BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pioderma ialah
penyakit
kulit
yang
disebabkan
oleh
Staphylococcus,
Streptococcus, atau oleh keduanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.1 Salah satu bentuk pioderma adalah ektima. Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya. Bakteri biasanya menyerang epidermis dan dermis sehingga membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.1 Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.1,
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-1
BAB II LAPORAN KASUS 2.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Tgl/Jam Masuk Status Pekerjaan Agama Dokter yang merawat
: Gendit Samsara : 9 tahun : Perempuan : Sungkit, Kesik, Masbagik, Lombok Timur : 22 Juni 2016 / 10:47 WITA : Pelajar : Islam : dr. L.M. Budiani, M.Biomed, Sp, KK.
2.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS) Keluhan Utama : Mengeluhkan luka pada kaki dan tangan kiri kanan sejak 2 bulan yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS Soedjono Selong dengan keluhan luka yang muncul pada kaki dan tangan kiri kanan sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien merasa timbul bisul pada daerah tangan, kemudian muncul juga di kaki, bisul tersebut berisi cairan kental yang berwarna kekuningan. Kemudian bisul tersebut pecah dan menjadi luka yang akhirnya meninggalkan bekas kehitaman pada daerah tersebut. Lesi tersebar pada daerah tangan dan tungkai kanan kiri, terasa gatal, sehingga pasien sering menggaruk
dan pasien merasa terganggu dengan
bekas yang ditinggalkan. Tidak terdapat lesi pada bagian tubuh lainnya. Pasien mengaku sering bermain tanpa menggunakan alas kaki dan bermain di lingkungan yang kotor. Keluhan ini pertama
kali
dialami
pasien.
Tidak
diakui baru ada
yang
mengalami hal serupa di keluarga. Riwayat panas badan sebelumnya tidak ada. Pasien menyangkal adanya gigitan serangga maupun riwayat alergi. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa disangkal. Riwayat alergi , asma , dan riwayat penyakit kulit lainnya disangkal oleh pasien. Universitas Islam Al-Azhar Mataram-2
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluhan serupa disangkal. Riwayat Pengobatan : Lesi pasien dikompres dengan air hangat, tetapi tidak Riwayat Sosial
ada perbaikan. : Penderita adalah anak terakhir di keluarganya. Pasien aktif bermain di sekitar rumah, termasuk bermain karet dan lainnya di tanah tanpa menggunakan alas kaki.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK KU : Tampak Sehat Kesadaran : Compos Mentis Kepala : Normocephali, rambut hitam Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Gigi : Gigi berlubang (+), sisa akar gigi (+), caries gigi (+) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Telinga : Normal, tidak ada kelainan kulit Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-) Mulut : bibir tidak pucat, tidak ada kelainan kulit Thoraks : tidak dilakukan, kulit status dematologikus Abdomen : tidak dilakukan, kulit status dematologikus Ekstremitas atas : akral hangat, (status dermatologikus) Ekstremitas bawah : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan pada (status dermatologikus)
2.4 STATUS DERMATOLOGI Distribusi : Bilateral Regio : Tibialis dextra sinistra, dan antebrachii dextra sinistra Efloresensi Primer : Pustul dan pustul yang telah pecah. Warna : Eritematosa Ukuran : Lentikuler sampai nummular Jumlah : Multipel Efloresensi sekunder : Ulkus, erosi, krusta.
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-3
2.5 RESUME Seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RS Soedjono Selong di antar oleh ibunya. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan luka dan gatal di tangan kanan kiri sejak 2 bulan yang lalu kemudian mucul lagi di kaki kiri kanan, yang awalnya berupa bisul, kemudian bisul pecah dan mengeluarkan cairan berwarna kekuningan. Yang kemudian semakin parah karena pasien menggaruk. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan dermatologi ditemukan pustul, batas tegas, multipel, dengan ukuran lentikuler antara 0,5 cm-1 cm, tersebar. Beberapa pustul pecah meninggalkan ulkus berbentuk bulat, berbatas tegas, dasar tampak kotor, pinggiran ulkus meninggi, daerah sekitar ulkus tertutup krusta berwarna kuning kehitaman terdistribusi regional pada regio tibialis dextra sinistra. Riwayat sering bermain tanpa menggunakan alas kaki. Riwayat panas badan sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga, tidak ada. Riwayat alergi tidak ada. 2.6 USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan gram untuk mengetahui infeksi bakteri
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-4
Dari hasil pemeriksaan didapatkan: Kuman batang gram negatif (-) Kuman batang gram positif (-) Kuman batang gram negatif (-) Kuman kokus gram negatif (-) 2.7 DIAGNOSIS Diagnosis Kerja : Ektima Kuman kokus gram negatif (-) Diagnosis Banding : Impetigo Krustosa
2.8 RENCANA PENATALAKSANAAN a. Medikamentosa R/ Cetrizine tab 10 mg No. III ʃ 1 dd tab 1/2 R/ Sedrofen 500mg no V ʃ 2 dd tab 1/2 R/ Fuson Cr no I ʃ 2 dd u.e R/ Infus NaCl 0,9% fl no I Kasa Steril no I ʃ u.e (untuk kompres) b. Non-medikamentosa Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi Menasehati agar menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan
konsumsi makanan bergizi. Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih,
dan selalu memakai alas kaki saat berpergian maupun bermain. Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
2.9 PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanationam Ad Cosmeticam
: Bonam : Bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad malam
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-5
2.10 FOLLOW UP (30 juni 2016) Kontrol bila obat habis belum ada perbaikan atau keluhan berulang. Anamnesa
Keluhan gatal dan sakit berkurang, kemerahan pada
Pemeriksaan
lesi lama berkurang, tidak ada muncul lesi baru Status General
Fisik
Kondisi Umum : tampak sehat Kesadaran : Compos Mentis Status Dermatologis Lokasi
: Ekstrimitas atas ( antebrachii,) dekstra et sinistra, Ekstrimitas bawah (tibialis) dekstra et sinistra
Effloresensi : Makula hiperpigmentasi multiple ukuran lentikuler
sampai
numular,
sirkumskrip,
distribusi bilateral.
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-6
Diagnosis Terapi
Ektima + Hiperpigmentasi pasca inflamasi Umum
Menghindari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit dan faktor-faktor yang dapat memperberat penyakit, seperti menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih, dan selalu memakai alas kaki saat berpergian maupun bermain
Khusus
Na Fusidat Cream 2 dd ue Vitamin C 1 dd 1 no X
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus. Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. Ektima memiliki sinonim antara lain Ulcerative pyoderma, Cutaneous pyoderma, Impetigo, Deep impetigo, Skin streptococci, Grup A beta-hemolitik streptococci, Ecthymatous ulcer, Group A streptococci.1 3.2 EPIDEMIOLOGI Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, insidennya menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.2 Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.2 Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula, ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki riwayat gigitan serangga (73%). Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima disebabkan Staphylococcus aureus dan didapatkan pada pengguna obat-obatan intravena dan pasien terinfeksi HIV.1 3.3 ETIOLOGI Universitas Islam Al-Azhar Mataram-8
Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya
mirip dengan Impetigo. Keduanya
dianggap sebagai infeksi
Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari beberapa Staphylococcus saja. 2 Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Faktor-faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi, hygiene perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan penyakit kronik.4 3.4 PATOFISIOLOGI Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis.3 Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan.3 Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopik memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus. Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma,
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-9
dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini.4 3.5 GAMBARAN KLINIS Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.4
Gambar 1. Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah
Gambar 2. Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus.
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-10
Gambar 3. Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita diabetes dan gagal ginjal
Gambar 4. Ektima pada aksila
3.6 DIAGNOSIS a. Anamnesis Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan dirinya.2 Anamnesis ektima, antara lain2: 1. Keluhan utama: Pasien datang dengan keluhan berupa luka. 2. Durasi: Ektima dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti gigitan serangga. 3. Lokasi: Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti tungkai bawah. 4. Perkembangan lesi: Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta 5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat menyebabkan penyembuhan luka yang lama. b. Pemeriksaan Fisik Effloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta.5
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-11
Gambar 5. Krusta coklat berlapis lapis pada ektima
Gambar 6. Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal
c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram dan kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi yang aktif. Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur yang paling bermanfaat dalam mikrobilologi diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi bakteri. Sebagian besar bahan yang diserahkan harus diapus pada gelas objek, diwarnai gram dan diperiksa secara mikroskopik.2 Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi gram (biru-keunguan menunjukkan organisme gram positif, merah gram negatif), dan morfologi bakteri (bentuk: kokus, batang, fusiform atau yang lain) harus diperhatikan. Pada kultur atau biakan, kebanyakan streptokokus tumbuh dalam pembenihan padat sebagai koloni discoid dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering membentuk koloni mukoid.2
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-12
Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan edema endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.2
Gambar 7. Pioderma Neutrofil tersebar pada dasar ulseras
3.7 KOMPLIKASI Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada infeksi kulit streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis supuratif dan bakterimia. 3
3.8 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan ektima, antara lain5: a. Nonfarmakologi Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian. b. Farmakologi Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi Sistemik Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua. 1) Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin) Universitas Islam Al-Azhar Mataram-13
Dikloksasilin. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 7 hari. Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari. Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB Sefalosporin generasi pertama, seperti Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari atau sefadroksil 2 x 10-15 mg/kgBB selama 5-7 hari 2) Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid) Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. Anak
:
12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.
Gambar 5: Obat Antimikroba untuk Infeksi Bakteri(4)
Topikal Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topical.1 Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal Universitas Islam Al-Azhar Mataram-14
secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara topical dan oral. 1 c. Edukasi Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit. 1 3.9 PROGNOSIS Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar). 3.10 PENCEGAHAN Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk mencegah gigitan serangga.
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-15
BAB IV PEMBAHASAN Pada kasus ini di diagnosis ektima berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang terdapat pada pasien. Riwayat dan gejala klinis ektima ditemukan pada kasus ini. Dari anamnesis didapatkan keluhan terdapat pustul terasa gatal berawal dari tangan kiri kemudian tangan kanan, kemudian kedua tungkai. Keluhan disertai rasa sakit. Yang kemudian digaruk yang mengakibatkan pustule pecah, krusta tebal berwarna kuning, dasarnya ulkus. Pada gambaran klinis ditemukan lesi : plak eritematosa berbatas tegas, dengan pustul yang telah pecah, dengan krusta, multiple ukuran lentikular sampai nummular, distribusi simetrik.. Gambaran ini sesuai dengan gambaran klinis ektima dimana ditemukan plak eritema dengan krusta tebal dengan dasarnya ulkus. Pada pasien ini diagnosis bandingnya adalah : a. Impetigo krustosa Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta. Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda.3
Gambar 9. Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-16
Gambar 10. Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur
b.
Folikulitis Folikulitis didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa. Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut dan biasanya multiple.1,2,3
Gambar 11. Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-17
Pengobatan yang diberikan pada kasus ini untuk sistemik dan topikal antara lain: o Antihistamin: Cetirizin tab 10 mg 1x1/2 untuk mengurangi gejala gatal – gatal, menghambat efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen antibodi terjadi. o Cefadroxil : Sedrofen tab 500 mg 2 x ½ untuk mengobati infeksi yang diakibatkan oleh bakteri gram negatif. o Fusidic Acid : Fuson cream 2 x ½ untuk mengobati lesi kulit primer, atau sekunder pada infeksi karena streptococcus dan atau staphylococcus. o Infus NaCl 0,9%, berguna untuk mengkompres luka/infeksi pada kulit
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-18
DAFTAR PUSTAKA 1.
Djuanda A. Pioderma, Dalam: Djuanda A,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2008. p. 57-60.
2.
Loretta D. Ecthyma. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com. Dikutip pada tanggal 30 Juni 2016
3.
Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma, In: Wolff Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1694701.
4.
Cevasco N.C. Common Skin Infection, Bacterial Infection. Available from: URL: http://www.clevelandclinicmeded.com. Dikutip pada tanggal 30 Juni 2016
5.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar tahun 2007.
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-19