Faktor Nutrisi Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting. h. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan. Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan. i.
Faktor psikologis. Dibukt ikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat membantu.
3. PATOGENESIS
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan
subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam
kanalis
servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering 5
menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di
atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan
uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).
4. KLASIFIKASI
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu: Menurut terjadinya dibedakan atas: a. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. b. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi: 1. Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli. 2. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional. Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut : 1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. 2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. 3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. 6
4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. 6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. 7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. 8. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis
B. MISSED ABORTION 1. DEFINISI
Missed abortion (Abortus tertunda) yaitu keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah janin mati (Fadlun, 2012). Saat terjadi kematian janin kadang – kadang ada perdarahan per vaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus iminens. Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin. Perdarahan dengan kehamilan muda disertai dengan hasil konsepsi telah mati hingga 8 minggu lebih, dengan gejala dijumpai amenore, perdarahan sedikit yang berulang pada permulaanya serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi malahan tambah rendah, kalau tadinya ada gejala kehamilan belakang menghilang diiringi dengan reaksi yang menjadi negative pada 2 – 3 minggu sesudah fetus mati, servik masih tertutup dan ada darah sedikit, sekali-kali pasien merasa perutnya kosong.
2. ETIOLOGI
a. Tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone b. Pemakaian hormone progesterone pada abortus iminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion c. Penurunanan kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun d. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu 7
e. Kelainan pada plasenta karena hipertensi menahun f. Faktor maternal seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan g. Kelainan traktus genitalia seperti incompetensi servix (untuk abortus pada tri smester kedua), miomam uteri, dan kelainan bawaan uterus
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Sama dengan etiologi abortus secara umum yaitu: a. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah 1. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X 2. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna 3. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol. b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun. c. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis d. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester e. kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada 8
dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002). Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion), yaitu retensi hasil konsepsi 4-8 minggu setelah kematian janin. Pertumbuhan uterus berhenti kemudian tegresi. Denyut jantung janin tidak berdenyut pada auskulatasi ketika diperkirakan berdasarkan tanggal. Tidak terasa ada gerakan janin lagi. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola krueta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion. Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi berkurang akibat diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiaesus). Kemungkinan lain janin mati yang tidak segera dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, yaitu kulit terkelupas, tengkorang menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
5. MANIFESTASI KLINIS
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda – tanda kehamilan sekunder pada pa yudara mulai menghilang 9
(payudara mengecil kembali). Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998). Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah 2-3 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda – tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan pembekuan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
6. KOMPLIKASI
Pada retensi janin mati yang sudah lama terutama pada kehamilan yang telah mencapai trimester kedua plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus sehingga sangat sulit untuk dilakukan kuretase, dan juga terjadi gangguan pembekuan darah. Akan terjadi perdarahan gusi, hidung atau dari tempat terjadinya trauma. Gangguan pembekuan
tersebut
disebabkan
oleh
koagulopati
konsumtif
dan
terjadi
hipofibrionogenemia sehingga pemerksaan studi koagulasi perlu dilakukan pada missed abortion. 7. DIAGNOSIS
Pemeriksaan diagnostic pada missed abortion adalah : a. Hitung darah lengkap : dapat berupa peningkatan sel darah putih, punurunan Hb dan hematokrit b. Titer Gonadotropin Kronik manusia (HCL) menurun pada kehamilan ektopik, meningkat pada molahidatidosa c. Kadar estrogen dan progesterone menurun pada aborsi spontan d. Ultra Sonografi memastikan adanya janin
8. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah 10
setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melalukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infuse intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. Pada decade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian misoprostol secara sublingual sebanyak 400mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infuse intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika. B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : a.
Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat b.
Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang pervaginam berulang c.
Riwayat kesehatan , yang terdiri atas : 11
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. 2) Riwayat kesehatan masa lalu d. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. e. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya. f. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. g. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya h. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. i. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya. j. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. k. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit. l. Pemeriksaan fisik, meliputi : Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari. 12
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39) m. Pemeriksaan laboratorium : Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa. n.
Data lain-lain :
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS. Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
13
Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. No.
1.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab Cemas s.d kurang pengetahuan Diagnosa kep NOC NIC Nyeri
akut
Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor TTV
berhubungan
keperawatan selama 3x 24
2. Kaji tingkat nyeri
kerusakan
jam
3. Posisikan
jaringan
berkurang
intrauteri
kriteriahasil:
di
harapkan
Indikator
pa
nyeri dengan
pasien
dengan nyaman 4. Ajarkan
awal
akhir
tentang
teknik
non
Mengenali
farmakologi
kapan
relaksasi
terjadinya nyeri
dalam
Menggambarka
5. Kolaborasi
n
dengan
faktor
: nafas
dokter
penyebab
dalam pemberian
Menggunakan
analgetik
tindakan pengurangan nyeri
tanpa
analgesik Menggunakan analgesik yang di rekomendasika n Melaporkan nyeri berkurang 2.
Resiko
infeksi Setelah
dilakukan
asuhan
berhubungan
keperawatan selama 3 x 24 jam
dengan
diharapkan
infeksi 14
dapat
di
1. Kaji
tanda-tanda
infeksi 2. Lakukan
tindakan
perdarahan
kontrol dengan kriteria hasil: indikator
awal
akhir
3. Pastikan
tekhnik
perawatan yang tepat
kemerahan
4. Dorong intake nutrisi
nyeri Cairan
pencegahan
yang tepat
berbau
5. Ajarkan cuci tangan
busuk
dengan tepat 3.
.
Setelah
dilakukan
tindakan
1. Gunakan
Kecemasan
asuhan keperawatan selama 3x
pendekatan
keluarga
24
tenang
pasien
kecemasan dapat teratasi dengan
berhubungan
kriteria hasil :
jam
diharapkan
masalah
dan
meyakinkan 2. Pahami
dengan
Indikator
kurang
Perasaan
pengetahuan
gelisah
yang
Serangan panik
nyaman
awal
akhir
situasi
yang terjadi 3. Berikan
Wajah tegang
yang
4. Kuatkan
objek membuat
prilaku
Meremas-
yang baik secara
remas tangan
tepat 5. Nyatakan dengan jelas
harapan
terhadap pasien 6. Dengarkan klien
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005. 2. Bagian obstetric dan ginekologi FK UNPAD. Abortus dlam: Obstetric patologi. Bandung. p: 7-17 3. Medical mini notes. Abortus dalam obstetric. 2014. p: 61-3 4. Manuaba, IBG. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : EGC.2007.
16