LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENTASI ANALITIK “ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KROMATOGRAFI GAS (GLC)”
Oleh : Kelompok 2
Ahmad Muhammad
(171424002)
Aisyah Hauraina Andikarini
(171424003)
Annisa
(171424004)
Awayni Husna
(171424005)
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Tujuan Percobaan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1.) Memilih jenis kolom yang akan digunakan untuk analisis kualitatif yang sesuai dengan jenis larutan baku dan cuplikan. 2.) Menyalakan GC dan detektor FID dengan tepat dan benar sesuai SOP. 3.) Mengatur suhu kolom/oven, injektor dan detektor pada GC. 4.) Mengatur parameter-parameter pada integrator yang dihubungkan dihubungkan ke GC. 5.) Menyuntikan larutan baku/standar dan cuplikan secara tepat dan benar. 6.) Mengamati pengaruh suhu terhadap RT dan pemisahan. 7.) Membandingkan RT dari larutan baku dengan cuplikan. 8.) Mengidentifikasi ada tidaknya alkohol dalam sampel.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Pengertian dan Prinsip Kromatografi Gas
Gas Chromatography (GC) adalah (GC) adalah alat yang digunakan untuk pemisahan suatu zat atau senyawa yang umumnya bersifat volatil. Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap pada suhu kamar. Sampel yang dapat digunakan dalam GC ini ini ada dua wujud yaitu cair dan gas. Prinsip kerja dari Gas Chromatography Chromatography yaitu sampel yang diinjeksikan ke dalam aliran fase gerak, gerak, kemudian akan dibawa oleh fase gerak yang berupa gas inert ke dalam kolom untuk dilakukan pemisahan komponen sampel berdasarkan kemampuannya interaksi diantara fase gerak dan fase diam. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat dan penunjangnya (Khopkar 2007). Pada dasarnya prinsip yang digunakan pada kromatografi gas dan HPLC secara
secara luas dalam pemurnian gas dan penghilangan asap, tetapi kurang kegunaannya dalam kromatografi. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran. 2.) Fase Gerak Disebut juga sebagai gas pembawa. Fungsi utamanya adalah untuk membawa uap analit melalui system kromatografi tanpa berinteraksi dengan komponen-komponen sampel. Adapun syarat-syarat fase gerak pada kromatografi gas yaitu sebagai berikut:
Tidak reaktif
Murni (agar tidak mempengaruhi detector)
Dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Biasanya mengandung gas helium, nitrogen, hydrogen, atau campuran argon dan metana.
Pemilihan gas pembawa yang digunakan tergantung dari detektor apa yang
Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium, hidrogen dan nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (High Eficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium dapat dialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerja hidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan
kinerja
nitrogen
berkurang
secara
drastis.
Semakin
cepat
solut
berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasa gerak maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepat membantu mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut, sehingga efisiensinya efisiensin ya meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen. Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yang lebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabil dengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya, helium banyak digunakan digunakan sebagai penggantinya. penggantinya. Kotoran yang
untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan injeksi splitless (splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume cuplikan yang masuk ke kolom. Cuplikan yang masuk biasanya hanya 0,1 % hingga 10 % dari 0,1-2 µL, sementara sisanya dibuang.
3.) Kolom Kolom pada umumnya terbuat dari baja tahan karat atau terkadang dapat terbuat dari gelas. Kolom kaca digunakan bila untuk memisahkan cuplikan yang mengandung komponen yang dapat terurai jika kontak dengan logam. Diamete r kolom yang digunakan biasanya 3 mm – mm – 6 6 mm dengan panjang antara 2-3 m. kolom dibentuk melingkar agar dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam oven/thermostat. Kolom adalah tempat berlangsungnya proses pemisahan komponen yang terkandung dalam cuplikan. Di dalam kolom terdapat fasa diam yang dapat berupa cairan, wax, atau padatan dengan titik didih rendah. Fasa diam ini harus sukar menguap, memiliki tekanan uap rendah, titik didihnya tinggi (minimal 100º C di atas suhu operasi kolom)
preparatif. Kolom yang terbuat dari stainless steel biasa dicuci dengan HCl terlarut, kemudian ditambah dengan air diikuti dengan methanol, aseton, metilen diklorida dan nheksana. Proses pencucian ini untuk menghilangkan karat dan noda yang berasal dari agen pelumas yang digunakan saat membuat kolom. Kolom pak diisi dengan 5% polyethylene glycol adipate dengan efisiensi kolom sebesar 40,000 40,000 theoretical plates
Kolom terbuka (open tubular column)
Kolom terbuka terbuat dari stainless steel atau quartz. Berdiameter antara 0,1 – 0,7 0,7 mm dengan panjang berkisar antara 15 - 100 m. semakin panjang kolom maka akan efisiensinya semakin besar dan perbedaan waktu retensi antara komponen satu dengan komponen lain semakin besar dan akan meningkatkan selektivitas. Penggunaan kolom terbuka memberikan resolusi yang lebih tinggi daripada kolom pak. Tidak seperti pada kolom pak, pada kolom terbuka fasa geraknya tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom sehingga waktu analisis menggunakan kolom ini lebih singkat daripada jika menggunakan kolom pak. pak.
ditentukan dari adanya panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array. b.
Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission Spectroscopy
(OES); cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-current-plasma (DCP), flame, inductivelycoupled plasma (ICP) dan laser-induced breakdown (LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan oleh polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi sebagai wavelength selector. c.
Chemiluminescense Spectroscopy; cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu
mengukur sinar eksitasi dari sample yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tet api dihasilkan dari reaksi kimia antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur dengan photomultiplier detector (PTM).
h. Nitrogen Phosphorus Phosphorus Detector (NPD); prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan utamanya utaman ya adalah hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated hea ted rubidium r ubidium silicate bead pada NPD; sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan memancarkan ion ketika sample yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya; sama dengan pada FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus listrik. i.
Photoionization
Detector
(PID);
digunakan
untuk
mendeteksi
aromatic
hydrocarbon atau organo-heteroatom pada sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini kemudian dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik. j.
Thermal Conductivity Detector (TCD); TCD terdiri dari electrically-heated wire
atau thermistor; temperature sensing element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul organik dalam sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan
dalam analisis kualitatif senyawa-senyawa yang mudah menguap. Misalnya, analisis komponen pestisida yang dipisahkan dengan kolom (panjang 1,5m dan diameter 6mm) yang berisi fasa diam 1,5% OV-17 dan dideteksi dengan detetktor ECD. Untuk mengidentifikasi tiap peak dalam kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain: a. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Waktu retensi standar diperoleh melalui pengukuran senyawa yang diketahui pada kondisi pengukuran yang sama dengan sampel. Misalnya, menentukan untuk menentukan waktu retensi eldrin saja, atau DDT saja, kemudian dibandingkan dengan waktu retensi yang dihasilkan oleh sampel. Bila kedua waktu retensi tersebut sesuai, maka kita dapat mengidentifikasi puncak pada kromatogram. b. Melakukan ko-kromatografi, yaitu dengan cara menambahkan larutan standar kepada cuplikan untuk kemudian diukur dengan menggunakan kromatografi gas. Bila luas area salah satu peak bertambah, maka dapat dipastikan bahwa analit tersebut
peak secara otomatis. Secara manual, luas area peak dihitung dihitung dengan dengan menggambarkan segitiga pada peak tersebut, kemudian luas segitiga dihitung.
2.5
Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Gas
Adapun kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan metode pemisahan berdasarkan kromatografi gas (GC) yaitu sebagai berikut: Kelebihan: 1.
Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi.
2.
Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi.
3.
Gas mempunyai vikositas yang rendah.
4.
Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi.
5.
Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran.
BAB III PERCOBAAN 3.1
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Alat Kromatografi Gas Integrator Buble flow meter Gelas kimia Pipet ukur Pipet tetes Suntikan Labu takar Pipet ukur Bola hisap
Spesifikasi/Tipe Jumlah 1 1 1 50 ml 3 5ml 1 1 10 µL 1 5 ml 5 1 ml 1 1
NamaBahan
Konsentrasi Konsentrasi
Bahan : No
Jumlah
3.2
Skema Kerja
1. Menyalakan GC dan detektor FID
Menghubungkan alat GC pada sumber listrik
Menyalakan GC
Membuka tabung gas pembawa (N 2) berlawanan arah jarum jam dan mengatur tekanan
Pada alat GC, membuka tombol gas N 2 (INJ PORT A), kemudian memperhatikan arah pemutaran hingga jarum pada regulator cukup bergerak saja
Memasang buble flowmeter pada detektor A dan mengatur kecepatan gas N 2 pada 15 mL/menit
Menekan tombol DET dan memilih A lalu ON
2. Menyalakan Integrator
Menyalakan integrator
Melakukan pengaturan parameter : OP() OP ()
: 1 ENT ENTER ER (mem (memas asuk ukk kan tangg tanggal al dan dan wak waktu tu perco percoba baan an))
ZERO
: 5 ENTER
CHT CHT SP : 0.5 0.5 ENTE ENTER R ATT2↑
: 7 atau 9 ENTER
Setelah itu menekan tombol LIST 2x
3. Suhu Isoterm Atur suhu column dengan parameter : INT TEMP : 100 ENTER RATE : 0 FINAL TEMP : 100 ENTER ENTER
Bila lampu ‘NOT READY’ mati, suntikan etanol yang ingin ingin di deteksi sebanyak 1 L di injektor
Pada saat menyuntikan tekan secara bersama-sama tombol start pada GC dan integrator
Setelah diperoleh kromatogramnya, tekan tombol stop pada GC dan integrator
3.3
Keselamatan Kerja
Pastikam kabel listrik terpasang dengan benar agar tidak terjadi putus sambungan listrik yang menyebabka alat mudah malfungsi.
Jauhkan tabung gas H 2 dari segala sesuatu yang dapat menimbulkan percikan api. Selalu waspada terhadap adanya kebocoran pada salurannya. Karena gas H 2 mudah terbakar dan meledak. Oleh karena itu ditempatkan pada ruan g dengan ventilasi baik dan disediakan tabung pemadam kebakaran.
Menggunakan jas lab, masker, googles, dan sarung tangan karet ketika praktikum.
Membaca dengan baik SOP alat kerja.
3.4
Data Pengamatan a.) Pengaruh Suhu Kolom Terhadap Waktu Retensi Campuran Senyawa
Isoterm (1000c) RT
Suhu Terprogram (750c - 1250c) RT
Standar konsentrasi konsentrasi 8 ppm Sample Parfum
1,18
1,36
36,450
63,55
1,19 1,17
1,38 -
29,155 99,485
70,845 -
c. ) Waktu Retensi dan Jumlah Puncak Etanol PA, Propanol PA, Butanol PA pada suhu terprogram terprogram Senyawa
Jumlah Puncak
Waktu Retensi (RT)
Etanol pa
1
1,17
Propanol pa
1
1,47
Butanol pa
1
2,13
Pembahasan
Gas Chromatography (GC) mempunyai prinsip yang sama dengan kromatografi lainnya, tetapi memiliki beberapa perbedaan, misalnya; misal nya; pada proses pemisahan campuran
Pengaturan suhu dalam oven sangat berpengaruh dalam penentuan peak dan waktu retensi. Dimana ada dua cara penentuan suhu, yaitu Isoterm dan suhu terprogram. Dan suhu terprogram terlihat memiliki hasil yang lebih baik karena mampu memisahkan campuran lebih akurat. Terlihat pada integrator, hasil dari suhu terprogram terpisah lebih baik. Dari hasil pengamatan, untuk metode Isoterm pada 100 oC sulit terbaca titik puncaknya, dikarenakan larutan langsung menguap dan diterima oleh detektor hampir bersamaan baik Etanol, Propanol, ataupun ataupun Butanol. Sementara untuk suhu terprogram, lebih terlihat perbedaannya dikarenakan suhu yang meningkat secara perlahan sehingga masing-masing senyawa menguap sesuai titik didihnya secara tidak bersamaan. Hal itulah yang menyebabkan pemisahan masingmasing senyawa berlangsung lebih efektif dan terlihat perbedaannya.
Daftar pustaka Harold M. McNair and Ernest J. Bonelli, “Basic gas chromatography”, 5 thedition, 1988. Kok,Tjie,1997,”Khromatografi Kok,Tjie,1997,”Khromatografi Gas Teori dan Instrumen”, vol 15, Mei,pp 1-6, 1 -6, Kristal. Widiastuti,E,dkk.,2000, “Petunjuk Praktikum Analitik Instrimen”, Diktat praktikum, bab Khromatografi gas, Teknik Kimia, Polban.
:
Page | 20
Page | 21