EKTIMA
1.
DEFINISI
Ektima adalah bentuk pioderma kulit yang ditandai dengan erosi krusta yang menebal atau disertai ulkus. Ektima dipertimbangkan sebagai bentuk ulseratif dari impetigo bulosa dimana lesi dini mencapai dermis untuk menghasilkan ulkus yang dangkal. 1,2 2.
ETIOLOGI
Statu Statuss bakt bakteri eriol olog ogis is dari dari ektim ektimaa mirip mirip deng dengan an impe impetig tigo. o. Peny Penyaki akitt ini dipertimbangk dipertimbangkan an akibat infeksi Streptokokus. Streptokokus. Semenjak banyak kasus di lapangan hanya kultur dari Streptokokus pyogenes. pyogenes. Kasus yang lainnya baik itu golongan streptokokus maupun golongan stafilokokus, dan beberapa hanya dari golongan stafi stafilo loko koku kus. s. Grup Grup A stre strepto ptoko koku kuss berke berkemb mban ang g dari dari semu semuaa 66 kasu kasus, s, dan dan stafilokokus koagulase-positif dari 85 % kasus. 3 3.
EPIDEMIOLOGI
Di Eropa, Eropa, kebany kebanyaka akan n kasus kasus terjadi terjadi pada pada anak-a anak-anak nak,, tetapi tetapi pada pada daerah daerah tropis, di mana penyakit ini merupakan yang paling umum terjadi, penyakit ini bisa meng mengen enai ai semu semuaa umur umur.. Higie igien n yang yang buru buruk k dan dan maln malnut utri risi si menj menjad adii fakt faktor or predisposisi, predisposisi, serta luka-luka luka-luka kecil atau beberapa beberapa kondisi kondisi kulit lainnya, lainnya, khususnya khususnya skabies, bisa mempengaruhi secara langsung pada lokasi di mana lesi berada. Pada daerah urban, lesi-lesi muncul karena S. aureus dan terlihat pada pemakai obatobatan melalui intravena dan pasien HIV. 3,4 4.
PATOMEKANISME
Patoge Patogen n utama utama strepto streptokok kokus us pada pada manusi manusiaa merupak merupakan an bagian bagian grup grup A streptokokus streptokokus (GAS), terutama Streptokokus Streptokokus pyogenes pyogenes. Bakteri ini terbagi menjadi beberapa beberapa divisi tergantung tergantung antigen protein permukaan permukaan M dan T. Protein M melindungi organisme melawan fagosit, mengakibatkan adherensi pada jaringan epitel yang berbeda dan berkontribusi pada terjadinya virulensi. Antigen protein T juga berada berada pada permukaa permukaan n dan gen gen untuk protein protein T telah telah diinvestigasi, diinvestigasi, khusus khususnya nya
1
dalam kejadian tiba-tiba (outbreaks) di mana protein M tidak terindentifikasi. C5a peptidase, sebuah enzim proteolitik pada permukaan grup A streptokokus, menghambat dalam pengenalan sel-sel fagosit terhadap lokasi infeksi, dan selanjutnya memainkan peran dalam patogenesis penyakit yang diakibatkan oleh streptokokus. Eksotoksin pirogenik streptokokus, termasuk di dalamnya toksin eritrogenik, memainkan bagian penting dalam syok endotoksik, dan memiliki efek superantigenik pada sistem imun, sebagai hasil dari produksi sitokin secara massif. 3 5.
DIAGNOSIS 1. Manifestasi klinis
Ektima terjadi paling banyak pada ekstremitas bawah pada anakanak, atau daerah yang biasanya digantungkan kalung pada orang dewasa atau individu dengan penyakit diabetes. Higien yang buruk dan kalung (perhiasan yang dipakai di leher) adalah elemen kunci dalam patogenesis penyakit ini. Ulkus eritem pada engkel dan bagian dorsum kaki adalah bentuk pioderma yang paling umum terlihat pada iklim tropis.1 Ulkus memiliki gambaran “ punched out ” ketika krusta berwarna kuning keabu-abuan yang tidak bersih dan material purulen ditekan. Pinggiran dari ulkus indurasi, meninggi, berwarna violet. Dasar granulasi mencapai bagian dalam dermis. Lesi eritem yang tidak diobati akan membesar selama beberapa minggu sampai beberapa bulan menjadi diameter 2-3 cm atau lebih. 1
2
Gambar 1. Stafilokokus aureus: Ektima. Ulkus dan krusta tebal yang multipel pada
tungkai pasien dengan penyakit diabetes dan gagal ginjal. Lesi eritem juga muncul pada tungkai sebelahnya, kedua lengan, dan kedua tangan. (dikutip dari kepustakaan 1)
Gambar 2. Ektima. Ulkus disertai krusta hemoragik pada pergelangan tangan
disebabkan oleh infeksi Grup A streptokokus. Courtesy of Kalman Watsky MD. (dikutip dari kepustakaan 2). 3
Manifestasi klinis ditemukan kurang dari 10 lesi yang terlihat pada pemeriksaan, kebanyakan pada ekstremitas bawah. Vesikel awal atau vesikulopustula melebar (diameter 0,5-3 cm) selama pengobatan beberapa hari, dan berkembang menjadi krusta yang hemoragik. Ulkus memiliki gambaran punched out dan tampak purulen, memiliki dasar yang nekrosis. Lesi lama untuk sembuh dan menimbulkan skar. 2
Gambar 3. Ektima Streptokokus. Krusta tebal membentuk permukaan yang keras di atas permukaan ulkus. (dikutip dari kepustakan 5)
Gambar 4. Ektima Streptokokus. Krusta “Oyster shell ” yang tebal dan eritema di sekelilingnya. (dikutip dari kepustakan 5)
Gambar 5. Stafilokokus. Ektima dengan karakteristik pus berwarna emas. (dikutip dari kepustakan 5)
4
2.
Pemeriksaan Laboratorium
Biopsi kulit dengan pewarnaan gram dari jaringan kulit dalam dan kultur bakteri. Pewarnaan gram dari cairan vesikular dan terlihat di bawah mikroskop biasanya dipastikan terdapat kokus gram positif yang menggambarkan grup A streptokokus. Stafilokokus aureus bisa juga terlihat. Tes kultur dan sensitivitas dari cairan atau kulit yang terlepas bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis antibiotik yang paling sesuai. Hitung sel darah putih bisa saja meningkat. 2,6 6.
DIAGNOSIS BANDING
Ektima gangrenosum adalah ulkus pada kulit yang disebabkan oleh P. aeruginosa dan mirip dengan ektima stafilokokus atau ektima streptokokus. Lesi pada ektima gangrenosum terdiri atas ulkus multipel atau ulkus soliter yang tidak menular. Dimulai dengan lesi yang tertutup, merah, makula purpura yang kemudian menjadi vesikel, indurasi, dan akhirnya menjadi bula atau pustul. Pustul mungkin hemoragik. Lesi terlokalisasi, lebih tipikal, mencapai hingga beberapa sentimeter. Area sentral dari lesi menjadi hemoragik dan nekrosis. Lesi kemudian berganti kulit menjadi bentuk ulkus gangren dengan skar yang ungu-kehitaman dan di sekelilingnya terdapat halo eritem. Lesi terjadi utamanya pada regio gluteus dan perianal (57%), ekstremitas (30%), pinggang (6%), dan wajah (6%) tetapi bisa terjadi di mana saja.1,7
5
Gambar 6. Ektima gangrenosum. Manifestasi kulit dari Pseudomonas septikemia. Lesi besar,
vesikel, bula, massa perdarahan berlokasi di paha. (dikutip dari kepustakaan 7)
7.
PENATALAKSANAAN
Meningkatkan higien dan nutrisi, dan pengobatan pada penyakit skabies, dan penyakit lain yang mendasari. Antibiotik yang dipilih sebaiknya aktif melawan bakteri baik Streptococcus pyogenes maupun Staphylococcus aureus. Pengobatan ektima sama dengan pengobatan pada impetigo stafilokokus. Lihat tabel di bawah.1,3 Tabel 1. Pengobatan pada Impetigo (sama dengan pengobatan untuk Ektima) Topikal Lini Pertama
Lini Kedua
Sistemik
Mupirocin
bid
Dicloxacillin
Fucidic acid (tidak tersedia di Amerika Serikat)
bid
Amoxicillin plus clavulanic acid; cephalexin Azithromycin
250-500 mg PO empat kali sehari selama 5-7 hari 25 mg/kg tiga kali sehari; 250-500 mg empat kali sehari
500 mg x 1, then 250 mg 6
perhari selama 4 hari
(alergi terhadap penisilin)
Clindamycin Erythromycin
Sumber:
15 mg/kg/day tid 250-500 mg PO empat klai sehari selama 5-7 hari
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7 th ed. 2008
DAFTAR PUSTAKA
7
1.
Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections And Pyodermas. In: Wolff
K, et al, eds. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7 th ed. USA: McGraw-Hill; 2008, P. 1694-709 2.
Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Bolognia: Dermatology. 2 nd ed.
Spanyol: Mosby Elsevier; 2008 3.
Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial Infections. In: Burns T, Breatnach S, Cox
N, Griffiths C, eds. Rock’s Textbook of Dermatology, Volume 1, 8th ed. Singapore: Wiley-Blackwell; 2010, P. 30.1-30.82 4.
James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’s Diseases Of The Skin:
Clinical Dermatology, 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. P.251-95 5. Ferringer T. Bacterial Infections. In: Elston DM, ed. Infectious Disease Of The Skin. Spain: Manson Publishing; 2009. P. 21 6. Williams L, Wilkins. Lippincott’s Guide To Infectious Diseases. China: Wolters Kluwer; 2011. P. 98 7.
Habif TP. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis And Therapy,
5th ed. China: Mosby Elsevier; 2010
8