BAB I LAPORAN KASUS I.
KASUS 1. Identitas pasien Nama Umur Jenis kelamin Tgl. Lahir Alamat No. RM Tgl. Dirawat Tgl. Pemeriksaan Dokter yang memeriksa Dokter muda
: Nn. M : 16 tahun, 2 bulan : Perempuan : 19-11-1999 : Kp. Sumur No. 31 RT/RW 07/17, Klender. Duren Sawit : 01017141 : 15 Januari 2016 : 18-1-2016 : dr. R.A.H.I. Ariestina, SpPD : Putri Ayu Kesuma
2. Anamnesis Dilakukan pada hari Senin, tanggal 18 Januari 2016 pukul 13.00 WIB secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan orang tua pasien. Keluhan Utama: Demam Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan demam sejak 4
hari SMRS, demam naik turun, menggigil (+). Demam turun sebentar dengan obat penurun panas kemudian naik lagi. Batuk (+), mual (+), muntah (-), nyeri kepala (+), pusing (+), nyeri ulu hati (+), sesak (+), nafsu makan menurun. Terdapat bintik-bintik merah pada daerah lengan bawah sejak 1 hari SMRS yang tidak hilang dengan penekanan, perdarahan gusi dan hidung tidak ada, muntah merah-kehitaman tidak ada, BAB warna kehitaman tidak ada, BAK lancar berwarna kuning. Pasien sebelumnya dibawa berobat ke dokter umum di Puskesmas, dilakukan tes rumple leed dan hasilnya positif, diberi obat dan disarankan melakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
1
hasil Leukosit 1,5 ribu/µL, Hb : 14,5 g/dL, Ht 44,4%, trombosit 30 ribu/µL, pasien dirujuk ke RSUD Budhi Asih.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami sakit DBD sebelumnya. Riwayat sakit malaria disangkal Riwayat bepergian ke luar daerah disangkal Riwayat sakit tifoid disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien menyangkal adanya keluarga/tetangga yang menderita sakit yang sama. Riwayat pengobatan : Sebelumnya pasien berobat ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD Budhi Asih.
3. Pemeriksaan Fisik KU : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis BB : 40 kg TB : 165 cm BMI : 14,69 Status gizi : gizi kurang Tanda vital : TD: 90/60mmHg N: 108 x/mnt RR: 24 x/mnt S: 38,00C Kepala : Normocephali Rambut: lurus sukar di cabut Mata : Konjungtiva: Anemis (+/+) Sclera
: Ikterus (-/-)
Pupil: Isokor, Ø 2,5 mm/ 2,5 mm Telinga : Normotia, NT (-), NT (-) Hidung : Perdarahan : (-) Secret : (-) Mulut : Bibir: Kering (+) Tonsil: T1/ T1, Hiperemis (-) Faring: Hiperemis (-) Lidah: Kotor (-)
2
Gigi-geligi: Caries (-) Gusi: Perdarahan (-) Leher : KGB: Tidak ada pembesaran Tiroid: Tidak ada pembesaran Kaku kuduk: (-) Dada
: Inspeksi: Simetris kiri = kanan Bentuk: Normochest Sela iga: Simetris kiri = kanan, kesan melebar (-) Paru : Palpasi: Fremitus raba (-) Perkusi: Paru kiri = Paru kanan : Sonor Auskultasi: Bunyi pernapasan: Vesikuler Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/Jantung : Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak Palpasi: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-) Perkusi: Pekak, batas jantung kesan normal Auskultasi: BJ I/II : Murni, regular Bunyi tambahan : murmur (-), gallop (-) Perut : Inspeksi: Datar. Mengembang saat inspirasi, mengempis saat ekspirasi Auskultasi: BU (+) Palpasi: Supel, NT (+) pada regio epigastrium. Hati: Tidak ada pembesaran Limpa: Tidak teraba Ginjal: Tidak teraba Perkusi : Timpani (+) Alat kelamin : Tidak ada kelainan Anus dan rectum : Tidak ada kelainan Ekstremitas : Atas : Edema (-/-) Ptekie (+) Akral dingin (+) Bawah : Edema (-/-) Ptekie (-) Akral dingin (+)
3
4. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 15/1/2016 (UGD) Jenis pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hb Ht Trombosit MCV MCH MCHC RDW SGOT SGPT GDS Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl)
Hasil 2,5 ribu/µL 4,6 juta/µL 14,5 g/dL 42 % 19 ribu/µL 90,8 fL 31,3 pg 34,4 g/dL 12,0 % 93 mU/dl 49 mU/dl 103 mg/dL 137 mmol/L 3,6 mmol/L 107 mmol/L
Nilai normal 4,5-12,5 3,8-5,2 12,8-16,8 35-47 154-386 80-100 26-34 32-36 < 14 < 27 < 23 < 110 135-155 3,6-5,5 98-109
Tanggal 16/1/2016 (ICU) Jenis pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hb Ht Trombosit MCV MCH MCHC RDW PT APTT Fibrinogen D-dimer Kalsium Ion pH PCO2 PO2 Bicarbonat Total CO2
Hasil 2,8 ribu/µL 4,7 juta/µL 13,5 g/dL 38 % 28 ribu/µL 80,9 fL 28,6 pg 35,3 g/dL 11,6 % 14,5 detik 45,7 detik 169 mg/dL < 0,1 mg/L 1,09 mmol/L 7,47 25 mmHg 144 mmHg 18 mmol/L 19 mmol/L
Nilai normal 4,5-12,5 3,8-5,2 12,8-16,8 35-47 154-386 80-100 26-34 32-36 < 14 12-17 20-40 200-400 < 0,3 1,13-1,32 7,35-7,45 35-45 80-100 21-28 23-27
4
Saturasi O2 BE Laktat darah Protein total Albumin Globulin Gula darah CITO Ureum Kreatinin Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) Magnesium (Mg) CRP kuantitatif Procalcitonin Urinalisis : Warna Kejernihan Glukosa Bilirubin Keton PH Berat jenis Albumin urine Urobilinogen Nitrit Darah Esterase lekosit Sedimen urine : Lekosit Eritrosit Epitel Silinder Kristal Bakteri Jamur
99 % -3,3 mEq/L 1,9 mmol/L 4,8 g/dL 2,7 g/dL 2.1 g/dL 114 mg/dL 15 mg/dL 0,59 mg/dL 140 mmol/L 3,9 mmol/L 112 mmol/L 2,14 mg/dL < 5 g/L 0,61 ng/mL
95-100 -2,5-2,5 0,5-2,2 6,0-8,0 3,2-4,5 1,8-3,5 < 110 11-39 < 1,0 135-145 3,6-5,5 98-109 1,6-2,6 <5 < 0,5
Kuning Agak keruh Negative Negative Negative 6,5 1.015 2+ 0,2 E.U./dL Negative 1+ Negative
Kuning Jernih Negative Negative Negative 4,6-8 1.005-1.030 Negative 0,1-1 Negative Negative Negative
2-4 /LBP 2-4 /LBP Positif Negative Negative Negative Negative /LBP
<5 <2 Positif Negative Negative Negative Negative
Hasil 4,1 5,1
Nilai normal 4,5-12,5 3,8-5,2
Tanggal 17/1/2016 (ICU) Jenis pemeriksaan Leukosit Eritrosit
5
Hb Ht Trombosit MCV MCH MCHC RDW Kalsium ion pH PCO2 PO2 Bicarbonat Total CO2 Saturasi O2 BE Glukosa darah jam 06.00 Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) Anti Dengue IgG Anti Dengue IgM Berat jenis
14,3 42 37 81,2 27,9 34,4 11,7 1,25 7,44 32 200 22 23 99 -1,2 98 142 3,9 112 Positif Positif 1025
12,8-16,8 35-47 154-386 80-100 26-34 32-36 < 14 1,13-1,32 7,35-7,45 35-45 80-100 21-28 23-27 95-100 -2,5-2,5 < 110 135-155 3,6-5,5 98-109 Negative Negative 1.005-1.030
Hasil 3,8 5,1 13,7 41 72 81,9 27,1 33,1 11,7
Nilai normal 4,5-12,5 3,8-5,2 12,8-16,8 35-47 154-386 80-100 26-34 32-36 < 14
Hasil 3,4 ribu/µL 4,7 juta/µL 13,3
Nilai normal 4,5-12,5 3,8-5,2 12,8-16,8
Tanggal 17/1/2016 (Lantai 5 barat) Jenis pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hb Ht Trombosit MCV MCH MCHC RDW Tanggal 18/1/2016 (Lantai 5 barat) Jenis pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hb
6
Ht Trombosit MCV MCH MCHC RDW
38 86 81,8 28,5 34,8 11,7
35-47 154-386 80-100 26-34 32-36 < 14
Tanggal 18/1/2016 (Lantai 5 barat) SGPT
49 mU/dl
< 23
Tanggal 19/1/2016 (Lantai 5 barat) Jenis pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hb Ht Trombosit MCV MCH MCHC RDW
Hasil 3,8 ribu/µL 4,7 juta/µL 13,5 g/dL 39 % 187 ribu/µL 82,2 fL 28,5 pg 34,6 g/dL 11,7 %
Nilai normal 4,5-12,5 3,8-5,2 12,8-16,8 35-47 154-386 80-100 26-34 32-36 < 14
5. Ringkasan Nn. M usia 16 tahun, masuk rumah sakit dengan keluahan demam sejak 4 hari SMRS, demam naik turun, menggigil (+). Demam turun sebentar dengan obat penurun panas kemudian naik lagi. Batuk (+), mual (+), nyeri kepala (+), pusing (+), nyeri ulu hati (+), sesak (+), ptekie (+) pada daerah tangan sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan menurun, mimisan (-), gusi berdarah (-). BAK lancer berwarna kuning, BAB hitam (-). Pemeriksaan fisik TD: 90/60mmHg, N: 108 x/mnt, RR: 24 x/mnt, S: 38,00C. Akral dingin (+), rumple leede (+). Dari pemeriksaan laboratorium, Leukosit : 2,5 ribu/µL, Trombosit 19 ribu/µL, SGOT : 93 mU/dl, SGPT : 49 mU/dl. APTT : 45,7 detik, Anti Dengue IgG/IgM : positif/positif.
7
6. Daftar masalah - DHF grade III dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) 7. Analisis masalah a. DHF grade III dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) Dari anamnesis didapatkan pasien demam sejak 4 hari SMRS, demam naik turun, menggigil (+), mual (+), nyeri kepala (+), pusing (+), nyeri ulu hati (+), sesak (+), ptekie (+) pada daerah tangan sejak 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik, rumple leede (+). Dari pemeriksaan tersebut, terdapat uji turniket positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Dinyatakan positif bila terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,5 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti. Selain itu ditemukan tekanan darah 90/60 mmHg, yang menunjukkan tekanan darah menyempit (≤20 mmHg) dan ekstremitas dingin. Pemeriksaan laboratorium, Leukosit : 2,5 ribu/µL, Trombosit 19 ribu/µL, SGOT : 93 mU/dl, SGPT : 49 mU/dl. APTT : 45,7 detik. Dari pemeriksaan laboratorium tersebut, trobosit mengalami penurunan dan pemeriksaan anti Dengue IgG/IgM : positif/positif. Jadi, dari semua pemeriksaan yang telah dilakukan kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pasien didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue derajat 3 (Dengue Shock Syndrome) karena pada pasien terjadi demam yang disertai perdarahan spontan di kulit, penurunan trombosit, dan penyempitan tekanan nadi. Rencana terapi Sesuai dengan prinsip pengobatan pada Demam Dengue, pasien diberikan terapi suportif dan terapi simptomatik. Penatalaksanaan demam berdarah
disesuaikan
dengan
derajat
keparahan.
Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponendarah bilamana diperlukan. Terapi cairan berupa IVFD RL/6 jam untuk membantu mengencerkan
8
kekentalan darah yang memekat sehingga oksigen dapat terus dialirkan ke setiap sel tubuh dan sindrom syok dapat teratasi. Terapi simptomatik berupa paracetamol diberikan untuk menurunkan demam, dan omeprazole diberikan untuk mengurangi nyeri ulu hati. 8. Planning Medikamentosa: IVFD RL/6jam Voluven / 12 jam Norepinephrine 0,1 mcg atau dobutamin 0,5mcg Cendantron 3x8mg Oksigen 2 liter/menit Transamin 3x1 Vit. K 3x1 Pumpicel 1x40mg 9. Prognosis Ad functionem :Dubia et bonam Ad sanationem :Dubia etBonam Ad vitam :Dubia etBonam
10. Follow up HARI PERAWATAN TANDA VITAL
KU KELUHAN UTAMA
UGD 15-1-2016 T :80/50
17-1-2016 T : 90/60
Lantai 5 Barat 18-1-2016 19-1-2016 T : 90/60 T : 100/60
mmHg
mmHg
mmHg
mmHg
N : 78 x/i
N : 80 x/m
N : 94 x/m
N : 88 x/m
P : 18 x/i
P : 24 x/m
P : 16 x/m
P : 20x/m
S : 37,8 0C SS/CM Demam (+)
S : 37 0C SS/CM Demam
S : 37,9 0C S : 36,8 0C SS/CM SS/CM (-). Demam (+) tadi Demam
sejak
Mual
(+), malam.
muntah
(-), (+), muntah (-), (+)
4
hari
SMRS. Mimisan
(-).
ICU 16-1-2016
Nyeri
(-),
Mual sesak (+), batuk
Kepala pusing (+) 9
Mual
(+),
muntah
(-),
Nyeri
(-)
Kepala
KEPALA
(+) ANEMIS : +/+
ANEMIS : -/-
ANEMIS : -/-
ANEMIS : +/+
THORAKS
IKTERUS : -/BP : vesikuler
IKTERUS :-/BP : vesikuler
IKTERUS : -/BP : vesikuler
IKTERUS :-/BP : vesikuler
RH : -/-
RH : -/-
RH : -/-
RH : -/-
Wh : -/BU : (+)
Wh : -/BU : (+)
Wh : -/BU : (+)
Wh : -/BU : (+)
NT : (-) EDEMA : -/-
NT : (-) EDEMA : -/-
NT : (-) EDEMA : -/-
ABDOMEN
NT : (-) EKSTREMITAS EDEMA : -/DIAGNOSA DSS UTAMA TERAPI Pro ICU IVFD RL/6jam Voluven / 12 jam Norepinephrin e 0,1 mcg atau dobutamin 0,5mcg Cendantron 3x8mg PCT 3x500mg Oksigen 2 liter/menit Transamin 3x1 Vit. K 3x1 Pumpicel
DSS IVFD Kaen MG3 : RF = 1:1 Ceftriaxone 2x1gr Vit C 1x200 Omeprazole
DSS
DSS
IVFD asering/8 IVFD asering/8 jam jam Polisilane Syr. Polisilane Syr. 3x1 Ceftriaxone
2x1gr Kalnex 3x1 Vit C 1x200 1x40mg Ondancentron Omeprazole 1x40mg 3x1 amp PCT 3x500mg Ondancentron PINDAH 3x1 amp DARI ICU PCT 3x500mg
3x1 Ceftriaxone 2x1gr Kalnex 3x1 Vit C 1x200 Omeprazole 1x40mg Ondancentron 3x1 amp B comp 3x1 BLPL
1x40mg
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.
Definisi Infeksi virus dengue adalah suatu infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi demam, sakit kepala, nyeri otot atau persendian, ruam dan trombositopenia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu 11
bentuk dari infeksi virus dengue disertai dengan perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi. Perembesan plasma yang terjadi bisa saja menyebabkan syok hipovolemik yang sering kita sebut sebagai dengue shock syndrome .(1,2)
Gambar 1. Manifestasi dari infeksi virus dengue.(2) II.
Etiologi dan cara penularan Transmisi dari virus dengue tergantung terhadap 2 faktor, yaitu faktor biotik dan abiotic. Faktor biotik meliputi virus, vektor, dan host. Sedangkan faktor abiotic termasuk suhu, kelembaban, dan lokasi.(4) II.1. Virus Dengue Infeksi virus dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus adalah virus dengan diameter 30-50 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Virus dengue memiliki 3 protein struktural dan 7 protein non-struktural (NS). Diantara 7 protein struktural, envelope glycoprotein atau yang sering kita kenal dengan NS-1 merupakan salah satu protein yang sering dideteksi bagi pasien tersangka infeksi virus dengue.(1,4) Terdapat 4 macam serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4 yang semuanaya bisa menyebabkan demam dengue. Ketika
12
seseorang terinfeksi degan serotipe manapun, maka orang tersebut akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Seringkali infeksi kedua kali dengan serotipe lainnya atau infeksi virus multiple (terinfeksi lebih dari serotipe dalam satu waktu) menjadi peneybab keparahan dari infeksi dengue yaitu dengue shock syndrome. (1,3,4) II.2. Vektor Virus dengue ditularkan ke manusia melalu gigitan nyamuk. Aedes aegypti adalah vektor dengue yang tersering.(2,4)Aedes aegypti merupakan nyamuk yang bisa ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Distribusi dari nyamuk Ae. Aegypti pun dibatasi oleh ketinggian. Biasanya nyamuk ini tidak ditemukan di ketinggi 1000m dari permukaan laut. Nyamuk ini menjadi vektor paling efisien bagi virus karena bersifat antropofilik dan tumbuh subur di dekat manusia serta seringkali hidup di dalam ruangan.(3) Selain nyamuk Aedes agypti, terdapat pula nyamuk lain yang bisa menjadi vektor bagi virus ini. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa dari Aedes scutellaris ditemukan bisa menjadi vektor bagi virus dengue.(3) II.3. Cara Penularan Virus dengue dapat menular kemanusia dari gigitan nyamuk. Nyamuk yang tidak terinfeksi mendapatkan virus ketika mereka menghisap darah dari individu yang terinfeksi. Virus berkembang pada tubuh nyamuk selama 1-2 minggu dan ketika mencapai kelenjar ludah nyamuk, virus dapat bertransmisi pada manusia saat nyamuk menghisap darah manusia. Setelah nyamuk yang infeksius menggigit manusia, virus akan bereplikasi pembuluh limfa dan selama 2-3 hari akan menyebar ke seluruh tubuh melalui darah. Virus bersirkulasi dalam darah selama 4-5 hari selama masa demam dan akan hilang dalam waktu sehari ketika suhu tubuh menurun.(3)
13
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia dan mentransmisikan virus dengue.(5) III.
Epidemiologi Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Di Asia Tenggara, angka kejadian DBD meningkat dari dibawah 100.000 kasus pada tahun 1950-1960an menjadi 200.000 kasus pada tahun 90an. Peningkatan angka kejadian juga dilaporkan terjadi diluar dari area tropis dan subtropis.(5)
Gambar 3. Distribusi Geografis Dengue. (5) Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatanpersebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%)kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadijuga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.(8)
14
Gambar 4. Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968-2009. (8)
IV.
Gejala klinis Menurut WHO 2009, Gambaran klinis dari penderita dengue dibagi atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.(8) A. Fase Febris Pada fase ini biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, suhu tubuh biasanya mencapai 39-400 C, bersifat bifasik. Pada fase ini juga biasanya disertai rash atau eritema kulit yang bisa ditemukan pada wajah, leher, atau dada pada 2-3 hari pertama. Ruam berkembang berbentuk makopapular pada hari ketiga hingga hari keempat.(4,8) Selain itu dapat pula ditemukan nyeri seluruh tubuh, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan pua nyeri pada tenggorokan, injeksi farings dan konjugtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti uji turniket positif atau peteki dan perdarahan mukosa.Walaupun jarang bisa juga ditemukan epistaksis hebat, perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.(4,8) B. Fase Kritis
15
Terjadi pada hari ke 3-7 dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului dengan penuruna trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.(8) C. Fase pemulihan Bila fase kritis terlewati maka terjadilah pengembalian cairan dari ekstravaskular ke intravaskular secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan kembali serta hemodinamik membaik.(8)
Gambar 5. Perjalan penyakit pada infeksi virus dengue.(8)
V.
Patogenesis Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa menkanisme imunopatologis berperan terhadap terjadinya DBD dan bentuk yang lebih parah berupa DSS. Adapun respon imun yang berperan adalah:(1) a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi oleh antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchanment.
16
b. Limfosit T berupa T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperdan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue c. Monosit dan makrofag berperan pada fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus meningkat. d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan tebrentuknya C3a dan C5a.
Gambar 6. Immunopatogenesis demam berdarah dengue.(1) Selain teori diatas, pada tahun 1973 Halstead mengajukan sebuah hipotesis tentang secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.(1)
17
Gambar 7. secondary heterologous infection(1) VI.
Diagnosis Menurut WHO, kriteria yang harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis DBD adalah sebagai berikut:(4) A. Manifestasi Klinis - Demam, perlangsungan akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung -
selama 2-7 hari pada kebanyakan kasus. Adanya manifestasi perdarahan berupa perdarahan provokatif (uji turniket positif) maupun perdarahan spontan (peteki, purpura, epistaksis,
-
perdarahan gusi, hematesis dan/atau melena) Hepatomegali atau pembesaran hati Syok, dengan manifestasi berupa takikardi, nadi melemah, tekanan nadi
menyempit, dan akral dingin. B. Pemeriksaan Laboratorium - Trombositopenia ( ≤100.00 sel per mm3) - Hemokonsentrasi, yaitu peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% Dengan ditemukannya dua dari 4 gejala klinis yang ada disertai temuan laboratorium berupa trombositopenia dan hemokonsentrasi, demam berdarah dengue sudah dapat ditegakkan.(4) Berdasarkan temuan klinis dan laboratorium tadi, Demam Berdarah Dengue dapat diklasifikasikan berdadarkan derajat keparahan. DBD dibagi dalam 4 derajat yaitu:(1,3,4) 18
1. DBD Grade I Memberikan gejala demam, sakit kepalam nyeri retro-orbital, mialgia dan artralgia ditambah uji turniket memberikan hasil positif. Selain itu pada hasil laboratorium ditemukan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit sebagai tanda terjadinya kebocoran plasma. 2. DBD Grade II Memenuhi krtieria DBD grade I disertai tanda-tanda perdarahan spontan seperti perdarahan gusi, epsitaksis, melena dan/atau hematesis. 3. DBD Grade III Pasien dikategorikan kedalam DBD grade III jika memenuhi kriteria DBD grade II disertai tanda-tanda adanya kegagalan sirkulasi. 4. DBD Grade IV Pasien dikategorikan DBD grade IV jika memenuhi kriteria DBD grade III disertai dengan tekanan darah dan nadi yang tidak terukur. Pasien dikatakan mengalami Dengue Shock Syndrome jika mengalami DBD grade III-IV. Kondisi pasien yang menjadi syok biasanya tiba-tiba memburuk setelah demam selama 2-7 hari. Terdapat tanda khas dari kegagalan sirkulasi yaitu kulit menjadi dingin dan nadi menjadi cepat dan lemah. Pasien mungkin awalnya letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki stadium kritis dari syok Nyeri abdomen akut seringkali dikeluhkan sebelum terjadinya syok.(2) Selain tanda tadi, DSS juga seringkali ditandai dengan menyempitnya tekanan nadi (≤20 mmHg) dan disertai terjadinya hipotensi. Pasien dengan syok berada dalam bahaya kematian jika tidak diatasi dengan baik. Pasien bisa saja masuk kedalam stadium syok yang lebih dalam dengan tekanan darah dan nadi yang tidak terukur.(1,8) VII.
Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium Pemeriksaan darah yang dilakukan untuk screening infeksi dengue adalah pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, angka trombosit dan apusan darah tepiuntuk melihat adanya limfositosis relatif disertai dengan limfosit plasma biru. Diagnosis
19
pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ataupun deteksi antigen virus RNA dengue. Namun karena prosedur yang rumit maka tes serologis yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgMatau IgG lebih banyak digunakan.Parameter laboratorium yang dimonitor antara lain:
Leukosit; dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif disertai adanya limfosit plasma biru.
Trombosit; umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-3-8.
Hematokrit;
kebocoran
plasma
dibuktikan
dengan
adanya
peningkatanhematokrit >20% dari nilai awal, umumnya dimulai pada hari ke3 demam.
Hemostasis; dilakukan pemeriksaan PTT, APTT, fibrinogen, D-Dimer pada keadaan yang dicurigai adanya perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin; dapat ditemukan hipoalbuminuria apabila terjadi kebocoran plasma.
SGOT/SGPT; dapat ditemukan peningkatan.
Ureum/kreatinin; bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit; sebagai parameter pemberian cairan.
Golongan darah; bila dibutuhkan tranfusi darah atau komponen darah.
Imunoserologi; IgM dideteksi mulai pada hari ke 3-5, meningkat pada minggu ke 3 dan hilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai dideteksi pada hari ke 14 sedangkan pada infeksi sekunder mulai dideteksi pada hari ke 2.
b. Radiologis Pada foto dada bisa didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Pemeriksaan foto rontgen sebaiknya dalam posisi dekubitus lateral kanan (RLD) Ascites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG.(3,4)
20
c. Tes Diagnostik Diagnosis infeksi dengue yang tepat dan efisien merupakan elemen yang penting dalam penatalaksanaan infeksi dengue. Metode diagnosis laboratorium untuk mengkonfirmasi infeksi dengue dapat dilakukan dengan mendeteksi adanya virus, asam nukleat virus, antigen, maupun antibodi. Setelah onset penyakit, virus dapat dideteksi pada serum, plasma, sel darah, dan jaringan lain selama 4-5 hari.Selama fase awal penyakit, isolasi virus, deteksi asam nukleat atau antigen dapat dilakukan untuk mendiagnosis infeksi dengue. Pada akhir fase akut infeksi,metode serologi merupakan pilihan utama.(5) Respon antibodi terhadap adanya infeksi sangat bervariasi antar individu. Antibodi IgM merupakan imunoglobulin yang paling awal muncul. Antibodi ini dapat dideteksi pada 50% pasien 3-5 hari setelah onset penyakit, meningkat menjadi 80% pada hari ke 5 dan menjadi 99% pada hari ke 10. (5) Puncak IgM adalah 2 minggu setelah onset penyakit kemudian menurun sampai pada kadar yang tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Anti dengue srum IgG secara umum dapat dideteksi pada kadar kecil pada akhir minggu pertama kemudian meningkat perlahan. Serum IgG dapat dideteksi setelah beberapa bulan bahkan seumur hidup. Pada infeksi sekunder, titer antibodi akan meningkat lebih cepat.Imunoglobulin yang dominan adalah IgG yang terdeteksi dalam kadar yang tinggi bahkan dalam fase akut.(5)
21
Sebelum hari ke 5 dari onset penyakit atau selama fase demam, infeksi dengue dapat didiagnosis dengan isolasi virus pada kultur sel, deteksi RNA virus dengan nucleic acid amplification test (NAAT) atau dengan mendeteksi antigen virus dengan ELISA atau rapid test. NS1 dan rapid dengue antigen detection test dapat digunakan karena cepat dan terjangkau. Setelah hari ke 5 dari onset penyakit, virus dengue dan antigen akan menghilang dari darah dan mulai muncul antibodi spesifik. Antigen NS1 mungkin masih dapat dideteksi pada sebagian kecil orang. Tes serologi, waktu pengambilan spesimen lebih fleksibel daripada isolasi virus atau antigen.(5)
22
VIII.
Penatalaksanaan Sampai hari ini, tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue. Prinsip utama pengobatan pada penyakit ini cuma berupa terapi suportif. Steroid, antiviral, maupun karbazokrom tidak memiliki peran yang berarti. Dengan terapi suportif yang adekuat angka kematian dapat diturunkan hingga 1%. Pemeliharaan cairan sirkulasi adalah tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
23
Asupan cairan harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral tidak bisa dipertahankan maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.(1,5) Selain terapi cairan, paracetamol bisa digunakan untuk sebagai obat penurun panas dan analgesik. Aspirin dan dan NSAID lainnya sebaiknya dihindari karena bisa meningkatkan resiko terjadinya Reye’s syndrome dan hemoragik. Assesmen dari kondisi pasien berupa pemeriksaan lab harus dievaluasi setiap 24 jam untuk mengawasi tanda-tanda terjainya syok.(5) Protokol pengobatan infeksi virus dengue yang digunakan di Indonesia terbagi dalam 5 kategori yaitu:(1)
Protokol 1: Penanganan Tersangka DBD (probable) tanpa syok Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat Protokol3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan nilai hematokrit>20% Protokol 4: Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD Protokol 5:Tatalaksana Dengue Syok Sindrome
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo,A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta:PusatPenerbitan IPD FKUI, 2009.p.1731-1735 2. World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue shocksyndrome in the context of the integrated management of childhood illness. Departmentof Child and Adolescent Health and Development. WHO/FCH/CAH/05.13. Geneva,2005 3. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: An Escalating Problem. BMJ 2002;324:1563-6 4. Liolios A. Volume resuscitation: the crystalloid vs colloid debate revisited. Medscape
2004.Available
from:
URL:http://www.medscape.com/viewarticle/480288 5. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison
of three fluidsolutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J Med 2005; 353:877–89
25