BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD ) merupakan salah salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia, dimana masalahnya cenderung semakin luas, penyebarannya sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan mobilitas penduduk, seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk kejangkitan penyakit DBD, karena virus penyebab dan nyamuk penular ( Aedes Aegypty ) tersebar luas. Hasil Survei jentik di 7 kota besar di Indonesia pada tahun 2000 rata-rata masih dibawah yang diharapkan ( > 80 untuk Indonesia dan > 95 % untuk daerah endemis ) ( Depkes RI.1999 ) Kejadian di Sulawesi Selatan dari tahun 2000 dan 2001 ditemukan peningkatan kasus kematian yaitu masing-masing 63 penderita ( CFR = 7, 94 % ) dan 361 penderita (CFR = 7,76 %). Dimana kabupaten/kota adalah kota
Makassar. Angka ini
yang menyumbangkan penderita terbanyak
diprediksikan akan
meningkat pada tahun-tahun
berikutnya ( Dinkes Prop. Sul-Sel 2002 ) Laporan dari beberapa Rumah Sakit di Kota Makassar terutama RSU Daya ditemukan jumlah kasus DBD tahun 2004 sebanyak 119 orang dengan jumlah kematian sebanyak 2 orang ( CFR =1,7 % ) dimana sebelumnya tidak ditemukan kasus yang meninggal. Sementara di RS Faisal terjadi peningkatan jumlah penderita/kasus DBD dari tahun 2002 yaitu 98 kasus. Tahun 2003 yaitu 152 kasus dan 2004 sebanyak 214 kasus. Melihat kasus-kasus diatas sangat dibutuhkan peranan surveilans dalam program pencegahan dan pemberantasan DBD. Surveilans dapat menilai perkembangan penyakit, pencegahan dan pemberantasan DBD serta dapat membantu menentukan strategi pencegahan dan pemberantasannya, terutama
untuk perencanaan, pengendalian dan
evaluasi program. Untuk memahami pelaksanaan surveilans DBD ini, dibutuhkan praktek pelaksanaan surveilans DBD agar setiap mahasiswa jurusan epidemiologi mempunyai kemampuan maksimal untuk melaksanakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit penular secara umum dan penyakit DBD secara khusus.
1
B. Tujuan Tujuan Umum Untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD) yang terjadi di Rumah Sakit Faisal dan Rumah Sakit Daya Tujuan Khusus 1. Mengetahui jumlah kasus dan kemtaian penyakit DBD di RS Faisal dan RS Daya pada tahun 2002, 2003 dan 2004 2. Mengetahui distribusi kasus DBD perbulan di RS Faisal dan RS Daya pada tahun 2002, 2003 dan 2004 3. Mengetahui gambaran epidemiologi penyakit DBD menurut umur, jenis kelamin pada RS Faisal dan RS Daya pada tahun 2002, 2003 2004 C. Manfaat Praktikum 1.
Manfaat praktis Hasil praktikum survailans penyakit DBD ini merupakan
salah satu
sumber
informasi pelaksanaan survailans rumah sakit di Rumah Sakit Faisal dan Rumah Sakit Daya dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan ( masyarakat ) dimasa yang akan datang. 2.
Manfaat ilmiah Hasil praktikum ini diharapkan menjadi salah satu sumber bacaan ( pustaka ) bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam membahas pelaksanaan survailan epidemiologi penyakit DBD.
3.
Manfaat institusi Hasil praktikum ini diharapkan menjadi masukan bagi FKM UNHAS khususnya dalam pelaksanaan praktikun survailans.
2
4.
Manfaat induvidu Meningkatkan kemampuan ( pengetahuan, keterampilan dan sikap ) mahasiswa dalam pelaksanaan survailans epidemiologi penyakit DBD secara khusus (survailans epidemiologi penyakit secara umum ) baik ditingkat masyarakat, Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas kesehatan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes albopiktus. Penyakit ini belum ada obatnya, pertolongan utama yang dapat dilakukan adalah memberi minum sebanyak mungkin atau memberi infus, selain itu dapat juga diberi obat penurun panas dan atau kompres dingin ( Dinkes Prop. Sul-Sel 2004) Berat ringannya penyakit DBD sangat ditentukan oleh daya tahan tubuh seseorang, jika kebetulan daya tubuhnya kuat maka virus penyebabnya akan mati dalam waktu lebih kurang satu minggu, kemudian penderitanya akan sembuh.( Depkes RI 2002 ) A. Etiologi (Penyebab ) DBD Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus ( Dengue ) yaitu suatu virus yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada system pembekuan darah (trombosit ), sehingga mengakibatkan perdarahan. ( Dinkes Prop. Sulsel 2002 ) B. Vektor dan Cara penularan 1. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit DBD adalah a.
nyamuk Aedes Aegypti
( jenis nyamuk yang senang bersaran didalam
rumah ) atau Aedes Albopictus ( nyamuk kebun ) b.
ditularkan melalui gigitan/mengisap darah orang yang sakit BDB dan tidak sakit DBD tetapi didalamya terdapat virus dengue.
c.
Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk aedes aegypti termasuk ke kelenjar liurnya.
d.
nyamuk yang sudah mengandung virus dengue, seumur hidupnya dapat menularkan penyakit DBD kepada orang lain.
e.
bila orang yang ditulari tidak memiliki kekebalan tubuh, maka segera akan menderita penyakit demam berdarah dengue ( DBD )
4
2. Ciri-ciri dan sifat nyamuk Aedes Aegypti : a. Badan kecil berukuran 0,5 -1 cm, warna hitam dan belang-belang (loreng ) putih pada seluruh tubuhnya, berkembang biak ditempat penampungan air dan barang-barang bekas yang memungkinkan air tergenang ( hidup didalam dan sekitar rumah ) selalu bergerak aktif didalam air. Gerakannya berulangulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernapas, kemudian turun kembali dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya tegak lurus dengan permukaan air. b. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak diselokan/got, kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah. c. Biasanya mengigit (mengisap darah ) pada pagi hari dan sore hari. ( jam 06.00-10.00 dan 16.00-18.00 ) d. Mampu terbang sampai 100 meter 3. Daur hidup nyamuk Aedes Aegypti a. Nyamuk betina meletakan telunya ( Ukuran sangat kecil + 0,7 mm, warna hitam, tahan samapi 6 bulan ditempat kering ) didinding tempat penampungan air atau barang-barang bekas yang memungkinkan air tergenang sedikit dibawah permukaan. b. Tiap dua hari nyamuk betina mengisap darah manusia untuk mematangkan telur dalam tubuh nyamuk c. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk memerlukan waktu 7 -10 hari d. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.
5
C. Kasus DBD klinis adalah Kasus dengan gejala : 1.
demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, dengan suhu badan antara 38 C samapi 40 C
2.
disertai dengan manifestasi pendarahan terutama -
pendarahn kulit, Jika kulit direnggangkan maka bintik merah itu tidak hilang
-
perdarahan pada hidung (mimisan )
-
nyeri uluh hati karena pendarahan dilambung bisa terjadi muntah darah dan berak darah
3.
pembesaran hati (hepatomegali )
4.
dan adanya renjatan yang ditandai a. dengan nadi lemah, b. cepat dengan tekanan darah menurun ( Sistolik menjadi 80 mm Hg atau kurang ) c. kulit yang teraba dingin dan lembab terutam pada ujung hidung, jari dan kaki, d. penderita gelisa, e. dan siamosis sekitar mulut.
Berdasarkan gejala, penyakit demam berdarah dikelompokan menjadi 4 tingkatan Yaitu 1.
Stadium I Bentuk abortif, penderita tidak merasakan sesuatu gejala apapun
2.
Stadium II Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi 4 – 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik merah pada kulit
3.
Stadium III Dengue haemoragic Fever ( Demam Berdarah Dengue ), gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung, mulut dan seterunya sebagai manifestasi pendarahan.
6
4.
Stadium IV Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok/presyok, dimana pada bentuk ini sering terjadi kematian.
D. Pencegahan DBD dan Pemberdayaan Masyarakat (Dinkes Prop. Sulsel 2002 ) Pemberian pertolongan pertama 1. beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak atau susu dan teh atau minuman lain. 2. berikan obat penurun panas misalnya paracetamol dengan dosis : a.
Anak-anak 10-20 mg/kg/BB per hari
b.
Dewasa 3 x 1 tabel/hari
3. rujuk ke tenaga kesehatan, Puskemas atau rumah sakit bila ditemukan tanda positif Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya harus diberantas karena vaksin pencegahan belum ada. Cara yang dianggap paling tepat untuk memberantas nyamuk aedes aegypti adalah memberantas jentik-jentik dan membersihkan tempat berkembang biaknya atau pemberantasan sarang nyamuk DBD ( PSN-DBD ). Setiap keluarga harus melaksanakan PSN-DBD secara teratur dirumah dan dilingkungannya sekurang-kurangnya seminggu sekali. Cara
melaksanakan
PSN-DBD
ditingkat
dianjurkan untuk melaksanakan kegiatan 3 M
keluarga
dan
lingkungannya
dengan melibatkan semua anggota
keluarga. Prinsip 3 M ini adalah 1. Menguras bak mandi sekurang-kurangnya semingu sekali 2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air 3. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air Disamping pencegahan dengan prinsip 3M diatas dianjurkan pula memberikan bubuk Abate ( takaran : 1 sdk makan peres ( + 10 gram untuk 100 liter air ) pada
7
tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau didaerah yang sulit air bersih sehingga perlu penampungan air hujan. Untuk pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pendekatan kepada tokoH masyarakat dan kader kesehatan yang sangat dekat dengan masyarakatnya. Langkahlangkah yang dapat dilakukan oleh tokoh masyarakat dan kader kesehatan dengan fasilitasi petugas kesehatan adalah : 1. Kunjungan rumah untuk penyuluhan perorangan dan keluarga 2. Penyuluhan di posyandu, kelompok pengajian dan arisan 3. Penyuluhan melalui media seperti poster, spanduk, leaflet dan lain-lain 4. Penggalangan masyarakat melalui pembentukan kelompok kerja DBD. Untuk identifikasi
keberadaan nyamuk aedes aegypti
menurut petunjuk
pemberantasan nyamuk aedes aegypti (Depkes RI 2004 ) selanjutnya disebut Pemeriksaan Jentik (indeks Rumah ) untuk menentukan Angka Bebas Jentik (ABJ), dilakukan pada desa, dusun atau asrama serta tempat-tempat yang terdapat penderita DBD atau yang dicurigai akan terserang DBD. Identifikasi digunakan untuk fogging, abatisasi atau gerakan pembersihan sarang nyamuk dapat dilakukan dengan langkahlangka sebagai berikut : 1. Tentukan 100 rumah, mulai dari rumah penderita atau yang dicurigai 2. Lakukan pemeriksaan pada tandon air yang berisi jentik aedes aegypti 3. Bila telah ditemukan 5 rumah positif, identifikasi dihentikan dan dinyatakan sebagai indeks rumah 5 % atau lebih maka direkomendasikan dilakukan fogging, abatisasi, PSN kalau ada penderita. Jika tidak ada penderita hanya dilakukan abatisasi dan PSN. 4. Bila belum ditemukan 5 rumah positif, identifikasi dilanjutkan sampai 100 rumah. Bila belum ditemukan 5 rumah maka dinyatakan sebagai indeks rumah kurang 5 % rekomendasi yang dilakukan adalah hanya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN ) E. Survailans Epidemiologi a. Pengertian survailans epidemiologi Survailan epidemiologi adalah kegiatan yang dilakukan secara rutin dan teratur serta berkesinambungan berupa pencatatan dan pengamatan yang lengkap
8
dan cermat mengenai distribusi, frekwensi dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penyebab penyakit untuk kepentingan
pencegahan dan penanggulangan suatu
penyakit. Secara garis besar survailan epidemiologi dapat dibagi menjadi : 1. Survailans aktif (atau biasa juga disebut surveilans rutin ), yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyekit tertentu 2. Survailans Pasif, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan kesehatan, dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang penyakit, perubahan-perubahan yang terjadi dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut. Langkah-langkah dalam melakukan surveilans epidemiologi dimulai dari : 1. Pengumpulan / pencatatan kejadian (data) yang dapat dipercaya dengan sumber: e. Pencatatan kematian f. Laporan penyakit dan wabah g. Pemeriksaan laboratorium h. Penyelidikan peristiwa penyakit dan wabah serta distribusi vektor dan reservoir penyakit i. Survai j. Penggunaan obat-obatan, serum dan vaksin k. Keterangan penduduk dan lingkungan ( data statistik ) 2. Pengolahan data untuk dapat memberikan keterangan yang berarti 3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan 4. Penyerbarluasan data/keterangan termasuk umpan balik 5. perencanaan penanggulangan khusus dan program pelaksanaannya 6. Evaluasi dan penilaian hasil kegiatan
9
b. Analisis Epidemiologi Deskriptif Gambaran survailans epidemiologi deskriptif dapat ditampilkan menurut karakteristik waktu, tempat dan orang. Karakteristik waktu dapat disajikan dalam bentuk kurva epidemi, dan karakteristik tempat dan orang dapat disajikan/ditampilkan dengan menggunakan tabel dan peta. 4. Attack Rate (AR) dan Case Fatality Rate (CFR) Attack Rate adalah sama dengan Incidance Rate (IR). Attack Rate digunakan pada masa periode KLB sementara Incidance Rate digunakan pada periode non KLB rumusnya adalah sebagai berikut : Jumlah kasus KLB selama periode KLB Attack RateJumlah = populasi rentan KLB
IR
Jumlah kasus baru selama periode tertentu = Jumlah populasi rentan periode tertentu
X K
X K
Case Fatality Rate mempunyai rumus sebagai berikut :
CFR
Jumlah kasus KLB yg meninggal selama periode KLB =Jumlah kasus selama periode KLB
X K
Attack Rate (angka serangan ) dan case fatality rate (angka fatalitas kasus ) sering digunakan menurut karakteristik epidemiologi ( umur, jenis kelamin, tempat kerja dan sebagainya ). Rate sering digunakan untuk mengetahui adanya kelompok-kelompok rentan terhadap serangan KLB atau juga penyakit yang sering muncul.
10
BAB III METODOLOGI
A.
Metode Praktikum Metode praktikum dilakukan berdasarkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif 1.
Pendekatan kuantitatif berupa pengamatan survailans epidemiologi deskriptif dengan menggunakan data sekunder laporan Surveilan rutin, W1 dan W2
2.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan Rapid Assesment Prosedure (RAP), yaitu dengan mengumpulkan data primer melalui : a. wawancara
dengan
penderita
dan
keluarganya,
dengan
menggunakan kuessioner KLB DBD b. Wawancara dengan petugas kesehatan, baik yang menangani penderita secara langsung maupun yang berkaitan dengan variabel yang dicurigai. B.
Pengolahan Data Data yang dikumpulkan diolah dalam bentuk tabel/grafik dan narasi dan hasilnya dianalisas kemudian dituangkan dalam bentuk laporan hasil praktikum Survailan epidemiologi DBD ( terlampir )
C.
Lokasi dan Waktu Praktek Praktikum survailan dilakukan di Rumah Saki Faisal dan RSU Daya dan bila memungkinkan dilakukan pula di masyarakat dan Puskesmas yang berdekatan dengan kedua Rumah Sakit tersebut. Waktu praktek direncanakan selama 12 hari
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan praktukum Survailans Epidemilogi Penyakit DBD di RS Faisal dan RSU Daya selam tiga hari. Pada pengumpulan dan pengolahan data awal, jumlah kasus DBD tahun 2002 dan 2003 di RSU Daya masing-masing sebanyak 140 penderita dan 165 penderita dengan angka kematian ( CFR = Case Fatality Rate ) sebesar 0 % . Sementara pada tahun 2004 jumlah kasus sebanyak 119 orang ditemukan angka kematian 2 orang (CFR 1,7 % ) Tabel 1. CFR Demam Berdarah Dengue di RSU Daya Dan RS Faisal pada tahun 2002-2004 No
Tahun
RSU Daya 1 2002 2 2003 3 2004 RSU Faisal 1 2002 2 2003 2 2004 Sumber data: Data Primer
Jumlah Penderita
Jumlah yang mati
CFR (0/0)
140 165 119
0 0 2
0 0 1,70
98 152 214
3 3 2
3,06 1,97 0,93
Pada RS Faisal terjadi penurunan angka kematian ( CFR ) yaitu masing-masing dari tahun 2002, 2003 dan 2004 adalah sebesar 3,06 %, 1,97 dan 0,93. Namun bila dilihat dari jumlah penderita dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004
terjadi
peningkatan yang masing-masing 98, 152 dan 214 penderita. Untuk memperoleh gambaran penderita DBD di RS Faisal dan RSU Daya berikut akan dijelaskan gambaran deskriptif menurut waktu, orang penyakit DBD dibawah ini.
12
A.
Distribusi Kasus DBD menurut waktu Penyajian distribusi kasus DBD menurut waktu perbulan dimaksudkan untuk mengetahui frekwensi kasus yang di hubungkan dengan factor waktu dan masa tunas penyakit DBD, apakah terjadi penurunan, tetap atau terjadi peningkatan pada bulanbulan berikutnya dalam tahun yang bersangkutan atau adanya perbedaan pada bulanbulan, satu atau dua tahun sebelumnya. Penyajian distribusi kasus DBD perbulannya juga dapat memberikan gambaran upaya pencegahan dan penanggulangan termasuk penanganan penyakit DBD di masyarakat yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. menunjukkan
Semakin tinggi jumlah kasus penyakit di Rumah Sakit
tidak maksimalnya upaya pencegahan dan penanggulangan yang
dilakukan di masyarakat ataupun di Puskesmas demikian sebailiknya. 1. Distribusi Kasus DBD perbulan di RSU Daya Pada laporan bulanan survailans penderita/kasus DBD yang dilakukan oleh RSU Daya, selama 3 tahun berturut-turut seperti terlihat pada tabel 1, terlihat terjadi peningkatan kasus DBD di tahun 2003 dibanding tahun 2002. Pada tahun 2004 distribusi kasus per bulannya berada dibawah distribusi kasus perbulannyan di tahun 2003 dan 2002. Disamping itu selama 3 tahun tersebut terlihat pola distribusi penyakit DBD cenderung naik (kasus tertinggi)
pada mulai bulan
September sampai dengan November dan mulai menurun sampai kasus terendah pada bulan April.
13
Tabel 2 Grafik Distribusi Kasus DBD per Bulan di RS Daya tahun 2002, 2003 dan 2004
Sumber data: Data primer RS Daya Dari gambaran kasus DBD perbulannya ini, dapat dijelaskan bahwa telah dilakukan upaya-upaya pencegahan, penanggulangan dan penanganan kasus DBD oleh masyarakat dan pemerintah setempat dimana RSU Daya sebagai tempat penanganan/rujukan
penderita. Upaya-upaya pencegahan, penanggulangan dan
penanganan kasus DBD tersebut diantaranya
Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan melakukan tiga M, kebiasaan hidup ( menggantung pakaian, tidur pagi dan sore hari ) dan penanganan kasus secara dini oleh puskesmas dan masyarakat cenderung telah dilakukan ( bisa jadi karena RSU Daya selama tiga tahun terakhir berada pada masa transisi dari Puskesmas ke peningkatan Status menjadi Rumah Sakit dimana disatu sisi masih memberikan pelayanan sebagai 14
puskesmas juga disisi lain memberikan pelayanan Rumah Sakit ) sehingga terlihat penurunan penderita penyakit DBD yang di tangani oleh RSU Daya selama tiga tahun berturut-turut.
2. Distribusi Kasus DBD perbulan di RS Faisal Pada laporan bulanan survailans penderita/kasus DBD yang dilakukan oleh RS Faisal, selama 3 tahun berturut-turut seperti terlihat pada tabel 2 Tabel 3 Grafik Distribusi Kasus DBD per Bulan di RS Faisal tahun 2002, 2003 dan 2004
Sumber data: Data primer RS Faisal Pada tahun 2004 distribusi kasus per bulannya di RS Faisal berada diatas distribusi kasus perbulannyan di tahun 2003 dan 2002. Sama halnya dengan RSU Daya selama 3 tahun tersebut terlihat pola distribusi penyakit DBD cenderung naik ( kasus tertinggi ) pada mulai bulan September sampai dengan November dan mulai menurun sampai kasus terendah pada bulan April. Dari gambaran kasus DBD perbulannya ini, dapat dijelaskan bahwa upayaupaya pencegahan, penanggulangan dan penanganan kasus DBD oleh masyarakat dan pemerintah setempat dimana RSU daya sebagai tempat penanganan/rujukan
15
penderita sepertinya tidak dilakukan secara maksimal. Upaya-upaya pencegahan, penanggulangan dan penanganan kasus DBD tersebut diantaranya Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN ) dengan melakukan tiga M,
kebiasaan hidup
dan
penanganan kasus secara dini oleh puskesmas dan masyarakat cenderung tidak dilakukan sehingga terlihat peningkatan penderita penyakit DBD yang di tangani oleh RS Faisal selama tiga tahun berturut-turut. Dari gambaran distribusi kasus perbulannya di RSU Daya dan RS Faisal dapat diambil beberapa praduga untuk ditelaah lebih lanjut diantaranya : 1. Adanya pola distribusi penyakit DBD yang sama di RSU Daya dan Faisal yaitu adanya kecenderungan peningkatan kasus
pada bulan-bulan Oktober dan
penurunan kasus pada bulan-bulan April selama 3 tahunn berturut-turut. 2. Semakin tinggi kasus penyakit DBD di Rumah Sakit ( Baik di RSU Daya mapun di RS Faisal menunjukkan penanggulangan
dan
penanganan
rendahnya upaya-upaya pencegahan, kasus
penyakit
DBD
di
tingkat
masyarakat/Puskesmas. Demikin sebaliknya semakin rendahnya kasus penyakit DBD di Rumah Sakit menunjukkan upaya-upaya pencegahan, penanggulangan dan penanganan kasus ditingkat masyarakat/Puskesmas semakin baik.
B.
Gambaran epidemiologi penyakit DBD menurut umur, jenis kelamin, Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang semua orang yaitu anakanak, orang dewasa maupun orang tua baik jenis kelamin laki maupun perempuan yang menjadi tempat terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit. Gambaran epidemiologi penyakit DBD dapat ditunjukkan menurut umur dan jenis kelamin dengan maksud untuk mengetahui pada golongan umur berapa dan jenis kelamin apa, penyakit DBD terdapat banyak kasus, disamping juga untuk mengetahui jenis upaya penanganan apa yang akan dilakukan terhadap penderita.
16
Berikut adalah table distribusi penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) di RS Faisal dan RS Daya pada tahun 2004 menurut umur dan jenis kelamin
17
1.
Gambaran epidemiologi penyakit DBD menurut umur pada RS Faisal Jumlah penyakit DBD di RS Faisal
pada tahun 2002 banyak terdapat
pada golongan umur 5-14 tahun yaitu sebanyak 45 kasus dari 98 kasus yang dilayani, dengan jumlah kematian sebanyak 2 orang (CFR 3,1 %) pada golongan umur tersebut. Pada tahun 2003 jumlah kasus terbanyak bergeser ke golongan umur 15-44 tahun yaitu sebanyak 73 kasus dari 152 kasus
yang dilayani
namun kematian masih terjadi pada golongan umur 5-14 tahun yaitu 2 orang (CFR = 3,6 %), demikian pula pada tahun 2004 jumlah kasus terbanyak berkisar pada golongan umur 15-44 tahun yaitu sebanyak 90 kasus dari 214 kasus yang dilayani namun kematian masih berkisar pada golongan umur 5-14 tahun yaitu 2 orang ( CFR = 2,7 % ) Tabel 4 Jumlah penderita dan CFR Demam Berdarah Dengue di RS Faisal menurut umur tahun 2002. 2003 dan 2004 Gol. Umur
Tahun 2002 Kasus Mati CFR
< 1tahun 4 0 0.0 1 - 4 thn 15 0 0.0 5 -14 thn 45 2 4.4 15-44 thn 32 1 3.1 > 45 thn 2 0 0.0 Jumlah 98 3 3.1 Sumber data : data Primer RS Faisal
Tahun 2003 Kasus Mati CFR 0 23 55 73 1 152
0 0 2 1 0 3
0 0 3.6 1.4 0 2.0
Tahun 2004 Kasu Mat CFR s i 8 0 0 36 0 0 73 2 2.7 90 0 0 7 0 0 214 2 0.9
Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut umur pada RS Faisal ini, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Jumlah kasus terbanyak pada golongan umur 5-14 tahun ditahun 2002 bergeser ke golongan umur 15-44 tahun ditahun 2003 dan 2004. Pergeseran ini salah satu sebabnya adalah perhatian penanggulangan kasus
18
penyakit DBD pada usia Sekolah Dasar ( SD ) dan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) dan kemudian perhatian mulai turun pada usia diatas. 2.
Angka kematian penderita DBD terbanyak selama tiga tahun berturut dari tahun 2002 sampai dengan 2004 justru tetap berkisar pada golongan umur 5-14 tahun. Angka kematian yang tinggi pada golongan usia ini atau usia Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) karena kontak dengan nyamuk (digigit nyamuk)
lebih besar jika dibandingkan dengan
golongan usia lainnya bila dilihat dari jenis pakaian yang dikenakan. Tabel 5 Grafik Distribusi Kasus DBD Menurut Umur di RS Faisal tahun 2002, 2003 dan 2004
Sumber Data : Data Primer RS Faisal 2. Gambaran epidemiologi penyakit DBD menurut Jenis Kelamin pada RS Faisal Pada tahun 2002 distribusi penderita DBD terbanyak di temukan pada jenis kelamin laki-laki yaitu 50 orang dari 98 penderita namun jumlah kemtaian
19
tertinggi justru terjadi pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 2 orang ( CFR = 4,2 % ). Tabel 6 Jumlah penderita dan CFR Demam Berdarah Dengue di RS Faisal menurut jenis kelamin tahun 2002, 2003 dan 2004 Jenis Kelamin
Tahun 2002 Kasus Mati CFR
Tahun 2003 Kasus Mati CFR
Laki-Laki
50 1 2.0 75 48 2 4.2 77 Jumlah 98 3 3.1 152 Sumber Data : Data Primer RS Faisal Perempuan
2 1 3
2.7 1.3 2.0
Tahun 2004 Kasu Mat CFR s i 101 1 0.9 113 1 0.9 214 2 0.9
Pada tahun 2003 jumlah kasus bergeser pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 77 penderita dari 152 penderita tetapi justru kematian masih terbanyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 2 orang ( CFR = 2,7 ). Demikian halnya pada tahun 2004
jumlah kematian terbanyak ditemukan pada jenis
kelamin perempuan dengan jumlah kematian dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-masing adalah satu. Tabel 7 Grafik Distribusi Kasus DBD Menurut Umur di RS Faisal tahun 2002, 2003 dan 2004
20
Sumber Data : Data Primer RS Faisal Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut jenis kelamin tersebut diatas pada RS Faisal, dapat diambil beberapa pembahasan sebagai berikut : 1.
Walaupun terjadi bergeseran penderita DBD pada jenis kelamin laki-laki
ditahun 2002 ke perempuan pada tahun 2003 dan 2004, namun
bergerseran ini tidak terlalu terlalu bermakna karena hanya selisi 3-11 penderita saja. Artinya semua jenis kelamin baik laki-laki mapun perempuan mempunyai resiko yang sama untuk menderita penyakit DBD 2.
Jumlah kematian dari tahun 2002 sampai tahun 2004 per jenis kelamin bisa ditekan atau mengalami penurunan, namun jika tidak disertai dengan jumlah kasus yang dilayani dimana dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Artinya tindakan pencegahan agar pasien yang sakit tidak menjadi mati tidak dibarengi dengan tindakan pencegahan primer.
3.
Gambaran epidemiologi penyakit DBD menurut umur pada RSU Daya
21
Di Rumah Sakit Umum Daya jumlah penderita pada tahun 2002 banyak terdapat pada golongan umur 5-14 tahun yaitu sebanyak 59 penderita dari 140 penderita yang dilayani,
demikian halmya di tahun 2003
yaitu sebanyak 67
penderita dari 165 penderita yang dilayani, baik ditahun 2002 dan 2003 tidak terjadi kematian untuk semua golongan umur. Tabel 8 Jumlah penderita dan CFR Demam Berdarah Dengue di RSU Daya menurut umur tahun 2002. 2003 dan 2004 Gol. Umur < 1tahun 1 - 4 thn 5 -14 thn 15-44 thn > 45 thn Jumlah
Tahun 2002 Kasus Mati CFR
Tahun 2003 Kasus Mati CFR
0 27 59 51 3 140
0 34 67 60 4 165
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
Tahun 2004 Kasu Mat CFR s i 0 0 0 26 0 0 44 2 4.5 46 0 0 3 0 0 119 2 1.7
Sumber Data : Data Primer SRU Daya Pada tahun 2004 jumlah penderita bergeser ke golongan umur 15 – 44 tahun yaitu sebanyak 46 penderita dari 119 penderita yang dilayani, namun jumlah kematian justru terdapat pada golongan umur 5 – 14 tahun yaitu sebanyak 2 orang dari seluruh kematian yang terjadi ( CFR= 4,5 % ) Tabel 9 Grafik Distribusi Kasus DBD Menurut Umur di RS Daya tahun 2002, 2003 dan 2004
22
Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut umur tersebut diatas pada RSU Daya, dapat diambil beberapa keterangan sebagai berikut : 1.
Pada tahun 2002 dan 2003 jumlah penderita banyak terdapat pada golongan umur 5-14 tahun, di tahun 2004 bergeser pada golongan umur 51 – 44 tahun, namun pergeseran ini tidak terlalu besar artinya sama dengan RS Faisal semua penderita mempunyai resiko yang sama untuk menderita penyakit DBD.
2.
Ditahun 2002 dan 2003 untuk semua golonagn umur tidak terjadi kematian tetapi ditahun 2004 terjadi kematian yaitu pada golongan umur 5-14 tahun. Artinya kejadian kematian ini menggambarkan kurangnya tindakan pencegahan atau penanggulangan dini penyakit DBD di masyarakat dan juga penanganan kasus di Rumah Sakit.
4.
Gambaran epidemiologi penyakit DBD menurut umur pada RSU Daya
23
Jenis Kelamin perempuan di RS Daya di tahun 2002
banyak ditemukan
yaitu 72 penderita dari 140 penderita yang dilayani, tidak terjadi kematian untuk jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Demikian pula ditahun 2003 jenis kelamin perempuan banyak ditemuan yaitu 86 penderita dari 165 penderita yang dilayani tampa adanya kematian. Ditahun 2004 ditemukan kematian untuk jenis kelamin perempuan yaitu 2 orang dari 2 orang jumlah kemtaian di tahun tersebut, namun jumlah penderita terbanyak justru terjadi pada jenis kelamin laki-laki Tabel 10 Grafik Distribusi Kasus DBD Menurut Umur di RS Daya tahun 2002, 2003 dan 2004
Tabel 11 Jumlah penderita dan CFR Demam Berdarah Dengue di RSU Daya menurut jenis kelamin tahun 2002, 2003 dan 2004 Jenis Kelamin
Tahun 2002 Kasus Mati CFR
Tahun 2003 Kasus Mati CFR
Tahun 2004 Kasu Mat CFR
24
Laki-Laki Perempuan
Jumlah
68 72 140
0 0 0
0 0 0
79 86 165
0 0 0
0 0 0
s 60 59 119
i 0 2 2
0 3.4 1.7
Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut jenis kelamin tersebut diatas pada RSU Daya, dapat diambil beberapa pembahasan sebagai berikut : 1. Walaupun terjadi bergeseran penderita DBD pada jenis kelamin perempuan di tahun 2002 dan 2003 ke laki-laki di 2004, namun bergerseran ini tidak terlalu terlalu bermakna karena hanya selisi 2- 5 penderita saja. Artinya semua jenis kelamin baik laki-laki mapun perempuan mempunyai resiko yang sama untuk menderita penyakit DBD 2. Terjadi kematian ditahun 2004 dimana sebelumnya ditahun 2002 dan 2003 tidak terjadi kematian. Sehingga kejadian ini bisa menunjukkan dimasyarakat telah terjadi peningkatan kasus yang bermakna atau bisa jadi penanganan pasien di rumah sakit yang kurang maksimal.
25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
1.
Jumlah kasus DBD tahun 2002 dan 2003 di RSU Daya masing-masing sebanyak 140 penderita dan 165 penderita dengan angka kematian ( CFR = 0 % ) . Sementara pada tahun 2004 jumlah kasus sebanyak 119 orang ditemukan angka kematian 2 orang ( CFR 1,7 % )
2.
Untuk pada RS Faisal terjadi penurunan angka kematian ( CFR ) yaitu masing-masing dari tahun 2002, 2003 dan 2004 adalah sebesar 3,06 %, 1,97% dan 0,93 %. Namun bila dilihat dari jumlah penderita dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 terjadi peningkatan yang masing-masing 98, 152 dan 214 penderita.
3.
Dari gambaran distribusi kasus perbulannya di RSU Daya dan RS Faisal dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a.
Adanya pola distribusi penyakit DBD yang sama di RSU Daya dan Faisal yaitu adanya kecenderungan peningkatan kasus
pada bulan-bulan
Oktober dan penurunan kasus pada bulan-bulan April
selama 3 tahunn
berturut-turut. b.
Semakin tinggi kasus penyakit DBD di Rumah Sakit ( Baik di RSU Daya mapun di RS Faisal menunjukkan rendahnya upaya-upaya pencegahan, penanggulangan
dan
penanganan
kasus
penyakit
DBD
di
tingkat
masyarakat/Puskesmas. Demikian sebaliknya semakin rendahnya kasus penyakit DBD di Rumah Sakit menunjukkan upaya-upaya pencegahan, penanggulangan dan penanganan kasus ditingkat masyarakat/Puskesmas semakin baik. 4.
Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut umur pada RS Faisal dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Jumlah kasus terbanyak pada golongan umur 5-14 tahun ditahun 2002 bergeser ke golongan umur 15-44 tahun ditahun 2003 dan 2004.
26
Pergeseran ini salah satu sebabnya adalah perhatian penanggulangan kasus penyakit DBD pada usia Sekolah Dasar ( SD ) dan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) dan kemudian perhatian mulai turun pada usia diatas. b. Angka kematian penderita DBD terbanyak selama tiga tahun berturut dari tahun 2002 sampai dengan 2004 justru tetap berkisar pada golongan umur 5-14 tahun. Angka kematian yang tinggi pada golongan usia ini atau usia Sekolah Dasar ( SD ) dan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) karena kontak dengan nyamuk ( digigit nyamuk ) lebih besar jika dibandingkan dengan golongan usia lainnya bila dilihat dari jenis pakaian yang dikenakan. 5.
Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut jenis kelamin tersebut diatas pada RS Faisal, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Walaupun terjadi bergeseran penderita DBD pada jenis kelamin laki-laki ditahun 2002 ke perempuan pada tahun 2003 dan 2004, namun bergerseran ini tidak terlalu bermakna karena hanya selisi 3-11 penderita saja. Artinya semua jenis kelamin baik laki-laki mapun perempuan mempunyai resiko yang sama untuk menderita penyakit DBD b. Jumlah kematian dari tahun 2002 sampai tahun 2004 per jenis kelamin bisa ditekan atau mengalami penurunan, namun tidak disertai dengan jumlah kasus yang dilayani dimana dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Artinya tindakan pencegahan agar pasien yang sakit tidak menjadi mati tidak dibarengi dengan tindakan pencegahan primer. 6.
Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut umur tersebut diatas pada RSU Daya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Pada tahun 2002 dan 2003 jumlah penderita banyak terdapat pada golongan umur 5-14 tahun, di tahun 2004 bergeser pada golongan umur 51 – 44 tahun, namun pergeseran ini tidak terlalu besar artinya sama dengan RS Faisal semua penderita mempunyai resiko yang sama untuk menderita penyakit DBD.
27
b. Ditahun 2002 dan 2003
untuk semua golonagn umur tidak terjadi
kematian tetapi ditahun 2004 terjadi kematian yaitu pada golongan umur 5-14 tahun. Artinya kejadian kematian ini
menggambarkan kurang
tindakan pencegahan dan penanggulangan dini ( awal ) penyakit DBD di masyarakat dan juga penanganan kasus di Rumah Sakit. 7.
Dari gambaran distribusi penyakit DBD menurut jenis kelamin tersebut diatas pada RSU Daya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a.
Walaupun terjadi bergeseran
penderita DBD pada jenis kelamin
perempuan di tahun 2002 dan 2003 ke laki-laki di 2004, namun bergerseran ini tidak terlalu terlalu bermakna karena hanya selisi 2- 5 penderita saja. Artinya semua jenis kelamin baik laki-laki mapun perempuan mempunyai resiko yang sama untuk menderita penyakit DBD b.
Terjadi kematian ditahun 2004 dimana sebelumnya ditahun 2002 dan 2003 tidak terjadi kematian. Sehingga kejadian ini bisa menunjukkan dimasyarakat telah terjadi peningkatan kasus yang bermakna atau bisa jadi penanganan pasien di rumah sakit yang kurang maksimal. Adanya kematian menunjukkan adanya kesakitan, adanya kesakitan menggambarkan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit yang tidak maksimal. ditingkat masyarakat
B, SARAN Hasil Pelaksanaan praktikum Survailans Epidemiologi penyakit DBD di Rumah Sakit telah lebih memberikan gambaran atau kesimpulan jumlah penderita dan jumlah kematian baik dilihat dari ditribusi waktu per bulannya, distribusi/factor orang/penderita yang dilihat dari jenis kelamin dan golongan umur termasuk distribusi tempat dalam hal ini Rumah Sakit Daya dan RS Faisal yaitu semakin tingginya jumlah kasus dan jumlah kematian DBD di rumah sakit menunjukkan rendahnya tindakan pencegahan dan penanggulangan serta penanganan kasus di masyarakat/Puskesmas demikian sebaliknya, namun gambaran ini kurang mendapat perhatian. Untuk itu
28
disarankan kepada pihak-pihak yang berkepentingan ( Pelayanan medis dan pelayanan kesehatan masyarakat ) sebagai berikut : 1.
Peningkatan atau penurunan penderita di rumah sakit ( Daya maupun Faisal ) merupakan warning bagi pelayanan kesehatan masyarakat atau Puskesmas, maksimal atau tidak maksimal upaya-upaya yang telah dilakukan ( pencegahan primer )
2.
Penanganan kasus penderita DBD di rumah sakit seyogyanya berprinsip mencegah yang sakit agar tidak mati ( Pencegahan Sekunder )
3.
Adanya kematian penderita DBD di rumah sakit dijadikan mawas diri/RS bahwa penanganan kasus DBD harus ditangani secara maksimal dengan tidak memandangkan kaya dan miskinnya penderita karena pada dasarnya penyakit DBD dapat ditangani dengan peningkatan daya tahan tubuh.
29
Daftar Pustaka Ditjen PPM-PL, Depkes RI. Pedoman Survailan dan Respon KLB dalam rangka Reduksi Campak di Indonesia. Jakarta 2002 Dinkes Prop. Sul-Sel. Pedoman Penyuluhan Demam Berdarah Dengue (DBD), Makassar, 2002 Dinkes Prop. Sul-Sel, Buletin Epidemiologi Propinsi Sulawesi Selatan. Makasar 2002 Dinkes Prop. Sul-Sel, Buletin Epidemiologi Propinsi Sulawesi Selatan. Makasar 2003 Ditjen PPM-PL, Depkes RI. Berita Epidemiologi, Jakarta 1999. FKM-UNHAS, Buku Diktat Perkuliahan Penyakit Menular, Makasar 2000.
30