LAPORAN FINAL PENYUSUNAN DATA BASE TENAGA KERJA JASA KONSTRUKSI.
1. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan fenomena penting yang dialami dunia pada 100 (seratus)
tahun terakhir ini, dalam periode tersebut
dunia telah mengalami perubahan yang sangat nyata apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya, dimana waktu itu, kegiatan mata pencarian masyarakat pada umumnya bergantung pada sektor pertanian atau perikanan. Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan ekonomi dunia yang berlaku saat ini menimbulkan dua efek penting yaitu : 1. kemakmuran atau taraf hidup masyarakat makin meningkat, 2. menciptakan
kesempatan
kerja
yang
baru
kepada
penduduk
yang
terus bertambah jumlahnya. Kalau kita berbicara ekonomi global saat ini, maka kita akan melihat 2 (dua) cerita berbeda, disatu sisi, ada kegelapan dan pesimisme, di sisi lain, masih ada cahaya dan “asa” dimasa mendatang. Semua itu, kini memasuki era baru, baik dalam tatasurya kita /adanya perubahan cuaca / iklim yang kita tidak tahu akibat dan asal muasalnya dan masih menduga-duga, termasuk tata perekonomian dunia yang masih ada harapan baru bagi kehidupan pada setiap negara di dunia ini , dan oleh karenanya semua pihak/sektor
mesti menata dirinya sendiri guna kebaikan
dimasa mendatang. 1
Akhir-akhir ini, banyak aturan-aturan ekonomi konvensional yang sudah diakui secara Internasional, menjadi terdiskreditkan (menurun wibawanya) melihat fenomena yang terjadi. Ahli-ahli yang dulunya percaya diri berkata bahwa pertumbuhan ekonomi global tidak akan berhenti – atau sering disebut “The Boomster” - sekarang terpaksa tutup mulut melihat kondisi ekonomi yang tidak menentu, karena sulit diduga dan tidak sesuai dengan asumsi awal. Tapi lawan mereka pun “The Doomster” juga menunjukkan sikap yang sama, mencoba untuk menolak kenyataan yang ada karena takut kondisi ekonomi yang dianggap buruk ini akan makin parah, seperti ekonomi di negara Eropa yang dimulai dari krisis Yunani ternyata merembet ke beberapa negara Eropa tanpa pernah diprediksi sebelumnya, namun di Jerman kondisinya berbeda. Kondisi ini akhirnya membuat banyak orang menyimpulkan dan menduga -duga bahwa kebangkitan ekonomi Asia yang sedang tumbuh, akan mengalami penurunan dan kejatuhan lebih parah dan lebih cepat dari pada negara-negara Barat , ternyata kenyataan itupun juga tidak terjadi. Mereka berasumsi bahwa kebangkitan ekonomi tersebut semata-mata tergantung pada ekspor mereka ke Amerika Serikat dan Eropa, bahwa sebenarnya mereka tidak mampu “berdikari” secara ekonomi kecuali bergantung kepada Amerika Serikat dan Eropa. Inilah yang disebut sebagai negara dunia ketiga. Dalam “depresi” ekonomi global kali ini, terjadi kepanikan global di bursabursa efek dunia, namun tetap saja ada sebuah kesembuhan ekonomi yang 2
cukup luar biasa dan tak pernah diduga sebelumnya serta berbeda-beda terjadi di setiap negara di seluruh dunia, walaupun begitu, ekonomi masih tetap berjalan, seakan-akan tidak terjadi sesuatu, seperti Bursa efek China, ‟Shanghai Index meningkat hingga 45 %, India‟Sensex meningkat 44 %, dan Indonesia index meningkat 32%. Dan itulah dunia yang semakin rumit permasalahannya. “Bursa Efek” memang tidak bisa menunjukkan apakah sebuah negara meningkat ekonominya atau tidak, tapi secara ilmu ekonomi, ke 3 negara
(China, India, Indonesia ) mencatat pertumbuhan ekonomi yang cukup “signifikan” tahun 2009 – 2011 ini dan banyak orang yang keheranan dengan ekonomi tersebut. Kekuatan ekonomi China sudah lama diketahui US$2 trilyun, dan defisit Anggaran Belanja Negaranya kurang dari 3 % dari GDP, sementara, di India, bank-banknya juga bangkit secara ekonomi, secara umum sehat dan menghasilkan keuntungan (semua bank besar India, swasta atau milik pemerintah, menghasilkan untung di kuartal keempat tahun 2008). Pemerintah India berada dalam kondisi fiskal yang baik. Kondisi ekonomi di China, India, Indonesia memang naik-turun. Mata uang mereka “terapresiasi” lebih meningkat dibanding dollar karena pasar melihat, lebih menjanjikan secara fiskalnya dan prospek pertumbuhan ekonomi mereka yang lebih baik dari Amerika Serikat. Ikatan dan kerja sama ekonomi diantara mereka meningkat. Kombinasi dari semua indikator menunjukan positif dan ini tidak bisa kita prediksikan sebelumnya. Peranan China, India, dan Indonesia dimana pertumbuhan ekonomi negara-negara ini meningkat terus dan berlanjut, pemerintahnya yang tidak 3
dibebani oleh hutang-hutang yang menguras devisa tapi juga warga negaranya optimis dan percaya diri akan nasib bangsanya. Ahli ekonomi dunia juga mengamati dan mencatat bahwa selain China dan USA ada 8 Negara dengan “Pertumbuhan Ekonomi Tinggi”yang diprediksi tumbuh terus sampai dengan tahun 2050. Berikut peringkat negara dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam 40 tahun ke depan (versi Citi yang dikutip dari Business Insider ): 1. Nigeria. Negara ini memiliki pertumbuhan ekonomi year on year (yoy) sebesar 8,5 persen. Angka Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2050 diperkirakan mencapai US$ 9,5 triliun. Proyeksi PDB tersebut akan menjadi yang terbesar ke-6 di dunia.Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, dalam empat dekade ke depan, penduduk usia kerja di Nigeria harus ditingkatkan hingga 123 persen. Mereka juga harus mulai mengeksploitasi sumber daya alam secara berkelanjutan. Sektor swasta di negeri ini juga telah melahirkan sejumlah perusahaan yang berkembang pesat hingga ke wilayah Afrika lainnya. Meski demikian, negara ini masih memerlukan perbaikan di bidang kesehatan untuk meningkatkan harapan hidup masyarakat golongan rendah. 2. India. Pertumbuhan ekonomi India tercatat 8 persen (yoy) dengan proyeksi PDB sebesar US$ 86 triliun pada 2050. Prediksi PDB tersebut akan menjadikan India memiliki Produk Domestik Bruto terbesar di dunia. Negeri ini diperkirakan mempunyai kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada 2050. Meski demikian, India masih harus mengembangkan infrastruktur dan 4
pendidikan yang berkelanjutan untuk kelas bawah dan perempuan di perdesaan. 3. Irak. Negara di kawasan Timur Tengah ini diproyeksikan memiliki PDB sebesar US$ 2,2 triliun pada 2050. Pertumbuhan ekonomi negeri yang sempat dilanda perang dengan Iran itu mencapai 7,7 persen (yoy). Proses rekonstruksi paska perang dan pemulihan di Irak diperkirakan dapat mencapai pertumbuhan tahunan sebesar 11,7 persen selama lima tahun pertama. Namun, selama empat dekade berikutnya, penduduk usia kerja harus ditingkatkan hingga 143,4 persen. Irak akan tertolong oleh cadangan minyak yang berlimpah dan sumber daya gas. Kondisi itu diharapkan dapat menarik investasi di bidang infrastruktur. 4. Bangladesh. Negeri ini memiliki pertumbuhan ekonomi 7,5 persen (yoy) dengan PDB diperkirakan mencapai US$5 triliun pada 2050. Bangladesh mulai keluar dari perolehan PDB per kapita yang rendah, bahkan hanya empat persen dari PDB Amerika Serikat. Namun, dengan kondisi stabilitas politik terakhir yang stabil dan meningkatnya jumlah penduduk usia muda, tingkat pertumbuhan negeri ini diperkirakan cukup mengesankan selama beberapa dekade berikutnya. 5. Vietnam. Pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai 7,5 persen (yoy) dengan proyeksi PDB pada 2050 sebesar US$5 triliun.
5
Meski demikian, negeri ini masih akan menghadapi banyak tantangan, termasuk terkait kemiskinan, nilai tukar, dan kebijakan makroekonometrik. 6. Filipina. Pertumbuhan ekonomi Filipina year on year (yoy) tercatat 7,3 persen, dengan proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2050 mencapai US$5,9 triliun. Namun, investasi di Filipina yang terlalu kecil, yakni hanya 14,5 persen dari PDB masih perlu ditingkatkan. Meski demikian, negara ini akan diuntungkan dengan pertumbuhan populasi penduduk dan komunitas pekerja di luar negeri yang melakukan pengiriman uang. Negeri ini juga diuntungkan dari pengalaman para pekerja di luar negeri. 7. Mongolia. Negeri ini memiliki pertumbuhan ekonomi 6,9 persen (yoy). Sementara itu, proyeksi
PDB
pada
2050
diperkirakan
mencapai
US$150
miliar.
Ekonomi Mongolia, sangat bergantung pada potensi sumber daya negara itu untuk mencapai pertumbuhan PDB 14,2 persen dalam lima tahun ke depan. Saat ini, tabungan dan tingkat investasi mencapai level yang cukup tinggi, sehingga menempatkan Mongolia pada „jalan yang benar‟ untuk meraih potensi pertumbuhan berkelanjutan. 8. Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 6,5 persen (yoy). PDB diperkirakan mencapai US$14 triliun pada 2050, atau merupakan yang terbesar ke-4 di dunia. Peningkatan sekitar 17,9 persen pada 2050 untuk penduduk usia kerja diharapkan dapat mendorong Indonesia mencapai pertumbuhan tinggi layaknya di China. Meski demikian, Indonesia masih harus mengejar 6
ketertinggalan dalam pembentukan modal dan infrastruktur. Potensi sumber daya alam yang melimpah, sejauh ini masih menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, kebutuhan investasi perlu ditingkatkan. Indonesia akan menjadi kekuatan 10 besar ekonomi dunia pada 2025 dan selanjutnya enam besar dunia pada 2050. Bappenas sudah memproyeksikan bahwa itu menunjuk pada asumsi pertumbuhan ekonomi tinggi di Tanah Air, sementara itu, pertumbuhan ekonomi “riil” dipatok sebesar 7-8 persen per tahun secara berkelanjutan. Indonesia juga sudah mengurangi rasio hutangnya dari 100% GDP 9 tahun lalu menjadi 30% tahun 2009 yang lalu. Tidak seperti negara-negara Barat yang mengeluarkan amunisi ekonomi dan berharap agar usaha mereka berhasil,namun demikian negara-negara berkembang ini mempunyai banyak pilihan. 9. Sri Lanka Sri Lanka mencatat pertumbuhan ekonomi 6,6 persen (yoy) dengan PDB diproyeksikan mencapai US$1,3 triliun pada 2050. Pada dekade berikutnya, pemerintah negeri ini harus dapat meningkatkan tata kelola dan pertumbuhan paska konflik, khususnya setelah berakhirnya perang saudara dengan Macan Tamil. Tingkat investasi harus dibangkitkan untuk menebus perlambatan pertumbuhan populasi penduduk. 10. Mesir Pertumbuhan ekonomi di Mesir tercatat mencapai 6,4 persen. Sementara itu, PDB pada 2050 diperkirakan menjadi US$6 triliun atau masuk 10 besar dunia.Potensi kenaikan penduduk usia kerja sebesar 60,8 persen di Mesir 7
pada 2050 akan menjadi peluang cukup besar bagi terciptanya kesempatan kerja. Apalagi setelah reformasi ekonomi mereka yang memaksa pemimpin negara itu, Hosni Mubarak, mundur dari jabatannya. Bila kita cermati data negara Indonesia tentang Laju pertumbuhan PDB menurut Lapangan usaha pada triwulan terakhir di tahun 2011 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik yang mencapai 6,5 % (Lihat Lampiran 1) sedangkan pertumbuhan jasa konstruksi sendiri dapat dicermati sebesar 6,4%, ini artinya pertumbuhan jasa konstruksi mendekati pertumbuhan ekonomi negara. Jika dihitung menurut nilai rupiahnya maka konstruksi menyumbang kurang lebih 140.000 milyar sebagaimana pada (Lihat Lampiran 2) dengan perbandingan sektor2 lainnya. Dari data diatas maka pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan berdampak pada suatu kegiatan yang luar biasa disegala sektor, oleh sebab itu sektor konstruksi yang dianggap sebagai “penghela sektor lainnya” atau sebagai “economic leading sector”. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari fungsi alamiah jasa konstruksi sebagai “pembentukan modal” bagi sektor lain. Ketika orang berbicara peluang usaha, maka akan berbicara mengenai fasilitas yang tersedia: aksesabilitas jalan, jembatan, pelabuhan, bandar udara dan lain sebagainya. Aksesabilitas tersebut tidak akan tersedia tanpa kehadiran sektor jasa konstruksi. Disisi lain pendapatan masyarakat Indonesia pada tahun 2010, mempunyai Pendapatan Domestik Bruto atas dasar harga harga berlaku sebesar Rp 6.422.918 milyar (Lihat Lampiran 3)
atau Rp 2.310.689 milyar apabila
menggunakan angka harga konstan (tahun dasar 2000=100). Dengan kata lain, 8
pendapatan nasional per kapita per tahun orang Indonesia adalah sebesar Rp 6,29 juta. Dengan pendapatan nasional per kapita sebesar itu, Indonesia termasuk ke dalam negara-negara dengan pendapatan nasional per kapita menengah-bawah. Prestasi tersebut memang belum dapat dibanggakan. Mempelajari
data
ekonomi
Indonesia
serta
merasakan
sendiri
banyaknya orang bekerja di sektor konstruksi maka Kementrian Pekerjaan Umum sebagai Kementrian yang bertanggung jawab akan pembinaan jasa konstruksi sudah semestinya mulai melakukan “action” langsung /berbenah diri seperti mempersiapkan diri terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk mendukung apa yang akan terjadi tersebut. Informasi lain mengatakan bahwa Cadangan devisa Indonesia saat ini sudah diatas 110 juta US $ dan akan terus bertambah, informasi ini juga dibuktikan dengan banyak masyarakat yang ingin beli mobil atau sepeda motor namun harus melakukan “indent” / pemesanan terlebih dahulu, ini menandakan masyarakat
mempunyai
modal/
kapital
untuk
membelanjakan
uangnya,
sementara barang produksi telah habis terlebih dahulu dari kapasitasnya, atau produksi tidak bisa memenuhi permintaan pasar.Posisi seperti diuraikan diatas dalam ilmu ekonomi Memang perlu disadari bahwa cakupan Indonesia ini sangatlah luas, dengan penduduk kurang lebih 240 juta yang akan menjadikan sebagai pasar semua kebutuhan kehidupan, artinya jika masyarakatnya melakukan konsumsi maka akan sangat bermanfaat bila tidak mendatangkan barang dari luar negeri tapi di produksi di dalam negeri.
9
Kesadaran masyarakat untuk menggunakan produksi dalam negeri mesti ditumbuhkan terus menerus,dan yang lebih lagi bahwa tanah dan tumpah darah Indonesia disetiap jengkal adalah subur sehingga jika dikelola dengan baik akan memberikan manfaat bagi rakyatnya mencapai kesejahteraan. Sebagai
negara
berkembang,
Indonesia
memang
masih
banyak
memerlukan berbagai regulasi, untuk mengaturnya, regulasi peninggalan zaman Belanda harus sudah diganti dengan regulasi yang baru. Tetapi dari sisi lain, secara potensial ekonomi Indonesia termasuk negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tertinggi di dunia, bersama dengan China dan India. Kenapa hal ini bisa terjadi, jawabannya antara lain adalah karena kita negara yang dikategorikan sebagai “country with economic
resource based” (Negara yang kaya dengan sumberdaya alam baik terbarukan “renewable” seperti perkebunan, maupun yang tidak terbarukan “unrenewable” seperti sumber mineral /tambang /bahan baku). Jika semua itu dikelola dengan baik dan “prudent” maka pasti dapat meningkatkan pendapatan rakyatnya atau mensejahterakan rakyatnya. Dari data BPS juga tercamtum bahwa tenaga kerja konstruksi di Indonesia tumbuh dan berkembang , dimana pada tahun 2003 jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi
sesuai catatan BPS adalah 4.106.597 orang, atau
dapat dikatakan sektor konstruksi Indonesia mampu menyerap lebih kurang 4% hingga 5 % dari total angkatan kerja dan saat ini telah mencapai jumlahnya ada 6,34 juta orang (Lihat Lampiran 4), sehingga cukup banyak yang bekerja di berbagai lapangan pekerjaan konstruksi, namun untuk mengetahui klasifikasi dan kualifikasi apa saja pekerjaan mereka tersebut sampai hari ini tidaklah 10
mudah karena sistemnya belum ada
sehingga seharusnya Kementrian
Pekerjaan Umum yang ditugasi oleh negara sebagai penanggung jawab bidang jasa
konstruksi
harus
bisa
membuktikan
dan
bisa
mendapatkan
data
sebagaimana disebut oleh BPS. Sektor konstruksi juga mempunyai karakteristik spesifik tentang upah pekerja karena umumnya upah pekerja konstruksi diatas dari upah industri, dan disejajarkan dengan sektor pertambangan, sektor pariwisata sebagaimana (Lihat Lampiran 5). Itulah sebabnya sudah saatnya diperlukan kegiatan penyusunan database di bidang jasa konstruksi untuk bisa menemukan hal tersebut karena dengan diketahuinya komposisi pekerja di jasa konstruksi dapat dilakukan langkahlangkah dan antisipasi kedepan dalam menyongsong “masa emas” ekonomi Indonesia baik pada tahap pertama yang diperkirakan Indonesia masuk di kelompok 6 besar dunia pada tahun 2020-2025 ataupun pada tahap kedua di tahun 2040 - 2050 yang diprediksikan mencapai kelompok 4 besar dunia, yang tidak terlalu lama lagi. 2. Maksud dan Tujuan. Maksud kegiatan ini, adalah melakukan survey terhadap data tenaga kerja yang bekerja pada bidang jasa konstruksi yang ada di Indonesia selanjutnya mengkajinya apakah datanya valid dan selanjutnya diolah. Data tersebut bisa dikumpulkan dan dikelola pada satu tempat yakni melalui Pusbin KPK Badan Pembinaan Konstruksi, sebagai himpunan database tenaga kerja konstruksi dan menjadi rujukan di seluruh Indonesia dan menjadi pangkalan data semua orang.
11
Tujuan dari kegiatan Penyusunan database tenaga kerja di bidang jasa konstruksi adalah, bila telah dapat dihimpun berbagai data klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja
di bidang jasa konstruksi maka dapat diketahui dan
diambil kebijakan apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dipersiapkan. Sehingga apabila dikaitkan dengan kebijakan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi ketersediaan data menjadi sinkron dengan kebutuhan akan pelatihan. Pada gilirannya, juga tenaga kerja jasa konstruksi dapat beramai-ramai untuk melatih dirinya sendiri dengan peran serta institusi yang terkait ikut membantu melakukan pelatihan mandiri. Salah
satu
gagasan
yang
terkait
dengan
kegiatan
ini
adalah
menstandarkan Curiculum vitae bagi tenaga kerja yang bekerja di jasa konstruksi, terutama usaha untuk kualifikasi Ahli, sehingga kepastian hukum dan perlindungan kepada tenaga kerja dapat dilakukan. Selain itu keberadaan tenaga kerja bersertifikat harus diketahui kebenarannya dengan melihat pada
website dan keberadaan selama proyek. Hal tersebut menjamin profesionalisme menuju pekerjaan konstruksi yang sesuai dengan spesifikasi bahan, mutu yang berkualitas, dan waktu pelaksanaan. Disisi lain Tujuan pelaksanaaan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi ini adalah untuk memacu (mentriger) upaya percepatan peningkatan kualitas SDM Konstruksi Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional tenaga kerja sektor konstruksi serta untuk mengejar ketertinggalan kualitas tenaga konstruksi dengan negara-negara lain. Percepatan pelatihan konstruksi ini merupakan upaya
strategis
untuk
mendorong
12
pelaksanaan
transformasi
konstruksi
Indonesia menuju konstruksi yang berkualitas, efisien, efektif, aman, dalam kenyamanan lingkungan terbangun (The Finest Built Envirovment). 3. Jasa Konstruksi dan aspeknya. Uraian di latar belakang tersebut diatas memberikan gambaran bahwa petumbuhan ekonomi terkait dengan infrastruktur artinya akan banyak pekerjaan infrastruktur yang akan dibangun di Indonesia, hal ini tentunya tidak boleh dibiarkan begitu saja berlalu, oleh karenanya diperlukan langkah2 untuk mengantipasinya, apalagi kita berhadapan dengan globalisasi Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya pembangunan nasional. Ruang lingkup jasa konstruksi bersifat lintas sektoral, artinya terdapat dimana-mana, dan disegala bidang.
Sementara itu sesuai dengan Peraturan
Pemerintah no 38 tahun 2007 tentang Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota secara jelas telah ditetapkan jasa konstruksi adalah tanggung jawab Kementrian Pekerjaan Umum. ( Lihat Lampiran 6 ) Oleh sebab itu sebagai tindak lanjut amanat Peraturan Pemerintah tersebut “seharusnya” di setiap Dinas Pekerjaan Umum Propinsi maupun Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota secara nyata dan tertulis – fakta juridis harus menetapkan “unit kerja” yang mengurusi tentang jasa konstruksi ini. Kenyataan yang terjadi, unit kerja ini sangat jarang sekali atau dapat dikatakan “dilupakan”, dari 33 Propinsi Dinas PU diseluruh Indonesia ditemukan 11 propinsi -status 2010- yang mengaturnya baik berdiri sendiri seperti 13
Bidang/seksi Bina Jasa Konstruksi atau melalui Balai Pembinaan Jasa Konstruksi. Selebihnya tidak “mau tau”, dan bila kita mau menerapkan pembinaan maka sesungguhnya itu hanya “omong-kosong” saja, sulit dianggap suatu perintah atau norma, karena tidak tertulis, kesalahan ini sampai saat ini masih dibiarkan saja oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementrian Pekerjaan Umum. Selain menangani jasa konstruksi, Kementrian Pekerjaan Umum juga menangani /mengelola pekerjaan yang bersifat “kepentingan umum” yakni sumber
daya
air,
jalan,
perkotaan,pedesaan,
air
minum,
air
limbah,
persampahan, drainase, permukiman dan bangunan gedung dan lingkungan serta ditambah dengan tataruang dimana dalam istilah yang lebih pantas disebut sebagai “main line” kegiatan Kementrian Pekerjaan Umum . Itu sebabnya jasa konstruksi tidak dalam “main line bisnis“ Kementrian Pekerjaan Umum, namun suka tidak suka, mau tidak mau harus ditangani oleh para pemimpin Kementrian Pekerjaan Umum. Sebagai contoh dan bisa dipahami bahwa jasa konstruksi juga ada di Kementrian Perhubungan yang saat ini sedang melaksanakan program rel ganda Jakarta – Surabaya, dan tentu membutuhkan jasa konstruksi. Namun demikian perusahaan jasa konstruksi yang ditunjuk sebagai pemenang harus mempunyai IUJK yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang mengacu pada Undangundang Jasa Konstruksi yang penerbitannya diberi petunjuk oleh Menteri PU melalui Peraturan Menteri no 04/PRT/M/2011 tentang Petunjuk pemberian IUJK. Kenyataannya,
dalam
prakteknya,
tidak
terkait
dengan
Kementrian
Pekerjaan Umum, sehingga untuk mengetahui tenaga kerjanyapun Kementrian Pekerjaan Umum pasti menemui kesulitan, dan juga sulit terlaksana misalnya 14
Kementrian Pekerjaan Umum harus meminta data ke Kementrian Perhubungan. Oleh sebab itu dalam rangka koordinasi implementasinya di daerah, Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Edaran no 601/476-SJ tanggal 13 Maret 2006 tentang pembinaan jasa konstruksi di daerah (Lihat Lampiran 7). Melalui surat Edaran tersebut diharapkan di setiap propinsi maupun kabupaten/kota dibentuk Tim Pembina Jasa Konstruksi yang sifatnya ad hoc dan fungsinya mengkoordinasikan kegiatan konstruksi yang diluar pekerjaan umum. Hal ini dilakukan karena di Indonesia hanya kegiatan jasa konstruksi yang dicatat adalah yang ditangani oleh Kementrian Pekerjaan Umum, dan tidak bisa menjangkau kegiatan konstruksi diluar pekerjaan umum. Untuk kepentingan perencanaa di masa yang akan datang, aktivitas jasa konstruksi yang melibatkan begitu banyak perusahaan dan tenaga kerja tersebut harus diketahui secara spesifik karakteristik jasa konstruksinya. a. Pasar Konstruksi Potensi ekonomi sektor konstruksi yang diperkirakan akan membutuh kan pendanaan pada RPJMN 2010 sampai dengan tahun 2014 sebesar Rp. 1924 trilyun, dengan rincian Rp. 560 trilyun merupakan kontribusi APBN, Rp. 355 trilyun APBD dan Rp. 685 trilyun dari sector swasta, sementara sisanya untuk mengisi “gap” antara kebutuhan dan ketersediaan dana adalah dana investasi Asing. Maju dan tidaknya industri jasa konstruksi nasional mutlak ditentukan oleh permintaan pasar dari pekerjaan konstruksi tersebut. Permintaan pasar industri jasa konstruksi berasal dari dua sumber yaitu: Pasar pemerintah. 15
Pasar swasta. Pasar pemerintah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pasar swasta, pasar pemerintah mempunyai daya tawar atau “bargaining power” yang tinggi dan tendensi tidak mengikuti mekanisme pasar. Dari data pesebaran Pasar Konstruksi di berbagai propinsi di Indonesia (Lihat Lampiran 8) terlihat bahwa pekerjaan konstruksi telah menyebar ke segala penjuru negara kita, sehingga sejak tahun 1984 berkembangkan Penyedia jasa yang disebut Konsultan atau Kontraktor Konstruksi. Dilihat dari jenis pekerjaannya (Lihat Lampiran 9) maka pekerjaan tersebut dibagi dalam bangunan gedung , bangunan
Sipil dan Instalasi ME melalui
Peraturan Pemerintah no 4 tahun 2010. Penyedia jasa yang mengerjakan proyek pemerintah/ mengikuti pelelangan pekerjaan pemerintah akan mengikuti aturan main pemilik proyek dimana pihak kontraktor mempunyai daya tawar yang lebih rendah.Dari catatan statistik pertumbuhan perusahaan jasa konstruksi selama 5 tahun dapat dirangkum adalah sebagaimana (Lihat Lampiran 10). Di negara – negara yang sedang berkembang, proyek konstruksi lebih didominasi oleh pemerintah, begitu juga di Indonesia proyek pemerintah mempunyai peranan yang penting. Walaupun begitu dalam rangka mendorong pengembangan struktur industri jasa konstruksi nasional, proyek pemerintah dapat digunakan sebagai alat atau model untuk mendorong kemitraan antar perusahaan jasa konstruksi dengan cara mensyaratkan kontraktor besar yang memenangkan pelelangan proyek besar milik pemerintah harus sudah mencantumkan daftar kontraktor kecil sebagai 16
mitranya/ partnernya (nominated sub contractor). Dalam aturan yang berlaku sekarang ketentuan diatas sudah sering tercantum dalam dokumen lelang namun dalam pelaksanaannya sama sekali tidak ada yang memantau, mengawasi dan menerbitkan sanksi, dan lain sebagaimana. Aibatnya, kebanyakan perusahaan kecil di Indonesia hanya sebagai pelengkap saja dan tidak diberdayakan malalui suatu sistem. Apalagi jika dikaitkan dengan usaha kecil sebagaimana uraian sebelumnya, maka akan terjadi interaksi yang terarah dan tinggal dilakukan pengawasan melalui monitoring. Namun kembali, dapat diutarakan disini bahwa hal ini tidak terlaksana karena kurangnya pemahaman akan apa yang dimaksud dengan “pembinaan jasa konstruksi”. Pasar swasta
di negara berkembang masih relatif kecil, tetapi di
negara maju permintaan jasa konstruksi didominasi oleh sektor swasta. Di Indonesia pada saat sekarang terjadi peralihan, yang dahulu permintaan jasa konstruksi didominasi oleh sektor pemerintah sekarang sudah mulai beralih ke sektor swasta, apalagi di Jakarta. Permintaan jasa konstruksi sektor swasta akan lebih efisien karena mengikuti mekanisme pasar. Barang
substitusi
merupakan
barang
pengganti
yang
sifatnya
emergency. Barang substitusi baru akan dipilih oleh konsumen jika barang utamanya, adalah :
harganya naik diluar kemampuan konsumen
kualitasnya turun diluar batas toleransi konsumen
barangnya
langka
sehingga
konsumen. 17
tidak
memungkinkan
diperoleh
Sebagai contoh di lapangan untuk barang substitusi dalam industri jasa konstruksi nasional
adalah apabila kontraktor formal (berbadan hukum)
untuk mengerjakan proyek konstruksi harganya relatif mahal diluar daya beli konsumennya, maka konsumen (konsumen kelas bawah) akan mencari alternatif substitusinya
dengan memilih kontraktor informal (kelompok
tukang informal/mandor ) yang mampu mengerjakan proyek tersebut. Contoh lain misalnya apabila kayu untuk membangun rumah yang berasal dari industri kayu harganya semakin mahal maka konsumen yang berpenghasilan rendah akan beralih menggunakan bambu dan kayu kampung. Begitu juga apabila pemilik proyek besar untuk pekerjaan jasa konstruksi merasa kontraktor nasional tidak mempunyai teknologi canggih, tidak mempunyai tenaga pelaksana yang profesional, tidak mempunyai modal usaha maka pemilik proyek besar akan memilih kontraktor substitusinya yaitu kontraktor asing. Untuk menghadapi produk/ kontraktor substitusi tersebut maka kontraktor harus fokus pada pekerjaan tertentu dan bermitra dengan kontraktor lain sehingga kontraktor tersebut mempunyai keunggulan kompetitif. Sebenarnya optimalisasi peluang di jasa konstruksi sehingga timbul interaksi secara besar-besaran dapat dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
melalui perpanjangan tangan dan pembinaan jasa konstruksi.
Dikhawatirkan tanpa optimalisasi peran pembinaan jasa konstruksi, kalau kondisinya dibiarkan seperti sekarang maka yang akan terjadi adalah kemunduran dan membuang kesempatan usaha kepada profesi masyarakat 18
untuk menghasilkan kegiatan yang profesional. Permasalahan di pasar swasta adalah jaminan pembayaran oleh pemilik pekerjaan sering kali tidak tepat waktu bahkan cenderung seenaknya.
Selanjutnya,
perusahaan
yang
terkena
permasalahan
pembayaran seperti uraian diatas tersebut juga tidak tahu harus kemana mereka mengadu. Bahkan, apabila mereka mengadu ke kepolisian hal tersebut juga tidak akan menyelesaikan masalah karena pada akhirnya masalah tersebut dari aspek hokum merupakan delik urusan perdata. Kasus tersebut juga terjadi pada BUMN Konstruksi yang mengerjakan proyek bangunan apartemen atau mall di Jakarta. Banyak pekerjaan konstruksi yang dikeluhkan karena pembayarannya lambat, bahkan sampai sekarang banyak yang belum dibayar yang akhirnya merugikan perusahaan BUMN. Dengan kata lain, dalam banyak hal tidak tercapai suatu solusi optimal, bagaimana menyelesaikan masalah dan bagaimana perlindungan hukum yang seharusnya di bidang jasa konstruksi. Disini masih terlihat secara kasat mata, keleluasaan bagi mereka yang memiliki modal besar dan mengerjakan pekerjaan konstruksi di pasar swasta ini untuk bertindak seenaknya, seakan akan mereka menyadari adanya aspek kelemahan dalam hukum. Sebenarnya ini kasus-kasus seperti ini harus segera dituntaskan di negeri ini, dan dicari solusinya. Kita menyadari bahwa sebagai perusahaan konstruksi yang bersifat BUMN, Komisarisnya banyak melibatkan Pejabat di Kementrian Pekerjaan Umum, harapannya adalah dapat digunakan sebagai model dalam mencari penyelesaian, dan jalan keluar dari penundaan 19
pembayaran tersebut. Terlepas dari bahwa pemilik bangunan tersebut, juga melibatkan para advokat yang ternama di negeri ini untuk membela bisnis mereka. b. Struktur Industri Jasa Konstruksi nasional. Efisien tidaknya perusahaan konstruksi nasional sangat ditentukan oleh struktur industrinya. Struktur industri yang efisien akan menurunkan biaya, meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan perusahaan –dalam industri tersebut - dapat cepat merespon perubahan permintaan pasar. Dengan kata lain struktur industri yang efisien akan meningkatkan kinerja dan keunggulan kompetitif perusahaan yang ada di dalam industri tersebut. Saat ini sedang diupayakan usaha yang berbasis umum – spesialis dan keterampilan, besar – menengah – kecil dan ini sudah diamanatkan dalam Undang Undang Jasa Konstruksi Pasal 12 untuk selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Masalah klasifikasi dan kualifikasi ini sangat rumit, sehingga bagi seseorang yang tidak memahami dan tidak memiliki pengalaman kemudian membuat regulasi maka pasti akan menyebabkan permasalahan bahkan kematian pada dunia usaha. Para regulator ini harus belajar terlebih dahulu bertahun-tahun untuk mengobservasi, memahami akar permasalahan/ filosofinya dan kemudian baru membuat regulasinya. Struktur industri jasa konstruksi nasional dapat digambarkan seperti dibahwah ini
20
Gambar Struktur industri jasa konstruksi
:
Pendatang Baru yang Potensial
Supplier intern
Persaingan Perusahaan dalam Industri
Supplier, konsultan, kontraktor umum, kontraktor spesilais
Pembeli intern
Harga Kualitas Keunikan produk Inovasi Produk
Pembeli pemerintah & Swasta
Barang substitusi
Gambar : Struktur Industri Jasa Konstruksi
c.
Persaingan Perusahaan dalam industri jasa konstruksi. Perusahaan jasa konstruksi nasional untuk tetap mampu bertahan hidup dan berkembang maka perusahaan tersebut harus mampu bersaing dengan perusahaan lain dalam rangka memperebutkan proyek konstruksi nasional yang ada diseluruh Indonesia . Perusahaan konstruksi yang tidak mempunyai keunggulan dalam aspek – aspek tertentu, akan kalah bersaing dan akhirnya harus mundur dari pasar. Idealnya perusahaan konstruksi nasional harus mempunyai keunggulan di suatu aspek tertentu, tetapi masalahnya untuk mencapai keunggulan total tersebut membutuhkan biaya yang besar, sumberdaya manusia yang sangat berkualitas.
21
teknologi yang tinggi dan
Oleh sebab itu pada umumnya, Perusahaan konstruksi untuk mampu bertahan hidup “tidak harus” mempunyai keunggulan total dibandingkan perusahaan konstruksi yang lain, tetapi cukup mempunyai keunggulan – keunggulan dalam bidang/aspek tertentu. Setelah perusahaan jasa konstruksi mempunyai keunggulan dalam aspek – aspek tertentu maka perusahaan jasa konstruksi tersebut harus mempunyai strategi yang tepat dalam memasuki pasar, strategi tersebut antara lain meliputi: Memilih segmen pasar yang tidak dimasuki kontraktor besar dan menengah . Tidak berkonfrontasi langsung dengan perusahaan jasa konstruksi besar dan menengah. Memiliki pasar yang spesialis. Melakukan penetrasi pasar secara gerilya. Melakukan
kemitraan
sesama
kontraktor
kecil/specialis
agar
mempunyai kekuatan besar dalam rangka meningkatkan keunggulan kompetitif. Melakukan kemitraan dengan kontraktor besar dalam bentuk sub kontrak, sebagai anak angkat atau bentuk kemitraan yang lain. Mempunyai tenaga kerja di bidang teknis keunggulan perusahaan Dari gambaran di atas, perusahaan jasa konstruksi nasional terutama yang kecil dan spesialis dalam rangka bertahan hidup dan berkembang harus fokus pada produk/ pekerjaan tertentu dan melakukan kemitraan yang bersinergi. 22
Pemahaman ini harus diketahui oleh Kontraktor yang ada sekarang karena didalam pemikirannya masih berpola seperti yang lalu dengan sebanyak mungkin mempunyai sub-sub bidang maka kalau dapat proyek pasti menguntungkan, walaupun Kontraktor tidak mempunyai tenaga ahli /terampil yang sesuai sub bidang, misalnya mempunyai sub bidang jalan, sub bidang pengairan, sub bidang gedung padahal di sub bidang tersebut diperlukan keahlian dan spesifikasi khusus, akibatnya perusahaan tidak mendapatkan proyek, kalaupun mendapatkan proyek pekerjaannya tidak memenuhi mutu kualitas yang disyaratkan. Perusahaan jasa konstruksi nasional agar mampu bersaing harus mempunyai keunggulan kompetitif yang komponennya terdiri dari: Harga yang murah pada kelasnya. Kualitas produk/jasa yang baik pada kelasnya. Produknya unik pada kelasnya. Produk/jasa yang dihasilkan harus inovatif. Cepat merespon perubahan kebutuhan dan keinginan pasar. Disamping Kontraktor serta Konsultan juga aparatur negara di pembinaan harus pula memahaminya, tanpa ada pemahaman diatas maka kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dapat dikatakan tidak dilakukan pembinaan. d. Supplier. Semakin besar organisasi perusahaan dan semakin komplek produk yang dihasilkan maka menjadi tidak efisien kalau semua komponen produknya diproduksi sendiri. Komponen produk yang banyak dan berteknologi tinggi 23
jika diproduksi sendiri oleh sebuah perusahaan akan membutuhkan waktu penelitian yang lama, biaya penelitian yang besar, investasi aset produksi yang besar, unit kerja produksi yang banyak dan investasi tenaga ahli yang besar, oleh sebab itu pada era globalisasi model pengembangan perusahaan seperti diatas sudah ditinggalkan. Model pengembangan perusahaan modern di era globalisasi, yakni perusahaan harus fokus pada komponen / produk tertentu yang mampu menghasilkan komponen / produk yang betul – betul unggul sedangkan komponen – komponen lainnya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang utuh mengandalkan pada supplairnya. Secara
teoritis maupun empiris industri modern di era globalisasi
dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif membutuhkan kemitraan yang bersinergi baik pada aspek produksi dan logistik (supply chain
management), pasar maupun keuangan. Suplair bahan bangunan di Indonesia berkembang pesat sekali, berbagai produk utilitas konstruksi muncul dengan berbagai variasi, dalam survey yang dilakukan, ditemukan kualitasnya masih banyak yang belum sesuai. Masyarakat harus menerima ini karena pemerintah belum melakukan pembinaan. Contoh yang mudah adalah apabila seseorang membeli kran-air dan belum satu bulan sudah tidak bisa dipakai, kemana ia meminta pertanggungan jawabnya? Sampai sekarang, solusinya tidak jelas. Apakah ia harus pergi ke Kementrian Perindustrian atau ke Kementrian Pekerjaan Umum? Masalahnya, Kalau ia pergi ke jajaran Kementrian Perindustrian, maka tidak ada yang memahami tentang konstruksi di sana. Sementara, 24
kalau ia pergi ke jajaran Kementrian Pekerjaan Umum tidak ada tempat untuk mengadu, unit kerja pembinaanpun tidak ada. Maka jadilah masyarakat yang menjadi korban. Seandainya ada unit kerja pembinaan jasa konstruksi yang berkaitan dengan produk-produk yang akan digunakan dalam jasa konstruksi ini, maka kasus tersebut bisa menjadi salah satu tugasnya. Unit ini yang kemudian akan melakukan koordinasi dengan Kementrian Perindustrian dan menindak lanjuti keluhan tersebut. Demikian pula jika menemukan bahan konstruksi yang dibuat di luar negeri dan digunakan pada bangunan konstruksi di Indonesia dan ternyata mengalami hal yang sama, maka Kementrian Pekerjaan Umum harus segera berkoordinasi dengan Kementrian Perdagangan untuk melarang barang tersebut beredar atau memberitahukan ke konsumen masyarakat untuk tidak membelinya. Contoh-contoh diatas banyak ditemukan dan permasalahan tersebut bisa menjadi tugas dari pembinaan jasa konstruksi sebagai aparatur pemerintah, karena keberadaan pemerintah adalah mewakili negara untuk melayani dan melindungi kepentingan masyarakatnya. Dari uraian diatas sebenarnya ada permasalahan khusus. Pertama,karena pembinaan adalah terkait dunia usaha, sedangkan semua aparatur di bidang pekerjaan umum tidak pernah terkait dengan dan memahami dunia usaha (dimana unsur rugi selalu membayangi pengusaha). Kedua, dunia usaha itu sangat cair sekali dan memerlukan penanganan sendiri dan disinilah permasalahannya yang harus betul betul disadari oleh pemerintah.
25
Fakta menunjukkan, bahwa pada tahun 2010 dari 33 Propinsi di Indonesia terdapat 22 propinsi yang tidak menentukan pembina jasa konstruksi dengan suatu produk hukum seperti Perda. Ini artinya pembinaan jasa konstruksi ditangani setengah hati, seharusnya hal tersebut menjadi tugas Badan Pembinaan Konstruksi. Sehingga timbul kecenderungan semuanya berjalan seperti „auto pilot‟ dan kalau muncul persoalan, baru kemudian dilakukan pembenahan, sehingga terlihat tidak terstruktur. Dalam kondisi seperti ini kehadiran seksi bina jasa konstruksi di setiap kabupaten/kota maupun propinsi sesungguhnya wajib adanya. e. Peralatan konstruksi. Peralatan konstruksi dengan kemajuan yang ada sekarang peralatan tersebut dapat disewa, itu sebabnya saat ini tidak disyaratkan dimiliki oleh pengusaha untuk berusaha di bidang jasa konstruksi. Oleh sebab itu saat ini berkembanglah perusahaan penyewaan peralatan berat atau besar, pertanyaan berikut adalah siapa yang harus mengawasi dan melakukan pembinaan, maka tidak lain dan tidak bukan adalah unit kerja jasa konstruksilah yang harus juga memperhatikannya. Berdasarkan survey yang dilakukan beberapa tahun lalu di lapangan menunjukkan perusahaan penyewaan peralatan konstruksi di luar Jawa tidak berkembang, sehingga kontraktor di luar Jawa harus membeli peralatan sendiri. Artinya kontraktor di luar Jawa harus mempunyai prosentase modal sendiri dan beban “fixed cost” yang besar yang mengakibatkan keuntungan kontraktor di Luar Jawa relatif lebih kecil dibandingkan kontraktor di Jawa
26
Alasan kegagalan perusahaan penyewaan peralatan konstruksi yang utama ialah bahwa proyek konstruksi di Luar Jawa berfluktuasi sehingga permintaan
penyewaan
peralatan
konstruksi
tidak
kontinyu
untuk
mendapatkan proyek sepanjang tahun. Akibat permintaan penyewaan peralatan
konstruksi
yang
tidak
kontinyu
menyebabkan
keberadaan
perusahaan penyewaan peralatan konstruksi masih terbatas. Perusahaan penyewaan peralatan konstruksi membutuhkan investasi dan biaya tetap besar dan biaya perawatan mahal. Di Luar Jawa sulit mencari
operator
yang
profesional.
Alasan
kegagalan
perusahaan
penyewaan peralatan konstruksi yakni
Perusahaan penyewaan peralatan konstruksi masih sangat terbatas
Proyek / demand berfluktuasi
Perusahaan kurang profesional
Biaya investasi & biaya tetap serta biaya perawatan mahal
Operator alat tidak profesional
Kualitas alat tidak standard
Jadwal tidak akurat
Peralatan tidak lengkap
Berdasarkan uraian di atas maka unit kerja jasa konstruksi bisa melakukan perbaikan iklim usaha dengan pengambil kebijakan, serta bisa merancang perbaikan iklim usaha supaya hasil indikasi temuan yang pernah dilakukan dapat diantipasi dan dilakukan perbaikan demi perkembangan jasa konstruksi nasional. 27
f.
Globalisasi Jasa Konstruksi. Globalisasi jasa konstruksi akan berpengaruh pada eksistensi dari jasa konstruksi nasional, hal ini lantaran Indonesia sudah meratifikasi Undangundang tentang Globalisasi melalui Peraturan Pemerintah no 7 tahun 1994 , sehingga secara “de facto” Indonesia adalah menjadi bagian dari WTO/ World Trade Organization. Jika melihat perkembangan ekonomi global, globalisasi sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan jika semua masyarakat bersatu padu. Kehadiran perusahaan asing di Indonesia dalam mengerjakan proyek konstruksi akan berpengaruh positif bagi jasa konstruksi, jika kebutuhan yang diperlukan dan terdapat didalam negeri dapat diantipasi. Kebutuhan akan partner local bagi perusahaan asing berupa sub kontraktor tertentu, dan kemudian sub kontraktor tersebut tidak bersedia jika nilainya proyeknya rendah, akan berpengaruh negatif. Perlu siasat atau strategi untuk menghadapi hal tersebut, karena hal yang sama sekarang terjadi ketika Jepang menawarkan perusahaan konstruksi Indonesia untuk ikut lelang di Jepang, namun tidak ada satupun perusahaan Indonesia yang ke Jepang lantaran dokumen lelangnya bahasanya adalah bahasa Kanji, sementara di Indonesia sendiri masih banyak pekerjaan konstruksi. Namun itulah globalisasi. Disisi lain Indonesia juga mesti mengikuti ketentuan untuk meregistrasi tenaga ahli yang telah mempunyai sertifikat keahlian guna ditawarkan bekerja pada tingkat ASEAN, namun demikian sampai saat ini masih sedikit tenaga ahli yang tercatat. Sementara Malaysia dan Singapore telah banyak 28
memiliki tenaga ahli yang tercatat resmi. Fakta dan informasi ini mengindikasikan bahwa tenaga ahli konstruksi Indonesia belum berpikir kearah regional atau international, karena mau tidak mau, suka tidak suka registrasi tenaga ahli memang diperlukan dan diharuskan. Bisa terjadi bahwa para tenaga ahli kita ini hanya mampu bekerja di kandang /negeri sendiri , lantaran proyek di Indonesia masih banyak dan tidak mengantipasi teknologi yang datang dari luar Indonesia. Hal ini juga mengindikasikan antara perguruan tinggi dan dunia usaha konstruksi belum ada “link and match”. Kajian lebih lanjut mengindikasikan ketidak tersediaan sarana atau tempat untuk menghubungkan antara perguruan tinggi dan penyedia jasa dan proyek atau forum mengakibatkan tidak
terjadinya
hubungan kerja. Bisa jadi juga permasalahan tersebut di atas muncul adalah karena tidak adanya unit kerja yang mendistribusikan informasi tentang globalisasi dan dampaknya serta apa yang harus dilakukan bagi pengembangan jasa konstruksi menangani baik itu di level provinsi, kabupaten/kota. Hal tersebut dimungkinkan karena tidak adanya aparatur yang memiliki pengetahuan dan aparatur yang ditugaskan sebagai pembinanya. 4. Tenaga kerja konstruksi. Monitoring tenaga kerja jasa konstruksi sebetulnya sudah ada ketentuan hukumnya melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum no 323/KPTS/1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Monitoring Data Ketenagakerjaan Bidang Pekerjaan Umum /Jasa Konstruksi (Lihat Lampiran 11) Sebagaimana tindak lanjut Undang-undang Jasa Konstruksi maka tenaga kerja 29
di bidang jasa konstruksi dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok tenaga kerja ahli dengan pendidikan minimum D3 keatas yang dalam pembinaannya diserahkan kepada asosiasi profesi sedangkan satu kelompok lagi adalah kelompok tenaga kerja terampil yang berlatar belakang pendidikan D3 kebawah yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Tenaga kerja tersebut dalam status pekerjaannya dibagi menjadi tenaga kerja tetap /organik yang umumnya adalah bekerja pada perusahaan konstruksi dan tenaga kerja tidak tetap/ non organik yang biasanya bernaung dibawah mandor dan disebut tenaga kerja harian lepasseperti tukang dan pembantu tukang dan sejenisnya. Tenaga kerja tersebut, sudah banyak yang mengikuti pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi, baik di asosiasi maupun di pusat-pusat pelatihan yang ada di Indonesia. Tenaga kerja Konstruksi khususnya para tukang konstruksi, selama ini merupakan tenaga kerja temporer yang berpindah-pindah pekerjaannya yang umumnya berasal dari generasi agraria /nelayan dan sambil memanfaatkan waktu melakukan migrasi ke dunia usaha jasa konstruksi. Kenapa demikian karena umumnya mereka tidak bekerja secara terus menerus dan biasanya dibawa kepala tukang atau mandor dan sifatnya juga “kekerabatan”, sehingga kita sulit untuk mengetahuinya. Ini bisa dibuktikan manakala kita membutuhkan tukang untuk memperbaiki rumah kita misalnya, maka sudah dipastikan kita sulit mencari tukang dan biasanya diperoleh dari omongan satu orang ke orang lain, namun secara sistematis belum terpikirkan oleh negara bagaimana sistem yang harus 30
dibangun, padahal secara jelas dialah sumber tenaga kerja profesional di bidang konstruksi. Permasalahan lain adalah kesejahteraan tenaga kerja yang seringkali dilupakan oleh orang yang mempekerjakannya dan dianggap sebagai hubungan kerja antara tenaga buruh dan majikan seperti pada zaman dulu, program pembinaan pemerintah belum sampai memikirkan pada pola ini, buktinya jika tenaga kerja mendapat kecelakaan kerja pada tempat pekerjaan konstruksi maka pemerintah cq Pembina jasa konstruksi juga tidak tahu, akan diapakan tenaga kerja tersebut. Disisi lain, pemerintah mesti membuat inovatif untuk menyelesaikan sistem informasi pada pekerja konstruksi ini, dari informasi diketahui bahwa pemerintah tidak mengetahui dimana tenaga kerja yang bekerja di suatu perusahaan konstruksi, apa pekerjaan, dimana rumahnya atau apa jenis pekerjaan konstruksi seperti ragam keahlian/keterampilannya, upahnya dan lain sebagainya
sehingga seakan-akan diserahkan kepada dirinya sendiri /tenaga
tukang serta dunia usahanya. Sebagai pemerintahan yang menjalankan „good governance” harusnya bisa melindungi dan mengetahui segala sesuatu tentang tenaga kerja konstruksi tersebut. Untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan maka mesti mengerti dunia usahanya lebih dahulu, karena kalau kita melakukan pelatihan jasa konstruksi yang selama ini dilakukan akan ditemui bahwa pesertanya belum sebagaimana yang diharapkan, seringkali tenaga administrasi, sopir, atau pesuruh dan lain sebagainya, ini membuktikannya “belum diminatinya suatu 31
Diklat” dan masih diabaikan karena tuntutan anggaran yang harus dihabiskan lebih penting dari semua itu. a. Peningkatan Kemampuan Tenaga Kerja. Peningkatan kemampuan pada tenaga kerja konstruksi memang menjadi tugas kita semua, karena tenaga kerja konstruksi yang benar-benar profesional dan memiliki ketrampilan dan pengetahuannya masih sangat minim sebagaimana dijelaskan diatas bahwa tenaga kerja konstruksi adalah perpindahan dari tenaga kerja petani /agraria /nelayan ke dunia usaha konstruksi, hal ini disebabkan karena mudahnya memasuki dunia kerja konstruksi sebelum nantinya pada suatu saat akan beralih ke tenaga kerja industri pada generasi selanjutnya, dan ini sudah terjadi di negara-negara besar di dunia ini yang telah mengalaminya sehingga hal tersebut pasti juga terjadi di Indonesia. Peningkatan kemampuan harus bisa dilakukan oleh industrinya, kalau pemerintah yang melakukan maka diperlukan biaya yang sangat besar sekali
dan
tidak
ada
jaminan
untuk
membantu
meningkatkan
kesejahteraannya sebagaimana uraian diatas, oleh sebab itu industrinyalah yang harus melakukan, pemerintah membantu dengan menyediakan fasilitas tempat Diklat, standar-standar /bakuan kompetensi yang dibutuhkan /manual uji, instruktur , serta sistem ketenaga-kerjaan yang mendukung industrinya tersebut. Saat ini sudah ada SKKNI /Standar Klasifikasi Kualifikasi Nasional Indonesia dan
tentunya
perlu
ditindak
lanjuti
dengan
pola
pendidikan
dan
pelatihannya, namun terlihat disini bahwa seluruh masyarakat belum 32
diarahkan ke tujuan tersebut, ini karena diperlukan terobosan /berbagai cara antara lain : Diluncurkannya program Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi. Mengidentifikasi
kebutuhan
akan
pelatihan
manajemen
jasa
konstruksi. Membuka kerjasama atau aliansi dengan Badan Diklat Pemerintah Daerah khususnya di Kabupaten/Kota Melakukan kerjasama dengan asosiasi perusahaan /profesi dalam Peningkatan Kemampuan SDM / Diklat Tingkat Ahli Peningkatan Kemampuan SDM /Diklat Tingkat Terampil Peningkatan Kemampuan SDM /Diklat Usaha Dan lain sebagainya b. Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja. Pendidikan dan Pelatihan atau Diklat sejak Undang-undang Jasa Konstruksi dilahirkan dan telah beroperasinya LPJK seharusnya meningkat dan setiap hari mesti terlihat Diklat dimana-mana dengan berbagai ragam klasifikasi dan kualifikasi keterampilan
maupun keahlian, namun demikian
kenyataannya Diklat jasa konstruksi tidak ada kenaikan frekuensi secara significant, memang ada terjadi kenaikan volume Diklat namun itu terjadi di Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Kementrian Pekerjaan Umum terutama kenaikan biaya anggaran Diklat negara, seharusnya dunia usaha juga meningkat termasuk di asosiasi–asosiasi jasa konstruksi, namun yang terjadi, yang meningkat adalah jumlah asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi sedangkan secara entitas peningkatan Diklat SDM tidak terjadi. 33
Berbeda yang terjadi di Malaysia atau Philipina dimana setiap hari banyak terjadi pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi, bahkan dengan biaya masing-masing tenaga kerja bukan dana Pemerintah, setidak-tidaknya adalah biaya Lembaga sehingga apa yang terjadi saat ini, masih belum sesuai dengan yang diharapkan sebagaimana pada naskah akademis Undang-undang Jasa Konstruksi, masih harus dicari polanya. Salah satu dugaan analisis yang dilakukan adalah karena pekerjaan apapun yang dilakukan pada dunia usaha jasa konstruksi, pasti diterima oleh pemilik pekerjaan, mutu pekerjaan masih rendah misalnya campuran semen dan pasir dan koral tidak sesuai dengan ketentuan baku pada dokumen lelang, hasil pekerjaan
yang tidak lurus seperti plesteran juga dibiarkan,
“pokoknya” pekerjaan selesai dan bisa digunakan terlebih dahulu, dan uang cepat keluar. Dengan kehadiran Undang-undang jasa konstruksi sebenarnya diharapkan banyakmuncul Lembaga Pendidikan dan Pelatihan dan kemudian berbondong-bondong tenaga kerja ikut berbagai jenis pendidikan dan pelatihan, namun ini tidak terjadi, bahkan mencari tenaga kerja yang akan dilatihpun, sulit sekali. Kenapa demikian?, seperti penjelasan uraian diatas apapun yang dikerjakan oleh tenaga kerja konstruksi belum menuju pada biaya, mutu, waktu yang menjadi “trademark” dari pendidikan dan latihan serta tujuan dari jasa konstruksi. Kurikulum dan sylabus memang berkembang, banyak ragamnya namun terlihat banyak tenaga kerja di uji keterampilannya dilakukan melalui portofolio saja, tidak diberikan pendidikan dan pelatihan “dasar”, ataupun 34
bekal keahlian/keterampilan, hanya sedikit asosiasi yang menjalankan pendidikan dan pelatihan sebelum dilakukan uji sertifikasi. Kondisi ini harus ada perubahan, kalau seperti ini dipertahankan maka mencari
tenaga kerjapun akan sangat sulit, karena jika ada Diklat maka
yang ikut adalah tenaga yang itu-itu terus seperti tenaga administrasi bahkan seringkali yang tidak terkait dengan jasa konstruksi seperti sopir,pesuruh,dan lainnya sebagainya, kalau diminta membayar sudah pasti tidak ada pesertanya. c. Balai Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi dan Uji Sertifikasi. Ujung tombak dari pendidikan dan pelatihan adalah Balai Pelatihan Tenaga kerja jasa konstruksi yang dimiliki oleh Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Badan Pembinaan Konstruksi Kementrian Pekerjaan Umum yang tersebar di beberapa lokasi di Indonesia yakni : 1) Balai Peningkatan Keahlian Konstruksi di Jakarta 2) Balai Pelatihan Konstruksi dan Peralatan di Jakarta. 3) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah I di Banda Aceh 4) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah II di Surabaya 5) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah III di Banjarmasin 6) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah IV di Makasar. 7) Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah V di Jayapura. Dari jenis dan ragam pelatihan sebenarnya sudah cukup banyak dan beragam, yang mesti dibenahi adalah sistematikanya karena sebagaimana diuraikan diatas kalau kita berbicara ahli maka terkait dengan asosiasi sedangkan kalau kita berbicara terampil maka itu menjadi tugas pemerintah. 35
Dari data jenis pelatihan yang sudah tersedia maka perlu dilakukan pendekatan baik dengan asosiasi maupun dengan pemilik sumber dana yang mau menyediakan
pendidikan dan
pelatihan. Mengingat pola yang
dilakukansaat ini adalah otonomi daerah maka Pusbin KPK mesti bisa melakukan “create” sumber dana pada 595 buah pemerintah daerah kabupaten/kota diseluruh Indonesia. Berdasarkan surat edaran Menteri Dalam Negeri no 601/1031/BAKD tanggal 6 Oktober 2006 tentang Pembiayaan jasa konstruksi di daerah ( Lihat Lampiran 12 ) maka perlu dikembangkan dan dijajagi oleh semua Balai-Balai yang ada untuk menghubungi Dinas PU Kabupaten/Kota dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah diseluruh Indonesia, dan disini Balai Pelatihan KPK harus menjemput bola dan menjelaskan di daerah-2 akan tugas Pemerintah daerah cq Dinas PU berdasarkan PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian tugas Pemerintah,Pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota.Lalu bagaimana caranya untuk melibatkan tenaga kerja supaya mau ikut Diklat maka harus didekati lagi yakni bagi mereka yang mendapatkan proyek/pekerjaan dari pemerintah diwajibkan perusahaan jasa konstruksi mengirimkan tenaga kerjanya untuk ikut pelatihan dan pendidikan yang
diselenggarakan
di
lokasi
kabupaten/kota
tersebut,
dan
pelaksanaannya harus bekerjasama dan memanfaatkan Badan Diklat setempat. Pemilihan jenis pelatihan mesti dibicarakan denga asosiasi setempat dan Kepala Dinas PU setempat karena mereka yang mengetahui dan Balai Pelatihan Konstruksi mensuplai kebutuhan mereka 36
di wilayah tempat
mereka sendiri. Penyelenggaraan Diklat harus dirancang secara mobile dengan menggunakan peralatan dan juga sarana dan prasarana setempat, pengelola Diklat bisa dilakukan oleh petugas dari Balai-2 Pusbin KPK sedangkan instruktur
dan
penyelenggaraan
materi dan
disupport makan
oleh
siang
Pusbin oleh
KPK
Badan
dan
tempat
Diklat
Pemda
Kabupaten/Kota setempat.Kegiatan ini menjadi tugas dari Balai-Balai Pusbin KPK, dan pasti dapat diselenggarakan dengan “sharing” dari dana APBDPemerintah Kabupaten/Kota. Balai-2 Pusbin KPK memang harus mempunyai ahli-ahli pemasaran dan memahami penyusunan anggaran APBD dan melakukan kominikasi dengan Bappeda dan Dinas PU sehingga tidak hanya bergantung dari APBN saja sehingga Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi dapat mencapai targetnya. Salah satu usulnya adalah pengangkatan wakil Kepala Balai atau Sekretaris Balai yang tugasnya sebagai pemasaran ke Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia.Pola ini pasti berhasil mengingat di kabupaten/kota pada dasarnya masih awam dengan pendidikan dan pelatihan, dan mereka menantikan program2 dari pusat dan memang harus dikaitkan dengan Penyedia jasa yang mendapatkan Kontrak Pekerjaan Konstruksi dari Pemerintah daerah, jika diperlukan maka dalam dokumen penawaran atau evaluasi pelelangan harus disisipkan bukti bahwa perusahaan telah pernah mengirim tenaga kerja untuk suatu Diklat agar diperhitungkan dan mendapat kredit point dari pemerintah daerah. Sedangkan untuk Uji sertifikasi tenaga kerja terampil dapat dilakukan 37
oleh Balai-Balai Konstruksi ini yang pelaksanaannya diatur dan mengacu pada ketentuan LPJK Nasional dan ini sudah berjalan dengan baik di daerahdaerah. d. Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikat& Perusahaan Penyalur. Perusahaan penyedia tenaga kerja konstruksi secara teoritis mestinya sangat dibutuhkan di Indonesia karena jumlah kontraktor dan konsultan di Indonesia sangat besar, tetapi kenyataannya perusahaan penyedia tenaga kerja konstruksi di Indonesia tidak berkembang sama sekali. Boleh dikatakan perusahaan penyediaan tenaga kerja konstruksi di Indonesia kalah dibandingkan perusahaan penyedia tenaga kerja pembantu rumah tangga. Di Jakarta banyak perusahaan penyedia tenaga kerja pembantu rumah tangga yang berbadan hukum dalam bentuk PT maupun CV yang jumlahnya ada puluhan perusahaan, dan melakukan kegiatan menyalurkan tenaga kerja pembantu rumah tangga di Jakarta / Indonesia sendiri bahkan sampai ke luar negeri,
tetapi penyediaan tenaga kerja konstruksi di
Indonesia masih bersifat informal melalui mandor – mandor. Penyediaan tenaga kerja untuk konstruksi tingkat ahli sudah mulai berjalan dengan baik, khususnya tingkat sarjana misalnya LPPM ( Lembaga Pendidikan Pengembangan Manajemen ) merekrut sarjana yang baru lulus kemudian diberi pelatihan bahkan ada yang dididik sampai lulus S2 dimana calon tenaga kerja tersebut tidak mengeluarkan biaya kemudian calon tenaga kerja yang sudah siap kerja tersebut ditawarkan ke perusahaan – perusahaankonstruksi di Indonesia.
38
Tenaga kerja yang dididik oleh LPPM yang sudah disalurkan ke perusahaan, baru membayar biaya pelatihan/pendidikan dan biaya – biaya lain yang sudah dikeluarkan
oleh LPPM. Pola ini sudah mulai berjalan
walaupun masih relatif kecil sekali, karena perusahaan konstruksi juga sudah mulai memanfaatkan dengan pola ini
yakni memanfaatkan tenaga kerja
tidak permanen atau “out sourcing”.Perusahaan Konstruksi BUMN saat ini banyak mempunyai tenaga “out sourcing” karena tidak membebani perusahaan, sehingga tenaga kerja ini dituntut profesionalisme muncul dan jika tidak profesional maka tenaga kerja akan sulit mencari pekerjaan di kemudian hari atau “tidak laku”. Untuk tingkat keterampilan, jika mencari tenaga kerja konstruksi maka Kontraktor tidak melalui perusahaan penyedia tenaga kerja tetapi melalui kelompok mandor yang sifatnya masih informal. Hampir semua kontraktor mengakui, memperoleh tenaga konstruksi melalui mandor yang sifatnya informal. Secara teoritis penyediaan tenaga konstruksi secara informal merugikan pihak tenaga kerja itu sendiri maupun kontraktor yang menggunakan tenaga kerja tersebut. Pekerja konstruksi belum memperoleh jaminan asuransi, perlindungan hukum yang layak dan tidak ada standar gaji yang layak. Bagi kontraktor dan pengguna jasa tidak memperoleh jaminan keahlian dan keprofesionalannya. Berdasarkan hasil pengamatan, mengapa kontraktor tidak menggunakan perusahaan penyedia tenaga kerja konstruksi, hal ini disebabkan karena
39
alasan utama kegagalan perusahaan penyediaan tenaga kerja konstruksi itu sendiri yang terindikasi: Jumlahnya tidak banyak. Belum terorganisir. Distribusi informasi belum meluas. Standard kualitas belum berjalan dengan baik. Kontinuitas “demand” proyek tidak terjamin. Belum dilihat sebagai prospek bisnis. Belum banyak tenaga ahli /terampil yang bersertifikat. Belum ada peraturan dari regulator . Walaupun sudah ada peraturan wajib dari pemilik proyek, namun belumtegas. Belum ada yang menyediakan. Dari informasi diatas sesungguhnya Pusbin KPK, Badan Pembinaan Konstruksi Kementrian Pekerjaan Umum dapat berperan sebagai mediasi atau mempertemukan antara tenaga kerja dan perusahaan konstruksi yang membutuhkan, memang perlu dibangun sistem informasi dan dengan kegiatan Penyusunan Database Tenaga kerja ini dapat dibangun juga pusat informasi pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan tenaga kerja konstruksi dimasa mendatang. 5. Pembinaan Jasa Konstruksi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, tercamtum secara jelas bahwa jasa konstruksi menjadi 40
tanggung jawab Kementrian Pekerjaan Umum. Sebagai tindak lanjut amanat Peraturan Pemerintah tersebut, “seharusnya” di setiap Dinas Pekerjaan Umum Propinsi maupun Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota secara nyata dan tertulis –fakta juridis- harus menetapkan “unit kerja” yang mengurusi tentang jasa konstruksi ini. Kenyataan yang terjadi, unit kerja ini sangat jarang sekali atau dapat dikatakan “dilupakan”, dari 33 Propinsi Dinas PU diseluruh Indonesia ditemukan hanya 11 propinsi -status 2010- yang mengaturnya baik berdiri sendiri seperti Bidang/seksi Bina Jasa Konstruksi atau melalui Balai Pembinaan Jasa Konstruksi. Selebihnya tidak “mau tau”, dan bila kita mau menerapkan pembinaan maka sesungguhnya itu hanya “omong-kosong” saja, sulit dianggap suatu perintah atau norma, karena tidak tertulis. Kekeliruan tersebut sampai saat ini belum ditindaklanjuti oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementrian Pekerjaan Umum. Selain
Undang-undang
dan
Peraturan
Pemerintah
yang
terkait
mengenai jasa konstruksi, Menteri Dalam Negeri juga telah menerbitkan surat edaran nomor 601/476/SJ – tanggal 13 Maret 2006 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi di daerah (Lampiran 2) dimana diharapkan setiap daerah membentuk Tim Pembina Jasa Konstruksi (TPJK) pada tingkat propinsi dan kabupaten/ kota. Adapun alasan dibalik pembentukan TPJK adalah karena jasa konstruksi itu sifatnya “lintas sektoral” sehingga Dinas PU setempat tidak bisa masuk atau membantu teknis proyek-2 yang dimiliki oleh Dinas diluar “Kantor Dinas Pekerjaan Umum”. Kondisi saat ini dan tersedia aturannya adalah jika membangun bangunan gedung negara maka pasti mendapat “bantuan teknis” dari Dinas PU, selain gedung negara maka tidak bisa Dinas PU masuk ke proyek 41
tersebut. Melalui TPJK inilah sebenarnya diharapkan pembinaan dapat berjalan, namun kenyataannya ditemui banyak hambatan, persoalannya bermuara pada banyak ketidak-pahaman mengenai TPJK. Sehingga, walaupun telah diundang ke Jakarta untuk mendapatkan sosialisasi, perkembangannya memprihatinkan dan karena pimpinan daerah kebanyakan juga tidak mau membuat Surat Keputusan TPJK yang disebabkan pemahamannya yang minim. Menyadari kondisi tersebut di atas, memang diperlukan sosialisasi dan penjelasan secara terus menerus bahwa jasa konstruksi menjadi tugas Dinas PU Kabupaten/Kota, serta menjadi tugas Kementrian Pekerjaan Umum adalah bagaimana dapat memberikan petunjuk operasional atau brosur-brosur kepada Unit kerja yang mengurusi jasa konstruksi ke daerah2. Karena sesungguhnya daerah-2 sangat mengharapkan petunjuk operasional tentang jasa konstruksi tersebut,sampai saat ini petunjuk ini sangat jarang diberikan, bahkan dapat disebutkan sebagai sangat minim sama sekali. Hal ini dikarenakan pada tingkat nasional, pemahaman untuk bagaimana melakukan pembinaan jasa konstruksi kepada masyarakat belum banyak yang memahami. Bahkan bagaimana melakukan pembinaan ke daerah, semuanya masih berdasarkan “trial and
error”,padahal Departemen Pekerjaan Umum
pada tahun 1976 mendirikan
“Bagian Pengaturan Jasa Konstruksi dan Bagian Pembinaan Jasa Konstruksi serta Pusat Pembinaan Pelatihan Jasa Konstruksi” dibawah Sekretariat Jenderal. Saat ini ketiganya berada dibawah satu unit kerja eselon I yaitu Badan Pembinaan Konstruksi, Kementrian Pekerjaa Umum.
42
6. Standar Baku Komponen Kurikulum Tenaga Konstruksi. Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia awalnya adalah sebagai petani, atau nelayan yang karena didorong oleh kebutuhan maka mereka meninggalkan pekerjaannya dan mencari pekerjaan konstruksi /migrasi ke kota2 besar.Dan kini untuk yang muda-muda sudah tidak mau lagi menjadi petani atau nelayan namun mereka masuk ke lapangan kerja industri, sebelum ke industri itulah biasanya mereka memilih jasa konstruksi satu atau dua kali kesempatan.Apa yang diutarakan diatas sudah merupakan fenomenal yang harus kita pahami. Didalam pengertian Tenaga Kerja Konstruksi di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok minoritas berupa Tenaga Ahli ialah seseorang yang mempunyai pendidikan D3 keatas dan kelompok mayoritas atau kelompok Tenaga Terampil ialah seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan D3 kebawah yang bekerja di jasa konstruksi. Meneliti tenaga kerja konstruksi maka perlu distrukturisasi terlebih dahulu komponen untuk menyusun suatu kurikulum standar sebagai berikut : a. Informasi Data Pribadi yakni nama, tempat,tanggal bulan tahun lahir, agama,status alamat rumah jalan , RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan, Kabupaten/Kota,Propinsi, Telepon rumah / telepon mobile, NPWP, Kode pos tempat tinggal, tempat bekerja, alamat kantor, No telepon /Fax Kantor dan dilengkapi dengan KTP. b. Informasi Data pendidikan. Informasi Data Pendidikan dimulai dari SD, SLP yang terdiri atas SMP atau Madrasah Tsanawiyah kemudian SLA yang terdiri atas SMA
43
atau STM
ataupun Madrasah Aliyah kemudian Perguruan Tinggi termasuk seperti Sp 1 dan Sp 2 , D3, Sp 4, SP5 dan S1 serta S2 dan S3 c. Informasi Data Kursus/Diklat yang diikutinya. Informasi Data kursus lebih banyak di bidang keterampilan, kalau keahlian maka yang menyelenggarakan adalah asosiasi profesi keahlian dan ini belum terkoneksi dengan Pusbin KPK. d. Informasi Data sertifikasi. Informasi Data Sertifikasi jasa konstruksi terdiri atas Sertifikat Keahlian atau Sertifikat Keterampilan. Seseorang mempunyai Sertifikat Keahlian maka dimungkinkan pula mempunyai Sertifikat Keterampilan, namun demikian dimasa mendatang perlu memilih apakah keahlian atau keterampilan jasa konstruksi yang menjadi pilihannya.Kenapa hal ini terjadi, karena sudah waktunya suatu perusahaan konstruksi diminta memasukkan data tenaga kerja yang mempunyai sertifikat pelatihan dalam suatu proses pelelangan turut menjadi “sharing” /dipertimbangakan dalam menentukan sebagai pemenang. e. Informasi Data riwayat pengalaman kerja. Daftar riwayat pekerjaan mesti dimulai dari mereka bekerja dan tercatat di system kalaupun tidak tercatat maka bisa disusul dengan surat keterangan bekerja yang diperoleh dari majikan tempat pekerja atau yang membayar pekerja. Untuk kemudian diupayakan bahwa systemlah yang mencatat pekerjaan tenaga kerja tersebut termasuk jabatan kerjanya. Standar riwayat Curiculum vitae yang akan tayang di internet adalah sebagaimana (Lihat Lampiran 13). 44
7. Klasifikasi dan kualifikasi Tenaga Konstruksi. Di dalam Undang-undang jasa konstruksi pasal 9 mengamanatkan ada 4 item yang harus mempunyai sertifikat yakni a. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus mempunyai sertifikat keahlian. b. Pelaksana
konstruksi
orang
perseorangan
harus
memiliki
sertifikat
keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja. c. Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana
konstruksi
harus memiliki sertifikat keahlian. d. Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan sertifikat keahlian. Dari hal diatas secara tegas disebut “badan usaha” atau penyedia jasa sedangkan “pengguna jasa” tidak secara implisit disebutkan namun demikian butir 1) dan 2 ) pada dasarnya tidak membedakan dan seharusnya pemerintah memulai yakni mereka yang bekerja di perencana, pelaksana dan pengawasan yang terkait tanggung jawab pekerjaan konstruksi harus mempunyai sertifikat yang sama dengan penyedia jasa.Jika tidak maka UUJK membedakan dan membuat diskriminasi antara pengguna jasa maupun penyedia jasa. Sementara itu dalam Peraturan Pemerintah no 4 tahun 2010 pasal 8 C dinyatakan bahwa : a. “orang perseorangan yang memberikan layanan jasa konstruksi atau orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha yang memberikan 45
layanan jasa konstruksi harus memiliki sertifikat sesuai klasifikasi dan kualifikasi “ b. Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
Arsitektur
Sipil
Mekanikal
Elektrikal
Tata lingkungan
Manajemen pelaksanaan
c. Kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
Tenaga ahli
Tenaga terampil
Ketentuan lebih lanjut ditetapkan oleh Peraturan Menteri demikian tercamtum dalam PP no 4 tahun 2010 yang sampai kegiatan ini dibuat belum dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum. Sedangkan pembagian yang dilakukan oleh LPJK Nasional adalah sebagai berikut: a. Keahlian diatur dalam Keputusan LPJK no
71/KPTS/LPJK/D/VIII/2001.
Yang rinciannya adalah sebagai berikut : Bidang Keahlian mempunyai sub-sub klasifikasi. 1) Arsitektur. a) Arsitektur. b) Desain interior. c) Arsitek lansekap. 2) Sipil. a) Teknik sipil. 46
b) Struktur. c) Transportasi. d) Sumber Daya Air. e) Geoteknis. f)
Geodesi.
3) Teknik mesin. a) Teknik Mesin. b) Sistem Tata Udara dan Refrigerasi. c) Sistem Plambing. d) Sistem Transportasi dalam Gedung. 4) Elektrikal. a)
Teknik Tenaga Listrik.
b) Teknik Elektronika. c)
Telekomunikasi.
5) Tata Lingkungan. a) Teknik Lingkungan. b) Wilayah dan Perkotaan. 6) Lain-lain a) Manajemen b) Quantity Surveying c) Penilai b. Sedangkan pada bidang Keterampilan diatur dalam Keputusan LPJK no 113/KPTS/LPJK/D/IX/2006.Yang rinciannya adalah sebagaimana (Lihat Lampiran 14 ) . Dari klasifikasi yang disampaikan diatas ternyata sudah banyak pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh Pusbin KPK dan balai-balai dibawahnya yang datanya dapat disajikan sebagaimana (Lihat Lampiran 15) maka disini ditemukan ketidak sinkronize antara Turunan dari UUJK dan Materi Diklat , dan kiranya perlu dipisahkan sebagai berikut :
47
Yang terkait dengan “Ahli” maka penyelenggaraannya dilakukan oleh Asosiasi dan dibuka untuk kerjasama dengan Pusbin KPK, sementara ruang dan kelasnya menyewa dengan biaya seminal mungkin dan bersaing dengan ruang kelas lainnya dan jauh dari standar harga hotel. Yang penting semua tenaga kerja konstruksi pernah masuk ke Balai-Balai Pusbin . Sementara dalam praktek lapangan dikenal jabatan kerja yang dihasilkan dari
Pendidikan
dan
Pelatihan
dan
juga
masyarakat
umum
yang
menyebutkannya berbeda sebagai berikut : 1) Jabatan Kerja. a. Manajemen. b. Quantity Surveyor. c. Penilai. d. Manajer Proyek./Project Manajer e. Site Manajer. f. Job site manajer. g. Planning engineer. h. Controler engineer. i. Team Leader. j. Resident Engineer. 2) dll Dari uraian diatas maka setelah dilakukan kajian oleh BP Konstruksi /Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah tersusun konsep Jenis Keterampilan sebagaimana (Lihat Lampiran16) yang pada saatnya akan dikeluarkan dalam Peraturan Menteri. Adapun kualifikasi atau tingkat /jenjang ditemukan adanya perbedaan antara Peraturan Pemerintah no 4 tahun 2010 dengan Produk BNSP dimana terdiri atas 9 kualifikasi sedangkan pada PP no 4 tahun 2010 terdapat 6 jenjang yakni ahli 48
utama, ahli madya, ahli muda serta kelas 1 , kelas 2 dan kelas 3 maka setelah dianalisa maka disarankan untuk dibuat jembatan diantara keduanya melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, karena di dalam PP no 4 tahun 2010 dimungkinkan adanya sub kualifikasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum sebagaimana (Lihat Lampiran 17). 8. Sumber Data dan Pangkalan akhir Data Input. Untuk mengetahui jumlah tenaga kerja konstruksi atau mendata tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa konstruksi di Indonesia maka kita perlu mencermati beberapa instansi/unit kerja yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi, sesuai dengan Undang-undang bahwa setiap pekerja konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian atau sertifikat keterampilan ( UUJK pasal 9 ). Dari proyek konstruksi baik di PU maupun di luar PU sebenarnya dapat ditemukan nama tenaga kerja, tempat,tanggal bulan dan tahun kelahiran, Jenis keahlian atau keterampilan, pemilikan sertifikat, sedangkan keterlibatan pada Pendidikan dan Pelatihan masih sulit diperoleh namun pengalaman bekerja pada proyek dan perusahaan dapat diperoleh. Untuk menghitung jumlah dan validasinya maka kita mencermati unit kerja dengan pendekatan sumber pembiayaan konstruksi sebagai berikut : a. Proyek Konstruksi di Kementrian PU dan jajarannya di daerah baik yang sumber APBD Propinsi / APBD Kabupaten/Kota. Proyek konstruksi ini jelas terdapat pekerja konstruksi karena pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh tenaga kerja konstruksi baik yang ahli maupun yang bukan ahli/terampil, disini juga terdapat Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Konstruksi. Profesi tenaga kerja juga 49
bisa dikelompokkan mereka yang bekerja di konstruksi maupun tidak terkait dengan konstruksi, namun terkait dengan pekerjaan konstruksi seperti yang mengurusi keuangan, administrasi, keamanan, logistik dan lain sebagainya. Pekerjaan konstruksi ini jika ditelusuri dan
untuk membedakan
maka dibagi atas pekerjaan konstruksi yang dibawah Proyek jajaran Pekerjaan Umum baik di tingkat pusat yang dibiayai APBN atau mereka yang dibawah Proyek Dinas Pekerjaan Umum yang dibiayai APBD Propinsi maupun dibawah Proyek Dinas Pekerjaan Umum yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota. Dasar hukumnya adalah pendekatan dengan pembagian tugas PP 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dimana secara jelas bahwa jasa konstruksi menjadi tugasnya. Apalagi dikaitkan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimum dimana informasi jasa konstruksi menjadi tugas Dinas Pekerjaan Umum di seluruh daerah. Untuk mereka yang bernaung di sini pada dasarnya masih bisa dilakukan pemantauan yang terkait tenaga kerjanya dengan perintah dari Menteri Pekerjaan Umum. Namun demikian tidak hanya di lingkungan Pekerjaan Umum, diluar itu semua institusi
menyelenggarakan
pekerjaan
konstruksi
misalnya di
Kementrian Perhubungan, di Kementrian ESDM, BUMN dan lain sebagainya baik di Pusat maupun di daerah, maka pada dasarnya bisa ditelusuri baik jumlahnya maupun keahlian atau keterampilannya.Namun perlu “effert” 50
yang cukup besar dan dasar hukumnya adalah “kewilayahan” pembangunan Dalam kaitan pendataan tenaga kerja di proyek maka Pusbin KPK dapat menyampaikan suatu program software berupa daftar isian yang harus diisi oleh Penyedia jasa baik itu Perusahaan Perencana/Pelaksana /Pengawas yang melaksanakan pekerjaan dan menerima pembayaran dari Proyek sedangkan Pimpinan Proyek dan aparatnya dapat ditugaskan pula sebagai validator kebenaran data. Jadi disini yang mengisi adalah perusahaan dan bukan proyek namun proyek bertanggung jawab akan pengisian tersebut sekaligus kebenaran datanya. Program Komputer yang harus disiapkan adalah Program Model-A sebagaimana pada Skema alur data (Lihat Lampiran 18) b. Pekerjaan Konstruksi Non ( Kementrian PU & Dinas PU ) yang berbasis di wilayah daerah baik APBN, APBD Prop, APBD Kab/Kota serta Swasta. Tenaga kerja di bidang jasa konstruksi yang bekerja pada proyek diluar Kementrian Pekerjaan Umum yang sumber dananya dari APBN dan pemilik pekerjaannya adalah Kementrian lainnya maka pendataannya tidak dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum, demikian pula yang ada di Propinsi yakni yang didanai oleh APBD Propinsi dan diluar dari Dinas PU, termasuk dalam hal ini yang ada di Kabupaten /Kota yang sumber dananya di APBD Kabupaten/Kota tapi diluar dari Dinas PU setempat serta proyek yang dibiayai oleh swasta. Untuk proyek swasta sesungguhnya ini bisa dipantau dari perizinan pembangunan yang diberikan, sayangnya IMB belum merata di Pemerintah Daerah diseluruh Indonesia. 51
Terkait Izin Membangun ini, semestinya pemerintah juga mulai mengem bangkan “Izin Membangun Prasarana” atau IMP yakni Izin yang diberikan kepada semua bangunan konstruksi (bukan hanya Gedung saja) dimana sudah dimulai di kota-2 besar seperti Jakarta dan Surabaya, yakni merupakan identifikasi pembangunan Prasarana dan sarana bangunan konstruksi di wilayahnya. Hal ini sesungguhnya sangat penting untuk diketahui oleh pemerintah, kapan dibangun, kapan direncanakan atau siapa perencananya dan pelaksana pembangunan dan siapa pengawasnya , dst disini bisa pula di pantau berapa tenaga kerja yang dipergunakan. IMP terkait dengan tataruang dan sangat penting bila kita nantinya menjadi negara modern atau maju seperti di Jepang, Singapore yang terdiri atas kota yang besar seperti JABODETABEK harus memulainya sehingga pengertian konstruksi benar-benar diperhatikan oleh negara, baik yang menyangkut kekuatannya, keamanannya, mutu keselamatan dan juga kenyamanannya bagi masyarakat penggunanya sebagai pelayanan negara kepada masyarakatnya.Ini sebenarnya juga tugas dari pembina jasa konstruksi untuk mewujudkannya seperti di negara2 maju namun karena keterbatasannya pemahamannya para pembina jasa konstruksi ini tidak melihat bahwa itu menjadi tanggung jawabnya, Program Komputer yang harus disiapkan adalah Program Model-B Skema alur data sebagaimana pada (Lihat Lampiran 19). c.
LPJK Sesuai dengan UUJK maka lahirlah Lembaga Pengembangan Jasa 52
Konstruksi pada tahun 2000 yang fungsinya adalah sebagai pelaksana pengembangan jasa konsttruksi, dimana salah satu tugasnya adalah melaksanakan sertifikasi kepada tenaga kerja konstruksi
di seluruh
Indonesia. Sertifikasi yang dilaksanakan juga sesuai dengan katagori sebagaimana diuraikan diatas yakni Sertifikasi Profesi Keahlian dan Sertifikasi Profesi Keterampilan, dimana Sertifikasi Profesi Keahlian dikeluarkan oleh Asosiasi Profesi kepada anggotanya,sedangkan Sertifikasi Keterampilan dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Keterampilan yang dapat didirikan oleh masyarakat atau biasanya lewat perguruan Tinggi atau Politeknik.Dari proses ini kita bisa mendata tenaga kerja yang bekerja di konstruksi baik untuk keahlian maupun untuk keterampilan. Data yang diperoleh selain jumlah orang tempat
tanggal,
bulan
dan
tahun
juga identifikasi seperti kelahiran,KTP
Tenaga
kerja,Alamat,Jalan,RT/RW,Kelurahan/Kecamatan, Kabupaten/Kota,Propinsi.Di LPJK juga memungkinkan data kursus atau pendidikan /pelatihan diisi namun demikian dari kenyataannya para peminat Sertifikat
ini
tidak
mengisinya
,
sehingga
kemungkinannya
untuk
mendapatkan data tersebut sangat rendah. Oleh sebab itu sudah saatnya pemerintah mensyaratkan perusahaan konstruksi harus mempunyai tenaga kerja yang telah pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh siapa saja. Data yang disimpan di LPJK sudah tepat yakni tersentral, walaupun sertifikasinya diterbitkan didaerah2 namun secara sistematik semuanya 53
bermuara di LPJK Nasional, sehingga tidak mungkin tercecer dan ini dikaitkan pula dengan pengamanan dengan sertifikat palsu /asli tapi tidak benar. Supaya terkait dengan Pusbin KPK maka Asosiasi diberi dispensasi untuk menggunakan ruang-ruang Diklat/ Balai-2 diseluruh Indonesia, sedangkan Asosiasinya sendiri wajib mempunyai program pendidikan berkelanjutan, jika tidak maka persyaratan sebagai anggota LPJK mesti ditinjau, oleh sebab itu pada Peraturan Menteri no 10/PRT/M/2010 mesti dicamtumkan hal tersebut, sehingga para pengurus asosiasi profesi keahlian ini mesti memikirkan anggotanya. Sebenarnya hal ini bisa dilakukan namun keterbatasan pemahaman dari pembuat aturan tidak memungkinkan hal diatas tercamtum dalam Peraturan Menteri. Sebagaimana pada Laporan pendahuluan maupun Laporan interim bahwa kehadiran Institusi Pembinaan dan Institusi Pendidikan dan Pelatihan di Kementrian Pekerjaan Umum sudah dimulai sejak tahun 1976, dengan berdirinya Biro Sarana Perusahaan yang mempunyai Bagian Pembinaan Sarana Usaha Jasa Konstruksi dan Bagian Pengaturan Jasa konstruksi dan Pusat Pembinaan Pelatihan Jasa Konstruksi artinya sudah cukup waktu dan banyak pengalaman ,yang semestinya saat ini sudah dewasa /mature, namun karena tidak dipersiapkan dengan baik maka yang terjadi adalah kemunduran. Penyusunan Database Tenaga Kerja di bidang jasa konstruksi ini merupakan langkah awal untuk mengembalikan jalan ke “rel” yang benar dan sangat terkait dengan pendidikan dan pelatihan di Indonesia.Diseluruh
54
Indonesia saat ini tercatat Keahlian ada 152.935 orang (Lihat Lampiran 20) sedangkan keterampilan 435.424 orang. (Lihat Lampiran 21) d. Diklat Pusbin KPK. Diklat Pusbin KPK juga melakukan pendidikan dan pelatihan namun demikian terkait dengan Penyusunan Database Tenaga Kerja ini maka system yang dibangun adalah Balai2 Pusbin-KPK berfungsi pula melakukan klarifikasi dan update tenaga kerja konstruksi. Misalnya namanya sudah tercatat dalam System Informasi Tenaga Kerja dan masuk dalam database maka di setiap Pusbin harus mengecek terlebih dahulu apakah datanya calon peserta sudah ada atau belum di
database, jika sudah ada maka tugas
Balai-Balai Pelatihan adalah melakukan update dan validasi data, ini harus dilakukan karena hanya Balai-balai Pelatihan inilah yang bisa melakukan untuk kesahihan data.
Selain itu Pusbin KPK ini mesti dibekali dengan
pengetahuan untuk menciptakan pelatihan di kabupaten /kota dengan tersedianya dana pembinaan di daerah. e. Asosiasi. Asosiasi Profesi dan Asosiasi Perusahaan dengan surat dari Badan Pembinaan Konstruksi dapat dihimbau untuk mengisi aplikasi tenaga kerja yang bekerja di badan usaha, dan kepada setiap badan usaha diberikan aplikasi software yang kemudian diisi dan di validasi oleh asosiasi dan diserahkan ke Pusbin-KPK dalam rangka gerakan GNPK. Pasti Asosiasi akan mau berpartisipasi membantu pemerintah. f.
Perusahaan / Badan Usaha Perusahaan mendapatkan Aplikasi dari Asosiasi dan mengisinya untuk 55
kemudian diserahkan ke asosiasi, perlu dibuat model bahwa aplikasi ini bisa di down load dan setelah diisi di upload oleh asosiasi, dan jangan perusahaannya sehingga keberadaan asosiasi mendapat tempat dari Pusbin KPK. g. Individu Tenaga kerja konstruksi Individu tenaga kerja yang namanya tercatat di website Pusbin KPK diberi kesempatan untuk memperbaiki datanya sendiri dengan merubahnya sendiri dan setelah ini melakukan validasi dengan meminta persetujuan pada asosiasi atau Pusbin KPK tentang bukti perubahan tersebut untuk kemudian dikirim ke Pusbin KPK. Untuk memberikan makna yang bermanfaat maka semua data dapat dicetak menjadi “Curiculum vitae”tenaga kerja konstruksi yang dilengkapi dengan NKTK dan juga barcode sehingga keasliannya dapat digunakan pula bagi tenaga kerja untuk mencari kerja. NKTK yang diusulkan adalah 19 digit yakni digit 1 + digit 2+3+4+5+ digit 6+7+ digit 8+9 +digit 10+11+digit 12+13+14+15+16+17+18 +19. Contoh
:
1.3379.07.05.55.09345672 – 19 digit untuk jelasnya periksa ( Lihat Lampiran 22 ) 9. Skema Alur data , media Aplikasi sebagai inputing data serta validasi. a. Skema alur data. Skema Alur data tenaga kerja ( Lihat Lampiran 23) dimana server menerima data sebelum masuk ke database dari model A adalah Biro 56
Perencanaan sedangkan model B dari Balai-Balai Pusbin KPK diseluruh Indonesia yang
membawahi dana dekonsentrasi Dinas PU propinsi.
Oleh
mesti
sebab
itu
disediakan
dana
untuk
propinsi
dan
juga
kabupaten/kota untuk menyetor data tersebut, sekaligus juga Balai-2 melakukan upaya Diklat mandiri di kabupaten/Kota. Balai-Balai Pedidikan dan Pelatihan Konstruksi Pusbin KPK melakukan validasi serta melayani permintaan dari tenaga kerja yang sudah terekam datanya baik perbaikan maupun mencetak secara on line. b. Website. Website yang digunakan adalah www.pusbinkpk.netpada menu utama disisipkan icon baru yakni tenaga kerja konstruksi dimana dapat dibagi dua yakni keahlian dan keterampilan, siapapun dapat melihat datanya secara minim , kecuali kalau ybs juga pelanggan website maka dapat melihat keseluruhannya bahkan dapat mengganti datanya atau memperbaruhi sendiri datanya. Tenaga kerja harus mendaftarkan terlebih dahulu sebagai anggota website dengan menyerahkan copy KTP kepada admin terlebih dahulu dan baru bisa diberikan persetujuan.Bila mau dikenakan biaya maka hal tersebut sangat
memungkinkan
sebagai
dana
untuk
pemeliharaan
website.
Sedangkan umum yang ingin melihat data tenaga kerja seseorang tidak diperkenankan, Umum hanya bisa melihat data secara terbatas khususnya nama dan asal/propinsi. Program berbasis php. 1) Database. Database yang sudah terkumpul pada server dinamakan master
57
database yang bisa diubah atas sepengetahuan admin dan memenuhi syarat. 2) Sinkronize data. Aplikasi syncronize data , ini mesti dibangun dan terdapat pada server database Pusbin KPK, yang menampung database tenaga kerja yang datanya diperoleh dari : a) BPS ( jika ada ) b) LPJK c) Asosiasi d) Pihak Lain yang datang ke Pusbin KPK yang menyerahkan data. Untuk sincronize ini memang dibutuhkan “key” yakni numerik atau abjad
yang
unik
dan
selanjutnya
memasukkan data ke database.
dijadikan
acuan
untuk
.
Kalau di LPJK ada nomer registrasi untuk keahlian disebut NRTA atau nomer registrasi keahlian sedangkan untuk tenaga terampil ada NRTT atau Nomor registrasi Tenaga Terampil maka untuk tenaga kerja adalah NKTK. Nomor unik ini bisa dipakai namun ini hanya mereka yang telah mempunyai sertifikat. Gambaran tentang systematika Database Tenaga Kerja Jasa Konstruksi dapat dilihat pada ( Lihat Lampiran 24 ) Aplikasi SITK syncronize adalah data dari LPJK atau Diklat lainnya yang datang ke kantor Pusbin KPK dan kemudian dimasukkan kedalam database melalui SITK Syncronize
58
3) Pengelolaan Admin website /Penataan Admin Website rujukan adalah website pusbin KPK dan dalam sub menu nya ada tenaga kerja dan disub menu ini ada admin tenaga kerja yang bertanggung jawab akan data tenaga kerja c.
Aplikasi Aplikasi yang harus dibuat mesti berbasis pada suatu system yang dinamakan SITK /System Informasi Tenaga Kerja yang terdiri atas 1) Aplikasi tenaga kerja /SITK Satker - emon – untuk PU Aplikasi ini di taruh dalam laporan emon yang dikelola oleh Biro Peencanaan Sekretariat jenderal, dan dengan surat edaran dari Menteri Pekerjaan Umum maka semua Pejabat Pembuat Komitmen dan jajarannya harus melakukan download SITK–Emon ini dan kemudian menyerahkan kepada penyedia jasa yang
mendapatkan kontrak
pekerjaan dan menjadi mitranya baik jasa konsultansi perencana atau jasa konsultansi pengawas dan atau jasa pelaksana konstruksi untuk mengisinya dan selanjutnya setelah diisi dikembalikan ke PPK untuk dilakukanpemeriksaan data kebenarannya dan terakhir di upload yang akan masuk ke menu e-monthBiro Perencanaan dan seterusnya ke Pusbin KPK dan dilakukan penanganan lebih lanjut masuk ke server database.Sedangkan formulir isiannya sebagaimana (Lihat Formulir 25 ) Mengingat ini hanya untuk proyek-proyek di lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum saja , maka masih diperlukan suatu surat dari Sekjen kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum untuk mengoleksi semua tenaga kerja dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten /Kota. Kegiatan ini bisa 59
diminta 3 bulan sekali Aplikasi SITK Proyek di lingkungan PU / Non PU – Daerah dengan Satker /PPK sebagai verifikator 2) Aplikasi tenaga kerja /SITK Satker - emon – untuk Daerah /TPJK di Propinsi/Kab/Kota Sama dengan emon Kementrian PU namun ada modifikasi kecil dapat pula di download dari website Pusbin KPK dan dapat pula di upload ke website BP Konstruksi cq Pusbin KPK sesuai kaplingnya masing2.Dari PPK setiap proyek yang dananya dari APBD Propinsi dan APBD Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim Pembina Jasa Konstruksi Propinsi sedangkan di Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim Pembina Jasa Konstrtuksi Kabupaten/Kota kegiatan ini dilakukan 3 bulan sekali 3) Aplikasi SITK Diklat Balai -Pusbin KPK. Aplikasi ini adalah aplikasi utama dari Pusbin KPK , karena hanya melalui sistem ini bisa dipantau ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Aplikasi SITK Diklat dengan Balai2 sebagai verifikator. 4) Aplikasi tenaga kerja SITK BUJK /Perusahaan /Asosiasi Menjaring lebih banyak maka juga disiapkan aplikasi yang diisi oleh badan usaha yang kemudian setelah diisi di verifikasi dan validasi oleh Asosiasi dan secara berjenjang sampai ke Asosiasi induknya di Jakarta baik itu Asosiasi Profesi maupun asosiasi profesi. Pada dasarnya data yang dihimpun adalah data perusahaan konstruksi yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi . Dari Asosiasi ini akhirnya diteruskan ke Pusbin 60
KPK.Aplikasi SITK Badan Usaha dengan Asosiasi sebagai verifikator , Adapun bentuk isian formulirnya sebagaimana (Lihat Lampiran 25) d. Validasi data Aplikasi yang utama adalah aplikasi yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari Pusbin – KPK yakni peserta yang mengikuti Diklat , pada kesempatan ini mengingat waktunya maka aparat Pusbin KPK seyogyanya melakukan verifikasi data atas isian formulir dan data yang akan masuk ke database, karena waktunya dipandang cukup banyak sehingga diharapkan datanya dapat terserap dan bermanfaat di database sehingga aplikasi yang tersedia diharapkan lengkap / dan digunakan program berbasis Visual basics / VB. Bagi Asosiasi profesi tenaga kerja juga diberikan program dari Aplikasi Badan Usaha yang dimodifikasi sehingga tanggung jawab ada di Asosiasi tenaga kerja. Pengisian yang salah atau tidak didukung dengan data pendukung maka tanggung jawabnya adalah di asosiasi yang bersangkutan. Dari uraian diatas maka , secara system jika ada database masuk ke server maka mesin akan melakukan validasi secara otomatis terhadap database yang ada di server dan menyeleksi terlebih dahulu yang dimulai dari : Tahap I
Nama Tenaga kerja dicocokkan kemudian
Tempat kelahiran ( menggunakan kodekab/kota dari BPS)
Tanggal , bulan dan tahun lahir Tahap II 61
Kemudian dilakukan pemeriksaan No KTP. Tahap III
Selanjutnya pemilikan Sertifikat.
Apabila semua datanya cocok atau hanya cocok 1 Tahap maka perlu dilihat dan disandingkan terlebih dahulu sebelum menyetujui data dimasukkan atau ditambahkan atau diverifikasi untuk meyakini bahwa tenaga kerja itu sudah terregister di database sebelum program dijalankan. selanjutnya jika belum diregistrasi /baru maka akan diberikan nomor urut NKTK sedangkan jika datanya sudah ada maka akan menemukan dari nomor urut di NKTK dan data baru akan menimpa data yang ada.Dari proses data bisa saja data yang lama disimpan di file terpisah dan data yang baru dianggap valid. e. Manfaat /Penggunaan & Pengelolaan Data Tenaga Kerja. Dalam kaitannya Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi dan kegiatan Penyusunan Database tenaga kerja bidang Jasa Konstruksi maka perlu dipersiapkan langkah2 yang sinergi sebagai berikut : 1) Penyimpanan data nasional. Pada tahap pertama penyusunan database jasa konstruksi adalah kegiatan terkumpulnya semua data tenaga kerja di bidang jasa konstruksi yang dikelola dan di manajemen oleh Pusbin KPK Badan Pembinaan Konstruksi Kementrian Pekerjaan Umum Database tenaga kerja konstruksi ini merupakan sumber data tenaga kerja nasional di bidang jasa konstruksi, yang memuat data tenaga kerja 62
keahlian maupun keterampilan yang bekerja di jasa konstruksi di Indonesia. Di mulai dari menjalankan SITK Proyek Model A terlebih dahulu dan kemudian dilakukan kerjasama dengan semua Asosiasi Perusahaan dan Asosiasi Profesi dengan menjalankan SITK – Badan Usaha , selanjutnya secara bertahap dijalankan SITK Model B dengan melatih tenaga dari Balai – Pusbin KPK yang ada di daerah2 dan didistribusikan melalui TPJK Propinsi. 2) Konsep Progres Diklat kedepan. Agar Penyusunan Database bidang jasa konstruksi mempunyai makna dan manfaat bagi kemajuan bangsa maka perlu langkah-langkah sebagai berikut : a) Adanya ketentuan kewajiban penggunaan Curiculum vitae secara standar yang berbentuk cetak.pdf bagi tenaga kerja tingkat ahli yang akan digunakan oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi yang mengikuti pelelangan di lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum.Kegiatan ini akan dimulai 1 Nopember 2012, saat pelelangan proyek-proyek tahun 2013 dijalankan. Ketentuan ini memberikan waktu yang cukup bagi tenaga kerja dan juga
Asosiasi
serta
Pusbin
KPK
untuk
mempersiapkan
diri.
Dengan adanya data tenaga kerja ini maka dimungkinkan untuk dapat dicetak secara pdf dan diberi barcode pengaman dan selanjutnya sebagai syarat untuk mengkuti pelelangan pekerjaan konstruksi.
63
b) Selanjutnya adalah kewajiban Penyedia jasa yang memperoleh pekerjaan konstruksi mengikut sertakan tenaga kerja bidang jasa konstruksi untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusbin KPK Kementrian Pekerjaan Umum atau afiliasinya termasuk program2 oleh Asosiasi Perusahaan dan Asosiasi Profesi yang melakukan kerjasama dengan Pubin KPK. Sejalan dengan itu maka pada pelelangan-pelelangan di lingkungan Pekerjaan Umum mulai diminta tenaga kerjanya yang telah pernah mengikuti pelatihan jasa konstruksi/atau diminta untuk melampirkan Sertifikat Pelatihan yang dikeluarkan oleh Pusbin KPK dan juga afiliasinya. Menteri Pekerjaan Umum juga mengeluarkan edaran bahwa pada setiap proyek konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa wajib mempunyai pimpinan proyek atau manajer proyek /pelaksana lapangan yang bersertifikat sesuai karakteristik proyeknya.Bila tidak mempunyai maka proyek tersebut harus ditunda sementara atau belum boleh
dilaksanakan
untuk
mencari
tenaga kerja yang
mempunyai sertifikat sejenis. Menteri Pekerjaan Umum menerbitkan surat edaran berupa himbauan agar Walikota dan Bupati mulai mencadangkan pendidikan dan pelatihan
jasa
konstruksi
bagi
daerahnya
dan
mengharuskan
perusahaan yang mendapatkan pekerjaan /proyek yang dananya dari APBD Propinsi/Kabupaten/Kota maka wajib mengikuti pelatihan dimaksud di lokasi ibukota kabupaten/kota, pada akhirnya juga 64
diwajibkan
menyertakan
rekaman
Sertifikat
Pelatihan
yang
diselenggarakan Pusbin KPK dan afiliasinya. Dengan langkah-langkah diatas maka pelatihan jasa konstruksi bisa berjalan dengan semangat menuju pekerjaan yang memenuhi bahan mutu dan waktu yang telah ditetapkan. 3) Laporan Eksekutif Dengan adanya penyusunan database tenaga kerja jasa konstruksi maka setiap tiga bulan dapat dlaporkan kepada pimpinan Kementrian Pekerjaan Umum posisi struktur tenaga kerja konstruksi yang bekerja di proyek2 konstruksi di seluruh Indonesia secara periodik, termasuk dilaporkan ke Badan Perencanaan Nasional /Bappenas dan juga Kementrian Tenaga kerja. 4) Pengembangan Perlindungan Tenaga Kerja. Dengan adanya data tenaga kerja yang dikelola oleh Pusbin KPK maka dapat dikembangkan untuk Perlindungan Tenaga Kerja Konstruksi dengan dilakukan kerjasama sama dengan PT Jamsostek (Persero) dan kepada tenaga kerja untuk dapat menjadi tenaga kerja penuh waktu sehingga kepadanya dapat masuk dalam katagori perlindungan negara untuk kesehatan dan kecelakaan kerja serta jaminan hari tua termasuk keluarganya.Apalagi
dalam
waktu
dekat
akan
berubah
menjadi
BPJS/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dimana sangat diperlukan data dari tenaga kerja yang akurat. 10. Dukungan Pranata Hukum.
65
a.
Penyusunan Database Tenaga kerja di bidang jasa konstruksi ini perlu juga dilengkapi dengan Konsep regulasi setingkat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ( Lihat Lampiran 26 ) sebagai update dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum no 323/KPTS/1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Monitoring Data Ketenagakerjaan Bidang Pekerjaan umum /Sektor Konstruksi , namun hanya terhadap tenaga kerja konstruksi non PNS. Dalam Peraturan Menteri yang baru ini judulnya masih tetap dipertahankan yakni Petunjuk Pelaksanaan Monitoring data Ketenagakerjaan Bidang Pekerjaan Umum/Sektor Konstruksi namun digunakan oleh setingkat Pejabat Pemegang Komitmen di jajaran Kementrian Pekerjaan Umum dan juga dibantu oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan Asosiasi Jasa Konstruksi. Keberhasilan program ini tergantung partisipasi dari pejabat proyek dan juga Asosiasi perusahaan serta Asosiasi profesi, dan badan usaha namun dengan kewajiban bahwa semua proyek mengambil datanya dari hasil Monitoring Tenaga kerja bidang jasa konstruksi maka dimungkinkan program ini akan berjalan.
b. Tim Pelaksana Monitoring Tenaga Kerja Tim Pelaksana Monitoring Tenaga Kerja harus dibentuk untuk mengawasi berjalannya pelaksanaan program monitoring tenaga kerja termasuk pemberian pelayanan kepada masyarakat baik terhadap data yang tayang maupun yang dicetak / CV yang diperlukan untuk mendukung pelelangan dan pelaksanaan proyek konstruksi di seluruh Indonesia sebagai mana ( Lihat Lampiran 27) 66
11. Penutup. Dengan telah selesainya uraian ini maka selesaipula tugas kegiatan penyusunan database tenaga kerja di bidang jasa konstruksi, sehingga langkah berikut adalah penerapan aplikasi yang dapat dimulai secara bertahap, oleh karenanya masih diperlukan waktu untuk mencoba aplikasi dan juga websitenya. Selain itu harus dilakukan sosialisasi oleh Pusbin KPK kepada semua pejabat pada Direktorat Jenderal dan juga Balai-balai di lingkungan Direktorat jenderal guna menjalankan program model A atau SITK emon, demikian pula uji coba pada Balai Pusbin KPK untuk mendistribusikan program model B atau SITK emon-modifikasi dan Asosiasi untuk menjalankan SITK Badan Usaha Sejalan dengan itu memang sedang diproses regulasi SE Menteri Pekerjaan Umum tentang Monitoring tenaga kerja jasa konstrusi yang nantinya diharapkan sebagai acuan hukum penerapan program monitoring tenaga kerja konstruksi bahkan juga persiapan untuk antipasi penggunaan kurikulum standarbagi tingkat ahli di proyek2 Pekerjaan Umum diseluruh Indonesia . Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi dunia usaha jasa konstruksi nasional melalui Pusbin KPK.Terimakasih
Penyusun Ir.Edy Rahenyantono.MM DR.Dedi Walujadi
67
LAMPIRAN. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16.
Laju Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011.- Data BPS Besarnya Pertumbuhan ekonomi Indonesia – Data BPS Pendapatan Masyarakat Indonesia per kapita – Data BPS Penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi 2004 sd 2009.-Data BPS Upah rata-2 tenaga konstruksi dan sejajarnya – Data BPS PP 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah,pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota Rekaman Surat edaran Mendagri no 601/476/SJ- tanggal 13 Maret 2006 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi di daerah Pasar Konstruksi per Propinsi - Data BPS Pesebaran jenis pekerjaan konstruksi 2004 sd 2009 – Data BPS. Pertumbuhan dan pesebaran perusahaan jasa konstruksi Indonesia 2004 sd 2009.-Data BPS Rekaman Keputusan Menteri PU no 323/KPTS/1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Monitoring Data Ketenagakerjaan bidang Pekerjan Umum/sektor konstruksi Rekaman Surat edaran Mendagri no 601/1031/BAKD – tanggal 6 Oktober 2006 tentang penyusunan dana APBD di daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang dapat digunakan untuk pembiayaan dana pendidikan dan pelatihan bekerjasama dengan Balai Pusbin KPK. Standar baku Curiculum Vitae sebagai profil tenaga kerja. Klasifikasi Terampil yang dikeluarkan oleh LPJK Jenis Pelatihan Jasa Konstruksi yang tersedia di Pusbin KPK Jenis kualifikasi tenaga kerja konstruksi. 68
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Konsep Kualifikasi Tenaga Kerja konstruksi Indonesia Gagasan Sistematika database tenaga kerja jasa konstruksi-model A Gagasan Sistematika database tenaga kerja jasa konstruksi-model B Data Tenaga kerja yang mempunyai Sertifikat Keahlian dari LPJKN Data Tenaga kerja yang mempunyai Sertifkat Keterampilan dari LPJKN Nomor Kode Tenaga Konstruksi/NKTK Alur Sistematika Penyusunan database tenaga kerja jasa konstruksi. Formulir isian untuk STI Proyek Formulir isian untuk STI Badan Usaha Konsep SK Menteri tentang Monitoring Tenaga Kerja Konstruksi Konsep Tim Monitoring Penyusunan Database Tenaga Kerja Konstruksi Bahasa Program Software Komputer SITK. a. SITK Proyek. b. SITK Perusahaan. c. SITK DIKLAT.
69