1
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
OLEH : ARDANA KURNIAJI I1A2 10 097
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Kelulusan Mata Kuliah Ekologi Perairan
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2011
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Anonim, 2011 dalam www.wikipedia.com) Sebagai salah satu ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Rochana, 2011).
3
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Santoso, 2000 dalam Rochana, 2011). Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Dari penjelasan tersebut, maka penting untuk mengetahui jenis dan struktur dari ekosistem mangrove melalui pelaksanaan praktikum. B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari praktek lapang ekologi perairan pada ekosistem mangrove kali ini adalah : 1. Untuk mempelajari jenis dan struktur komunitas tumbuhan mangrove 2. Untuk melihat zonasi yang terbentuk dalam struktur komunitas mangrove 3. Untuk melihat berbagai organisme intertidal Kegunaan prktek kali ini adalah kita dapat mengetahui dan struktur komunitas tumbuhan mangrove, dapat mengetahui zonasi yang terbentuk dalam struktur komunitas mangrove, dan juga dapat mengetahui berbagai organisme intertidal yang berasosiasi dalam ekosistem mangrove.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Mangrove Ekosistem mengrove merupakan suatu ekosistem peralihan antara darat dan laut. Terdapat di daerah tropik atau sub tropik disepanjang pantai yang terlindung dan di muara sungai yang merupakan komunitas tumbuhan pantai yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove. Tumbuhan ini mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama penggenangan, substrat dan morfologi pantainya. Mangrove dapat dijumpai pada daerah sepanjang meara sungai atau daerah yang banyak dipengaruhi oleh faktor aliran sungai (fluvio-marvine) dan daerah yang biasanya lebih didominasi faktor laut (marino-fluvial) (Pratikto, 2004). Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka, karena luasnya hanya 2% permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan ekosistem mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosiabudaya yang sangat penting; misalnya menjaga menjaga stabilitas pantai dari abrasi, sumber ikan, udang dan keanekaragaman hayati lainnya, sumber kayu bakar dan kayu bangunan, serta memiliki fungsi konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya. Tingkat kerusakan ekosistem mangrove dunia, termasuk Indonesia sangat cepat akibat pembukaan tambak, penebangan hutan mangrove, pencemaran lingkungan, reklamasi dan sedimentasi, pertambangan, sebab-sebab alam seperti badai/tsunami, dan lain-lain. Restorasi mangrove mendapat perhatian luas mengingat tingginya nilai sosial-ekonomi dan ekologi ekosistem ini. Restorasi dapat menaikkan nilai sumber daya hayati mangrove,
5
memberi mata pencaharian penduduk, mencegah kerusakan pantai, menjaga biodiver-sitas, produksi perikanan, dan lain-lain (Setyawan dan Winarno, 2006). Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusuma
et al, 2003).
Menurut FAO, Hutan Mangrove adalah Komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa
Portugis ”Mangue” dan bahasa Inggris ”grove” (Macnae, 1968). Dalam Bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest,
coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa
Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau sebaiknya dihindari (Kusmana et al, 2003 dalam Irwanto, 2008).
6
B. Zonasi Mangrove Vegetasi ekosistem mangrove umumnya terdiri dari jenis-jenis yang selalu hijau (evergreen plant) dari beberapa family. Vegetasi yang terdapat pada ekosistem mangrove dapat meliputi tanaman seperti api-api (Avicennia spp), bakau (Rhizophora spp), cengal (Ceriops spp). Pada umumnya tipe dan zonasi di Indonesia tidak terlalu berada antara satu tempat dengan tempat lainnya. Sebagai cotoh diambil zonasi mangrove dari Tanjung Bugin, Sumatera Selatan. Dari arah laut berturut-turut Avicennia alba, Rhizopora apiculata, Bruguiera parviflora, Bruguiera gymnorhiza, Nypa fruticans, Xylocarpus granatum, Excoecaria agallocha, Pandanus furentus, Bruguiera cylindrical (Pratikto, 2006).
Gambar 1. Jenis-Jenis buah Rhizophoraceae, R. mucuronata, (a), R. apiculata (b) B. gymnorrhiza (c) Avicennia spp. (d), dan S. alba (e) (Arief, 2003).
Ekosistem mangrove sangat rumit, karena terdapat banyak faktor yang saling mempengaruhi, baik di dalam maupun di luar pertumbuhan dan perkembangannya.
Berdasarkan
tempat
tumbuhnya,
kawasan
mangrove
dibedakan menjadi beberapa zonasi, yang disebut dengan jenis-jenis vegetasi yang mendominasi. Selain itu, Mall et. al (1982) menyebutkan tiga zone yang terdzpat
7
pada
kawasan
mangrove,
yang
disebabkan
oleh
terjadinya
perbedaan
penggenangan yang juga berakibat pada perbedaan salinitas. Hal inilah yang membuat perbedaan jenis kawasan mangrove. Adapun pembagian kawasan mangrove berdasarkan perbedaan penggenangan adalah sebagai berikut: a. Zona Proksimal, yaitu kawasan (zona) yang terdekat dengan laut. Pada zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis R. apiculata, R. mucronata, dan S. alba. b. Zona middle, yaitu kawasan (zona) yang terletak di antara laut dan darat, pada zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis S. caseolaris, R. alba, B. gymnorrhiza, A. marina, A. officinalis, dan Ceriops tagal. c. Zona distal, yaitu zona yang terjauh dari laut. Pada zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis Heritiera litoralis, Pongamia, Pandanus spp., dan Hibiscus tiliaceus.
Gambar 2. Zonasi Alami Mangrove yang masih Lengkap (Arief, 2003)
8
Pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis vegetasi yang mendominasi, dari arah laut ke daratan berturut-turu sebagai berikut. a. Zonasi Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh di bibir laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioneer, karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkraman perakaran tumbuhan jenis-jenis ini. b. Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang. c. Zona Bruguiera, terletak dibelakang Zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan (Arief, 2003). C. Organisme Intertidal Salah satu bagian dari pembagian ekosistem di kawasan pesisir dan laut adalah kawasan intertidal (intertidal zone). Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistim lingkungan yang ada, dimana zona intertidal atau lebih dikenal dengan zona pasang surut adalah merupakan daerah yang terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali – hanya beberapa meter luasnya – terletak di antara air tinggi (high water) dan air rendah (low water). Zona ini merupakan bagian laut yang paling dikenal dan
9
paling dekat dengan kegiatan kita apalagi dalam melakukan berbagai macam aktivitas, hanya di daerah inilah penelitian dapat langsung kita laksanakan secara langsung selama perioda air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus (Romadhon, 2009). Fauna intertidal memiliki system tubuh yang dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan cairan yang cukup besar selama berada di udara terbuka dalam rentang waktu yang bervariasi saat menunggu saat datangnya pasang air laut. Mekanisme sederhana dari adaptasi dilakukan oleh fauna intertidal untuk berbagai macam aktivitas hidupnya. Adaptasi pada fauna intertidal ini berupa adaptasi terhadap kehilangan air, pemeliharaan keseimbangan panas, tekanan mekanik, pernafasan, cara makan, tekanan salinitas, dan reproduksi. Bentuk adaptasi fauna intertidal juga dipengaruhi oleh substrat habitatnya hidup. Antara habitat bersubstrat pasir, lumpur atau berbatu-batu. Bentuk adaptasi pada fauna intertidal yang bergerak dengan yang memiliki gerakan terbatas juga berbeda. Bagi fauna yang bergerak, dapat mencari celah, lubang atau tempat galian yang basah atau memiliki sedikit genangan air sebagai tempatnya berlindung. Namun bagi fauna intertidal yang sesil atau pergerakannya sangat lambat untuk mencari celah perlindungan diwaktu surut mereka beradaptasi dengan kemampuan untuk menggali substrat sampai kedalaman yang cukup untuk menyembunyikan tubuhnya ke dalam substrat sampai waktu air pasang kembali menggenangi lubang (Wibawa, 2010).
10
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Lokasi dan Waktu Praktikum ini dilaksanakan yaitu pada hari Sabtu, tanggal 26 November 2011, pukul 10.00–13.00 WITA, bertempat di perairan pantai Bungkutoko, Kecamatan Abeli, Kota Kendari. Provinsi Sulawesi Tenggara. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum lapang Ekologi Perairan dapat dilihat pada tabel 1 Berikut: Tabel 1. Alat dan Bahan Pada Praktikum Lapang Ekologi Perairan Serta Kegunaanya. No Nama Alat dan Bahan Kegunaan A. Alat 1. Meteran sepanjang Sebagai alat pengukuran zonasi 50 meter 2. Tali rafia Untuk membuat transek/plot 3. Gunting/pisau Untuk memotong rantai 4. Kantong plastik Untuk menyimpan organisme uji 5. Alat tulis dan label Untuk mencatat hasil pengamatan 6. Buku identifikasi Untuk memudahkan pengamatan Mangrove 7. Patok Sebagai penanda petakan 8. Handrefractometer Untuk mengukur salinitas perairan B
Bahan 1. Organisme Intertidal 2. Mangrove 3. Sedimen
Obyek yang diamati Obyek yang diamati Obyek yang diamati
11
C. Prosedur Kerja Prosedur kerja pada praktikum lapang ekologi perairan ini adalah sebagai berikut : 1.
Organisme - Membuat transek yang memotong topografi dari arah laut kearah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove) di daerah intertidal sepanjang 100 m - Meletakan letakan petak (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 m x 100 m. - Didalam transek 1 m x 100 m mencatat pada eorksheets jenis spesies, jumlah, ukuran dan pada jarak berapa dari garis pantai spesies organisme tersebut di temukan. - Jenis yang belum diketahui di masukan ke dalam kantung plastik kemudian diberi label untuk diidentifikasi - Mengukur parameter lingkungan yang ditemukan (suhu dan salinitas) - Mengamati jenis substratya ditiap tempat dimana organisme ditemukan.
2.
Zonasi mangrove Prosedur kerja pada praktikum lapang ekologi perairan ini adalah sebagai
berikut : - Membuat transek yang memotong topografi dari arah laut kearah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove) di daerah intertidal.
12
- Letakan petak (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 2 m x 50 m. - Vegetasi dalam petak (plot) diidentifikasi jenis dan mengukuran lingkaran batang pohon mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m diatas tanah/20 cm di atas air). - Jenis yang hidup diketahui, potong bagian ranting yang lengkap dengan daunnya dan masukkan kedalam kantong plastik serta beri label. - Mengukur parameter lingkungan yang ditentukan (suhu dan salinitas) pada setiap zona sepanjang garis. Dan mengamati jenis substratnya.
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. GambaranUmum Lokasi
Gambar 3. Gambaran Umum Lokasi Praktek Secara umum perairan pantai Bungkutoko Timur, berada dalam wilayah di Kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara yang terletak pada posisi astronomis 3o, 58’, 30o LS - 3o, 59, 30o LS dan 122o, 35o, 15o BT. Dengan luas wilayah luas wilayah ± 500 Ha. Adapun kondisi geografis perairan pantai pulau Bungkutoko Timur Sebagai Berikut: 1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nambo 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Kendari 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kasilampe 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda Topografi perairan pantai Bungkutoko Timur merupakan perairan pantai landai dan Zona Intertidal pada surut terendah berjarak ± 350 m dari garis pantai dan mempunyai dasar perairan berpasir, lumpur berpasir dan pasir berbatu-batu,
14
dimana pada dasar perairan tersebut ditumbuhi oleh beberapa ekosistem yaitu lamun dan mangrove. Perairan pantai Bungkutoko Timur merupakan bagaian dari pantai tropic yang memiliki 2 kali pergantian musim yaitu musim barat dan timur dimana musim barat terjadi bulan September- April (angin bertiup dari barat ke timur) sedangkan musim timur terjadi pada bulan Mei – Agustus (angin bertiup dari timur ke barat). B. Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan yang dilakukan pada mangrove dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Hasil Pengamatan pada Mangrove No. Jenis Mangrove Jarak (M) 1 Sonneratia Spp. 24,70 2 Sonneratia Spp. 27,80 3 Sonneratia Spp. 32,00 4 Sonneratia Spp. 40,00 5 Sonneratia Spp. 46,00
Diameter (Cm) 50 30 110 150 130
Gambar 4. Sketsa Zonasi Mangrove Berdasarkan Hasil Pengamatan Ket. : A. Sonneratia Spp.
15
Hasil Pengamatan pada organisme yang terdapat di daerah pesisir dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Hasil pengamatan pada organisme No Jenis Organisme 1 Keong 2 Kerang 3 Kepiting 4 Lamun 5 Keong Hitam 6 Keong Putih 7 Keong berduri 8 Keong 9 Kepiting 10 Kepiting 11 Lintah Laut 12 Keong Abu-Abu 13 Keong 14 Bintang Laut
Jarak (cm) 140 310 570 665 700 830 990 1000 1180 1370 1890 3050 3110 9010
Jumlah 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
A B C D E F
0
2000
4000
6000
8000
10000
Gambar 5. Kurva Spesies Berdasarkan Hasil Pengamatan Ket :
A. B. C.
Keong Kerang Kepiting
D. E. F.
Lintah Laut Lamun Bintang Laut
16
C. Pembahasan Mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Hutan mangrove adalah hutan dengan vegetasi yang hidup dari muara sungai, daerah pasang surut, dan tepi laut (Baehaqi dan Indrawan, 1993 dalam Arief, 2003). Menurut Arief (2001) bahwa Hutan Mangrove terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat pengaruh pasang aurut air laut, di mana tidak ada ombak keras. Hutan ini disebut juga hutan bakau karena tegaknya jenis bakau atau disebut hutan payau karena hidup di lokasi payau akibat buangan air sungai atau tanah. Sekumpulan mangrove yang terdapat di wilayah tertentu dimana di dalamnya terdapat banyak tumbuhan dan organsime lain serta adanya berbagai faktor abiotik yang menunjang kelangsungan hidup organisme disebut sebagai Ekosistem Mangorve. Menurut Santoso (2000) bahwa Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan
hubungan
timbal
balik
antara
makhluk
hidup
dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau. Dari data yang diperoleh dilapangan, menunjukkan adanya zona vegetasi ekosistem mangrove. Dalam transek yang memotong topografi dari arah laut kearah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove) di daerah
17
intertidal. Terdapat struktur ekosistem mangrove berturut-turut hanyalah jenis Sonneratia Spp. dengan substrat lumpur berpasir. Semakin kearah darat lumpur semakin berkurang. Zona seperti ini tergolong dalam zona Avicennia yang dimana didalamnya terdapat banyak jenis Sonneratia spp. Menurut Arief (2003) Zonasi Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh di bibir laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioneer, karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkraman perakaran tumbuhan jenis-jenis ini. Jenis Sonneratia spp. adalah jenis mangrove yang biasanya terdapat dibagian zona terluar atau dekat laut (zona proksimal) dari ekosistem mangrove. Hal ini karena struktur morfologi Sonneratia spp. lebih besar dan akarnya lebih kuat dibanding dengan jenis mangrove lain. Oleh sebab itu, membuatnya mampu bertahan dengan hempasan ombak meskipun disubstrat yang berlumpur. Berdasarkan morfologinya, jenis Sonneratia Spp. biasanya membentuk akar pensil (pneumathophores), dimana akar berbentuk seperti tongkak/pensil yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang secara vertical ke udara (Arief, 2003). Menurut Setyawan dkk (2006) bahwa Sonneratia alba memiliki bentuk morfologi seperti bentuk daun membundar telur, batang silindris, dan akar nafas yang kokoh dan runcing. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut
18
juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Berdasarkan hasil pengamatan, kebanyakan jenis Sonneratia spp. ini hidup dizona dengan tingkat salinitas tinggi. Dimana hal ini karena pola adaptasi yang dilakukan oleh Sonneratia menurut Kusmana (2003) bahwa ia menyerap air dengan kadar garam tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Selain itu pula, hal lain menunjukkan bahwa ukuran diameter pohon mangrove jenis Sonneratia Spp. dari arah darat ke laut semakin membesar. Pada sketsa telah tampak bahwa ukuran mangrove yang mendekati laut utamanya jenis Sonneratia akan semakin besar. Selain pola adaptasi dan kecepatan tumbuh, juga dipengaruhi oleh lama pertumbuhan atau umur mangrove itu sendiri. Ditempat lain, pada daerah yang sama yakni daerah intertidal, diperoleh berbagai macam jenis hewan yang hidup disekitarnya. Dalam transek yang dipasang menunjukkan berbagai macam organisme hidup didalamnya. Hal ini karena fungsi hutan mangrove yang berada disekitarnya masih sangat berperan. Selain sebagai tempat makan dan berlindung, organsime yang hidup didaerah ekosistem mangrove memanfaatkannya untuk berkembang biak dan tinggal menetap. Oleh sebab itu, di Bungkutoko, merupakan daerah yang ekosistem mangrovenya masih terjaga, karena pada saat surut, terdapat banyak organism yang turut beasosiasi dengan mangrove.
19
Pengamatan menunjukkan, bahwa semakin ke laut, ukuran dan keanekaragaman organsime semakin bertambah. Diwilayah bibir pantai yang dekat dengan darat terdapat jenis keong yang ukurannya sangat kecil, dimana substratnya berpasir. Hingga sampai di jarak 570 mm terdapat jenis kepiting dan adapula lintah laut. Dan dijarak 665 mm terdapat jenis lamun yang berasosiasi dengan bintang laut. Dan berakhir di jarak 9010 mm dengan jenis organism bintang laut yang ukurannya jauh lebih besar. Hewan-hewan ini mampu hidup didaerah intertidal, yang tergenang pada saat pasang dan kering pada saat surut. Kebanyakan organisme ini memanfaatkan ekosistem mangrove untuk tetap survive dilingkungannya. Menurut Arief (2003) bahwa semakin banyak/kompleks komunitas mangrove maka akan berdampak pada keanekaragaman organism disekitarnya. Oleh sebab itu, hasil pengamatan ini menunjukkan adanya indikasi bahwa diperairan bungku took, struktur dan zona ekosistem mangrove masih dalam kondisi stabil dengan organism yang beragam.
20
V. PENUTUP
5.1. Simpulan Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Jenis mangrove yang ditemukan seluruhnya adalah jenis Sonneratia Spp. 2. Zonasi yang terbentuk berdasarkan hasil pengamatan adalah zonasi Soneratia yang ukuran diameternya semakin bertambah kearah laut. 3. Jenis organisme intertidal dengan tumbuhan mangrove diantaranya keong, kepiting, bintang laut dan lintah laut. 4. Ukuran dan jenis organisme intertidal semakin kearah laut semakin bertambah.
5.2. Saran Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini, sebaiknya ukuran transek lebih diperbesar dan dilakukan pula pengukuran factor fisik yang mempengaruhi strukutr dan zonasi mangrove.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Ekosistem. www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 16 Desember 2011. Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta. Irwanto. 2008. Hutan Mangrove dan Manfaatnya. www.irwantoshut.com. Ambon. Kusmana, dkk. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rochana, Erna. 2011. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia. www.irwantoshut.com. Ambon. Romadhon, Agus. 2009. Adaptasi Biota Zona Intertidal. Institut Pertainia Bogor. Bogor. Santoso, N., H.W. Arifin. 1998. Rehabilitas Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau Di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove). Jakarta. Setyawan, Ahmad Dwi., Winarno, Kusmono. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Vol. 7 hal. 159-163. Surakarta. Pratikto, Widi A. 2004. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Direktorat Jendral Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Wibawa, Muhammad Agri. 2010. Ekologi Intertidal. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Gajah Mada. Jakarta.